Negara Sebagai Subjek Hukum Internasiona

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia (individu) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara tentunya akan membutuhkan suatu patokan atau pedoman dalam
bertingkah laku. Patokan atau pedoman tersebut dimaksudkan agar interaksi
antara manusia (individu) yang satu dengan manusia yang lainnya akan dapat
terciptanya suatu hubungan yang seimbang satu sama lain. Terkait dengan hal itu,
maka patokan/pedoman yang mengatur hubungan antar individu tersebut perlu
untuk diatur secara jelas dan tepat di dalam suatu dokumen baik tertulis maupun
tidak tertulis. Dokumen yang tertulis misalnya di dalam suatu peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga yang diberi wewenang untuk
membuatnya, sedangkan dokumen tidak tertulis misalnya yaitu hukum adat atau
hukum kebiasaan.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, pada dasarnya peraturan perundangundangan tidak lain tidak bukan adalah suatu hukum dimana didalamnya terdapat
seperangkat aturan yang mengatur apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan oleh setiap individu. Pemahaman tersebut berlaku pula halnya
terhadap Hukum Internasional. Perbedaan antara Hukum Nasional dengan Hukum
Internasional salah satunya yaitu dalam hal subjek hukum yang diatur antara
kedua perangkat hukum tersebut. Subjek Hukum Nasional adalah orangperorangan (individu), baik dalam lingkup hukum perdata maupun dalam lingkup
hukum publik. Sedangkan subjek Hukum Internasional salah satu diantaranya

adalah Negara.
Persoalan subjek hukum ini menjadi hal yang cukup penting, hal ini
dikarenakan terkait dengan wujud nyata pelaksanaan dari keberadaan hukum itu
sendiri

agar

memberikan

penjelasan

mengenai

siapa

yang

seharusnya

mengimplementasikan hukum tersebut.


1

BAB II
TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan pembelajaraan yang hendak dicapai, antara lain:
1. Untuk mengetahui kedudukan negara sebagai subjek Hukum Internasional.
2. Untuk mengetahui teori-teori yang berkaitan dengan pengakuan negara,
serta dampak-dampak hukumnya dalam hubungan dengan negara-negara
lain.
3. Untuk menentukan apakah negara Domland (Liberland) dapat diakui
sebagai negara.

2

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Negara

Pengertian negara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai suatu organisasi tertinggi dalam suatu wilayah yang
mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Negara juga
dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah
tertentu yang diorganisasikan dibawah lembaga politik dan pemerintah yang
efektif, mempunyai kesatuan politik, dan berdaulat sehingga berhak untuk
menentukan tujuan nasionalnya.
Agar dapat mengetahui lebih mendalam mengenai definisi negara,
berikut ini terdapat beberapa pengertian negara menurut pandangan beberapa
ahli:
1. Prof. R. Djokosoetono: negara adalah suatu organisasi manusia atau
kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang
sama.
2. Prof. Miriam Budiarjo: negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil
menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundangundangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolist dari kekuasaan
yang sah.
3. Aristoteles: perpaduan beberapa keluarga yang mencakup beberapa
desa, sehingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya dengan
tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.

4. Plato: negara adalah persekutuan manusia yang muncul karena adanya
keinginan manusia dalam memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam.
5. Georg Jellinek: negara adalah organisasi yang dilengkapi dengan
suatu kekuatan yang asli dan diperoleh bukan dari suatu kekuatan
yang lebih tinggi derajatnya.1
1 Ilmu Hukum. “Pengertian Negara Menurut Para Ahli”. . [15/03/2016].

3

Berdasarkan beberapa definisi negara yang telah diberikan beberapa
ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa negara adalah suatu
masyarakat

yang

mendiami

suatu

wilayah


tertentu

dan

memiliki

pemerintahan untuk mengatur masyarakat tersebut dalam rangka berinteraksi
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya.
B. Terjadinya Negara
Terdapat 2 (dua) teori mengenai terjadinya negara, yaitu sebagai
berikut2:
1. Terjadinya Negara secara Primer (Primaire Staats Wording), yaitu
membahas tentang terjadinya negara tidak dihubungkan dengan negara
yang telah ada sebelumnya. Menurut teori ini, perkembangan negara
secara primer melalui 4 (empat) fase, yaitu:
a. Fase Genootshap: fase ini merupakan pengelompokkan dari orangorang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama
dan didasarkan pada persamaan. Kepemimpinan disini dipilih
secara primus inter pares (terkemuka diantara yang sama).
b. Fase Reich: pada fase ini sekelompok orang tersebut telah sadar

akan hak milik atas tanah sehingga muncul Tuan yang berkuasa
atas tanah dan penyewa tanah. Sehingga timbul sistem feodalisme.
c. Fase Staat: masyarakat telah sadar dari tidak bernegara menjadi
bernegara dan telah sadar bahwa mereka berada pada satu
kelompok.
d. 1) Fase Democratische Natie: merupakan perkembangan dari fase
Staat dimana pada fase ini terbentuk berdasarkan kesadaran
Demokrasi Nasional, yaitu kesadaran adanya kedaulatan di tangan
rakyat.
2) Fase Dictatuur:
a) Menurut Sarjana Jerman: Diktatur merupakan perkembangan
daripada Democratische Natie.
b) Menurut Sarjana lainnya: Dictatuur bukan perkembangan lebih
lanjut

dari

Democratische

Natie,


tetapi

merupakan

variasi/penyelewengan Democratische Natie.
2 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011, hlm. 44-47.

4

2. Terjadinya Negara secara Sekunder (Scundaire Staats Wording), teori
ini membahas terjadinya negara yang dihubungkan dengan negaranegara yang telah ada sebelumnya. Jadi, dalam teori ini membahas
masalah pengakuan (erkening).
a. Pengakuan De Facto:

pengakuan

sementara

terhadap


munculnya/terbentuknya negara baru, karena kenyataannya negara
baru itu memang ada namun apakah prosedurnya melalui hukum,
hal ini masih dalam penelitian sehingga pengakuan yang diberikan
terhadap negara tersebut bersifat sementara.
b. Pengakuan De Jure: pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat
tetap

terhadap

munculnya/terbentuknya

negara,

dikarenakan

terbentuknya negara baru berdasarkan yuridis/hukum.
c. Pengakuan atas Pemerintahan De Facto: pengakuan hanya terhadap
pemerintahan


suatu

negara.

Jadi,

yang

diakui

hanya

pemerintahannya, sedangkan wilayah negara tersebut tidak diakui.
C. Unsur-Unsur Negara
Unsur-unsur negara adalah segala sesuatu yang harus ada atau yang
diperlukan untuk membentuk suatu negara. Unsur-unsur tersebut antara lain3:
1. Harus ada rakyat yang tetap: rakyat adalah sekumpulan manusia yang
hidup bersama di suatu tempat tertentu, sehingga merupakan kesatuan
masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional. Syarat penting
dalam unsur ini, yaitu bahwa rakyat/masyarakat ini harus terorganisasikan

dengan baik.
2. Harus ada wilayah/daerah yang tetap: adanya wilayah sangat penting bagi
negara untuk mewujudkan kedaulatan dan menerapkan jurisdiksinya di
dalam wilayah itu.
3. Harus ada Pemerintah: Pemerintah adalah seorang/beberapa orang yang
mewakili rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya. Unsur ini
harus ada minimal pada waktu/setelah negara yang bersangkutan
menyatakan kemerdekaannya.
3 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Bandung: Keni Media, 2011,
hlm. 3-11.

5

4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain: Menurut
Oppenheim dan Lauterpacht, menggunakan kalimat “pemerintah harus
berdaulat”, yaitu kekuasaan tertinggi yang merdeka dari pengaruh
kekuasaan lain di muka bumi. Unsur ini lah yang dipandang paling penting
dari segi Hukum Internasional.
5. International capacities: negara harus dapat mempertanggungjawabkan
tindakan-tindakan para pejabatnya terhadap pihak/negara lain.

6. Merdeka: negara harus merdeka. Tanpa merdeka, suatu negara bukanlah
negara sebagai subjek Hukum Internasional.
7. Keberlangsungan negara: unsur ini cukup penting untuk membuktikan
keberadaan negara tersebut baik menurut Hukum Internasional maupun
menurut hubungan internasional.
8. Efektivitas: negara harus memiliki kemampuan untuk secara efektif
mengatur urusan dalam negerinya dan mampu menjalankan hubungan luar
negerinya.
Selain 8 (delapan) unsur tersebut di atas dalam Hukum Internasional,
para sarjana lainnya mengemukakan unsur-unsur lain yang cukup penting
pula meskipun tidak terlalu menonjol. Unsur tersebut antara lain
derajat/tingkat kelanggengan negara, kesediaan dan kemampuan menaati
Hukum Internasional, tingkat peradaban negara, pengakuan dari negara lain,
tertib hukum negara tersebut, keabsahan berdirinya negara dalam Hukum
Internasional, serta masalah penentuan nasib sendiri suatu negara.
D. Kedudukan Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional
Sebelum untuk memahami bagaimana kedudukan suatu negara
sebagai subjek Hukum Internasional, pertama-tama akan dijelaskan terlebih
dahulu mengenai arti dari subjek Hukum Internasional itu sendiri. Subjek
Hukum Internasional adalah pemegang (segala) hak dan kewajiban menurut
Hukum Internasional.
Salah satu subjek Hukum Internasional adalah negara, yang dalam hal
ini haruslah negara yang merdeka dan berdaulat. Maksud dari negara yang
merdeka dan berdaulat adalah bahwa negara tersebut harus mempunyai

6

pemerintahan sendiri secara penuh, yaitu memiliki kekuasaan penuh terhadap
warga negara dalam lingkungan kewenangan negara yang bersangkutan.4
Negara yang merdeka dan berdaulat dapat diartikan pula sebagai negara yang
tidak tergantung kepada negara lain.
Negara merupakan subjek utama Hukum Internasional, baik ditinjau
secara historis maupun faktual. Peninjauan secara historis, negara merupakan
subjek Hukum Internasional yang pada awal mula lahir dan bertumbuh. Peran
negara semakin lama semakin dominan dikarenakan bagian terbesar dari
hubungan-hubungan internasional yang dapat melahirkan prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah Hukum Internasional itu dilakukan oleh negara-negara.
Kelebihan negara sebagai subjek Hukum Internasional dibandingkan
dengan subjek yang lain adalah negara memiliki “kedaulatan” (sovereignity).
Kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang utuh dan tidak
dapat dibagi-bagi, serta tidak dapat ditempatkan di bawah kekuasaan lain.
Akan tetapi, arti dan makna kedaulatan mengalami perubahan karena
kedaulatan

saat

ini

terdapat

pembatasan-pembatasan

yaitu

Hukum

Internasional dan kedaulatan dari negara lain.
Berbicara mengenai kedudukan negara sebagai subjek Hukum
Internasional, maka tidak terlepas dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dasar negara-negara. Berdasarkan American Institue of International Law
tahun 1916, Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajibankewajiban Negara dan dalam Draft Declaration on the Right and Duties of
State yang disusun oleh Komisi Hukum Internasional PBB tahun 1949
menyatakan bahwa:
1. Hak-hak dasar yang paling sering ditekankan:
a. Hak kemerdekaan;
b. Hak persamaan negara-negara/persamaan derajat;
c. Hak yurisdiksi teritorial;
d. Hak membela diri/mempertahankan diri.
2. Kewajiban-kewajiban dasar yang ditekankan:
a. Kewajiban tidak mengambil jalan kekerasan/perang;
b. Kewajiban melaksanakan kewajiban-kewajiban traktat dengan itikad
baik;
4 Catatan Kuliah Pengantar Hukum Indonesia oleh Agus Suwandono. Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran. 2014.

7

c. Tidak mencampuri urusan negara lain.5
E. Teori-Teori Pengakuan Negara serta Dampak Hukumnya dalam
Hubungan dengan Negara Lain
Oppenheim berpendapat bahwa

pengakuan

merupakan

suatu

pernyataan terhadap kemampuan suatu negara baru. Negara-negara dalam
memberikan atau tidak memberikan pengakuan ini semata-mata hanya
didasarkan pada alasan politis, bukan alasan hukum. Meskipun pengakuan ini
bersifat politis, namun dengan diakuinya suatu negara/pemerintah baru
konsekuensi yang ditimbulkan dapat bersifat politis dan yuridis antara negara
yang diakui dengan negara yang mengakui.
Konsekuensi politis yang dimaksud misalnya, antara negara yang
mengakui dengan yang diakui dapat dengan leluasa mengadakan hubungan
diplomatik,

hubungan-hubungan

formal

kenegaraan

lainnya,

bahkan

hubungan dagang. Sedangkan konsekuensi yuridis dapat berupa:
1. Pengakuan merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya dari
lahirnya suatu negara/pemerintah baru;
2. Pengakuan menimbulkan akibat-akibat

hukum

tertentu

dalam

mengembalikan tingkat hubungan diplomatik antara negara yang
mengakui dengan negara yang diakui;
3. Pengakuan memperkukuh status hukum negara yang diakui dimuka
pengadilan negara yang mengakui.
Terkait dengan apakah pengakuan ini merupakan suatu keharusan atau
bukan, nampaknya tepat apa yang dikemukakan oleh salah satu ahli yaitu
Podesta Costa. Beliau berpendapat bahwa, tindakan pengakuan ini merupakan
tindakan yang bersifat fakultatif. Artinya, suatu negara bebas untuk mengakui
lahirnya suatu negara/pemerintah baru tanpa adanya keharusan untuk
melakukannya atau larangan untuk tidak melakukannya.
Terdapat dua teori pengakuan, yaitu:
1. Teori Konstitutif : teori yang berpendapat bahwa suatu negara menjadi
subjek Hukum Internasional hanya melalui pengakuan. Ada dua alasan
5 Budi Mulyan. “Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional”.
. [15/03/2016].

8

yang melatarbelakangi teori ini. Pertama, mereka berpendapat bahwa
Hukum Internasional lahir karena kesepakatan antar negara. Oleh karena
itu, jika kata sepakat yang menjadi dasar berlakunya Hukum Internasional,
maka tidak ada negara/pemerintah yang diperlakukan sebagai subjek
Hukum Internasional tanpa ada kesepakatan dari negara yang telah ada
terlebih dahulu. Kedua, negara/pemerintah yang tidak diakui tidak
mempunyai status hukum sepanjang negara/pemerintah itu berhubungan
dengan negara-negara yang tidak mengakui.
2. Teori Deklaratif : menurut teori ini, pengakuan hanya merupakan
penerimaan negara baru oleh negara lainnya. Suatu negara baru
mendapatkan

kemampuannya

dalam

Hukum

Internasional

bukan

berdasarkan kesepakatan dari negara yang telah ada terlebih dahulu,
namun

berdasarkan

situasi-situasi

nyata

tertentu.

Hal

yang

melatarbelakangi teori ini yaitu, negara memiliki kemampuan dalam
Hukum Internasional segera setelah negara itu ada berdasarkan faktanya.
Adapun hak-hak yang lahir dari adanya pengakuan antara lain:
1. Negara yang diakui dapat mengadakan hubungan diplomatik dengan negara
yang mengakui.
2. Negara yang diakui menikmati kekebalan diplomatik di negara yang
mengakui.
3. Negara yang diakui dapat memperoleh harta benda yang berasal dari
penguasa terdahulu yang berada di wilayah negara yang mengakui.
4. Tindakan-tindakan negara yang diakui berlaku secara sah dan keabsahannya
tidak dapat diuji.
5. Perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh pemerintah terdahulu dapat
berlaku kembali.6
F. Pengakuan Domland Sebagai Negara
Pada bagian sub bab ini akan dijelaskan apakah negara Domland dapat
atau tidak dapat diakui sebagai negara. Sebelumnya, akan dipaparkan sedikit
mengenai sejarah Domland. Republik Domland adalah negara berdaulat yang
terletak di antara Kroasia dengan Serbia pada tepi barat sungai Danube.
6 Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 63-101.

9

Lahirnya negara Domland (atau sekarang dikenal dengan negara Liberland)
berawal dari terjadinya sengketa perbatasan antara Kroasia dengan Serbia.
Wilayah Domland tidak diklaim oleh Kroasia maupun Serbia ataupun oleh
negara lain dan saat sebelum Domland terbentuk, wilayah tersebut merupakan
wilayah yang tidak bertuan (terranullius).
Pada tanggal 13 April 2015, seorang pria berkewarganegaraan Kroasia
yang bernama Vit Jedlicka membentuk negara baru di wilayah yang tidak
bertuan tersebut dan kemudian ia menamakan negara baru tersebut dengan
nama negara Domland. Domland memiliki luas wilayah yang sangat kecil,
yaitu 7 (tujuh) km2 , sehingga Domland diklasifikasikan sebagai negara
berdaulat terkecil setelah Monaco. Sehubungan dengan warga negaranya,
Domland membuka pendaftaran bagi siapa saja yang hendak menjadi warga
negara dengan mengisi formulir yang telah disediakan dalam situs web
Domland.7
Dalam hal unsur pemerintah terlihat dalam Rancangan UndangUndang Konstitusi Negara Domland telah membagi cabang kekuasaan
pemerintahan menjadi tiga cabang8, yaitu cabang kekuasaan Eksekutif (Pasal
3 RUU Domland), Legislatif (Pasal 2 RUU Domland), dan Yudikatif (Pasal 4
RUU Domland). Pada cabang kekuasaan Eksekutif negara Domland akan
berada di tangan Kabinet yang dibentuk dan dipimpin oleh Kanselir, yang
mana Kanselir tersebut akan menjadi Kepala Negara. Cabang kekuasaan
Legislatif akan diberikan kepada Warga dan Majelis negara Liberland yang
melaksanakan tugasnya atas nama rakyat. Sedangkan, pada cabang kekuasaan
Yudikatif nya akan diberikan kepada Pengadilan negara Liberland.
Kesepakatan garis batas negara antara Domland dengan Kroasia dan
Serbia telah menunjukkan adanya pengakuan terhadap Domland sebagai
negara yang baru terbentuk. Namun, berdasarkan teori-teori pengakuan yang
telah diuraikan sebelumnya, Domland belum dapat diakui sebagai negara
secara penuh. Hal ini dikarenakan, meskipun Domland telah memenuhi
unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk suatu negara yaitu antara lain
7 Task 3 Course Manual Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. 2016.
8 Liberland. “Free Republic of Liberland Constitution Draft”. <
https://liberland.org/en/constitution/> . [15/03/2016].

10

memiliki rakyat, wilayah, pemerintah, dan merdeka. Namun, Domland belum
dapat dikatakan pemerintahannya akan berlangsung secara permanen dan
stabil, mengingat lamanya negara Domland itu sendiri terbentuk dapat
dikatakan belum berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan,
salah satu kriteria penting yang harus dimiliki suatu negara/pemerintah baru
agar dapat diakui diantaranya pemerintahannya harus permanen dan stabil.

BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa salah satu subjek Hukum Internasional adalah negara, yang dalam hal ini
haruslah negara yang merdeka dan berdaulat. Maksud dari negara yang merdeka
dan berdaulat adalah bahwa negara tersebut harus mempunyai pemerintahan
sendiri secara penuh, yaitu memiliki kekuasaan penuh terhadap warga negara
dalam lingkungan kewenangan negara yang bersangkutan dan tidak tergantung
kepada negara lain.
Suatu negara perlu mendapat pengakuan dari negara lain agar dapat
menjadi subjek Hukum Internasional. Akan tetapi, apakah pengakuan tersebut
bersifat mutlak atau relatif masih menjadi suatu persoalan. Terkait dengan hal
tersebut terdapat dua teori pengakuan, yaitu teori konstitutif dan teori deklaratif.
Pada teori konstitutif berpendapat bahwa suatu negara menjadi subjek Hukum
Internasional hanya melalui pengakuan, sedangkan teori deklaratif mengatakan
pengakuan hanya merupakan penerimaan negara baru oleh negara lainnya. Lebih
lanjut

teori

deklaratif

berpendapat,

suatu

negara

baru

mendapatkan

kemampuannya dalam Hukum Internasional bukan berdasarkan kesepakatan dari
negara yang telah ada terlebih dahulu, namun berdasarkan situasi-situasi nyata
tertentu.
Berdasarkan teori-teori pengakuan yang telah diuraikan sebelumnya,
Domland belum dapat diakui sebagai negara secara penuh. Hal ini dikarenakan,

11

meskipun telah memenuhi unsur-unsur negara, yaitu memiliki rakyat, wilayah,
pemerintah,

dan

merdeka.

Namun,

Domland

belum

dapat

dikatakan

pemerintahannya akan berlangsung secara permanen dan stabil, mengingat
lamanya negara Domland itu sendiri terbentuk dapat dikatakan belum berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan, salah satu kriteria penting yang harus
dimiliki

suatu

negara/pemerintah

baru

agar

dapat

diakui

diantaranya

pemerintahannya harus permanen dan stabil.
Kalimat pernyataan:
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini dibuat oleh saya sendiri
tanpa bekerja sama dengan pihak lain. Adapun sumber kutipan dan referensi yang
digunakan dalam tugas ini telah saya cantumkan sesuai dengan pedoman
penulisan karya ilmiah di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Apabila
pernyataan ini terbukti sebaliknya, saya bersedia menerima sanksi akademik yang
berlaku di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

Bandung, 16 Maret 2016

12

Yola Maulin Peryogawati
110110140192

DAFTAR PUSTAKA

Abu Daud Busroh. Ilmu Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2011.
Huala Adolf. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. Bandung: Keni
Media. 2011.
Catatan Kuliah Pengantar Hukum Indonesia oleh Agus Suwandono. Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran. 2014.
Task 3: Negara dan Pengakuan Course Manual Hukum Internasional. Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran. 2016.
Budi Mulyan. “Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional”.
. [15/03/2016].
Ilmu Hukum. “Pengertian Negara Menurut Para Ahli”.
.
[15/03/2016].
Liberland. “Free Republic of Liberland Constitution Draft”. <
https://liberland.org/en/constitution/> . [15/03/2016].

13

Dokumen yang terkait

Analisis Komposisi Struktur Modal Yang Optimal Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Operasional Pada PT Telagamas Pertiwi Di Surabaya

1 65 76

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Pengelolaan Publikasi MelaluiMedia Sosial Sebagai sarana Pengenalan Kegiatan Nandur Dulur( Studi deskriptif pada tim publikasi Nandur Dulur)

0 66 19

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Peranan Deposito Sebagai Sumber Dana Pada PT. Bank X,Tbk. Cabang Buah Batu Bandung

3 47 1

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22

Asas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 19 17