365907730 Makalah Tugas Evaluasi Kinerja Dan Konpensasi

MAKALAH

EVALUASI KINERJA DAN KONPENSASI
Diajuakan untuk memenuhi salah satu tugas mata perkuliahan Evaluasi Kinerja dan
Konpensasi sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS)
Dosen pengampu : Ade Fauji, SE, MM

Disusun oleh:
Nama

: ANIS

NIM

: 11131620

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2017

KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat_Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah_Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Evaluasi Kinerja dan Konpensasi .
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini khususnya dosen pengampu Bapak
Ade Fauji, SE, MM
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Evaluasi Kinerja dan
Konpensasi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Serang, 23 November 2017
Penyusun


1

2

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya
manusia adalah evaluasi kinerja pegawai dan pemberian konpensasi.
Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak pada
pemberian konpensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan
sikap karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan konpensasi yang
didapat sehingga akan berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang
menurun dan bahkan karyawan akan mencoba mencari pekerjaan lain yang
memberi konpensasi baik. Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila
pesaing merekrut atau membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut

karena dapat membocorkan rahasia perusahaan atau organisasi.
Konpensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar
sebuah

pekerjaan,

tetap

bersama

perusahaan,

atau

bekerja

lebih

produktif.Jika dikelola secara pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan
mengurangi upaya mereka untuk mencari pekerjaan alternative, konpensasi

mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini adalah alasan yang
mendorong untuk

memastikan bahwa

sistem gaji dirancang dan

dilaksanakan secara wajar dan adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme karyawan
serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian kinerja
dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat
sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan.
Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh
terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang
melakukan evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi
dan kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak pada pemberian
konpensasi. Oleh karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya
menurun dan pada akhirnya harus mengundurkan diri karena konpensasi


1

2

yang tidak sesuai.Dengan adanya kasus seperti inilah bagi instansi
pemerintahan, maupun perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat berguna
untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasi para aparatur
serta melakukan pengawasan dan perbaikan. Kinerja aparatur yang optimal
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga
kelangsungan hidup instansi ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari
hal pemberian balas jasa atau konpensasi yang merupakan salah satu
masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena untuk
meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan konpensasi untuk
mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang
kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus
berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
1.2

RUMUSAN MASALAH
1.


Apa yang dimaksud evaluasi kinerja dan konpensasi?

2.

Aspek-aspek

apa sajakah

yang dinilai

dalam

HR Scorecard

(pengukuran kinerja SDM?

1.3

3.


Faktor apa sajakah yang mempengaruhi motivasi kinerja karyawan ?

4.

Bagaimana cara mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM?

5.

Bagaimana cara membangun kapabiitas dan kompetensi SDM?

6.

Bagaimana jenis-jenis dan elemen dalam penilaian kinerja?

7.

Aspek apa sajakah yang diperlukan dalam audit kinerja SDM?

MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN

Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.

Untuk memenuhi salah satu tugas mata perkuliahan evaluasi kinerja dan
kompesasi sebagai salah satu syarat mengikuti UTS.

2.

Sejauh mana mahasiswa bisa mengusai dan memahami serta
mengimplementasikan pokok dari setiap bahasan materi-materi dalam
kehidupannya sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

EVALUASI KINERJA DAN KONPENSASI
2.1.1


Evaluasi kinerja
GT.

Milkovich

dan

Bourdreau

mengungkapkan

bahwa

evaluasi/penilaian kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam
rangka menilai kinerja pegawai, sedangkan kinerja pegawai diartikan
sebagai

suatu

tingkatan


dimana

karyawan

memenuhi/mencapai

persyaratan kerja yang ditentukan.
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman
Simanjuntak (2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah
penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok
orang atau unit kerja organisasi atau perusahaan. Dengan demikian,
evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan cara penilaian
pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun organisasi
secara keseluruhan.
 Aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja adalah sebagai
berikut :
1. Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,
metode,


teknik

dan

peralatan

yang

dipergunakan

untuk

melaksanakan tugas serta pengalaman serta pelatihan yang
diperoleh.
2. Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami
kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit
masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara
menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas,
fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan Hubungan Interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerja
sama dengan orang lain, memotivasi karyawan / rekan, melakukan
negosiasi dan lain-lain.

3

4

 Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah
untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang
persyaratan kinerja
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga
mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurangkurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan
keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap
karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,
sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai
dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan
kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin
diubah.
Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak
(2005:106) menyatakan bahwa

tujuan dari evaluasi kinerja adalah

untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan

perusahaan, terutama

bila terjadi kelambatan atau penyimpangan.
Bila terjadi kelambatan, harus segera dicari penyebabnya
diupayakan mengatasinya dan dilakukan percepatan. Demikian pula bila
terjadi penyimpangan harus segera dicari penyebabnya untuk diatasi dan
diluruskan atau diperbaiki sehingga dapat menjadi sasaran dan tujuan
sebagaimana direncanakan semula.
 Kegunaan evaluasi kinerja
Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11)
adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang
menyelesaikan pekerjaannya

karyawan

dapat

5

3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan,
kondisi kerja dan pengawasan
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang ada di dalam organisasi
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan
karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas
(job description)
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa
manfaat evaluasi kinerja (EK) adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja
seseorang rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka
orang yang bersangkutan dan

atasannya akan segera membuat

segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut,

misalnya

dengan bekerja lebih keras dan tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu
menyadari dan memiliki.
2. Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih
lanjut.
3. Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja.
4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi.
5. Keyakinan untuk berhasil.
6. Pengembangan SDM , Evaluasi Kinerja sekaligus mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian manajemen

dan

individu

dimaksud

mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi

dapat

individu yang

bersangkutan, serta mengatasi dan mengkonpensasi kelemahan kelemahannya melalui program pelatihan. Manajemen dan
individu, baik untuk

memenuhi

organisasi, maupun dalam rangka
masing-masing.

kebutuhan

perusahaan

pengembangan

karier

atau

mereka

6

7. Pemberian Konpensasi. Melalui evaluasi kinerja individu, dapat
diketahui siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian
hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau
konpensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau
kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang
menampilkan evaluasi kinerja

yang tinggi patut diberi konpensasi,

antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang, pemberian
bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan atau percepatan
kenaikan pangkat dan gaji.
8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja
masing-masing individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta
potensi yang mereka miliki

manajemen dapat menyusun program

peningkatan produktivitas perusahaan.
9. Program Kepegawaian. Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk
menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi
dan mutasi, serta perencanaan karier pegawai.
10. Menghindari

Perlakuan

Diskriminasi.

Evaluasi

kinerja

dapat

menghindari perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan
kepegawaian akan didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil
evaluasi kinerja.
 Metode Evaluasi Kinerja
Seperti yang dikemukakan oleh Mondy dan Noe dalam Mutiara S.
Panggabean (2004, h.68), metode evaluasi kinerja terdiri dari :
 Skala Peringkat (rating scale)
 Insiden Kritis (critical inscidents)
 Esai (essay)
 Standar Kerja (works Standard)
 Peringkat (ranking)
 Distribusi yang Dipaksakan (forced distribution)
 Pilihan yang Dipaksakan dan Laporan Kinerja Tertimbang (forcedchoiced and weighted checklist performance report)

7

 Skala Jangkar Perilaku (behaviorally anchored scale)
 Pendekatan

Manajemen

melalui

Sasaran

(management

by

objectives).
Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) merupakan beberapa
metode yang dapat dipergunakan tentang mengevaluasi kinerja karyawan.
Teknik yang dapat dipergunakan dalam evaluasi individu adalah sebagai
berikut:
 Written Essays, Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara
mendeskripsikan apa yang menjadi

penilaian

terhadap

kinerja

individu, tim maupun organisasi.
 Critical Incidents, Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci
dalam membuat perbedaan antara menjalankan pekerjaan secara efektif
dengan tidak efektif.
 Graphic Rating Scales, Teknik ini merupakan metode evaluasi di mana
evaluator memperingkat faktor kinerja dalam skala inkermental.
 Behaviorally Anchored

Rating

Scales,

Teknik

ini

merupakan

pendekatan skala yang mengkombinasi elemen utama dari critikal
incident dan graphic ranting scale. Penilai memeringkat pekerja
berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah
contoh prilaku aktual pada pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum
atau sifat.
 Group Order Ranking, Teknik ini merupakan metode evaluasi yang
menempatkan pekerja dari terbaik ke terburuk.,
 Individual Ranking, Teknik ini merupakan metode evaluasi yang
menyusun/rank-order pekerja dari terbaik ke terburuk.
 Paired Comparison, Teknik ini merupakan metode evaluasi yang
membandingkan masing-masing pekerja dengan setiap pekerja lain dan
menyusun peringkat berdasarkan pada jumlah nilai supervisor yang
dicapai pekerja.
 Jenis/elemen penilaian kinerja

8

Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan
Davis (1996:344) adalah:
1. Performance Standard
a.

Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini
adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau
relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.

b.

Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut
disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan
mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di
atas.

c.

Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis,
dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan
kemampuan pegawai.

d.

Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil,
mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa
menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk
dipengaruhi oleh bias -bias penilai.

2.

Kriteria Manajemen Kinerja
a.

Kegunaan fungsional (functional utility), bersifat krusial,
karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk
melakukan seleksi, konpensasi, dan pengembangan pegawai,
maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna

b.

sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
Valid (validity) atau mengukur apa yang sebenarnya hendak

c.

diukur dari penilaian kinerja tersebut.
Bersifat empiris (empirical base), bukan berdasarkan perasaan

d.

semata.
Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang
relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak

e.

berhubungan dengan kinerja.
Sistematika kriteria (systematic development),. Hal ini
tergantung

dari

kebutuhan

organisasi

dan

lingkungan

organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik.

9

Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah
mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang
sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga
f.

sebaliknya.
Kelayakan hukum (legal appropriateness) yaitu kriteria itu
harus sesuai dengan hukum yang berlaku.

3.

Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
a.

b.

Penilaian hanya oleh atasan
 Cepat dan langsung
 Dapat mengarah ke distorsi

karena

pertimbangan-

pertimbangan pribadi.
Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi
bersama – sama membahas kinerja dari bawahannya yang
dinilai.
 Obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya

c.

oleh atasannya sendiri.
 Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih
individu untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung

4.

yang membuat keputusan akhir.
Penilaian melalui keputusan komite : sama seperti pada pola
sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab
tidak lagi mengambil keputusan akhir; hasil didasarkan pada

pilihan mayoritas.
5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama sepeti kelompok
staf , namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan
atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau



independen
6.
Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.
Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk
atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil,
realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai
karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah
prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,

10

promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering
muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:
a) Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai
sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang
disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada
semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai
yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek
b)

penilaian;
Liniency and Severity Effect. Liniency effectialah penilai cenderung
beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai,
sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap
semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai
cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya
terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang

c)

buruk;
Central tendency,yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan
juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di
tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut
menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai

yang rata-rata.
d) Assimilation and differential effect. Assimilation effect,yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat
seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik
dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat
dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect,yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri
yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka
inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik
e)

dibanding yang lainnya;
First impression error,yaitu penilai yang mengambil kesimpulan
tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung
akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka
waktu yang lama;

11

f)

Recency effect,penilai cenderung memberikan nilai atas dasar
perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku
yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.



Pelaku Evaluasi Kinerja
Yang melakukan evaluasi kinerja karyawan biasanya adalah
atasan langsung.Evaluasi kinerja unit atau bagian organisasi adalah
kepala unit itu sendiri. Alas an langsung pada umumnya mempunyai
kesempatan dan akses yang luas untuk mengamati dan menilai prestasi
kerja bawahannya. Namun, penilaian oleh atasan langsung sering
dianggap kurang objektif.
Setiap pekerja atau karyawan pada dasarnya merupakan orang
yang paling mengetahui apa yang di lakukannya sendiri. Oleh sebab itu,
masing-masing individu dapat diminta mengevaluasi kinerjanya sendiri,
baik secara tidak langsung melalui laporan, maupun secara langsung
melalui permintaan dan petunjuk.Setiap individu melaporkan hasil yang
dicapai dan mengemukakan alas an-alasan bila tidak mampu mencapai
hasil yang ditargetkan. Untuk lebih menjamin objektifitas penilaian,
perusahaan atau organisasi dapat pula membentuk tim evaluasi kinerja
yang dianggap dapat objektif baik untuk mengevaluasi kinerja individu
maupun mengevaluasi kinerja kelompok dan unit atau bagian organisasi.

2.1.2

Konpensasi
Menurut Gary Dessler (1997,h.85), konpensasi karyawan adalah

setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan
dan timbul dari dipekerjakannya karyawan itu.
Konpensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas
hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian konpensasi
merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan
dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran
dalam melakukan tugas keorganisasian.
Konpensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan
dan kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini. Perusahaan

12

dalam memberikan konpensasi kepada para pekerja terlebih dahulu
melakukan penghitungan kinerja dengan membuat sistem penilaian kinerja
yang adil. Sistem tersebut umumnya berisi kriteria penilaian setiap
pegawai yang ada misalnya mulai dari jumlah pekerjaan yang bisa
diselesaikan, kecepatan kerja, komunikasi dengan pekerja lain, perilaku,
pengetahuan atas pekerjaan, dan lain sebagainya.
Konpensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada
organisasi/perusahaan sebagai berikut di bawah ini:
a. Mendapatkan karyawan berkualitas baik.
b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang.
c. Memikat pelamar kerja berkualitas dari lowongan kerja yang ada.
d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek
hukumnya.
e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing / kompetitor.
 Tujuan Konpensasi Tujuan manajemen konpensasi efektif, meliputi:
a.

Memperoleh SDM yang Berkualitas
Konpensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi
daya tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif
terhadap penawaran dan permintaan pasar kerja karena para
pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang
diharapkan.

b.

Mempertahankan Karyawan yang Ada
Para karyawan dapatkeluar jika besaran konpensasi tidak kompetitif
dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang
semakin tinggi.

c.

Menjamin Keadilan
Manajemen konpensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan
eksternal dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa
pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah pekerjaan
sehingga pekerjaan yang sama dibayardengan besaran yang sama.
Keadilan

eksternal

berarti

pembayaran

terhadap

pekerjaan

merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain di
pasar kerja.
d.

Penghargaan terhadap Perilaku yang Diinginkan

13

Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan
bertindak sebagai insentif untuk memperbaiki perilaku di masa
depan, rencana konpensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan,
pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-perilaku lainnya.
e.

Mengendalikan Biaya
Sistem konpensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh
dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan.
Tanpa manajemen konpensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar di
bawah atau di atas standar.

f.

Mengikuti Aturan Hukum

Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor legal
yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan
karyawan.
g.

Memfasilitasi Pengertian
Sistem manajemen konpensasi hendaknya dengan mudah dipahami
oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan para karyawan.

h.

Meningkatkan Efisiensi Administrasi
Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk
dapat dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM
optimal, meskipun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan
sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.

 Jenis kompesasi yang diberikan
Macam-Macam Konpensasi Yang Diberikan Pada Karyawan
a) Imbalan ektrinsik yang berbentuk uang antara lain misalnya :
Gaji : konpensasi dalam bentuk uang yang dibayarkan atas pelepasan
tanggung jawab atas pekerjaan
Upah : konpensasi dalam bentuk uang dibayarkan atas waktu yang
telah dipergunakan
Honor : Imbalan jasa yang diberikan kepada seseorang.
Bonus : Upah tambahan di luar gaji atau sebagai hadiah atas hasil
kerja seseorang.
Komisi/Insentif : merupakan imbalan langsung yang dibayarkan
kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang
ditentukan. Insentif merupakan bentuk lain dari upah langsung di

14

luar upah dan gaji yang merupakan konpensasi tetap, yang bisa
disebut konpensasi berdasarkan kinerja (pay for performance plan)
upah, dll
b) Imbalan ektrinsik yang bentuknya sebagai benefit / tunjangan
pelengkap contohnya seperti :
 uang cuti
 uang makan
 uang transportasi / antar jemput
 asuransi
 jamsostek / jaminan sosial tenaga kerja
 uang pensiun
 rekreasi
 beasiswa melanjutkan kuliah, dsb
c)

Imbalan Intrinsik
Imbalan dalam bentuk intrinsik yang tidak berbentuk fisik dan
hanya dapat dirasakan berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karir
yang jelas, kondisi lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik, dan
lain-lain.

 Faktor yang mempengaruhi kompeasai
Menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan (2005) faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya konpensasi, antara lain yaitu:
a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja;
b. Kemampuan yang dan kesediaan perusahaan;
c. Serikat buruh/organisai karyawan;
d. Produktivitas kerja karyawan
e. Pemerintah dengan undang-undang dan kepresnya;
f. Biaya hidup/cost of living,
g. Posisi jabatan karyawan;
h. Pendidikan dan pengalaman karyawan;
i. Kondisi perekonomian nasonal;

15

j. Jenis dan sifat pekerjaan;
 Hubungan evaluasi kinerja dan kompesasi
Evaluasi memenuhi kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang
bagaimana pandangan organisasi terhadap kinerjanya. Selanjutnya,
evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk mengalokasi reward.
Keputusan tentang siapa yang mendapatkan kenaikan upah, konpensasi dan
reward lain yang sering dipertimbangkan melalui evaluasi kinerja.
Melalui evaluasi kinerja individu, dapat diketahui siapa yang
memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau
perusahaan. Pemberian imbalan atau konpensasi yang adil haruslah
didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan.
Pekerja yang menampilkan evaluasi kinerja yang tinggi patut diberi
konpensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang ;
pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan atau
percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
Konpensasi sangat penting bagi pegawai, hal ini karena
konpensasi merupakan sumber penghasilan bagi mereka dan keluarganya.
Konpensasi juga menjadi suatu gambaran status sosial seorang pegawai.
Konpensasi yang sesuai juga akan menentukan apakah pegawai akan tetap
bertahan bekerja atau keluar dari tempatnya bekerja. Pemberian konpensasi
dimaksudkan agar pegawai dapat bekerja secara maksimal sehingga
menghasilkan kinerja yang optimal.
2.2

HUMAN RESOURCEC SCORECARD
2.2.1 Strategic Human Resources Management
Becker & Gerhart (1996) dalam Kananlua (2001) mengatakan bahwa
sumberdaya manusia merupakan sarana strategis yang dapat memberikan
pengaruh ekonomi secara signifikan melalui perubahan focus menuju
pembentukan nilai. Manajemen sumberdaya manusia strategis saat ini
telah mulai muncul sebagai paradigma utama. Alasanya cukup beragam
namun, ada dua hal yang paling mencolok yaiotu semakin kerasnya

16

persaingan di tingkat global dan adanya usaha-usaha untuk mencarki atau
menumbuhkan

sejumlah

keungulan

kompetitif.

Dengan

demikian

popularitas yang semakin tinggi dari strategic human resources
management berkaitan erat dengan kemungkinan dicapainya tingkat
efektivitas organisasional yang lebih besar. Menurut Huselid (1997 dalam
Kananlua (2001) kinerja perusahaan dipengaruhi oleh serangkaian praktek
manajemen sumberdaya manusia yang dilaksanakan oleh perusahaan.
Dengan demikian perlu adanya pendekatan yang dapat mengukur
praktek-prktek

manajemen

sumberdaya

manusia

terutama

kinerja

sumberdaya manusia itu sendiri dalam upaya mendukung pencapaian
kinerja organisasi perusahaan.

2.2.2 Konsep Human Resources Scorecard
Patience Mmetje Naves (2002), dalam disertasinya, menjelaskan
bahwa HR scorecard telah didesain secara khusus yang melekat pada
sistem sumberdaya manusia yang ada pada sebuah strategi organisasi
secara keseluruhan dan me-manage arsitektur sumberdaya manusia
sebagai sebuah strategic asset. Hal tersebut didasarkan pada model
balancescorecard yang menunjukan bagaimana hubungan sumberdaya
manusia yang diukur seperti profitability-nya dan shareholder value dari
line manager. Becker et al memperkenalkan pertama kali konsep HR
scorecard (2001), menunjukan sumberdaya manusia sebagai strategic
asset

dan

menunjukan

kontribusi

sumberdaya

manusia

terhadap

keberhasilan keuangan organisasi. HR Scorecard memiliki empat focus
utama yaitu :
 the key HR deliverables that will leverage HR’s role in the firm’s
overall strategy
 the high performance work system
 the extent to which that system is aligned to strategy
 the efficiency with which the deliverables are generated

17

HR scorecard ketika digunakan secara efektif akan menghubunkan
antara strategi perusahaan dengan aktivitas sumberdayanya, sehingga HR
scorecard selalu diikuti oleh HR arsitektur untuk pengelolaan pengukuran
kinerja yang sistematik.
2.2.3 Membangun Hr Scorecard Sebagai Modal Stratejik
Menurut Becker et al (2001) dikutip Surya dan Yuanita (2001), sistem
pengukuran kinerja sumberdaya manusia yang efektif mempunyai dua
tujuan penting yaitu (1). Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan
dalam organisasi, dan (2) berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi
kinerja sumberdaya manusia. Konsep yang dikembangkan dalam HR
scorecard tersebut lebih ditujukan kepada peran penting dari para profesi
sumberdaya manusia dimasa datang.
Bila focus strategi perusahaan adalah menciptakan competitive
advantage yang berkelanjutan, maka focus strategi sumberdaya manusia
harus disesuaikan. Hal ini untuk memaksimalkan kontribusi sumberdaya
manusia terhadap tujuan organisasi, dan selanjutnya menciptakan nilai
(value) bagi organisasi. Dasar dari peran sumberdaya manusis yang stratejik
terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh
arsitektur sumberdaya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan
perilaku karyawan.
1. Fungsi sumberdaya manusia
Dasar penciptaan nilai strategi sumberdaya manusia adlah
mengelola infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan
strategi perusahaan. Biasanya profesi dalam fungsi sumberdaya manusia
diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Becker et al (2001)
menemukan bahwa kebanyakan manajer sumberdaya manusia lebih
memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang tradisional
atau kegiatan manajemen sumberdaya manajemen teknis, dan kurang
memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia yang
stratejik.

Kompetensi

yang

perlu

dikembangkan

bagi

manajer

sumberdaya manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat

18

besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen
sumberdaya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumberdaya manusia (the human resources system)
Sistem sumberdaya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh
dalam suberdaya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut
sebagai High performance work system (HPWS). Dalam HPWS setiap
elemen

pada

system

sumberdaya

manusia

dirancang

untuk

memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui organisasi.
Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang
berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
 Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi
model kompetensi
 Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan
yang efektif untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi
strategi organisasi
 Melaksanakan kebijaksanaan konpensasi dan manajemen kinerja yang
menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang
tinggi.
3. Perilaku karyawan yang stratejik (strategic employee behaviour)
Peran sumberdaya manusia yang stratejikl akan memfokuskan pada
produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik
adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan
strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti :
 Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari
kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku
tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi.
 Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point
dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis.misalnya berupa
keterampilan cross-selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang.
Mengintegarsikan perhatian pada perilaku kedalam keseluruhan usaha
untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumberdaya manusia
terhadap organisasi merupakan suatu tantangan. Pertanyaannya, yang

19

mana yang penting?, Bagaimana mereka mengelolanya?. Pertama,
pentingnya perilaku akan didefinisikan oleh kepentingan unutk
implementasi strategi organisasi. Kedua, cukup penting untuk mengingat
bahwa kita tidak mempengaruhi perilaku stratejik secara langsung,
tentang perilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur
sumberdaya manusia secara luas.
2.2.4 Menggunakan HR Scorecard Sebagai “Strategic Business Asset”
Menurut Becker, Huselid dan Ulrich (2001) perlu diilustrasikasn
bagaimana sumberdaya manusia dapat menghubung-hubungkan fungsifungsi yang dilaksanakannya kedalam proses implementasi stratejik
organisasi perusahaan.
 Clarify and articulate the business strategy
Memfokuskan pada implementasi strategi daripada hanya memfokuskan
pada isi strateginya sendiri sehingga pemimpin senior sumberdaya
manusia

dapat

memfasilitasi

diskusi

mengenai

bagaimana

mengkomunikasikan sasaran perusahaan melalui organisasi.
 Develop the business case for HR as a strategic asset
Didalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk
mendukung rekomendasi perumusan kasus tersebut : hasil penelitian
menunjukan bahwa sukses atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh
bagaimana mengimplentasikan strategi secara efektif, bukan isi dari
stratregi itu sendiri.
 Create a strategy map for the firm
Kejelasan
pelaksanaan

strategi

organisasi

strategi.

mentapkan

Dikebanyakan

langkah-langkah

organisasi,

nilai

untuk

pelanggan

(customer value) tercakup didalam produk dan jasa yang dihasilkan
organisasi sebagai suatu hasil yang komleks dan proses kumulatif yang
disebut Michael Porter (1985) sebagai “Value Chain”. Semua organisasi
memiliki value chain walaupun itu belum diartikulasikan,dan system
pengukuran kinerja organisasi harus memperhatikan setiap hubungan
didalam rantai itu.

20

 Identify HR deiliverables within the strategy map
Memaksimalkan value membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi yang
saling berhubungan. Bila manajer sumberdaya manusia tidak memahami
aspek bisnis, maka para manajer tidak akan menghargai bagian
sumberdaya manusia tersebut. Dalam halini menetapkan apa yang dapat
mendukung kinerja perusahaan seperti yang ditentukan dalam peta
strategi dan berusaha focus pada tingkah laku stratejik yang memperluas
fungsi kompetensi, reward, dan tugas organisasi. Misalnya: perusahaan
memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over
(enables) dapat meningkatkan perputaran waktu (life cycle) bagian R &D
(high performance driver).
 Align the HR Architecture with HR Deliverables
Adanya ketidaksejajaran anatara system sumberdaya manusia dengan
implentasi strategi dapat menghancurkan value yang telah ditetapkan.
 Design the strategic measurement system
Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam
pengukuran kinerja sumberdaya manusia, tetapi juga resolusi dari
beberapa hal teknis yang belum banyak dikenal oleh professional
sumberdaya manusia.
 Execute management by measurement
Bila HR scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan,
maka professional sumberdaya manusia akan menemukan insight baru
tentang apa yang hajrus dilakukan untuk mengelola sumberdaya manusia
sebagai asset stratejik. Dengan demikian untuk mengembangkan system
pengukuran kinerja kelas dunia tergantung pada pemahaman yang jelas
apa strategi bersaing dan sasaran operasional perusahaan, serta
pernyataan definitive tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku
yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran perusahaan.
2.2.5 Pengukuran Kinerja Menggunakan HR Scorecard

21

Mengukur efisiensi sumber daya manusia mencerminkan fungsi
sumber daya manusia yang secara umum membantu organisasi memperoleh
penghasilan dan laba. (Naves,2002). Fokus mereka adalah pada ”do-ables”
memastikan bahwa penyerahan jasa dilakukan dengan cara cost efective.
Sumberdaya manusia harus mempunyai akses dalam cakupan luas ke
benchmarks dan standar biaya agar efisiensinya dapat terukur. Keseluruhan
gagasan HR Scorecard adalah untuk memastikan bahwa ada suatu
kesejajaran antara biaya sumber daya manusia dan penciptaan nilai sumber
daya manusianya. Gambar 3 berikut menggambarkan hal tersebut.
Kesejajaran antara pengendalian biaya dan pengukuran penciptaan
nilai

membantu

manajer

sumberdaya

manusia

untuk

menhindari

kencederungan usaha strategic sumberdaya manusia yang mengabaikan
biaya dibanding manfaat yang didapat. Kesejajaran ini merupakan dasar
interface antara balance scorecard dengan HR scorecard.
Selanjutnya, terdapat beberapa tahapan dalam merancang system
pengukuran sumber daya manusia melalui pendekatan HR Scorecard yaitu
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasikan HR Competency
Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan, keterampilan,
kemampuan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara
langsung terhadap kinerhjanya. Pengelolaan kompetensi sumberdaya
manusia perlu mengacu pada visi, misi, strategi dan sasaran perusahaan.
Dalam

penelitiannya,

McClleland

(1973)

menyimpulkan

bahwa

kompetensi memiliki daya prediksi pada kinerja. Menurut beberapa
pakar, kompetensi tidak sama dengan trait, tetapi fakta menunjukan
bahwa beberapa trait tidak bias dipisahkan dengan kompetensi, misalnya
influence, flexibility, innovation, team orientation,dan commitment
(Cooper, 2000). Pada dasarnya, model kompetensi ini diperlukan untuk
memperjelas ekspektasi suatu jabatan, mengoptimalkan produktivitas,
serta mendukung penyesuaian terhadap perubahan.
2. Pengukuran high performance work system (HPWS) menempatkan dasar
untuk membangun sumber daya manusia menjadi aset stratejik. HPWS

22

memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran sistem sumber
daya manusia harus memasukan kumpulan indikasi yang merefleksikan
pada ‘fokus pada kinerja’ dari setiap elemen system sumber daya
manusia.
Pengukuran HPWS lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui
setiap fungsi sumberdaya manusia mulai dari tingkat makro dan
menekankan pada orientasi kinerja pada setiap aktivitas.
Manajer sumber daya manusia memerlukan suatu set pengukuran dari
dimensi kinerja mengenai aktivitas sumber daya manusia pada perhatian
utamanya. Ukuran ini dapat direpresentasikan dalam scorecard sebagai
simple toggles, dengan indicator “tidak puas” atau “puas”.(Navez, 2002).
3. Mengukur HR system alignment berarti menilai sejauhmana system
sumberdaya

manusia

memenuhi

kebutuhan

implemntasi

strategi

perusahaan atau disebut kesejajaran eksternal (external aligment)
sedangkan yang dimaksud dengan kesejajaran internal (internal aligment)
adalah bagaimana setiap elemen dapat bekerja bersama dan tidak
mengalami konflik. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan pengukuran
kesejajaran internal, karena bila system sumberdaya manusia sudah focus
pada implementasi strategi (kesejajaran external) atau dapat dapat
mengelola

kesejajaran

eksternal,

maka

ketidaksejajaran

internal

cenderung tidak terjadi. Fokus pada kesejajaran internal lebih sesuai bila
pengukuran untuk suatu perusahaan tidak mengadopsi perspektif strategi
sumberdaya manusia. (Surya dan Yuanita, 2001).
4. HR deliverable
Untuk

mengintegrasikan

sumberdaya

manusia

kedalam

system

pengukuran kinerja bisnis, manajer harus mengidentifikasi hal yang
menghubungkan antara sumberdaya manusia dan rencana-rencana
implementasi strategi organisasi. Hal tersebut dinamakan “strategi HR
deliverable” yang merupakan outcome dari arsitektur sumberdaya
manusia yang akan melaksanakan strategi perusahaan.
2.2.6 Human Capital & Human Capital Scorecard

23

Human capital merupakan salah satu sumber daya intangible.
Sumberdaya manusia yang ada pada suatu organisasi hendaknya menjadi
nilai tambah bagi organisasi itu sendiri. Agar value adding, pembangunan
human capital harus menjadikan produk dan jasa yang dihasilkann oleh
perusahaan unggul dalam persaingan, disamping itu pembangunan human
capital

harus

menjadikan

organisasi

perusahaan

mampu

dengan

cepat,fleksibel, terpadu dan inovatif melayani kebutuhan customer.
(Mulyadi, 2001).
Human Capital terdiri dari dua komponen : kapabilitas personel dan
komitmen personel. Untuk berdaya saing dilingkungan bisnis yang
kompetitif, personel perusahaan harus memiliki kapabilitas unggulan.
Kapabilitas unggulan adalah keterampilan yang diperlukan oleh perusahaan
untuk memanfaatkan secara optimum aktivanya.
The human capital scorecard menyediakan suatu cara untuk para
agent dalam mencapai status siap bersaing dengan meningkatkan fungsi
pengelolaan dan penyebaran sumberdaya manusia. The human capital
scorecard memiliki 4 tahapan yaitu dimension of human capital,
performance goals,measures,and operational application of measures
Kemudian, Ada dua sasaran stratejik dalam perspektif human capital
yaitu kapabilitas karyawan dan komitmen karyawan. Berikut diuraikan
dalam gambar 5 dibawah ini. Manajemen sumberdaya yang stratejik
menyangkut hubungan antara sumberdaya manusia dengan tujuan dan
sasaran

stratejik

mengembangkan

dalam

rangka

meningkatkan

kultur

organisasi

yang

kinerja

mendorong

bisnis

dan

inovasi

dan

fleksibilitas.
2.3

MOTIVASI KERJA
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan
atau daya penggerak”. Motivasi ini diberikan kepada manusia, khususnya
kepada para bawahan atau pengikut. Adapun kerja adalah sejumlah aktivitas
fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Terkait dengan hal
tersebut, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah mempersoalkan

24

bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau
bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya
untuk mewujudkan tujuan organisasi. (Hasibuan, 2003).
Gibson, et. al., 1995, berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan
yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan
perilaku. Motivasi kerja sebagai pendorong timbulnya semangat atau
dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang berpengaruh
terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih.
Robbins, (1998) berpendapat bahwa motivasi adalah kesediaan
untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi sesuatu kebutuhan
individu.

Senada

dengan

pendapat

tersebut,

Munandar,

(2001),

mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhankebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Bila kebutuhan telah
terpenuhi maka akan dicapai suatu kepuasan. Sekelompok kebutuhan yang
belum terpuaskan akan menimbulkan ketegangan, sehingga perlu dilakukan
serangkaian kegiatan untuk mencari pencapaian tujuan khusus yang dapat
memuaskan sekelompok kebutuhan tadi, agar ketegangan menjadi
berkurang. Pinder, (1998) berpendapat bahwa motivasi kerja merupakan
seperangkat kekuatan baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar
diri seseorang yang mendorong untuk memulai berperilaku kerja, sesuai
dengan format, arah, intensitas dan jangka waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan,
bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang,
baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu
pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan
keterampilan yang dimilikinya.
2.3.1 Elemen Kunci Motivasi
a. Intensitas (intensity).
Focus pada seberapa besar atau kerasnya usaha seseorang untuk
mencoba mencapai sesuatu dalam hidupnya.
b. Arahan (direction).

25

Usaha yang sudah ada dan sudah dilakukan, diarahkan ke suatu
tujuan, misalnya tujuan organisasi.
c. Kegigihan (persistence).
Elemen ini, focus kepada seberapa lama seseorang dapat
mempertahankan upaya atau usahanya.

2.3.2 Komponen Dasar Motivasi
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu :
1. Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara
apa yang dimiliki dan yang diharapkan. Moslow membagi kebutuhan
menjadi lima tingkatan yakni :
a)
b)
c)
d)

Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan sosial
Kebutuhan akan penghargaan diri

e) Kebutuhan aktualisasi.
2. Dorongan
Merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan.
3. Tujuan
Merupakan hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar. Kekuatan mental
atau kekuatan motivasi belajar dapat diperkuat dan dikembangkan.
Interaksi kekuatan mental dan pengaruh dari luar ditentukan oleh
responden prakarsa pribadi pelaku.

26

2.3.3
a.

Faktor – faktor yang mempengaruhi Motivasi
Faktor Internal
 Persepsi individu mengenai diri sendiri.
Seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak
tergantung padaproses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang
tentang dirinya sendiri akanmendorong dan mengarahkan perilaku
seseorang untuk bertindak
 Harga diri dan prestasi
Faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi)
untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan
memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam
lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk
berprestasi
 Harapan
Adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan
informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan
perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari
perilaku.
 Kebutuhan

27

Manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya
sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih
potensinya

secara

total.

mengarahkan

seseorang

mengarahkan

dan

Kebutuhan
untuk

memberi

akan

mencari

respon

mendorong
atau

terhadap

dan

menghindari,
tekanan

yang

dialaminya.
 Kepuasan kerja
Lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri
individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu
perilaku.

b.

Faktor Eksternal
 Jenis dan sifat pekerjaan
Dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu
sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan
individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan
ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana nilai
imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud
 Kelompok kerja dimana individu bergabung
Kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung
dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam
mencapai suatu tujuan perilaku tertentu; peranan kelompok atau
organisasi ini dapat membantu individu mendapatkan kebutuhan
akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan serta dapat
memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam
kehidupan sosial.
 Situasi lingkungan pada umumnya
Setiap individu terdorong untuk

berhubungan

dengan

rasa

mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan
lingkungannya
 Sistem imbalan yang diterima

28

Imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas
yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi
atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain
yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian
imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam
mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika
tujuan tercapai maka akan timbul imbalan.
2.3.4 Teori-Teori Motivasi
a.

Teori Isi Motivasi
Pada dasarnya Teori ini lebih didekatkan pada faktor – faktor kebutuhan
dan

kepuasan

individu

yang

menyebabkannya

bertindak

dan

berperilaku dengan cara tertentu. Pada teori kepuasan ini didukung juga
oleh para pakar diantaranya:
1) Teori Hirarki Kebutuhan (A.Maslow)
Teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow, Maslow berpendapat
bahwa pada diri tiap orang terdapat hirarki dari lima kebutuhan:
 Kebutuhan

Fisik:

Makanan,

minuman,

tempat

tinggal,

kepuasaan seksual, dan kebutuhan fisik lain.
 Kebutuhan keamanan:

Keamanan dan perlindungan dari

gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan
fisik akan terus terpenuhi
 Kebutuhan

Sosial:

Kasih

sayang,

menjadi

bagian

dari

kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan.
 Kebutuhan Harga Diri: Faktor harga diri internal seperti
penghargaan diri, otonomi, dan pencapaian prestasi dan faktor
harga diri esternal seperti harga diri status, pengakuan
(diorangkan), dan perhatian.
 Kebutuhan Aktualisasi diri : Pertumbuhan, pencapaian potensi
seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi
apa yang ia mampu capai.
Dalam istilah motivasi Maslow berpendapat bahwa tiap tingkat
dalam hirarki itu harus secara subtansial terpuaskan sebelum hirarki

29

berikutnya menjadi aktif dan setelah kebutuhan tersebut secara
subtansial terpenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi bisa memotivasi
perilaku. Jika kita ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow,
kita perlu memahami di tingkat mana keberadaan orang itu dalam
hirarki dan perlu berfokus pada pemusatan kebutuhan pada atau di
atas tingkat itu. Sehingga kebutuhan orang tersebut dapat
terpuaskan.
2) Teori X dan Y (Douglas Mcgregor)
Douglas

McGregor

mengemukakan

dua

pandangan

nyata

mengenai manusia pandangan pertama pada dasarnya negatif,
disebut Teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif, disebut
Teori Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh
manajer adalah:
 Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, sebisa,
mungkin, berusaha untuk menghindarinya.
 Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus
dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk
mencapai tujuan-tuj