Pelaksanaan Pemilihan Presiden Tahun 201

MAKALAH KEWARGANEGARAAN
Mengenai
PELAKSANAAN PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI
INDONESIA TAHUN 2014

Di susun oleh






:

Ali Syibro
Dalilah Saadah F.A
Divia Yannasandy
Huzaifah Al’an
Yogie Iswara

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA

KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya makalah ini.
Makalah ini dibuat sebagai bahan diskusi mengenai Pelaksanaan Pemilihan Presiden di
Indonesia.
Kami mencari bahan referensi makalah ini dari berbagai sumber yang berhubungan
dengan tema kami dan menghimpunnya agar lebih mudah dipahami oleh pembaca. Kami
berusaha seobjektif mungkin dan sekritis mungkin dalam menyusun makalah ini.
Penyusunan makalah ini didasarkan untuk melaksanakan kewajiban kami sebagai
mahasiswa dan memenuhi tuntutan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Kewarganegaraan.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat yang lebih baik dalam
mendukung pemilihan presiden dan wakil presiden selanjutnya. Dan diharapkan dengan
makalah ini, pembaca dapat mengamalkan tingkah laku yang baik dalam berdemokrasi.
Terimakasih

kami


ucapkan

kepada

dosen

pembimbing

mata

pelajaran

Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini sehingga mempermudah kami dalam
pemahaman konsep tentang pelaksanaan pemilihan umum.
Segala kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa diharapkan demi
penyempurnaan dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Jakarta, Oktober 2014


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penulisan................................................................................................. 3
1.5 Kegunaan ........................................................................................................... 3



1.5.1 Manfaat Teoritis ...................................................................... 3
1.5.2 Manfaat Praktisi....................................................................... 3

BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori ................................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Keamaanan dalam pemilihan Presiden 2014 ..................................................... 10

3.2 Penggunaan hak pilih pada pemilihan Presiden 2014 ........................................ 11
3.3 Mekasnisme pemilihan Presiden ........................................................................ 12
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 16
4.2 Saran ................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 18
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara demokrasi, dimana demokrasi dikenal sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Suatu kesatuan yang kental dari jiwa indonesia
yang berjati luhur membuat demokrasi di indonesia menjadi hal penting dalam Negara ini.
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat. Implementasi dari pemerintahan
oleh rakyat adalah dengan memilih wakil rakyat atau pemimpin nasional melalui mekanisme
yang dinamakan dengan pemilihan umum.
Sejak tahun 1999 Indonesia melaksanakan pemilihan umum secara langsung.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota
lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945

pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh
MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke
dalam rezim pemilihan umum.
Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004.
pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Ditengah
masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu
presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.
Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat
berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum
adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan, Pemilu juga bisa dikatakan
pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk
duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Terkait dengan pentingnya pemilu
dalam proses demokratisasi di suatu Negara, maka penting untuk mewujudkan pemilu yang
memang benar-benar mengarah pada nilai-nilai demokrasi dan mendukung demokrasi itu
sendiri.
Di dalam negara demokrasi, pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang
sangat vital, karena salah satu parameter mengukur demokratis tidaknya suatu negara adalah

dari bagaimana perjalanan pemilihan umum yang dilaksanakan oleh negara tersebut.

Kebanyakan dari sistem pemilu yang ada sebenarnya bukan tercipta karena dipilih, melainkan
karena kondisi yang ada di dalam masyarakat serta sejarah yang mempengaruhinya. Untuk
menguraikan substansi dalam pemilu, selanjutnya di bawah ini akan dikemukakan lebih
lanjut pendefenisian pemilihan umum. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum
hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang
juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara.
Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partaipartai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon
untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu, namun banyak sekali kemiringan yang terjadi
didalam pelaksanaan pemilihan umum. Terlebih lagi pada pemilihan presiden 2014 yang
dilaksanakan bulan juli lalu.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Kurangnya keamanan pada saat pelaksanaan pemilihan presiden 2014.
2. Kurangnya sosialisasi tentang adanya pemilihan presiden pada tahun 2014.
3. Banyak terjadi kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan presiden 2014.

1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah keamanan dalam pelaksanaan pemilihan presiden tahun 2014 sudah
terorganisir dengan baik ?
2. Mengapa banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan

presiden 2014 silam ?
3. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pemilihan presiden yang benar ?

1.4 TUJUAN PENULISAN
1. Memahami dan menganalisis tentang keamanan dalam pelaksanaan pemilihan
presiden tahun 2014 sudah terorganisir dengan baik atau belum .
2. Memahami dan menganalisis tentang banyaknya masyarakat yang tidak menggunakan
hak pilihnya pada pemilihan presiden tahun 2014 .
3. Memahami dan menganalisis tentang mekanisme pelaksanaan pemilihan presiden
yang baik dan benar.

1.5 KEGUNAAN

1.5.1

MANFAAT TEORITIS
Sebagai pemuda kita harus mengetahui apa itu demokrasi yang sebenarnya
dan juga terus berpartisipasi dalam melancarkan demokrasi. Dan mensosialisasikan
kepada penerus-penerus bangsa tentang apakah demokrasi itu sebenarnya dan apa


1.5.2

manfaat berdemokrasi.
MANFAAT PRAKTIS
Untuk mengulas kekurangan yang terjadi selama pemilihan presiden 2014
silam. Agar segala sesuatu yang tidak diharapkan tidak terulang kembali pada
pelaksanaan pemilihan presiden yang akan mendatang.

BAB 2
LANDASAN TEORI

1. Pemilihan presiden sebagai pencerminan dari demokrasi

Pada saat ini Indonesia telah mengalami begitu banyak perubahan di bidang
kehidupan sosial dan politiknya, termasuk tata laksana pemilihan eksekutif, karena itu pada
bahasan kali ini akan disajikan tentang pemilihan presiden langsung sebagai pencerminan
dari demokrasi partisipatoris. Berikut melalui bahan bacaan ini, kami akan mengupas makna
yang terkandung dalam demokrasi partisipatoris, yang pembahasannya akan dimulai melalui
sistem pemilihan presiden langsung.
Dalam sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia, kedudukan presiden

teramat sangat penting, presiden memegang posisi kunci dalam menentukan keputusankeputusan bersifat nasional. Oleh karena itu, proses pemilihan presiden harus mampu
menghasilkan seorang presiden yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat
berdasarkan UUD 1945 (yang sudah diamandemen), yakni melalui proses dua jenjang.
Pada jenjang pertama, rakyat menentukan wakil-wakilnya di MPR melalui pemilihan
umum. Pada jenjang berikutnya, wakil-wakil rakyat di MPR memberikan suaranya untuk
memilih presiden dan wakil presiden. Pada praktiknya, Indonesia belum memiliki tradisi
pemilihan presiden yang kukuh. Sepanjang sejarah, pemilihan presiden oleh MPR dengan
lebih dari satu kandidat presiden baru terjadi pada tahun 1999 dan tahun 2004 ketika presiden
Abdurrahman Wahid dan SBY terpilih menjadi presiden. Berikut ini akan diuraikan masingmasing Pemilu tersebut.
Bagi Indonesia terlaksananya Pemilu pada tahun 1999, merupakan babak baru yang
menjadi tonggak terlaksananya sistem pemerintahan yang demokratis di republik ini.
Perwujudannya adalah dengan dimulainya sistem pemilihan presiden secara langsung. Sistem
ini memungkinkan rakyat untuk memberikan suaranya secara langsung kepada kandidat
presiden pilihannya. Sistem ini oleh para pendukungnya dianggap sebagai suatu mekanisme
yang lebih demokratis dan merupakan solusi untuk mencegah berbagai distorsi yang terjadi
pada sistem pemilihan presiden yang pernah ada.
2. Tujuan diadakannya sistem pemilihan langsung
Tujuan diadakannya system pemilihan presiden langsung tiada lain agar proses
terciptanya demokrasi partisipatoris di Indonesia berjalan. Sistem demokrasi partisipatoris
muncul di sebagian besar negara-negara yang telah mengalami transisi politis ke arah

pemerintahan yang lebih demokratis, misalnya di negara-negara Eropa Timur, atau tetangga

kita seperti di Thailand dan Filipina. Tumbuhnya perkembangan ke arah demokrasi
partisipatoris adalah hasil upaya rakyat untuk menciptakan sistem pengawasan yang lebih
efektif terhadap penyalahgunaan mandat rakyat oleh politikus, baik pejabat pemerintah
maupun anggota parlemen.
Perlu ditekankan bahwa tumbuhnya demokrasi partisipatoris bukan untuk
menggantikan demokrasi perwakilan, melainkan untuk memperkukuh demokrasi perwakilan
dan membuatnya semakin efektif dalam mencerminkan kehendak rakyat.
Pengalaman pemilihan presiden tahun 1999 lalu, sarat dimuati intrik-intrik politik
yang menodai hasil pemilu, sampai saat terakhir sebelum hari penghitungan suara, masih
terdapat kesimpangsiuran terhadap calon-calon presiden yang ada. Para pemimpin fraksi
melakukan tawar-menawar di belakang layar. Kriteria calon presiden pun tidak ditetapkan
secara transparan dan demokratis. Pada akhirnya calon-calon yang ditetapkan lebih
merupakan hasil konsesi politis antara blok-blok politik yang ada di MPR.

3. Kelebihan sistem pemilihan langsung
Kelebihan pemilihan presiden langsung diharapkan akan mengurangi distorsi-distorsi
atau masalah-masalah yang dihadapi saat pemilihan presiden yang dilakukan oleh MPR. Ada
beberapa poin dari sistem pemilihan presiden langsung (SPPL) ini.

1. presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat karena didukung
oleh suara rakyat yang memberikan suaranya secara langsung.
2. presiden terpilih tidak perlu terikat konsesi pada partai-partai atau faksi-faksi politik yang
telah memilihnya.
3. sistem ini menjadi lebih accountable dibandingkan sistem yang sekarang digunakan
karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya melalui MPR yang tidak seluruhnya
merupakan anggota terpilih hasil pemilu.
4. checks and balances antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dapat lebih
seimbang karena di masa yang akan datang, anggota lembaga legislatif juga akan dipilih
langsung.

5. kriteria calon presiden dapat dinilai secara langsung oleh rakyat.

4. Kekurangan sistem pemilihan langsung
Meskipun sistem pemilihan presiden langsung punya kelebihan, masih ada beberapa
pihak yang keberatan.
1. ada keraguan bahwa rakyat Indonesia sudah siap untuk menerapkan sistem ini pada
pemilihan presiden tahun 2004.
2. sistem ini memberi peluang menguntungkan terhadap:
a) kandidat dari partai besar dengan dana besar,
b) kandidat yang karismatik, dan
c) Kandidat dari Pulau Jawa.
3. memperlemah kedudukan MPR:
a) bagaimana tugas utama MPR apabila wewenang Pemilihan presiden
tidak lagi berada di tangan MPR?
b) kepada siapakah presiden bertanggung jawab apabila presiden tidak
lagi dipilih oleh MPR?
4. memperlemah kedudukan DPR. Pemilihan presiden langsung akan memperkokoh
kedudukan dan legitimasi terhadap presiden sehingga kemungkinan besar akan
memperlemah posisi DPR.
5. sistem pemilihan ini akan memakan biaya besar, tidak saja bagi partai-partai politik yang
menominasikan kandidatnya, tetapi juga bagi rakyat dan negara karena sedikitnya harus
ada dua pemilihan umum berskala besar, yakni pemilihan anggota DPR/MPR, dan
pemilihan presiden.

6. sistem pemilihan langsung perlu diterapkan di tingkat lokal terlebih dahulu atau untuk
lembaga legislatif terlebih dulu sebelum dilaksanakan untuk pemilihan presiden.
Dalam mekanisme pelaksanaan pemilihan langsung rakyat Indonesia, siap atau tidak,
tetap akan melakukan pemilihan presiden pada tahun 2004. Rakyat Indonesia pada dasarnya
sudah menyadari penuh akan hak-haknya sebagai warga negara. Andai pemilihan presiden
langsung merupakan suatu mekanisme yang menyempurnakan pemenuhan hak-hak rakyat
sebagai warga negara, tentu akan lebih demokratis. Pada Pemilu 1999 dalam waktu kurang
dari satu tahun, rakyat Indonesia diperkenalkan pada suatu sistem pemilihan baru, berupa
sistem pemilihan campuran. Rakyat juga digiring untuk melaksanakan pemilu setelah hanya
dua tahun dari pemilu terakhir yang dinyatakan merupakan salah satu pemilu yang memakan
banyak korban dalam sejarah Indonesia. Ternyata, berbagai prediksi buruk yang mengawali
pelaksanaan Pemilu 1999 tidak menjadi kenyataan.

5. Pemilihan presiden tahun 1999
Pemilihan presiden tahun 1999 paling damai yang pernah terjadi di Indonesia, bahkan
di dunia. Hal ini dikemukakan oleh mantan presiden AS, Jimmy Carter, yang turut memantau
pemilu tersebut. Carter pada saat itu menyatakan kekagumannya terhadap antusiasme,
kesabaran, serta toleransi yang ditunjukkan oleh rakyat Indonesia pada saat pemungutan
suara dan penghitungan suara.
Justru yang belum siap adalah elite politik yang tidak dapat menerima hasil pemilu
dan bertikai terus sehingga menunda hasil penghitungan suara. Ini merupakan pembelajaran
dan kesadaran politik yang rendah disebabkan karena partisipasi politik rakyat selama masa
Orde Baru sangat dibatasi. Akibatnya, kedewasaan politik rakyat tidak pernah diasah atau
dilatih.
Cara efisien dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat melalui
pendidikan politik agar melatih rakyat untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Ini
merupakan metode pendidikan politik yang paling sederhana dan mendasar. Tentunya
kedewasaan politik tidak dapat dicapai dalam sekali pelaksanaan pemilu.

Mengingat bahwa pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama di Indonesia yang
relatif bebas dan adil sejak tahun 1955 maka rakyat masih harus melalui beberapa pemilu
sebelum kedewasaan politik dicapai. Namun, apabila proses pelatihan itu tidak dimulai sedini
mungkin, tingkat kesiapan tersebut tidak akan pernah tercapai. Pendidikan politik tidak dapat
ditempuh melalui pendidikan formal. Pendidikan politik adalah pendidikan melalui praktik
menerapkan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Pemilu merupakan metode pendidikan
politik yang paling sederhana melatih rakyat untuk menggunakan hak-haknya.
6. Sistem pemilihan langsung
Negara-negara yang telah menerapkan sistem pemilihan presiden langsung
kebanyakan adalah negara dengan tingkat pendidikan rakyat yang masih rendah, bahkan jauh
lebih rendah dari Indonesia. Jadi alasan bahwa tingkat pendidikan formal yang rendah akan
menghambat pelaksanaan sistem pemilihan presiden langsung sebenarnya tidak dapat
diterima. Sekali lagi, ini merupakan mekanisme untuk meningkatkan partisipasi dan
akuntabilitas publik, bukan ujian untuk mengukur kecerdasan suatu bangsa. Menganggap
bahwa rakyat tidak punya tingkat rasionalitas yang cukup untuk dapat menentukan pilihan
presidennya merupakan anggapan yang elitis dan seharusnya tidak lagi dikemukakan dalam
era reformasi. Ukuran rasionalitas tidak bisa lagi ditentukan oleh elite politik yang relatif
berpendidikan tinggi. Rasionalitas pemilih diukur berdasarkan kepentingan, pengalaman, dan
ruang lingkup khusus dari para pemilih.
Potensi konflik akan tetap ada selama rasa ketidakpuasan tidak ditangani. Apabila
sejak awal sistem pemilihan, kriteria kandidat dan proses tawar-menawar dilakukan secara
terbuka, tingkat ketidakpuasan tidak akan begitu memuncak sehingga timbul kerusuhan.
Dalam mengantisipasi pelaksanaan otonomi luas, kita mengharapkan semua pejabat
pemerintah di tingkat provinsi mulai dari gubernur sampai lurah akan dipilih secara langsung.
Pemilihan presiden merupakan medium yang paling tepat untuk melatih rakyat menuju
pelaksanaan pemilihan langsung untuk pejabat daerah. Apabila presiden, sebagai pemegang
kekuasaan eksekutif tertinggi saja sudah dipilih langsung, akan mudah untuk mengajukan
argumentasi bahwa semua pejabat eksekutif di bawah presiden, juga harus dipilih langsung.
Ini juga akan ikut mempersiapkan kesiapan jajaran birokrasi di daerah untuk merombak
sistem pengangkatan pejabat yang kini sarat dipengaruhi faktor politis dan KKN.

Masih adanya anggapan bahwa sistem tersebut akan menguntungkan pemilih dari
Jawa, terlalu menyederhanakan keragaman kelompok pemilih di Jawa. Pertama, penduduk
Jawa sendiri terbagi dalam beberapa kelompok etnis yang berbeda seperti orang Sunda,
Betawi, Madura. Pembagian berdasarkan wilayah juga membedakan identitas dari pemilih
Jawa seperti orang Yogya, Solo, Surabaya, dan seterusnya. Kedua, suara pemilih Jawa tidak
saja akan terbagi secara etnis, tetapi juga secara ideologis dan daya tarik personal kandidat
yang bisa melampaui garis batas etnis. Seharusnya di era reformasi ini kita tidak lagi
mempersoalkan identitas etnis. Yang perlu ditekankan adalah konsep meritokrasi sehingga
semua pemimpin harus dipilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan secara objektif untuk
jenis pekerjaan yang akan dilaksanakanny

BAB 3
PEMBAHASAN

1. Apakah keamanan dalam pelaksanaan pemilihan presiden tahun 2014 sudah
terorganisir dengan baik?
Persiapan pelaksanaan Pemilu 2014 masih ditandai sejumlah kerawanan dan
ancaman. Setidaknya ada beberapa kerawanan dan ancaman yang perlu mendapatkan
perhatian dan pencermatan tersendiri.
Pertama, Lembaga Advokat Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat misalnya menilai
terdapat daerah pemilihan (dapil) yang rawan konflik komunal di Mamuju. Kerawanan itu
timbul karena terdapat basis-basis massa parpol yang kuat di dalam satu dapil tersebut. Selain
itu, dapil tersebut merupakan daerah transmigrasi yang dihuni oleh masyarakat dari berbagai
suku. Isu sukuisme sering muncul dalam kampanye, sehingga menimbulkan ketegangan antar
kelompok warga seperti pada beberapa pemilihan kepala desa di dapil itu.
Sementara itu, di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, berdasarkan hasil pemantauan
sementara Panwaslu Kabupaten Tegal ternyata pemasangan alat peraga kampanye masih
belum tertata dan rawan konflik, karena pihaknya masih menemukan pelanggaran zona
kampanye hampir di setiap kecamatan. Selain itu, ditemukan pula pemasangan alat peraga
kampanye di halaman rumah penduduk tanpa izin pemilik rumah. Seharusnya pemasangan
alat peraga kampanye oleh parpol juga harus berkoordinasi dengan pihak desa. Namun,
hingga saat ini beberapa Kepala Desa (Kades) menyatakan belum ada parpol yang melakukan
koordinasi dengan pihak desa.
Kedua, Kapolri Jenderal Pol Sutarman mengatakan, proses pelaksanaan tahapan
penetapan DPT dan distribusi surat suara untuk Pemilu 2014 dinilai akan berjalan dengan
lancar, meskipun potensi kerawanan keamanannya tetap ada, terutama dalam kaitan adanya
kemungkinan sabotase yang perlu diantisipasi aparat keamanan. Polri berharap, agar protes

yang ada dapat disalurkan melalui jalur hukum, dan tidak dilakukan dengan mengerahkan
kekuatan massa. Potensi kerawanan keamanan dapat saja terjadi dalam pelaksanaan tahapan
kampanye, sebab akan ada pengerahan kekuatan massa yang berpotensi menimbulkan
terjadinya konflik sosial di masyarakat. Oleh sebab itu, perlu ada konsolidasi bersama antara
kekuatan TNI dan Polri untuk pengamanan Pemilu 2014. Permasalahan DPT yang tidak valid
terjadi di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, hampir semua kabupaten di Bengkulu
kecuali Kabupaten Kepahiang serta Yogyakarta dan Sleman.
Ketiga, menjelang pelaksanaan Pemilu 2014, masyarakat diharapkan dapat
mewaspadai peredaran uang palsu. Politik uang yang biasanya dihalalkan para peserta Pemilu
menjadi salah satu pintu masuk beredarnya uang palsu di masyarakat. Bank Indonesia hingga
Perum Percetakan Uang Republik Indonesia diharapkan dapat memantau peredaran uang.
Menurut Abdullah Dahlan, peneliti ICW, karena Peruri berada dibawah kendali partai
penguasa, penting juga dalam menjaga netralitas dan kemudian tidak menjadi alat kekuasaan
dalam kontestasi Pemilu.

2. Mengapa banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya pada
pemilihan presiden tahun 2014 silam?
Antusiasme masyarakat untuk mencoblos di Pilpres 2014 ini meningkat. Jumlahnya
sangat banyak. Bagaimana perbandingan data dengan Pilpres sebelumnya?
Dari data KPU, total jumlah pemilih yang terdaftar tahun 2014 ini adalah
193.944.150. Dari jumlah itu, total warga yang menggunakan hak pilihnya adalah
134.953.967 atau sekitar 69,58 persen. Artinya ada sekitar 58.990.183 yang golput , meski
demikian jumlah angka tersebuat masih banyak masyarakat yang tidak mencoblos.
Jokowi-JK menang dalam pemilihan tersebut dengan perolehan suara 70.997.833
(53,15 persen), sementara lawannya Prabowo-Hatta mendapat suara 62.576.444 (46,85
persen).
Pada Pilpres tahun 2009, tercatat angka partisipasi pemilihnya adalah 127.983.655,
dengan angka golput 43.085.012. Kala itu, pasangan SBY-Boediono yang menang dengan
suara sangat signifikan mengalahkan dua pasangan calon lainnya.

Sementara Pilpres tahun 2004, khususnya putaran II, partisipasi pemilihnya adalah:
116.662.705 orang (77,44% dari DPT) dengan angka golput: 33.981.497 (22,56%). Pada
ajang tersebut, pasangan SBY-JK yang menang atas pasangan Mega-Hasyim.
Hal tersebut menandakan bahwa meningkatnya partisipasi masyarakat pada pilpres
2014, namun jumlah masyarakat yang golput juga masih cukup banyak, hal tersebut di
akibatkan kurangnya pengenalan masyarakat terhadap capres dan cawapres nya, atau
memang kurangnya pendidikan kepada masyarakat tentang hal akan pentingnya sifat
partisipasi dalam demokrasi.

3. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pemilihan presiden yang benar ?
Ada 2 permasalahan dalam Pilpres 2014 adalah peserta berjumlah dua pasangan calon
yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Jokowi-JK. Sementara, UU 42/2008 tidak
mengatur secara eksplisit mengenai tata cara menang jika pesertanya dua calon.
1. Sebagaimana diatur dalam pasal 159 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang
nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, setidaknya dua syarat yang harus
dipenuhi agar pasangan calon dinyatakan sebagai pemenang.
2. Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih
dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu presiden dan wakil presiden
dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah provinsi di Indonesia.
3. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh
dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat
secara langsung dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta masukan dari tim pasangan calon presiden
dan wakil presiden Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 terkait mekanisme penentuan kandidat
yang dapat dilantik. Masukan itu menyusul diskusi yang pernah digelar KPU bersama semua
tim kandidat.
"Pada umumnya, di antara putusan itu, tim pasangan calon masih belum bisa
memberikan pendapat final. Kita juga minta ke utusan pasangan calon untuk berkomunikasi

lebih lanjut dengan pasangan calon dan kami minta hari ini mereka berikan pendapat yang
lebih final," ujar Komisioner KPU Sigit Pamungkas di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin
(16/6/2014).
Sigit mengatakan, pihaknya belum juga memutuskan langkah mekanisme keterpilihan
pilpres karena membutuhkan persetujuan kedua pasangan calon. KPU memutuskan untuk
menetapkan mekanisme penentuan pasangan calon terpilih melalui peraturan KPU.
Penentuan presiden dan wakil presiden terpilih menurut Pasal 6A UUD 1945
disebutkan, pasangan capres dan cawapres yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari
jumlah suara dalam pemilih umum dengan sedikitnya 20 persen di setiap provinsi, yang
tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan
wakil presiden.
Regulasi soal sebaran suara di provinsi juga tertuang dalam UU Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Pasal 159 ayat 1 disebutkan
bahwa pasangan calon terpilih mesti memperoleh suara lebih dari 50 persen dan harus
memperoleh sedikitnya 20 persen suara di setidaknya separuh dari total provinsi di Indonesia.

Sistem pemilihan presiden langsung :
1. first-past-the-post. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak langsung
memenangkan pemilihan presiden. Dalam sistem ini, seorang kandidat
presiden dapat memenangkan pemilihan meskipun hanya meraih kurang dari
separuh suara pemilih.
2.

preferential voting. Pada saat pemilihan, pemilih memberikan peringkat
pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya terhadap kandidat presiden yang ada.
Kandidat dengan perolehan peringkat pertama yang terbesar otomatis
memenangkan pemilihan. Metode ini dapat membingungkan proses
penghitungan suara di setiap TPS sehingga penghitungan suara mungkin
harus dilakukan secara terpusat.

3. two-round system atau system run-off. Bila tak seorang pun dari kandidat
yang memperoleh mayoritas absolut (50% + 1), dua kandidat dengan
perolehan suara terbanyak harus melalui pemilihan tahap kedua beberapa

waktu setelah pemilihan tahap pertama. Jumlah suara minimum yang harus
diperoleh para kandidat pada pemilihan tahap pertama agar dapat ikut dalam
pemilihan tahap kedua bervariasi di beberapa negara. Di Nikaragua 40%, di
Kosta Rika 45% dengan keharusan perbedaan sebanyak 10% di atas kandidat
lain. Sistem ini paling populer dilaksanakan di negara-negara dengan sistem
presidensial.
4. system electoral college. Setiap unit pemilihan (provinsi atau negara bagian)
diberi alokasi atau bobot suara dewan pemilih (electoral college) sesuai
dengan jumlah penduduknya. Setelah pemilihan presiden, keseluruhan jumlah
suara yang diperoleh tiap kandidat di setiap unit pemilihan tersebut dihitung.
Pemenang di setiap negara bagian berhak memperoleh keseluruhan suara
dewan pemilih di negara bagian yang bersangkutan.
Berbagai kekhawatiran maupun keberatan terhadap sistem pemilihan presiden
langsung dapat dicegah atau dikurangi dengan merancang mekanisme pemilihan presiden
langsung yang lengkap mulai dari proses nominasi sampai dengan distribusi kekuasaan.
Di banyak negara yang punya sistem pemilihan presiden langsung, nominasi kandidat
independen atau kandidat yang tidak memiliki basis parpol diizinkan. Biasanya, persyaratan
nominasi kandidat independen akan berbeda dengan kandidat dari parpol. Apabila kandidat
independen dibolehkan untuk mengikuti pemilihan presiden langsung, kami usulkan agar
syarat-syarat nominasi adalah sebagai berikut.
a. Memperoleh dukungan tandatangan minimum 3% dari suara pemilih (sekira 120
juta)
b. Tandatangan tersebut terdistribusi secara proporsional di mayoritas provinsi di
Indonesia.
MPR baru atau parlemen perlu mengatur mekanisme mengenai dana kampanye yang
mencakup jumlah maksimum penerimaan dan pengeluaran, batas waktu pengeluaran untuk
kampanye, jenis-jenis donatur kampanye, metode penggalangan dana, serta aturan mengenai
penerimaan dana negara.
Di samping itu, perlu dirancang mekanisme impeachment terhadap presiden yang
mencakup pelanggaran jenis mana yang dapat mengakibatkan impeachment serta proses

pelaksanaan impeachment tersebut. Usulan impeachment dapat berasal dari DPR, sedangkan
proses peradilan dilakukan oleh dewan daerah.

BAB 4
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pemilihan Presiden adalah hal yang paling sakral dilakukan dalam suatu
Negara demokrasi. Indonesia yang belum lama memilih Pemimpin Negara atau
Presiden dan Wakil Presiden, didalamnya masih banyak kekurangan dalam aspek dan
norma dalam mekanisme tersebut yang harus diperbaiki lebih baik lagi dalam
pemilihan selanjutnya.
Pemilihan Presiden 2014 belum terorganisir dengan baik, dalam keamanan
dan kenyamanan masyarakat. KPU belum cermat dalam mendata dengan teliti data
pemilih tetap karna masih banyak masyarakat yang belum terdaftar di DPT, karena
kurangnya data tersebut banyak masyarakat yang tidak mencoblos atau berpartisipasi
pada Pemilihan Presiden 2014 (golput). Pemerintah kurang bersosialisasi tentang
perkenalan Pemilihan Presiden kepada masyarakat pedalaman.
Kekuatan konstitusi sepenuhnya terletak pada kebulatan tekad setiap warga
untuk memepertahankannya. Hanya bila setiap warga merasakan kewajiban untuk
turut bertanggung jawab dalam penegakannya, hak-hak konstitusional akan terjamin
(albert einstein)
3.2 SARAN
Kita sebagai warga Negara Indonesia harus terus mendukung penuh
pemerintahan Negara kita, karena sebuah Negara tak berarti kalau masyarakatnya
tidak mendukung Negaranya sendiri.
Mungkin hanya ini yang bisa diwacanakan pada makalah kelompok ini,
meskipun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, minimal kita bisa
mengimplementasikannya makalah ini dengan baik. Masih banyak kesalahan dalam
penerapan dan penulisan kata yang kurang baik, karena kami manusia biasa yang tak

luput dari kesalahan dan dosa. Kami juga mohon kritik dan sarannya agar bisa
memperbaiki makalah ini lebih baik lagi untuk selanjutnya.
3.3 DAFTAR PUSTAKA
http://news.detik.com/read/2014/01/10/124401/2463926/103/ancaman-dalam-pemilu-2014harus-dapat-diatasi
http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/06/16/1331210/Mekanisme.Penentuan.Pemenang
.Pilpres.KPU.Minta.Masukan.Capres
http://news.detik.com/read/2014/07/23/123723/2645783/1562/partisipasi-pemilih-2014meningkat-ini-beda-data-dengan-pilpres-sebelumnya

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Peranan Hubungan Masyarakat (Humas) Mpr Ri Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014

4 126 93

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98

Tinjaun Atas Pelaksanaan Pemotongan Pajak Pertambahan Nilai Sewa Infrastruktur Tower Pada PT. Sarana Inti Persada Bandung

2 31 1