KAPING PULPA LANGSUNG SUATU PERAWATAN YA

Publikasi pada Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) FKG-Unair (Edisi Khusus
TIMNAS III), 2003, vol 36, hal. 104-109.
KAPING PULPA LANGSUNG: SUATU PERAWATAN YANG BERMANFAAT
UNTUK MEMELIHARA VITALITAS GIGI
Oleh Ardo Sabir
Abstrak
Suatu hal yang selalu menjadi perhatian dalam praktek Kedokteran Gigi ialah
bagaimana memelihara vitalitas gigi. Kaping pulpa langsung merupakan suatu metode
perawatan yang valid di bidang Endodontik hingga saat ini, karena bila perawatan ini
berhasil maka vitalitas dari gigi yang pulpanya terbuka dapat dipertahankan. Para
peneliti mendapatkan bahwa pulpa yang terbuka memiliki kemampuan untuk sembuh
melalui reorganisasi sel dan pembentukan jembatan dentin jika dilakukan pelapisan
biologis secara tepat dan kontaminasi dengan rongga mulut akibat terjadinya kebocoran
dapat dicegah. Saat ini disadari bahwa prognosis yang bervariasi dari kaping pulpa
langsung merupakan masalah utama dalam bidang restorasi. Walaupun mekanismenya
secara spesifik belumlah jelas, namun hingga saat ini kalsium hidroksida [Ca(OH) 2]
masih merupakan bahan kaping yang paling tepat bagi pulpa gigi. Pengamatan jangka
panjang dari perawatan kaping pulpa langsung dengan menggunakan kalsium
hidroksida memperlihatkan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi. Artikel ini akan
mendiskusikan mengenai indikasi dan kontraindikasi perawatan kaping pulpa langsung,
faktor-faktor yang turut mempengaruhi hasil perawatan kaping pulpa langsung,

bagaimana respons sel pulpa terhadap jejas, mekanisme yang mungkin terjadi pada
pembentukan jembatan dentin, dan juga 2 teknik kaping pulpa langsung yang popular
saat ini. Kesimpulan dari artikel ini yaitu: bahwa suatu perawatan kaping pulpa
langsung dapat berhasil apabila kita menyeleksi kasus secara tepat, diperolehnya
keadaan hemostasis, desinfeksi pada daerah pulpa yang terbuka dan daerah kavitas, dan
penutupan yang adekwat pada daerah pulpa yang terbuka dan daerah kavitas.
Kata Kunci: Vitalitas Gigi, Kaping Pulpa Langsung, dan Pembentukan Jembatan
Dentin.
Bagian Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin Makassar
DIRECT PULP CAPPING: A WORTHWHILE TREATMENT TO MAINTAIN
THE VITALITY OF TOOTH
By Ardo Sabir
Abstract
A constant concern in the practice of dentistry is how to maintain the vitality of
tooth. Direct pulp capping is considered a valid treatment method in today’s
endodontics, because successful capping can preserve tooth vitality in an exposed pulp
cavity. Researchers have demonstrated that the exposed pulp possesses an inherent

1


capacity for healing through cell reorganization and dentinal bridge formation when a
proper biologic seal is provided and maintained against leakage of oral contaminants. It
is realized now that the variable prognosis of direct pulp capping is predominately a
restorative issue. Although the specific mechanism is still unclear, until now, calcium
hydroxide [Ca(OH)2] is known as the most promising capping material for pulp. Longterm assessments of direct pulp capping with calcium hydroxide have shown very high
success rates. This review discusses about indications and contraindications for direct
pulp capping treatment, the factors that affect outcome of direct pulp capping treatment,
how the pulp cells responses to injury, the possible mechanisms of dentinal bridge
formation, and also 2 currently popular direct pulp capping techniques. The conclusion
from this review is a successful direct pulp capping treatment can be obtain if we
properly selects the case, obtains hemostasis, disinfects the exposure and the cavity
preparation, and adequately seals the exposure and the cavity preparation.
Key Words: Tooth Vitality, Direct Pulp Capping, and Dentinal Bridge Formation.
Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, Hasanuddin University,
Makassar
PENDAHULUAN
Pulpa gigi merupakan suatu sistem jaringan ikat longgar yang pada dasarnya
mempunyai komposisi yang sama dengan jaringan ikat tubuh lainnya 1. Namun
demikian, jaringan pulpa gigi merupakan jaringan yang unik karena terdapat pada suatu
lingkungan khusus, yaitu dikelilingi oleh struktur jaringan keras dentin, sementum, dan

email

2,3

. Selama struktur jaringan keras ini intak, pulpa tidak mendapat pengaruh yang

merugikan dari jejas yang berasal dari lingkungan rongga mulut, sehingga fungsi pulpa
tetap normal2.
Jejas terhadap pulpa dapat berupa trauma mekanis, suhu yang ekstrim, bahan
kimia, dan bakteri beserta produknya 2-4. Bila pulpa terkena jejas, maka pulpa akan
mengadakan reaksi pertahanan berupa respons inflamasi dan respons imun yang dapat
bersifat permanen maupun temporer. Sifat dari reaksi ini tergantung pada tipe, lama, dan
tingkat keparahan jejas. Pada keadaan temporer, pulpa berusaha mempertahankan
vitalitasnya dengan membentuk jembatan dentin/dentin reparatif, namun disisi lain
pulpa juga memiliki kemampuan pertahanan yang terbatas karena dikelilingi oleh
jaringan dentin yang relatif keras, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan
volumenya kecil4. Oleh karena itu perlu melakukan suatu tindakan agar vitalitas dan
fungsi dari pulpa gigi dapat dipertahankan. Salah satu jenis tindakan yang dapat
dilakukan adalah perawatan kaping pulpa5.


2

Perawatan kaping pulpa merupakan bagian dari perawatan endodontik modern 6,
sehingga perkembangan Ilmu Endodontik juga diikuti dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan mengenai perawatan kaping pulpa7. Dewasa ini dikenal 2 jenis perawatan
kaping pulpa, yaitu perawatan kaping pulpa langsung dan tidak langsung5. Perawatan
kaping pulpa langsung adalah tindakan pemeliharaan pulpa gigi yang terbuka dengan
pemberian bahan pelindung. Bila pulpa gigi tidak terbuka atau masih tertutup oleh
lapisan dentin yang tipis, kemudian diberi bahan pelindung, maka tindakan ini disebut
perawatan kaping pulpa tidak langsung7.
Kaping pulpa langsung sampai saat ini masih merupakan suatu metode perawatan
yang valid di bidang Endodontik, karena bila perawatan ini berhasil maka vitalitas dari
gigi yang pulpanya terbuka dapat dipertahankan. Sejak diperkenalkan pertamakali oleh
Hermann pada tahun 1930, kalsium hidroksida [Ca(OH)2] masih merupakan bahan
pilihan utama yang dipergunakan pada perawatan kaping pulpa langsung. Hal ini
disebabkan karena tingkat keberhasilan perawatan kaping pulpa langsung dengan
menggunakan bahan ini baik secara klinis8-10 maupun secara histologis11-14 sangat tinggi.
Namun demikian, mekanisme kalsium hidroksida dalam merangsang terben- tuknya
jembatan dentin hingga saat ini belum diketahui secara jelas4.
TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu penulis mencoba menjelaskan mengenai
indikasi dan kontraindikasi perawatan kaping pulpa langsung, faktor-faktor yang turut
mempengaruhi hasil perawatan kaping pulpa langsung, bagaimana respons sel pulpa
terhadap jejas, kemungkinan mekanisme pembentukan jembatan dentin, dan juga
2 teknik kaping pulpa langsung yang populer saat ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Grossman dkk15, perawatan kaping pulpa langsung adalah suatu tindakan
perlindungan terhadap pulpa yang sedikit terbuka dengan cara pemberian antiseptik dan
sedatif untuk memberikan kesempatan pulpa memperbaiki diri dan mempertahankan
vitalitas serta fungsi normalnya. Sementara definisi yang agak berbeda dikemukakan
oleh Kopel5 yang menyatakan bahwa perawatan kaping pulpa langsung merupakan
tindakan penempatan suatu bahan berupa obat maupun bukan obat pada pulpa yang
terbuka karena faktor mekanis maupun fraktur.

3

Tujuan perawatan kaping pulpa langsung adalah untuk mempertahankan vitalitas
dan fungsi normal dari jaringan pulpa gigi yang sudah terbuka1.
INDIKASI


DAN

KONTRAINDIKASI

PERAWATAN

KAPING

PULPA

LANGSUNG
Keberhasilan perawatan kaping pulpa langsung sangat dipengaruhi oleh seleksi
gigi yang akan dirawat. Menurut Seltzer dan Bender 1, Harty6, serta Nicholls7, gigi yang
akan dirawat harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: (1) pulpa terbuka oleh
karena kesalahan dalam pemakaian instrumen saat preparasi kavitas (iatrogenic) atau
karena akibat trauma, (2) ukuran pulpa yang terbuka harus kecil, yakni tidak lebih dari
1 mm2, (3) pulpa yang terbuka akibat proses karies bukan merupakan indikasi karena
pulpa sudah terinfeksi oleh bakteri, (4) usia dari pulpa (tingkat keberhasilan perawatan
lebih tinggi pada gigi permanen usia muda, oleh karena pulpa memiliki suplai darah
yang baik), dan (5) tidak ada rasa sakit spontan, oleh karena bila timbul rasa sakit

spontan maka tingkat keberhasilan perawatan akan lebih rendah. Persyaratan yang agak
berbeda dikemukakan oleh Kopel5 yang mengatakan bahwa perawatan kaping pulpa
langsung dapat dilakukan bila: (1) gigi dengan rasa sakit yang tumpul pada waktu
makan, tanpa disertai rasa sakit spontan, (2) secara klinis tampak lesi karies dengan
pulpa yang terbuka minimal, mobilitas gigi normal, gingiva sekitar gigi sehat, dan
warna gigi normal, dan (3) dari pemeriksaan radiologis terlihat lesi karies yang meluas
kearah pulpa disertai terbukanya atap pulpa, ligamentum periodontal normal, dan tidak
ada gambaran radiolusen disekitar apeks maupun bifurkasi gigi.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PERAWATAN KAPING PULPA LANGSUNG
Selain ditentukan oleh seleksi dari gigi yang akan dirawat, terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan karena turut mempengaruhi keberhasilan perawatan kaping
pulpa langsung, yaitu: (1) ukuran pulpa yang terbuka, (2) lokasi terbukanya pulpa,
(3) fragmen dentin, (4) kontrol perdarahan, (5) kontaminasi bakteri, dan (6) kontaminasi
saliva.
Keberhasilan perawatan kaping pulpa langsung pada manusia akan berkurang bila
ukuran dari pulpa yang terbuka besar (lebih dari 1 mm 2). Hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri sehingga inflamasi yang terjadi lebih

4


berat16,17. Selain itu, jaringan pulpa yang rusak dan perdarahan yang terjadi juga akan
banyak1.
Lokasi terbukanya pulpa turut mempengaruhi prognosis dari perawatan kaping
pulpa langsung. Bila terbukanya pulpa pada daerah servikal gigi atau pada akar gigi
yang memiliki ruang pulpa yang sempit, maka dapat terjadi pemisahan pulpa menjadi
2 bagian. Pulpa yang berada diatas jembatan dentin tidak mendapat suplai darah
sehingga dapat terjadi abses intrapulpa atau nekrosis17,18. Keberhasilan perawatan kaping
pulpa langsung akan lebih tinggi bila lokasi terbukanya pulpa terjadi pada permukaan
bukal atau oklusal gigi19.
Pada saat dilakukan preparasi kavitas, fragmen dentin dapat terdorong masuk
kedalam pulpa secara tidak sengaja5. Peranan dari fragmen dentin dalam mempengaruhi
keberhasilan perawatan kaping pulpa langsung masih merupakan kontroversi. Beberapa
peneliti berpendapat bahwa fragmen dentin berperan pada pembentukan jembatan
dentin, sedangkan peneliti lainnya mengatakan bahwa fragmen dentin merupakan
sumber inflamasi dan pembentukan abses17,20. Penelitian oleh Kalnins dan Frisbie 21
menunjukkan bahwa fragmen dentin mengganggu proses penyembuhan pulpa oleh
karena pembentukan jembatan dentin tidak terjadi atau tidak sempurna. Sementara
peneliti lain melaporkan bahwa fragmen dentin berperan dalam pembentukan jembatan
dentin20, karena mempercepat terjadinya kalsifikasi pada bagian pulpa yang terbuka21.
Perdarahan yang terjadi saat perawatan kaping pulpa langsung harus dapat

dikontrol oleh karena darah dapat berperan sebagai suatu barrier sehingga tidak terjadi
kontak antara bahan kaping dengan jaringan pulpa 5,22. Hal ini mengakibatkan proses
penyembuhan pulpa terhambat23. Penelitian oleh Schroder24 mendapatkan bahwa
insidens pembentukan jembatan dentin berkurang hingga 54% bila terdapat darah.
Darah atau produk degradasinya juga dapat merupakan substrat yang baik bagi
pertumbuhan bakteri sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi kronis, resorpsi
internal, maupun nekrosis pada pulpa5,22,23. Bila perdarahan yang terjadi cukup banyak,
maka dapat terbentuk bekuan darah atau membran fibropurulen yang tebal. Membran
ini menyebabkan terjadinya perpindahan jaringan granulasi sehingga diferensiasi sel
odontoblas dan sel fibroblas untuk membentuk dentin reparatif ektopik terjadi pada
tempat yang salah, misalnya pembentukannya lebih banyak pada kavitas preparasi
dibandingkan pada bagian pulpa yang terbuka20.

5

Kontaminasi bakteri harus sedapat mungkin dicegah karena mempengaruhi
keberhasilan dari perawatan kaping pulpa langsung. Hal ini dapat diketahui dari penelitian Kakehashi dkk25 terhadap tikus bebas kuman dan tikus konvensional. Pada pulpa
gigi molar tikus bebas kuman yang terbuka akibat jejas mekanis terjadi pembentukan
jembatan dentin pada minggu ke-2, walaupun gigi tersebut tidak ditumpat, sedangkan
pada tikus konvensional terjadi nekrosis dan pembentukan abses periapikal.

Kontaminasi bakteri pada pulpa dapat terjadi saat dilakukan perawatan kaping pulpa
langsung, yaitu melalui smear layer atau tubulus dentin yang terbuka saat preparasi 3,23.
Penelitian Cotton26 menunjukkan bahwa respons inflamasi yang terjadi pada pulpa
akibat adanya jejas mekanis lebih ringan dibanding bila jejas mekanis tersebut disertai
oleh adanya kontaminasi bakteri. Walaupun gigi telah ditumpat, kontaminasi bakteri
pada pulpa masih dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena terjadinya kebocoran mikro
(microleakage) pada pertemuan antara smear layer dengan semen/varnis atau antara
permukaan

semen/varnis

dengan

bahan

tumpatan

sehingga

bakteri


dapat

berkembangbiak dibawah tumpatan23,27.
Kontaminasi saliva pada pulpa dapat terjadi baik pada saat maupun setelah
dilakukan perawatan kaping pulpa langsung. Semakin lama terjadi kontaminasi saliva,
maka semakin besar pula kemungkinan bakteri masuk kedalam pulpa, sehingga
inflamasi yang terjadi juga semakin hebat28. Penelitian oleh Cvek dkk29 menunjukkan
bahwa inflamasi pada pulpa yang terbuka setelah preparasi lebih dalam bila disertai
kontaminasi saliva.
RESPONS SEL PULPA TERHADAP JEJAS
Jaringan pulpa gigi adalah jaringan ikat longgar yang sebenarnya tidak berbeda
dengan jaringan ikat longgar lainnya, kecuali bahwa pulpa gigi tidak memiliki epitel
dan mempunyai sel yang khas, yaitu sel odontoblas yang tidak dipunyai oleh jaringan
ikat lainnya3,30. Sehubungan dengan kondisi tersebut, dapat dikatakan bahwa respons
yang terjadi pada proses penyembuhan luka pada kulit mirip dengan yang terjadi pada
pulpa gigi. Bila pulpa terbuka akibat jejas mekanis, maka akan terjadi: (1) respons
inflamasi, dan (2) respons sel fibroblas dan sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi.
Respons inflamasi diawali dengan dilatasi pembuluh darah diikuti oleh udem dan
akumulasi sel leukosit polimorfonuklear (polymorphonuclear leukocytes). Berat ringannya respons inflamasi ini tergantung dari jumlah jaringan yang mengalami kerusakan

6

dan ada/ tidaknya bakteri. Bila terdapat bakteri, maka sel netrofil akan tampak sekitar
12-24 jam setelah terjadi jejas; namun bila tidak, maka tampak sel makrofag sekitar 48
jam – 5 hari setelah timbul jejas. Sel makrofag berperan dalam proses fagositosis sel
bakteri; selain itu, sel makrofag juga mensekresi berbagai macam protein atau peptida,
termasuk mitogen spesifik bagi sel fibroblas. Bila jumlah sel makrofag sedikit, maka sel
fibroblas juga sedikit, sehingga kecepatan penyembuhan juga menjadi lambat31.
Sel fibroblas yang tidak mengalami kerusakan dan sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi (undifferentiated mesenchymal cell) akan berdiferensiasi menghasilkan
sel fibroblas baru. Sel fibroblas baru ini akan mengalami proliferasi untuk membentuk
kolagen yang selanjutnya mengalami mineralisasi untuk membentuk jembatan dentin 1,31.
Penelitian oleh Fitzgerald32 dengan menggunakan 3H-thymidine pada kera menunjukkan
bahwa terdapat 3 tahap respons selular bila pulpa terbuka akibat jejas mekanis, yakni:
(1) terjadinya lisis dan pecahnya bekuan darah yang terdapat pada pulpa yang terbuka
oleh sel makrofag, (2) invasi sel fibroblas dan sel endotelial ke daerah bekuan darah,
dan (3) organisasi sel fibroblas dan sel endotelial serta diferensiasi sel odontoblas.
KEMUNGKINAN MEKANISME PEMBENTUKAN JEMBATAN DENTIN
Secara klinis, perawatan kaping pulpa langsung dikatakan berhasil bila: (1) pulpa
tetap vital, (2) tidak ada rasa sakit, dan (3) sensitifitas terhadap rangsang dingin atau
panas minimal5, sedangkan pada pemeriksaan histologis, keberhasilan perawatan
berdasarkan pada terbentuknya jembatan dentin1. Sebagian besar peneliti memakai
kriteria ini karena jembatan dentin: (1) bertindak sebagai suatu barrier untuk
melindungi jaringan pulpa dari jejas lebih lanjut sehingga pulpa tidak mengalami
inflamasi dan tetap vital1,7, dan (2) jembatan dentin memperlihatkan fungsi sel
odontoblas pada daerah pulpa yang terbuka. Dalam hal ini, sel odontoblas diketahui
merupakan indikator keadaan pulpa33.
Pembentukan jembatan dentin dapat dibagi atas 4 tahap, yaitu: (1) tahap eksudasi
(1-5 hari setelah perawatan), (2) tahap proliferasi (3-7 hari setelah perawatan), (3) tahap
pembentukan osteodentin (5-14 hari setelah perawatan), dan (4) tahap pembentukan
dentin tubular (lebih dari 14 hari setelah perawatan)34.
Mekanisme terbentuknya jembatan dentin hingga saat ini belumlah diketahui
secara pasti, namun demikian Yamamura34 dan Tziafas35 mengajukan mekanisme yang
mungkin terjadi pada pembentukan jembatan dentin. Menurutnya, terdapat 2 meka-

7

nisme pembentukan jembatan dentin yang berbeda pada pulpa gigi yang terbuka akibat
jejas mekanis. Mekanisme ke-1, yaitu sel odontoblas yang berada pada daerah yang
mengalami jejas mengalami degenerasi yang berlanjut menjadi nekrosis. Sel-sel lain
yang terdapat pada jaringan pulpa seperti sel endotel, sel perisit, dan terutama sel
fibroblas yang tidak mengalami jejas akan mengalami mitosis (replikasi DNA) secara
intensif pada siklus sel dan menjadi sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi
(dediferensiasi). Mekanisme ini dibantu oleh sel odontoprogenitor yang mengalami
metaplasia. Sel ini kemudian memerlukan faktor induksi (multipotensial) untuk
berdiferensiasi kembali (rediferensiasi) menjadi sel odontoblas/sel pulpa yang baru
(Gambar 1). Penelitian oleh Fitzgerald dkk36 menunjukkan bahwa paling sedikit
diperlukan 2 kali replikasi DNA dari sel pulpa pada siklus sel setelah tindakan kaping
pulpa langsung sebelum sel tersebut bermigrasi dan menempati tempat ekspresinya
sebagai fenotip baru.

Fase proliferasi

Fase fungsional

M

induksi

G2
Siklus sel
Sel premesenkimal
yang tidak berdiferensiasi

rediferensiasi

Pulpa reparatif
G0 sel odontoblas
sel fibroblas (pulpoblas)
sel endotelial
perisit

G1
Pulpa mengalami jejas
G0 sel fibroblas (pulpoblas)

Sel mesenkimal
tidak berdiferensiasi

S

dediferensiasi

sel endotelial
perisit

jejas

(sel odontoblas

degenerasi)

Gambar 1. Skema sel-sel pulpa yang mengalami mitosis menjadi sel odontoblas bila
pulpa mengalami jejas. M = fase mitosis, S = fase sintesis DNA, G = celah
(gap), G1
G0 = rediferensiasi, G0
G1 = dediferensiasi
Sumber: Pustaka no 34
Selanjutnya sel yang telah mengalami rediferensiasi (fenotip baru), terutama sel
fibroblas, akan menghasilkan serabut kolagen yang kemudian membentuk suatu lapisan
pada tempat yang mengalami jejas. Lapisan kolagen ini pada akhirnya akan mengalami
mineralisasi membentuk dentin tubular. (Gambar 2)31,34.
Mekanisme yang ke-2, yaitu sel odontoprogenitor yang terdapat subodontoblastik
daerah kaya sel pulpa yang berasal dari sel preodontoblas, akan mengalami diferensiasi
terminal menjadi sel odontoblas bila mendapat rangsangan berupa signal molekul yang

8

spesifik tanpa mereplikasi DNA-nya. Sel odotoblas ini selanjutnya akan membentuk
osteodentin (Gambar 2)31,34,35. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa
jembatan dentin pada dasarnya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan tubular yang
berbatasan langsung dengan pulpa gigi dan diatasnya terbentuk lapisan osteodentin. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Demarco dkk37.

Pulpa

Jembatan dentin
Sel odontoprogenitor

dediferensiasi

Osteodentinoblas

Osteodentinosit

Osteo
dentin

diferensiasi

Sel pulpa
Sel mesenkimal yang
tidak berdiferensiasi

Sel odontoprogenitor

rediferensiasi
Sel odontoprogenitor
mengalami metaplasia

Sel odontoblas baru

Dentin tubular

diinduksi oleh matriks osteodentin
matriks dentin (debris dentin saat preparasi)
kalsium hidroksida ?
jaringan nekrosis ?
lingkungan mikro pulpa gigi ?

Gambar 2. Skema dinamika sel pulpa pada pembentukan jembatan dentin.
Sumber: Pustaka no 34
TEKNIK KAPING PULPA LANGSUNG
Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dalam usaha
menemukan bahan maupun teknik kaping pulpa langsung yang baru. Kalsium
hidroksida selama ini merupakan bahan kaping yang paling sering digunakan dengan
teknik konvensional (Gambar 3). Akhir-akhir ini, beberapa peneliti melaporkan keberhasilan klinis penggunaan dentin bonding agent sebagai bahan kaping37-39 dengan
menggunakan teknik etsa total (Gambar 3)40,41.

PULPA TERBUKA

9

Hemostasis
Desinfeksi Kavitas
Teknik Kalsium Hidroksida

Teknik Etsa Total

Kalsium Hidroksida

Etsa
Dentin Bonding System

Resin Modified Glass Ionomer

ZOE

RESTORASI
Gambar 3. Skema Prosedur kaping pulpa langsung dengan menggunakan teknik
konvensional (kiri) dan teknik etsa total (kanan).
Sumber: Pustaka no 40 modifikasi oleh Ardo Sabir.
Dentin bonding agent akan membentuk lapisan hibrid42. Lapisan ini terbentuk
akibat hilangnya smear layer dan terjadinya demineralisasi dentin pada saat etsa asam,
yang diikuti oleh infiltrasi resin adesif kedalam matriks dentin yang telah mengalami
demineralisasi pada saat aplikasi dentin bonding agent yang akan menutupi jaringan
kolagen dentin yang terbuka43. Beberapa peneliti menemukan terjadinya penyembuhan
dan terbentukya jembatan dentin pada pulpa dengan menggunakan dentin bonding
agent sebagai bahan kaping 37-39.
PEMBAHASAN
Suatu hal yang selalu menjadi perhatian dalam praktek Kedokteran Gigi ialah
bagaimana memelihara vitalitas gigi. Kaping pulpa langsung merupakan suatu metode
perawatan yang biasa kita lakukan dalam upaya mempertahankan vitalitas dan fungsi
dari gigi. Namun demikian, prognosis dari gigi yang mendapatkan perawatan ini sangat
bervariasi sehingga masih merupakan masalah bagi para klinisi.

10

Perawatan kaping pulpa langsung hanya dapat dilakukan pada gigi vital yang
pulpanya terbuka akibat trauma atau karena kesalahan dalam pemakaian instrumen dan
tidak mengalami kelainan, dan tidak dilakukan pada gigi yang pulpanya terbuka akibat
karies1,6,7. Selain harus melakukan seleksi kasus secara cermat, kita harus pula memperhatikan beberapa faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan perawatan ini.
Perdarahan yang terjadi saat dilakukan perawatan kaping pulpa langsung harus
dapat dikontrol, oleh karena darah dapat berperan sebagai barrier sehingga kontak
antara bahan kaping dengan jaringan pulpa tidak terjadi 5,22. Kontak antara bahan kaping
dengan jaringan pulpa merupakan tahapan yang penting untuk diperhatikan karena
semakin baik kontak yang terjadi, maka keberhasilan perawatan akan semakin besar 20.
Selain itu, darah atau produk degradasinya juga merupakan substrat bakteri sehingga
mengakibatkan timbulnya inflamasi kronis, resorpsi internal, maupun nekrosis pada
pulpa5,22,23. Keadaan hemostasis dapat diperoleh dengan cara mencuci kavitas dengan
larutan salin steril dan mengeringkannya dengan paper point atau cotton pellet41. Bila
keadaan hemostasis sulit diperoleh, maka perawatan endodontik harus dipertimbangkan20.
Setelah keadaan hemostasis diperoleh, maka perlu dilakukan desinfeksi menggunakan desinfektan pada daerah pulpa yang terbuka dan daerah kavitas sehingga
diperoleh suatu kondisi kavitas yang steril. Tindakan ini penting dilakukan karena
penyebab utama kegagalan perawatan kaping pulpa langsung berupa timbulnya
inflamasi atau nekrosis pada gigi setelah perawatan disebabkan karena prosedur
perawatan yang tidak steril dan/atau terdapat infiltrasi mikro pada pulpa melalui tubulus
dentinalis8,44. Hal ini terjadi akibat adanya kontaminasi bakteri maupun saliva sebelum,
pada saat, maupun setelah dilakukan prosedur perawatan23,27. Untuk memperkecil
kemungkinan kontaminasi maka dapat dilakukan pemasangan rubber dam selama
dilakukan prosedur restorasi atau dipasang segera setelah terjadi terbukanya pulpa
gigi41.
Penggunaan dentin bonding agent dengan teknik etsa total telah terbukti mampu
merangsang terbentuknya jembatan dentin37-40. Para peneliti berpendapat bahwa
keberhasilan ini berhubungan dengan kemampuan dari pulpa untuk sembuh melalui
reorganisasi sel20,25,34,45 dan/atau kemampuan dari bahan resin ini dalam mencegah
terbentuknya celah antara bahan tumpatan dengan permukaan gigi, sehingga

11

kontaminasi bakteri melalui kebocoran mikro dapat dihindari40,46. Mekanisme lain yang
mungkin, yaitu:38,39,47,48. (1) Dentin bonding agent melepaskan substansi yang dapat
menyebabkan terjadi suatu stimulus yang intensitasnya rendah pada pulpa. Stimulus ini
penting untuk terbentuknya jembatan dentin, (2) Terbentuknya lapisan hibrid yang
melekat pada pulpa, dan (3) Terjadinya demineralisasi dentin akibat etsa asam yang
diikuti aplikasi dentin bonding agent menyebabkan pelepasanan faktor pertumbuhan
[TGF β (Transforming Growth Factor β), BMP (Bone Morphogenetic Protein)-2 dan 4].
Kedua faktor pertumbuhan ini akan berperan dalam menstimulasi proliferasi dan
diferensiasi sel pulpa selama proses perbaikan dentin.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa suatu perawatan kaping
pulpa langsung dapat berhasil apabila kita menyeleksi kasus secara tepat, diperolehnya
keadaan hemostasis, desinfeksi pada daerah pulpa yang terbuka dan daerah kavitas, dan
penutupan yang adekwat pada daerah pulpa yang terbuka dan daerah kavitas.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Seltzer S, Bender IB. Pulp capping and pulpotomy. Dalam S Seltzer, IB Bender
(eds). The dental pulp: biologic considerations in dental procedures. 3rd ed.
Philadelphia: JB Lippincott Co.1984; pp.252-9.
2. Bergenholtz G. Pathogenic mechanisms in pulpal disease. J Endod. 1990; 16: 98101.
3. Kettering JD, Torabinejad M. Microbiology and immunology. Dalam S Cohen, RC
Burns (eds). Pathways of the pulp. 6th ed. St.Louis: CV Mosby Co. 1994; p.363.
4.
Sazak H, Günday M, Alatli C. Effect of calcium hydroxide and combinations of
ledermix and calcium hydroxide on inflamed pulp in dog teeth. J Endod. 1996; 22:
447-9.
5.
Kopel HM. Pediatric endodontics. Dalam JI Ingle, LK Bakland (eds).
Endodontics.
4th ed. Baltimore: Lea and Febiger.1994; pp. 837-40.
6.
Harty FJ. Endodontics in clinical practice. 2nd ed. Bristol: John Wright and Sons
Ltd. 1976; pp.48-53.
7.
Nicholls E. Endodontics. 3thed. Bristol: Wright. 1984; pp.42-3.
8.
Baume LJ, Holz J. Long term clinical assessment of direct pulp capping. Int
Dent J. 1981; 31: 251-7.
9.
Fitzgerald M, Heys RJ. A clinical and histological evaluation of conservative
pulpal therapy in human teeth. Oper Dent. 1991; 16: 101-12.
10.
Caliaskan MK. Pulpotmy of carious vital teeth with periapical involvement. Int
Endod J. 1995; 28: 172-5.
11.
Holland R, De Souza V, De Mello W, Nery MJ, Bernabé PFE, Otoboni Filho
A.Permeability of the hard tissue bridge formed after pulpotomy with calcium
hydroxide: A histological study. J Am Dent Assoc. 1979; 99: 472-5.

12

12.

Stanley HR, Pameijer CH. Pulp capping with a new visible light-curing calcium
hydroxide composition (Prisma VLC Dycal). Oper Dent. 1985; 10: 156-63.
13.
Cox CF, Bergenholtz G, Heys DR, Syed SA, Fitzgerald M, Heys RJ. Pulp
capping of dental pulp mechanically exposed to oral microflora: A 1 – 2 year
observation of wound healing in the monkey. J Oral Pathol. 1985; 14: 156-67.
14.
Pitt-Ford TR, Roberts GJ. Immediate and delayed direct pulp capping with the
use of a new visible light-cured calcium hydroxide preparation. Oral Surg Oral Med
Oral Path. 1991; 71: 338-42.
15.
Grossman LI, Oliet S, Del Rίo CE. Endodontic practice. 11th ed. Philadelphia:
Lea and Febiger. 1988; pp.243-53.
16.
Mc Donald RE, Avery DR. Treatment of deep caries, vital pulp exposure, and
pulpless teeth in children. Dalam RE Mc Donald, DR Avery (eds). Dentistry for the
child and adolescent. 3rd ed. St Louis: The CV Mosby Co. 1978; pp.266-76.
17.
Camp JH. Pediatric endodontic treatment. Dalam S Cohen, RC Burns (eds).
Pathways of the pulp. 6th ed. St Louis: CV Mosby Co. 1994; pp.265-77.
18.
Hørsted P, El Attar K, Langeland K. Capping of monkey pulps with dycal and a
ca-eugenol cement. Oral Surg Oral Med Oral Path. 1981; 52: 531-53.
19.
Pereira JC, Stanley HR. Pulp capping: influence of the exposure site on pulp
healing-histologic and radiographic study in dogs’ pulp. J Endod. 1981; 7: 213-23.
20.
Stanley HR. Pulp capping: conserving the dental pulp-can it be done? Is it worth
it?. Oral Surg Oral Med Oral Path. 1989; 68: 628-39.
21.
Kalnins V, Frisbie HE. The effect of dentin fragments on the healing of the
exposed pulp. Arch Oral Biol. 1960; 2: 96-103.
22.
Schuurs AHB, Gruythuysen RJM, Wesselink PR. Pulp capping with adhesive
resin-based composite vs calcium hydroxide: a review. Endod Dent Taumatol. 2000;
16: 240-50.
23.
Lim KC, Kirk EEJ. Direct pulp capping: a review. Endod Dent Traumatol.1987;
3: 213-9.
24.
Schroder U. Effect of an extra-pulpal blood clot on healing following
experimental pulpotomy and capping with calcium hydroxide. Odontol Revy. 1973;
24: 257-69.
25.
Kakehashi S, Stanley HR, Fitzgerald RJ. The effects of surgical exposures of
dental pulps in germ-free and conventional laboratory rats. Oral Surg Oral Med
Oral Path. 1965; 20: 340-9.
26.
Cotton WR. Bacterial contamination as a factor in healing of pulp exposures.
Oral Surg Oral Med Oral Path.1974; 38: 441-50.
27.
Kim S, Trowbridge HO. Pulpal reaction to caries and dental procedures. Dalam
S Cohen, RC Burns (eds). Pathways of the pulp. 6thed. St.Louis: CV Mosby Co.
1994; pp. 427-9.
28.
Cox CF, Bergenholtz G, Fitzgerald M, Heys DR, Heys RJ, Avery JK, Baker JA.
Capping of the dental pulp mechanically exposed to the oral microflora - a 5 week
observation of wound healing in the monkey. J Oral Pathol. 1982; 11: 327-35.
29.
Cvek M, Cleaton-Jones PE, Austin JC, Andreasen JO. Pulp reactions to exposure
after experimental crown fractures or grinding in adult monkeys. J Endod. 1982; 8:
391-7.
30.
Torneck CD. Dentin-pulp complex. Dalam A.R.Ten Cate (eds). Oral histology:
development, structure, and function. 2nd ed, St Louis: The CV Mosby Co. 1985; pp.
146-69.

13

31.

Cate ART. Repair and regeneration of dental tissue. Dalam AR Ten Cate (eds).
Oral histology: development, structure, and function. 2nd ed. St Louis: The CV
Mosby Co. 1985; pp.390-5.
32.
Fitzgerald M. Cellular mechanics of dentinal bridge repair using 3H-Thymidine.
J Dent Res. 1979; 58: 2198-206.
33.
Watts A, Paterson RC. A comparison of pulp responses to two different materials
in the dog and the rat. Oral Surg Oral Med Oral Path. 1981; 52l: 648-52.
34.
Yamamura T. Differentiation of pulpal cells and inductive influences of various
matrices with reference to pulpal wound healing. J Dent Res (Spec Iss), 1985; 64:
530-40.
35.
Tziafas D. Basic mechanisms of cytodifferentiation and dentinogenesis during
dental pulp repair. Int J Dev Biol.1995; 39: 281-90.
36.
Fitzgerald M, Ghiego Jr JD, Heys R. Autoradiographic analysis of odontoblast
replacement following pulp exposure in promate teeth. Arch Oral Biol. 1990; 35:
707-15.
37.
Demarco FF, Tarquinio SBC, Jaeger MMM, de Araújo VC, Matson E. Pulp
response and cytotoxicity evaluation of 2 dentin bonding agents. Quintessence Int.
2001; 32: 211-20.
38.
Onoe N. Study of adhesive bonding system as a direct pulp capping agent. J Jap
Conserv Dent. 1994; 37: 429-66.
39.
Heitmann T, Unterbrink G. Direct pulp capping with a dentinal adhesive resin
system: A pilot study. Quintessence Int. 1995; 26: 765-70.
40.
Cox CF, Hafez AA, Akimoto N, Otsuki M, Suzuki S, Tarim B. Biocompatibility
of primer, adhesive and resin composite systems on non-exposed and exposed pulps
of non-human primate teeth. Am J Dent. 1998; 11: 555-63.
41.
Stockton LW. Vital pulp capping: A worthwhile procedure. J Can Dent Assoc.
1999; 65: 328-31.
42.
Eick JD, Gwinnett AJ, Pashley DH, Robinson SJ. Current concepts on adhesion
to dentin. Crit Rev Oral Biol Med. 1997; 8: 306-35.
43.
Nakabayashi N, Kojima K, Masuhara E. The promotion of adhesion by the
infiltration of monomers into tooth substrates. J Biomed Mater Res. 1982; 16: 26573.
44.
Bergenholtz G, Cox CF, Loersche WJ, Syed SA. Bacterial leakage around dental
restorations: its effect on the dental pulp. J Oral Pathol. 1982; 11: 439-50.
45.
Cox CF. Biocompatability of dental materials in the absence of bacterial
infection. Oper Dent. 1987; 12: 146-52.
46.
Tsuneda Y, Hayakawa T, Yamamoto H, Ikemi T, Nemoto K. A histopathological
study of direct pulp capping with adhesive resins. Oper Dent. 1995; 20: 223-9.
47.
Shirakawa M, Shiba H, Nakanishi K, Ogawa T, Okamoto H, Nakashima K,
Noshiro M, Kato Y.Transforming growth factor-beta-1 reduces alkaline phosphatase
m RNA and activity and stimulates cell proliferation in cultures of human pulp cells.
J Dent Res. 1994; 73: 1509-14.
48.
Nakashima M. Induction of dentin formation on canine amputated pulp by
recombinant human bone morphogenetic protein (BMP)-2 and -4. J Dent Res. 1994;
73: 1515-22.

14

15

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON MUTU TINGGI DENGAN METODE PERAWATAN STEAM CURING DAN KONVENSIONAL

5 48 17

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN TEKNIK ICE BREAKING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 5 SDN SITIREJO 04 KABUPATEN MALANG

7 73 22

ASPEK YURIDIS PENYELESAIAN PERMOHONAN CERAI TALAK OLEH SUAMI YANG BERSTATUS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) TANPA SURAT IZIN ATASAN LANGSUNG

1 17 60

E RB E DA AN P E RI L AKU S E KS UA L RE M AJA YA NG M E NGI KUT I DA N T I DA K M E NGI KUT I P USAT I NF ORM ASI DA N KO S E L I NG RE M AJA ( P I K R ) P AD A RE M AJA S M U DI KAB UP AT E N JE M B E R

0 21 18

HUBUNGAN PEMBERIAN JAMINAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA TENAGA KERJA LANGSUNG PERUSAHAAN KECAP CAP "TAWON" MADIUN

0 22 152

KAJIAN TEMA DALAM ANTOLOGI CERPEN BANTEN SUATU KETIKA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

1 51 51

SYARAT CUKUP UNTUK MEMINIMALKAN PENYEBARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PADA SUATU KOMUNITAS

0 9 34

ANALISIS BIAYA DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMPRODUKSI SENDIRI, MEMBELI BARANG SETENGAH JADI ATAU MEMBELI PRODUK JADI UNTUK MEMENUHI SUATU PESANAN GUNA MENINGKATKAN LABA (Studi Kasus Pada CV.Nanda)

4 61 47

PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN BAGI TAHANAN SEBAGAI BAGIAN PROGRAM PERAWATAN TAHANAN DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BANDAR LAMPUNG

0 20 55