sedekah bumi di bangeran dukun gresik

A.

Latar belakang masalah
Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada

seluruh umat manusia, Allah telah menciptakan bumi dengan segala isinya dan Allah juga
yang telah menjaganya, dengan berbagai perubahan musim yang telah mempengaruhi
siklus bumi agar seimbang dan berbagai fenomena Alam lain yang kadang manusia tak
dapat menyadari bahwa semua itu menunjukkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.
Oleh karena itu, salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan
bumi dengan segala isinya yaitu dengan melaksanakan ritual upacara sedekah bumi.
Upacara Sedekah bumi merupakan sebuah ritual yang biasanya di lakukan oleh
masyarakat jawa, sedekah bumi berarti menyedekahi bumi atau niat bersedekah untuk
kesejahteraan bumi. Bersedekah adalah hal yang sangat di anjurkan, selain sebagai bentuk
dari ucapan syukur atas segala nikmat yang telah di berikan Allah, bersedekah juga dapat
menjauhkan diri dari sifat kikir dan dapat pula menjauhkan diri dari musibah. Melihat dari
semua itu, sungguh sangat perlu untuk melaksanakan ritual sedekah bumi. Bumi yang
hakikatnya sebagai tempat hidup dan bertahan hidup bagi semua makhluk yang ada
didalamnya, sudah selayaknya kita sebagai manusia yang sejatinya adalah khalifah atau
pemimpin di muka bumi ikut menjaga dan mendo’akan agar keselamatan dan
kesejahteraannya terjaga. Bila bumi sejahtera, tanah subur, tentram, tidak ada musibah,

maka kehidupan di bumi pun akan terjaga dan manusia pun pada akhirnya yang memetik
dan menikmati kesejahteraan itu.
Masyarakat Desa Bangeran sebagian besar masih peduli pada pelaksanaan upacaraupacara adat, mereka masih meyakini akan manfaat dari pelaksanaan upacara adat yang
sudah terselenggara sejak zaman dahulu, sehingga mereka masih melestarikan upacaraupacara adat. Salah satu upacara adat yang masih dilestarikan adalah upacara adat Sedekah
Bumi. Yang menarik untuk dikaji dari upacara adat Sedekah Bumi ini adalah terjadinya
akulturasi budaya antara Islam dan budaya Jawa setempat.
Berangkat dari permasalahan di atas, maka perlu kiranya adanya penelitian tentang
salah satu bentuk ungkapan budaya daerah yang masih dilakukan sekelompok masyarakat

terkait dengan upacara tradisional yang patut untuk dilestarikan agar tidak hilang ditelan
oleh kemajuan zaman. Penelitian ini diberi judul Tradisi Dekahan atau Sedekah Bumi Di
Desa Bangeran Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik

Tradisi Dekahan atau Dekahan atau sedekah bumi Di Gresik
Tradisi adalah suatu kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu wilayah, negara,
kebudayaan, golongan/agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi yaitu
adanya informasi yang di teruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi akan punah.
Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi atau budaya yang

ada di dalamnya. Baik tradisi cultural yang semuanya ada dalam tradisi atau budaya jawa
tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga
sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi
kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa
yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging
serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah dekahan atau
sedekah bumi atau biasa dikenal dengan gas deso. Tradisi dekahan atau sedekah bumi ini,
merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah
berlangsung secara turun temurun dari nenek moyang orang jawa jaman dahulu. Ritual
dekahan atau sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa
yang berpotensi sebagai petani, yang menggantungkan hidup keluarga dan sanak saudara
atau sanak keluarga mereka dari mengais riski dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada
di bumi.
Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani tradisi ritual turun temurun yang
di adakan setahun sekali atau tahunan semacam dekahan atau sedekah bumi bukan hanya
merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi, tradisi
dekahan atau sedekah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara tradisional
dekahan atau sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudah menyatu
dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya jawa yang
menyiratkan symbol penjagaan terhadap kelestarian yang khas bagi masyarakat agraris

maupun masyarakat khususnya yang ada di pulau jawa. Desa Bangeran Kecamat Dukun
Kabupaten Gresik, adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Timur.

Separuh dari wilayah Kabupaten Gresik. Daratan rendah di bagian tengah umumnya
merupakan area persawahan. Sehingga pertanian merupakan sektor utama perekonomian di
Kabupaten Gresik.
Di Kabupaten Gresik, tradisi dekahan atau sedekah bumi yang biasa di sebut “gas
deso” oleh masyarakat Gresik merupakan suatu tradisi tahunan yang setiap desa berbedabeda waktu pelaksaannya. Tergantung pada kapan desa tersebut mengalami panen raya dan
kemudian baru melaksanakan suatu tradisi dekahan atau sedekah bumi tersebut, sebagai
wujud rasa syukur masyarakat kepada Yang Maha Memberi Rejeki.
Pada upacara tradisi dekahan atau sedekah bumi atau gas deso ini, tidak banyak
peristiwa dan kegiatan yang dilakukan didalamnya. Hanya saja, pada waktu acara tersebut
biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya membuat tumpeng dan jajanan
khas daerah dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di balai desa,
masjid, sawah, makam sesepuh atau tempat-tempat yang telah disepakati oleh seluruh
masyarakat setempat untuk menggelar acara dekahan atau sedekah bumi tersebut. Setelah
itu, kemudian masyarakat membawa tumpang dan jajanan khas daerah tersebut ke balai
desa atau ke suatu tempat untuk di do’akan oleh seorang pemuka agama atau sesepuh
setempat. Usai didoakan oleh sesepuh atau pemuka agama, kemudian kembali diserahkan
kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng dan jajanan khas

daerah yang sudah didoakan oleh sesepuh kampung atau pemuka agama setempat tersebut
kemudian dimakan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara dekahan
atau sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi
tumpeng dan jajanan khas daerah tersebut pulang untuk dimakan beserta sanak
keluarganya di rumah masing-masing dan biasanya juga ada beberapa kerabat atau teman
yang bermain di saat dekahan atau sedekah bumi untuk meramaikan suasana bersama
sambil memakan jajanan atau makanan yang sudah disediakan. Pembuatan nasi tumpeng
dan jajanan khas daerah ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat
upacara tradisi tradisional itu.
Menurut Ibu Nanik Sukesi

Di

Kabupaten Gresik, khususnya di Desa Bangeran tempat kelahiran saya,

Masyarakat sekitar masih mengadakan tradisi sedekah bumi, sebagai tanda syukur mereka
kepada Tuhan YME karena telah diberi rejeki dan panen yang melimpah di tahun ini.
Dengan adanya sedekah bumi, biasanya masyarakat sekitar membuat suatu tumpeng dan
jajanan dekahan atau sedekah bumi atau biasa di sebut dengan jajanan pasar. Jajanan pasar
yang dibuat untuk acara dekahan atau sedekah bumi tersebut seperti pasung, dumbek,

bugis, dan masih banyak yang lainnya. Di akhir acara dekahan atau sedekah bumi tersebut
seusai berdoa, biasanya menyelenggarakan suatu kesenian, di desa Bangeran paling
terkenal dengan kesenian Hadrah, Kentrung.
Biasanya di desa Bangeran acara dekahan atau sedekah bumi di selenggarakan di 2
tempat yaitu di balai desa atau kelurahan dan di suatu makam sesepuh. Masyarakat
Bangeran biasanya menyebut nama makam sesepuh itu dengan sebutan mbah amin, konon
katanya jaman dahulu beliaulah yang menjaga daerah Bangeran.” Kata Bapak Karlin.
Di acara tradisi dekahan atau sedekah bumi inilah yang terkadang dinantikan oleh
anak-anak muda atau anak-anak remaja seperti anak-anak SMA, SMP, dan mungkin juga
SD. Sering kali anak-anak SMA dan SMP ingin menghadiri acara tradisi dekahan atau
sedekah bumi tersebut, padahal di acara dekahan atau sedekah bumi ini hanya ada
makanan dan jajanan pasar. Mungkin bagi mereka tradisi dekahan atau sedekah bumi itu
suatu hal yang sangat menyenangkan dan mengasyikan karena dengan acara ini mereka
dapat berkumpul dengan teman-teman yang lain dan terkadang menemukan teman baru.
Menurut Deny Dwi Kurniawan
Di tradisi dekahan atau sedekah bumi ini katanya ada keasyikan tersendiri karena
dapat berkumpul bersama dengan kerabat dekat dan teman-teman untuk menikmati
makanan yang disediakan dan dapat menikmati jajanan pasar. Dan dengan adanya acara ini
suasana keakraban antara satu sama lain akan lebih erat, baik itu dengan sanak keluarga,
kerabat atau teman, dan juga dengan masyarakat sekitar atau di sebut juga dengan tetangga.

Menurut masyarakat sekitar yang paling kental dengan tradisi dekahan atau sedekah
bumi itu adalah Desa Lowayu, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik.

Kawasan itu teriri dari daerah tambak pabrik kapur dan hutan jati. Kondisi yang
seperi ini membuat warga sulit memperoleh air setiap kemarau. Lahan warga pun
merupakan lahan tadah hujan yang hanya mampu ditanami padi dua kali setahun. Tidak
heran jika warga desa janjang sangat menghargai tanaman pangan, terutama padi.
Penghargaan itu diwujudkan mulai dari tindakan yang paling sederhana yaitu tidak
menyiakan nasi setiap kali makan. Kalaupun tersisa, nasi itu dijadikan makanan ayam.
Pertunjukan wayang krucil
Penghargaan terbesar diungkapkan dalam dekahan atau sedekah bumi yang
dilaksanakan setelah panen padi. Warga desa menyebut ungkapan syukur atas pemberian
Sang Maha Hidup itu sebagai Manganan Janjang. Rangkaian Manganan Janjang dimulai
pada malam acara dekahan atau sedekah bumi dengan menampilkan wayang krucil di
rumah kepala desa dengan lakon Mbedah Nagari Makadam Lakon itu berkisah tentang
pertentangan antara pemeluk agama Nasrani dan Islam yang berakhir dengan perdamaian.
Ungkapan syukur tidak hanya dengan memberi sedekah, melainkan juga memelihara
kedamaian antarsesama manusia yang berbeda latar belakang. Pada acara dekahan atau
sedekah bumi dari pagi hingga sore, rangkaian Manganan Janjang memasuki tahap hajatan
yang di gelar di halaman makam Jati Kusuma. Warga dan pengunjung membawa nasi urap,

tumpeng bucu, dan ayam panggang untuk dijadikan satu dalam sebuah tempat.
Pada saat itu, pagelaran wayang krucil kembali dilanjutkan. Pertunjukan itu
dipadukan dengan kupat luwar, melepas ikatan ketupat berisi beras kuning dan uang receh
dalam satu kali tarikan. Terurainya ketupat merupakan symbol terlepasnya seseorang dari
masalah. Seusai pertunjukan, nasi urap yang semula dijadikan satu dibagikan kembali
kepada warga dan pengunjung dengan dibungkus daun jati. Sementara itu, warga Desa
janjang membagi-bagikan nasi dan urap itu dalam tampah untuk dimakan bersama-sama.
Warga dan pengunjung juga memperoleh pembagian air dari gentong atau guci
peninggalan leluhur desa. Nasi, daun jati, dan air merupakan pemberian Sang Pencipta.
Ketiganya dipercaya menjadi pertanda kehidupan di tahun berikutnya. Jika nasi yang
diberikan kurang, menandakan paceklik panjang. Jika daun jati pembungkus kurang,

pertanda panen tembakau gagal. Begiu pula jika air yang diberikan tidak mencukupi,
berarti musim kemarau akan berlangsung lama.
Kisah Jipang Panaolan
Manganan Janjang juga merupakan tradisi penghormatan kepada leluhur Eyang Jati
Kusuma dan Jati Suworo. Mereka berdua adalah saudara Pangeran Benawa, Adipati Jipang
Panolan, putra Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir. Kisah kedua leluhur desa itu terkait
erat dengan peristiwa Perang Jipang (1549), pertempuran antara Kerajaan Pajang dan
Demak melawan Jipang Panolan yang saat ini menjadi nama desa di Kecamatan Cepu,

Kabupaten Gresik. Waktu itu, Jipang Panolan dipimpin Arya Penangsang, sedangkan
Pajang-Demak dipimpin oleh Jaka Tingkir. Perang itu merupakan perang saudara. Arya
Penagsang merupakan cucu dari Raja Demak Sultan Trenggono (1521-1546), sedangkan
Jaka Tingkir ialah menantu Sultan Trenggono. Akhirnya, Jaka Tingkir menang dalam
pertemuan itu dan menjadi Jipanh Panolan di wilayah Pajang. Wilayah itu diserahkan
kepada Pangeran Benawa. Pasca kekalahan Pajang dari Mataram, Pangeran Benawa
mewarisi Wulu Domba Pancal Panggung, kumpulan pusaka Pajang. Pusak-pusaka itu
disimpan dalam guci buatan China. Seiring berkembangnya Jipang Panolan, pusaka
lambang kejayaan Jipang Panolan dicuri kadipaten Rajegwesi, sekarang disebut dengan
Kabupaten Bojonegoro. Kedua kadipaten itu kedua kadipaten itu dibatasi Sungai
Bengawan Solo.
Pangeran Benawa memerintahkan saudara-saudaranya, antara lain Pangeran Jati
Kusuma dan Jati Suworo, mencari pusaka itu. Mulailah Jati Kusuma dan Jati Suworo
mengembara untukmenemukan pusaka peninggalan Pajang. Perjalanan pencarian itu
berjuang di Desa Janjang. Jati Kusuma dan Jati Suworo menetap di desa yang berada di
puncak bukit sembari mengajarkan pengetahuan tentang hidup kepada masyarakat sekitar.
Menurut adat istiadat dalam tradisi atau budaya ini, di antara makanan yang menjadi
makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual dekahan atau sedekah bumi adalah nasi
tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan
lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. Dan pada


acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala dan ceker ayam,
ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing.
Dalam puncaknya acara ritual dekahan atau sedekah bumi diakhiri dengan
pertunjukan Barongan, Wayang (wayang kulit atau wayang krucil) atau Tayub yang
merupakan ciri khas kesenian Gresik dan kemudian melantunkan doa bersama-sama oleh
masyarakat setempet dengan dipimpin oleh pemuka agama setempat atau sesepuh
kampung yang sudah sering dan terbiasa memimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang
sangat menarik dalam lantunan doa yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang
menarik dalam lantunan tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa
dan yang dipandukan dengan khazanah-khazanah doa yang bernuansa Islami.
Ritual dekahan atau sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat di
Kabupaten Gresik ini merupakan salah satu jalan dan sebagai symbol penghormatan
manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Menurut cerita, para nenek
moyang orang jawa jaman dahulu, “ Tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi
kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang
layak dan besar. Dan ritual dekahan atau sedekah bumi inilah yang menurut mereka
sebagai salah satu symbol yang paling dominan bagi masyarakat

Kabupaten Gresik


khususnya para petani untuk menunjukkan rasa cinta kasih saying dan sebagai
penghargaaan manusia atas bumi yang telah member kehidupan bagi manusia”. Selain itu,
dekahan atau sedekah bumi dalam tradisi masyarakat Gresik juga merupakan salah satu
bentuk untuk meuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas nikmat
dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat Gresik bisa
menikmatinya.

REFERENSI
Tetangga atau masyarakat sekitar.

Wawancara dengan bapak Sudirman (46), warga Desa Mayong kidul Kecamatan Mayong Kabupaten
Jepara, pada 11 November 2011. Pewawancara Neneng Widyawati
1.

Apa yang responden ketahui tentang upacara sedekah bumi?
Jawaban : Sedekah bumi adalah sebuah upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa, yang
pelaksanaannya diikuti oleh seluruh warga desa dan setiap masing-masing orang membawa
“berkat” atau sebuah nasi dengan lauk pauknya dari rumah. Kemudian warga berkumpul di
“Balai desa”.


2.

Menurut responden mengapa harus dilakukan upacara sedekah bumi?
Jawaban : Menurut kepercayaan orang Jawa Sedekah bumi harus dilakukan dengan tujuan untuk
“menyelameti” atau “menyedekahi” sawah yang dimiliki, agar hasil pertanian melimpah, maka
bumi yang mereka tanami tersebut harus diselameti agar tidak ada gangguan.

3.

Kapan biasanya upacara sedekah bumi dilakukan?
Jawaban : Sedekah bumi dilaksanakan pada bulan “Apit” atau Dzul Qa’dah sesudah tanggal 10,
namun bisa disesuaikan dengan waktu panen raya.

4.

Dimana biasanya upacara sedekah bumi dilakukan?
Jawaban : Pada zaman dahulu sebelum ada “Balai Desa” Upacara sedekah bumi dilaksanakan di
rumah kepala desa/Lurah, tetapi ketika di bangun sebuah “Balai Desa” maka acara dilaksanakan
di “Balai desa”. “balai desa” adalah sebuah tempat yang dipergunakan oleh perangkat desa untuk
melayani administrasi warga dan dipergunakan warga masyarakat untuk berkumpul ketika akan
mengadakan musyawarah desa.

5.

Siapa yang menjadi pemimpin upacara sedekah bumi?
Jawaban : Pelaksanaan Upacara sedekah bumi di pimpin oleh seorang “mudin” yaitu seorang
tokoh agama di desa Saya. Kemudian diikuti oleh seluruh warga masyarakat.

6.

Menurut responden bagaimana upacara sedekah bumi dilakukan?

Jawaban : Pelaksanaan upacara sedekah bumi dilakukan oleh seluruh warga desa dan diikuti
perwakilan perangkat desa, yang dipimpin oleh seorang “mudin” atau tokoh agama di Desa
Mayong kidul. Upacara yang dilakukan hanya sederhana saja, seluruh warga masyarakat masingmasing membawa “Berkat” atau nasi dan lauk pauk yang dibawa dari rumah. Kemudian seorang
“mudin” memimpin do’a, setelah do’a selesai “berkat” yang dibawa masing-masing tersebut
dimakan secara bersama-sama. Sesudah acara makan selesai diperbolehkan untuk pulang, tetapi
biasanya untuk Bapak-bapak tetap tinggal untuk mengobrol. Kemudian biasanya malam harinya,
diadakan hiburan “wayang orang” atau “ketoprak” untuk menghibur seluruh warga desa.
7.

Menurut responden seberapa besar fungsi upacara sedekah bumi bagi kelancaran suatu usaha?
Jawaban : Menurut adat kami upacara Sedekah Bumi dilaksanakan setiap tahun sudah sejak
dahulu secara turun temurun, upacara Sedekah Bumi dilaksanakan bertujuan untuk menyedekahi
Bumi yang ditempati, agar Bumi yang ditempai aman dan tidak terjadi apa-apa. Khususnya
untuk pertanian, agar hasil bumi melimpah dan tidak terjadi hal-hal yang buruk.

8.

Menurut responden seberapa besar pengaruh upacara sedekah bumi bagi kegagalan suatu usaha
bilamana tidak dilakukan?
Jawaban : Upacara sedekah bumi menurut kepercayaan di Desa kami, wajib dilaksanakan setiap
tahun sekali. Biasanya dengan melaksanakan upacara sedekah Bumi dipercaya akan
mendatangkan kebaikan. Kami percaya bahwa bumi yang ditempati akan aman dan tidak terjadi
bencana, Apabila “diselameti”.

9.

Menurut responden apakah upacara sedekah bumi merupakan bagian dari tradisi leluhur? Dan
apakah bertolak belakang dengan ajaran agama?
Jawaban : Ya, upacara sedekah bumi di Desa kami merupakan tradisi leluhur yang selalu
dilaksanakan secara turun temurun setiap tahunnya. Menurut Kami Upacara tersebut tidak
bertolak belakang dengan ajaran agama Kami yaitu Agama Islam, menurut kepercayaan Kami
Upacara tersebut dilaksanakan untuk mengucap rasa syukur kepada Allah Swt atas hasil bumi
yang telah diberikan kepada Kami setiap tahun. Karena mayoritas mata pencaharian di desa kami
adalah bertani. Disamping itu, Kita juga harus bersahabat dengan Alam dan dari hasil Bumi

itulah kita memperoleh rezeki. Ini mengingatkan kami, bahwa dari bumi alam milik Allah Swt
inilah Kami menjalani kehidupan.
10.

Menurut responden di zaman yang modern ini apakah masih relevan melakukan upacara
sedekah bumi?
Jawaban : Menurut Kami masih, Karena Upacara Sedekah Bumi sudah menjadi tradisi di desa
kami dan masyarakat Jawa pada umumnya. Mezkipun di era zaman modern seperti ini,
mengucap rasa syukur harus selalu dilaksanakan. Dan dengan cara Upacara sedekah Bumi itulah
kami mengucap syukur secara bersama-sama warga desa. Walaupun pada kenyataannya,
pertanian di daerah kami pada zaman modern ini sudah tidak sebanyak dahulu, karena penerus
atau generasi muda biasanya lebih memilih pekerjaan lain daripada bertani. Tetapi Upacara
Sedekah Bumi masih tetap dilaksanakan sampai saat ini. Karena itu sudah menjadi tradisi
kepercayaan masyarakat di desa kami.