ETIKA PROFESI fkunja2010 | our mini digital library
ETIKA PROFESI
Humaryanto
Dr. P seorang dokter yang berpengalaman, baru saja
akan menyelesaikan tugas jaga malam disebuah
rumah sakit. Seorang muda dibawa ke RS oleh
ibunya, yang langsung pergi setelah berbicara dengan
suster jaga bahwa dia harus menjaga anaknya yang
lain. Si pasien mengalami perdarahan vaginal dan
sangat kesakitan. Dr.P melakukan pemeriksaan dan
menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami
kguguran atau mencoba untuk melakukan aborsi. Dr.P
segera melakukan kuretase dan mengatakan kepada
suster untuk menanyakan kepada pasien apakah dia
bersedia opname di RS sampai keadaan benar-benar
baik. Dr.Q datang menggantikan dr.P yang pulang
tanpa berbicara langsung kepada pasien.
1. Komunikasi – dia tidak mencoba
mengkomunikasikan kepada pasien
mengenai kondisinya, pilihan-pilihan
tindakan dan kemampuan pasien jika dia
harus menginap
2. Izin- dia tidak mendapat izin dari pasien
mengenai tindakan yang dilakukan
3. Belas kasih-dia hanya menunjukkan
sedikit belas kasih kepada pasien
Tindakannya mungkin sangat
kompeten dan mungkin memang
benar capek diakhir tugas jaga
malamnya namun tidak
melepaskan dari kelalaian etik
I. Etika dan Moral
II. Etika dan Hukum
I. Etika dan Moral 1,2,3.
MORAL
Latin
Morales, mos, moris,
adat, istiadat,kebiasaan,
cara, tingkah laku
Tabiat, watak, akhlak,
cara hidup
ETIKA
Yunani
Ethicos, ethosadat kebiasaan,
praktek
Hati nurani & penilaian (judgment)
Kegiatan praktis seseorang
Kamus besar bahasa Indonesia
ETIKA:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenanan
dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat
Etika dibagi
(klasifikasi)
= 1. Etika Umum
2. Etika Khusus
- Individual
- Institusional
- Sosial
Filsafat : - kajian, ilmu filsafat
- moral & moralitas
Praktek : - pedoman & aturan
(profesional) baik & benar
A. Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik Profesi
1
Ajaran
Moral
1
Ajaran tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak menjadi
manusia yang baik
2
Moral
Sistem nilai tentang perbuatan manusia
yang dianggap baik/ buruk, benar / salah,
pantas / tidak pantas
3
Falsafah
Moral
Mencari penjelasan , mengapa perbuatan
tertentu dinilai baik/ buruk, benar/salah,
pantas /tidak pantas
4
Teori2
etika
Kerangka berpikir yang disusun oleh
filsuf tertentu-untuk memberi
pembenaran, mengapa suatu perbuatan
dinilai baik dari pendekatan moral
Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik
Profesi
5
6
7
Asas2
Ajaran
etika
Moral
Asas-asas yang diturunkan dari teoriteori etika sebagai kaidah-kaidah dasar
moral bagi manusia
Aturan2
etika
Seperangkat norma atau pedoman untuk
mengukur perbuatan, berupa aturan dan
larangan yang didasarkan pada asas –
asas etika
Kode Etik
Profesi
Seperangkat aturan etika yang khusus
berlaku untuk semua anggota asosiasi
profesi tertentu, sebagai konsensus
bersama, yang memuat aturan dan
larangan yang wajib di taati oleh semua
anggota dalam menjalankan profesi
Asas – Asas Etika medis
Traditional
1. Beneficence
2. Non maleficence
(Primum non nocere)
3. Menghormati hidup
manusia
4. Konfidensialitas
5. Kejujuran (veracity)
6. Tidak mementingkan
diri
7. Budi Pekerti
Tingkah laku luhur
Asas-Asas Etika Medis
KONTEMPORER
1. - Menghormati otonomi
pasien
- Universal Human
right UN,
- HAM
2. Keadilan /justice
3. Berkata benar / truth
telling / veracity
B. Kaidah –Kaidah Dasar Moral
Beneficence & non maleficence
Respect for person
Keadilan /justice
Budi pekerti
Kegiatan-kegiatan :
• Pendidikan
• Penelitian & pengembangan
• Pelayanan
The patient’s contexts for pr ima facie’s choice
(Agus Purwadianto, 2004)
Time
General benefit
result,mostof
people,
Elective,educated,
bread-winner,mature
person
Beneficence
Autonomy
Non
maleficence
J ustice
Vulnerables,
emergency, life
saving,minor
>1person,others
similarity, community/
social’srights
Kaidah dasar moral
1. Tindakan berbuat baik (beneficence)
General beneficence :
melindungi & mempertahankan hak yang lain
mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
menghilangkan kondisi penyebab kerugian
pada yang lain,
Specific beneficence:
menolong orang cacat,
menyelamatkan orang dari bahaya
beneficence
Mengutamakan kepentingan pasien
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak
hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah
sakit/pihak lain
beneficence
Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya
> akibat-buruk)
Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada,
pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya”
(apalagi ada yg hidup).
2. Tidak merugikan atau nonmaleficence
/primum non nocere
Sisi komplementer beneficence dari sudut
pandang pasien, seperti :
Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat
derita (harm) pasien
Minimalisasi akibat buruk
Nonmaleficence
Kewajiban dokter untuk menganut ini
berdasarkan hal-hal :
a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau
berisiko hilangnya sesuatu yang penting
b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau
kehilangan tersebut
nonmaleficence
c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien > kerugian dokter
(hanya mengalami risiko minimal).
Norma tunggal, isinya larangan.
3. Keadilan
Treat similar cases in a similar way = justice
within morality.
Memberi perlakuan sama untuk setiap orang
(keadilan sebagai fairness) yakni :
a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap
kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka
(kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan
pasien yang memerlukan /
membahagiakannya)
keadilan
b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur
dengan kemampuan mereka (kesamaan beban
sesuai dengan kemampuan pasien).
Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap
pasien sebagai mahluk berakal budi
(bermartabat), khususnya : yang-hak dan yangbaik
keadilan
Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan
penerima).
b.Distributif (membagi sumber) : kebajikan
membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban
bersama, dengan cara rata/merata, sesuai
keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmanirohani; secara material kepada :
Setiap orang andil yang sama
Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
Setiap orang sesuai upayanya.
Setiap orang sesuai kontribusinya
Setiap orang sesuai jasanya
Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
keadilan
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan bersama :
Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik
dengan strategi menekankan efisiensi social dan
memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social –
ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substantif/materiil).
Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas
tertentu.
Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat
dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap
individu rasional (sering menerapkan criteria
material kebutuhan dan kesamaan).
keadilan
d. Hukum (umum) :
Tukar menukar : kebajikan memberikan /
mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.
pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk
kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan
umum.[1]
[1] Criminal justice (penjatuhan sanksi pidana bagi
terpidana) dan rectificatory justice (pemberian
kompensasi pelanggaran transaksi/kontrak, melalui
hukum perdata). PBE , hal 327.
4. Otonomi (self-determination)
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni :
kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan
menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik
bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan,
paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu
motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau selflegislation dari manusia.
Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran =
otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran
dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan
melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang
pribadi.
otonomi
Menghendaki, menyetujui, membenarkan,
mendukung, membela, membiarkan pasien
demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk
bermartabat).
Didewa-dewakan di Anglo-American yang
individualismenya tinggi
otonomi
Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth,
hormatilah hak privasi klien, lindungi
informasi konfidensial, mintalah consent
untuk intervensi diri pasien; bila ditanya,
bantulah membuat keputusan penting.
Erat terkait dengan doktrin informedconsent, kompetensi (termasuk untuk
kepentingan peradilan), penggunaan
teknologi baru, dampak yang
dimaksudkan (intended) atau dampak tak
laik-bayang (foreseen effects), letting die.
Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut,
dikenal prinsip "turunan"nya dengan nilai-nilai seperti :
1. Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth
telling
2. Kesetiaan (fidelity) : keep promise
3. Privacy (dari otonomi dan beneficence)
4. Konfidensialitas.
5. Menghormati kontrak (perjanjian)
6. Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi
kepada pasien atau pihak ketiga seperti perusahaan
asuransi, pemerintah, dll.
7. Menghindari membunuh
Keberlakuan etika kedokteran sebagai norma:
1. Bersyarat (hipotetis) = teleologis
Betul tidaknya tindakan bergantung pada akibatakibatnya.
a. Bila akibat baik : wajib;
b. Bila buruk
: haram.
Hendak dicapai tujuan kedokteran tertentu namun
tetap dalam bingkai “mempertahankan martabat
kemanusiaan” (bukan tujuan asal-asalan).
Dasar : pengalaman (efektif – efisien).
Kelemahan : menghilangkan dasar pembawa
kepastian etis, tidak berketegasan, pemicu “tujuan
menghalalkan cara”.
2. Tidak bersyarat (kategoris) = deontologis
Tidak bergantung pada tujuan tertentu
Betul tidaknya tindakan bergantung pada
perbuatan/cara bertindak itu sendiri, bukan
pada akibat tindakan.
Dasar : kewajiban/keharusan mutlak/absolut
atau “kewajiban demi kewajiban”.
Kelemahan : pemicu fanatisme buta, tidak
luwes dalam perkembangan jaman, tidak
mampu memecahkan dilema etis.
Sifat etika kedokteran
1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika
umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain /
pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri =
selfimposed, zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban
ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan
mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri
sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien &
masyarakat khusus lainnya)
Sifat etika kedokteran
5. Etika
profesi (biasa):
a. Bagian etika sosial tentang kewajiban &
tanggungjawab profesi
b. Bagian etika khusus yang mempertanyakan nilainilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan
keutamaan-keutamaan moral
c.Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak
kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia
jabatan (verschoningsrecht)
Sifat etika kedokteran
d. Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan &
pengalaman profesi kedokteran.
e.Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan
etika apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik &
yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai
kumpulan norma atau moralitas profesi)
f. Isi : 2 norma pokok :
i. Sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan
dampak praktek profesi bagi orang lain;
ii. Bersikap adil dan menghormati Hak Asasi
Manusia (HAM).
Sifat etika kedokteran
6. Etika profesi luhur/mulia :
Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :
Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter <
kepentingan pasien) = altruisme.
Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan citacita luhur/etos profesi = l’esprit de corpse pour
officium nobile
7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis
moral akibat pengaruh teknologisasi dan
komersialisasi dunia kedokteran.
F. Bidang Kesehatan5
1.
2.
3.
4.
5.
Kode Etik Kedokteran
Kode Etik Keparawatan
Kode Etik Rumah Sakit
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)
Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(MAKERSI)
6. Majelis Kehormatan DISIPLIN Kedokteran
Indonesia (MKDKI)
II. ETIKA & HUKUM
1.
2.
Hukum menurut standar moral yang minimal
larangan-larangan
Etika menurut standar moral yang tertinggi
larangan-larangan dan hal- hal yang
positif dokter kepada pasiennya.
Perbuatan seorang yang profesional
a.
b.
c.
d.
Etis dan legal
Etis tidak legal – tidak ada – kriteria etis melanggar
hukum
Tidak Etis dan legal – dokter mengiklankan diri
Tak Etis dan tidak legal – dokter membuat tagihan
palsu kepada perusahaan
asuransi beaya pengobatan &
perawatan
Kasus : US Supreme Court (Makamah
Agung AS). Memutuskan – Hak
konstitutional seorang wanita untuk
dapat
melakukan aborsi kehamilan
trisemester
pertama
kontroversi moral & etika : - prochoice
- prolife
Keputusan
Medis
Pilar Keputusan Klinis sehari2
-
Keputusan
etis
Indikasi
Biomedik
medik
Keputusan
Medis
Pilar Keputusan Klinis sehari2
-
Keputusan
etis
Infomedik
pilihan pasien
kualitas hidup
fitur kontekstual
Mindset non medis
Struktur PsikoSosio-budaya
Principles-based ethics
Prima Facie
T.Beauchamp & Childress (1994) & Veatch (1989)
Patient’s preference
Beneficence
Non Maleficence
Contextual features
Quality of life
Value-based medicine
Autonomy
Justice
Clinical Decision
EBM
Making
Etika kedokteran; 4 bab
Bab I: Kewajiban umum, pasal 1 -9
Bab II: Kewajiban dokter terhadap pasien,
pasal 10-13
Bab III: Kewajiban dokter terhadap teman
sejawat, pasal 14 – 15
Bab IV: kewajiban dokter terhadap diri
sendiri, pasal 16 dan 17
Pasal 1 : Sumpah dokter
Pasal 2 : Standar profesi tertinggi
Pasal 3 : Tidak dipengaruhi, hilang
kebebasan dan kemandirian profesi
Pasal 4 : Menghindari diri dari sifat memuji
diri
PAsal 5 : hindari nasehat yang
melemahkan daya tahan psikis
Pasal 6 : hati-hati memakai penemuan
baru
Pasal 7
: surat keterangan dan
pendapat yang benar
Pasal 7a
: Pelayanan medis yang
kompeten, dasar moral dan empati
Pasal 7b
: bersikap jujur dan
membantu pelayanan, tetap jujur
Pasal 7c
: hak pasien dan tenaga
kesehatan
Pasal 7d
: kewajiban melindungi hidup
mahluk insani
Pasal 8 : perhatikan kepentingan
masyarakat, promotif,preventif, kuratif dan
rehabilitatif
Pasal 9 : kerjasama didasari saling
menghormati
Pasal 10
: sikap tulus ikhlas – tidak
mampu, rujuk
Pasal 11
: berikan pasien kesempatan
berhubungan dengan keluarga dan
penasehatnya
Pasal 12
: rahasia kedokteran
Pasal 13: memberi pertolongan darurat
Pasal 14
: kesejawatan
Pasal 15
: tidak mengambil alih pasien
teman sejawat
Pasal 16
: jaga kesehatan
Pasal 17
: ikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi kedokteran/
kesehatan
The man who did not want his leg amputated
Physician: This was a 64-year-old man who had had a stroke which had affected his
mental condition, though his awareness was good. He also suffered from diabetes
mellitus and hypertension. One day gangrene was found on his leg with sepsis, high
fever, and it was a progressive gangrene. I advised him and his family to have an
amputation. The family agreed, but the patient did not. The family followed my reasoning,
that is, I did not want the patient to die merely because of gangrene and diabetes. Then I
suggested to the family that if the patient falls into a coma, I would have the right to
undertake a professional intervention to save his life without having to obtain his
approval. Once the patient went into coma, I asked the family to sign the informed
consent for the amputation. The amputation was finally done.
When the patient became conscious, he was delighted because he felt that he had
recovered. He was able to sit and became quite happy and felt that he still had his two
legs. When he became completely conscious, and was about to descend from the bed
and walk, he realized that he had been amputated. He was shocked. He flew into an
extraordinary rage and threatened that he would prosecute me and his family. He was a
former lawyer. He was aware of his rights and he had not permitted that his leg be
amputated.
Humaryanto
Dr. P seorang dokter yang berpengalaman, baru saja
akan menyelesaikan tugas jaga malam disebuah
rumah sakit. Seorang muda dibawa ke RS oleh
ibunya, yang langsung pergi setelah berbicara dengan
suster jaga bahwa dia harus menjaga anaknya yang
lain. Si pasien mengalami perdarahan vaginal dan
sangat kesakitan. Dr.P melakukan pemeriksaan dan
menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami
kguguran atau mencoba untuk melakukan aborsi. Dr.P
segera melakukan kuretase dan mengatakan kepada
suster untuk menanyakan kepada pasien apakah dia
bersedia opname di RS sampai keadaan benar-benar
baik. Dr.Q datang menggantikan dr.P yang pulang
tanpa berbicara langsung kepada pasien.
1. Komunikasi – dia tidak mencoba
mengkomunikasikan kepada pasien
mengenai kondisinya, pilihan-pilihan
tindakan dan kemampuan pasien jika dia
harus menginap
2. Izin- dia tidak mendapat izin dari pasien
mengenai tindakan yang dilakukan
3. Belas kasih-dia hanya menunjukkan
sedikit belas kasih kepada pasien
Tindakannya mungkin sangat
kompeten dan mungkin memang
benar capek diakhir tugas jaga
malamnya namun tidak
melepaskan dari kelalaian etik
I. Etika dan Moral
II. Etika dan Hukum
I. Etika dan Moral 1,2,3.
MORAL
Latin
Morales, mos, moris,
adat, istiadat,kebiasaan,
cara, tingkah laku
Tabiat, watak, akhlak,
cara hidup
ETIKA
Yunani
Ethicos, ethosadat kebiasaan,
praktek
Hati nurani & penilaian (judgment)
Kegiatan praktis seseorang
Kamus besar bahasa Indonesia
ETIKA:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak)
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenanan
dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat
Etika dibagi
(klasifikasi)
= 1. Etika Umum
2. Etika Khusus
- Individual
- Institusional
- Sosial
Filsafat : - kajian, ilmu filsafat
- moral & moralitas
Praktek : - pedoman & aturan
(profesional) baik & benar
A. Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik Profesi
1
Ajaran
Moral
1
Ajaran tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak menjadi
manusia yang baik
2
Moral
Sistem nilai tentang perbuatan manusia
yang dianggap baik/ buruk, benar / salah,
pantas / tidak pantas
3
Falsafah
Moral
Mencari penjelasan , mengapa perbuatan
tertentu dinilai baik/ buruk, benar/salah,
pantas /tidak pantas
4
Teori2
etika
Kerangka berpikir yang disusun oleh
filsuf tertentu-untuk memberi
pembenaran, mengapa suatu perbuatan
dinilai baik dari pendekatan moral
Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik
Profesi
5
6
7
Asas2
Ajaran
etika
Moral
Asas-asas yang diturunkan dari teoriteori etika sebagai kaidah-kaidah dasar
moral bagi manusia
Aturan2
etika
Seperangkat norma atau pedoman untuk
mengukur perbuatan, berupa aturan dan
larangan yang didasarkan pada asas –
asas etika
Kode Etik
Profesi
Seperangkat aturan etika yang khusus
berlaku untuk semua anggota asosiasi
profesi tertentu, sebagai konsensus
bersama, yang memuat aturan dan
larangan yang wajib di taati oleh semua
anggota dalam menjalankan profesi
Asas – Asas Etika medis
Traditional
1. Beneficence
2. Non maleficence
(Primum non nocere)
3. Menghormati hidup
manusia
4. Konfidensialitas
5. Kejujuran (veracity)
6. Tidak mementingkan
diri
7. Budi Pekerti
Tingkah laku luhur
Asas-Asas Etika Medis
KONTEMPORER
1. - Menghormati otonomi
pasien
- Universal Human
right UN,
- HAM
2. Keadilan /justice
3. Berkata benar / truth
telling / veracity
B. Kaidah –Kaidah Dasar Moral
Beneficence & non maleficence
Respect for person
Keadilan /justice
Budi pekerti
Kegiatan-kegiatan :
• Pendidikan
• Penelitian & pengembangan
• Pelayanan
The patient’s contexts for pr ima facie’s choice
(Agus Purwadianto, 2004)
Time
General benefit
result,mostof
people,
Elective,educated,
bread-winner,mature
person
Beneficence
Autonomy
Non
maleficence
J ustice
Vulnerables,
emergency, life
saving,minor
>1person,others
similarity, community/
social’srights
Kaidah dasar moral
1. Tindakan berbuat baik (beneficence)
General beneficence :
melindungi & mempertahankan hak yang lain
mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
menghilangkan kondisi penyebab kerugian
pada yang lain,
Specific beneficence:
menolong orang cacat,
menyelamatkan orang dari bahaya
beneficence
Mengutamakan kepentingan pasien
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak
hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah
sakit/pihak lain
beneficence
Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya
> akibat-buruk)
Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada,
pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya”
(apalagi ada yg hidup).
2. Tidak merugikan atau nonmaleficence
/primum non nocere
Sisi komplementer beneficence dari sudut
pandang pasien, seperti :
Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat
derita (harm) pasien
Minimalisasi akibat buruk
Nonmaleficence
Kewajiban dokter untuk menganut ini
berdasarkan hal-hal :
a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau
berisiko hilangnya sesuatu yang penting
b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau
kehilangan tersebut
nonmaleficence
c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien > kerugian dokter
(hanya mengalami risiko minimal).
Norma tunggal, isinya larangan.
3. Keadilan
Treat similar cases in a similar way = justice
within morality.
Memberi perlakuan sama untuk setiap orang
(keadilan sebagai fairness) yakni :
a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap
kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka
(kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan
pasien yang memerlukan /
membahagiakannya)
keadilan
b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur
dengan kemampuan mereka (kesamaan beban
sesuai dengan kemampuan pasien).
Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap
pasien sebagai mahluk berakal budi
(bermartabat), khususnya : yang-hak dan yangbaik
keadilan
Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan
penerima).
b.Distributif (membagi sumber) : kebajikan
membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban
bersama, dengan cara rata/merata, sesuai
keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmanirohani; secara material kepada :
Setiap orang andil yang sama
Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
Setiap orang sesuai upayanya.
Setiap orang sesuai kontribusinya
Setiap orang sesuai jasanya
Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
keadilan
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan bersama :
Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik
dengan strategi menekankan efisiensi social dan
memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social –
ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substantif/materiil).
Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas
tertentu.
Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat
dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap
individu rasional (sering menerapkan criteria
material kebutuhan dan kesamaan).
keadilan
d. Hukum (umum) :
Tukar menukar : kebajikan memberikan /
mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.
pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk
kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan
umum.[1]
[1] Criminal justice (penjatuhan sanksi pidana bagi
terpidana) dan rectificatory justice (pemberian
kompensasi pelanggaran transaksi/kontrak, melalui
hukum perdata). PBE , hal 327.
4. Otonomi (self-determination)
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni :
kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan
menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik
bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan,
paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu
motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau selflegislation dari manusia.
Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran =
otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran
dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan
melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang
pribadi.
otonomi
Menghendaki, menyetujui, membenarkan,
mendukung, membela, membiarkan pasien
demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk
bermartabat).
Didewa-dewakan di Anglo-American yang
individualismenya tinggi
otonomi
Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth,
hormatilah hak privasi klien, lindungi
informasi konfidensial, mintalah consent
untuk intervensi diri pasien; bila ditanya,
bantulah membuat keputusan penting.
Erat terkait dengan doktrin informedconsent, kompetensi (termasuk untuk
kepentingan peradilan), penggunaan
teknologi baru, dampak yang
dimaksudkan (intended) atau dampak tak
laik-bayang (foreseen effects), letting die.
Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut,
dikenal prinsip "turunan"nya dengan nilai-nilai seperti :
1. Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth
telling
2. Kesetiaan (fidelity) : keep promise
3. Privacy (dari otonomi dan beneficence)
4. Konfidensialitas.
5. Menghormati kontrak (perjanjian)
6. Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi
kepada pasien atau pihak ketiga seperti perusahaan
asuransi, pemerintah, dll.
7. Menghindari membunuh
Keberlakuan etika kedokteran sebagai norma:
1. Bersyarat (hipotetis) = teleologis
Betul tidaknya tindakan bergantung pada akibatakibatnya.
a. Bila akibat baik : wajib;
b. Bila buruk
: haram.
Hendak dicapai tujuan kedokteran tertentu namun
tetap dalam bingkai “mempertahankan martabat
kemanusiaan” (bukan tujuan asal-asalan).
Dasar : pengalaman (efektif – efisien).
Kelemahan : menghilangkan dasar pembawa
kepastian etis, tidak berketegasan, pemicu “tujuan
menghalalkan cara”.
2. Tidak bersyarat (kategoris) = deontologis
Tidak bergantung pada tujuan tertentu
Betul tidaknya tindakan bergantung pada
perbuatan/cara bertindak itu sendiri, bukan
pada akibat tindakan.
Dasar : kewajiban/keharusan mutlak/absolut
atau “kewajiban demi kewajiban”.
Kelemahan : pemicu fanatisme buta, tidak
luwes dalam perkembangan jaman, tidak
mampu memecahkan dilema etis.
Sifat etika kedokteran
1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika
umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain /
pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri =
selfimposed, zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban
ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan
mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri
sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien &
masyarakat khusus lainnya)
Sifat etika kedokteran
5. Etika
profesi (biasa):
a. Bagian etika sosial tentang kewajiban &
tanggungjawab profesi
b. Bagian etika khusus yang mempertanyakan nilainilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan
keutamaan-keutamaan moral
c.Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak
kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia
jabatan (verschoningsrecht)
Sifat etika kedokteran
d. Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan &
pengalaman profesi kedokteran.
e.Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan
etika apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik &
yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai
kumpulan norma atau moralitas profesi)
f. Isi : 2 norma pokok :
i. Sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan
dampak praktek profesi bagi orang lain;
ii. Bersikap adil dan menghormati Hak Asasi
Manusia (HAM).
Sifat etika kedokteran
6. Etika profesi luhur/mulia :
Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :
Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter <
kepentingan pasien) = altruisme.
Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan citacita luhur/etos profesi = l’esprit de corpse pour
officium nobile
7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis
moral akibat pengaruh teknologisasi dan
komersialisasi dunia kedokteran.
F. Bidang Kesehatan5
1.
2.
3.
4.
5.
Kode Etik Kedokteran
Kode Etik Keparawatan
Kode Etik Rumah Sakit
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)
Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(MAKERSI)
6. Majelis Kehormatan DISIPLIN Kedokteran
Indonesia (MKDKI)
II. ETIKA & HUKUM
1.
2.
Hukum menurut standar moral yang minimal
larangan-larangan
Etika menurut standar moral yang tertinggi
larangan-larangan dan hal- hal yang
positif dokter kepada pasiennya.
Perbuatan seorang yang profesional
a.
b.
c.
d.
Etis dan legal
Etis tidak legal – tidak ada – kriteria etis melanggar
hukum
Tidak Etis dan legal – dokter mengiklankan diri
Tak Etis dan tidak legal – dokter membuat tagihan
palsu kepada perusahaan
asuransi beaya pengobatan &
perawatan
Kasus : US Supreme Court (Makamah
Agung AS). Memutuskan – Hak
konstitutional seorang wanita untuk
dapat
melakukan aborsi kehamilan
trisemester
pertama
kontroversi moral & etika : - prochoice
- prolife
Keputusan
Medis
Pilar Keputusan Klinis sehari2
-
Keputusan
etis
Indikasi
Biomedik
medik
Keputusan
Medis
Pilar Keputusan Klinis sehari2
-
Keputusan
etis
Infomedik
pilihan pasien
kualitas hidup
fitur kontekstual
Mindset non medis
Struktur PsikoSosio-budaya
Principles-based ethics
Prima Facie
T.Beauchamp & Childress (1994) & Veatch (1989)
Patient’s preference
Beneficence
Non Maleficence
Contextual features
Quality of life
Value-based medicine
Autonomy
Justice
Clinical Decision
EBM
Making
Etika kedokteran; 4 bab
Bab I: Kewajiban umum, pasal 1 -9
Bab II: Kewajiban dokter terhadap pasien,
pasal 10-13
Bab III: Kewajiban dokter terhadap teman
sejawat, pasal 14 – 15
Bab IV: kewajiban dokter terhadap diri
sendiri, pasal 16 dan 17
Pasal 1 : Sumpah dokter
Pasal 2 : Standar profesi tertinggi
Pasal 3 : Tidak dipengaruhi, hilang
kebebasan dan kemandirian profesi
Pasal 4 : Menghindari diri dari sifat memuji
diri
PAsal 5 : hindari nasehat yang
melemahkan daya tahan psikis
Pasal 6 : hati-hati memakai penemuan
baru
Pasal 7
: surat keterangan dan
pendapat yang benar
Pasal 7a
: Pelayanan medis yang
kompeten, dasar moral dan empati
Pasal 7b
: bersikap jujur dan
membantu pelayanan, tetap jujur
Pasal 7c
: hak pasien dan tenaga
kesehatan
Pasal 7d
: kewajiban melindungi hidup
mahluk insani
Pasal 8 : perhatikan kepentingan
masyarakat, promotif,preventif, kuratif dan
rehabilitatif
Pasal 9 : kerjasama didasari saling
menghormati
Pasal 10
: sikap tulus ikhlas – tidak
mampu, rujuk
Pasal 11
: berikan pasien kesempatan
berhubungan dengan keluarga dan
penasehatnya
Pasal 12
: rahasia kedokteran
Pasal 13: memberi pertolongan darurat
Pasal 14
: kesejawatan
Pasal 15
: tidak mengambil alih pasien
teman sejawat
Pasal 16
: jaga kesehatan
Pasal 17
: ikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi kedokteran/
kesehatan
The man who did not want his leg amputated
Physician: This was a 64-year-old man who had had a stroke which had affected his
mental condition, though his awareness was good. He also suffered from diabetes
mellitus and hypertension. One day gangrene was found on his leg with sepsis, high
fever, and it was a progressive gangrene. I advised him and his family to have an
amputation. The family agreed, but the patient did not. The family followed my reasoning,
that is, I did not want the patient to die merely because of gangrene and diabetes. Then I
suggested to the family that if the patient falls into a coma, I would have the right to
undertake a professional intervention to save his life without having to obtain his
approval. Once the patient went into coma, I asked the family to sign the informed
consent for the amputation. The amputation was finally done.
When the patient became conscious, he was delighted because he felt that he had
recovered. He was able to sit and became quite happy and felt that he still had his two
legs. When he became completely conscious, and was about to descend from the bed
and walk, he realized that he had been amputated. He was shocked. He flew into an
extraordinary rage and threatened that he would prosecute me and his family. He was a
former lawyer. He was aware of his rights and he had not permitted that his leg be
amputated.