Polemik Antara Australia dan Indonesia

TUGAS KELOMPOK MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

POLEMIK ANTARA AUSTRALIA DAN INDONESIA DALAM KASUS PENCEMARAN

LINGKUNGAN TRANSNASIONAL SEBAGAI AKIBAT DARI TUMPAHAN MINYAK MONTARA

Dosen: Dr. M. Ali Hanafiah S, S.H., M.H.

Disusun oleh:

KELOMPOK 4

1. Rarenzan Widita

2. Nada Siti Salsabila

3. Ambar Rukmana Sari

4. Mallyyas Muhamad Krisna

5. Ayu Diah Khaerani

6. Aimee Thaliasya

7. M Rizki Hidayat

8. Gede Bayu Surya

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2017

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum Lingkungan yang berjudul “Makalah tentang Polemik Antara Australia dan Indonesia dalam Kasus Pencemaran Lingkungan Transnasional sebagai Akibat dari Tumpahan Minyak Montara” dapat selesai seperti waktu yang telah ditentukan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Seperti peribahasa

“Tak ada gading yang tak retak.” Maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di masa yang akan datang dan dapat membangun kami.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi

kelangsungan hidup di dunia ini. 1 Sumber daya alam harus dijamin kelestariannya antara lain dengan tetap mempertahankan lingkungan laut. Di dalam mengupayakan laut misalnya

penangkapan ikan, jenis ikan yang berlebihan dengan menggunakan pukat harimau sangatlah berbahaya dan dapat menimbulkan kepunahan itu tidak dapat dirasakan dalam

jangka waktu yang pendek. 2 Lahirnya konsepsi hukum laut internasional tidak dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan hukum laut internasional yang mengenal pertarungan

antara dua konsepsi, yaitu: Res Communis , yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia, dan karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing- masing negara; Res Nulius , yang menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memiliki, dan

karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing- masing negara. 3 Disisi lain pengakuan dunia internasional kepada Indonesia sebagai negara kepulauan

yang telah diperjuangkan sejak 1959 melalui Deklarasi Djuanda telah meletakkan dasar bagi Bangsa Indonesia sebagai kesatuan kewilayahan yang berbentuk kepulauan dan merupakan satu kesatuan dari seluruh wilayah darat, laut, termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya, serta udara diatasnya. Deklarasi tersebut telah diperkuat secara internasional dengan berlakunya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa ( United Nation Convention on the Law of the Sea ) UNCLOS tahun 1982, sehingga luas wilayah laut Indonesia menjadi 5,8 juta kilometer persegi, dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000

km dan jumlah pulau 17.504 pulau. 4 Terbagi atas sekitar 0.8 juta km perairan territorial;

2.3 juta km perairan nusantara dan seluas 2.7 juta km mendapatkan kewenangan memanfaatkan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dalam hal eksplorasi, eksploitasi, dan

1 Novia Kusma Ningsih, Pertanggungjawaban Negara Terhadap Pencemaran Laut Timor oleh Tumpahan Minyak Australia Berdasarkan UNCLOS III 1982 dan Hukum Lingkungan Internaional, Jom Fakultas Hukum Volume III No

1 Februari 2016, hlm. 1. Lihat juga dalam J.G.Strake, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 1999), hlm. 3. 2 Ibid., hlm. 1. Lihat juga dalam P. Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, (Jakarta, Rineka Cipta, 1991), hlm. 31. 3 Ibid., hlm. 2. Lihat juga dalam Didik Mohammad Sodik, Hukum laut Internasional, (Bandung: Refika Aditama,

2011), hlm. 2. 4 Ibid.

pengelolaan sumber daya hayati dan nonhayati. 5 Segala bentuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di laut, tidak terlepas dari pencemaran lingkungan. Seperti dalam Undang-

Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) kita perlu mengkaji lebih jauh, karna hal tersebut tidak luput dari pertanggungjawaban ( liability ). Masalah yang timbul sejak tahun 1960-an adalah masalah pengotoran laut karena minyak atau karena bahan-bahan yang berbahaya lainnya, misalnya bahan-bahan toxic , radio aktif, dan lain-lain. Masalah ini mulai terasa sejak semakin banyaknya dibuat kapal-kapal yang digerakkan oleh tenaga nuklir atau kapal-kapal yang membawa bahan-bahan atau senjata nuklir. Sejak tahun 1967 muncul zaman kapal-kapal tangki raksasa, terutama sejak ditutupnya Suez Canal karena perang Arab-Israel, dimana telah menyebabkan dibuatnya kapal-kapal tangki raksasa untuk membawa minyak,

khususnya dari Timur Tengah ke Eropa Barat. 6 Sumber pencemaran laut oleh kapal yang berbahaya adalah masuknya minyak kedalam

laut yang berasal dari kapal yang berlayar diperairan suatu negara, baik yang terjadi secara sengaja sebagai akibat pembersihan tanki-tanki atau pembuangan minyak residu atau pun yang terjadi tidak dengan sengaja disebabkan kebocoran yang terjadi pada kapal yang sudah tua. Tumpahan minyak merupakan salah satu jenis pencemaran yang pengaruhnya cukup besar dalam waktu jangka panjang. Pencemaran minyak dari kapal biasanya disebabkan dua hal, yang pertama dikarenakan unsur ketidaksengajaan orang-orang yang berada dalam kapal seperti tank yang bocor akibat gesekan benda dalam laut (terumbu karang atau besi kapal yang dulu pernah tenggelam di laut tersebut) sehingga menyebabkan kerusakan pada badan kapal atau tanki minyak. Lepasnya crude oil di perairan lepas pantai mengakibatkan limbah tersebut dapat tersebar tergantung kepada gelombang air laut. Penyebaran limbah dapat berdampak pada beberapa negara. Kedua, mereka memang sengaja membuang minyak bekas limbah, alat-alat pabrik yang dapat menyebabkan polusi lingkungan dan akhirnya merugikan pihak yang wilayah lautnya dijadikan tempat

pembuangan minyak tersebut. 7 Dampak yang terjadi akibat dari pencemaran laut adalah tertutupnya lapisan permukaan laut yang dapat menyebabkan proses fotosintesis terganggu,

pengikatan oksigen terganggu, dan dapat menyebabkan kematian. Pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak kapal bukan hal baru di dunia, sebelumnya

5 Andi Iqbal Burhanuddin, The Sleeping Giant, Potensi dan Permasalahan Kelautan, (Suarabaya: Brilian Internasional, 2011), hlm. vii.

6 Hasjim Djalal, Perjuangan Indonesia Di Bidang Hukum Laut, Percetakan Ekonomi, (Bandung: Percetakan Ekonomi, 1979), hlm. 55.

7 Mohtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, 1978, hlm. 179.

sudah banyak pencemaran yang terjadi dalam wilayah laut, seperti pada tahun 1967 peristiwa kandasnya kapal Torrey Canyon didekat pantai Inggris yang menumpahkan lebih dari 100.000 ton minyak mentah dan yang merupakan pengotoran laut terbesar didalam sejarah. Sejak peristiwa Torrey Canyon tersebut, berbagai kecelakaan supertankers lainnya

yang menimbulkan pencemaran (polusi) telah terjadi diberbagai perairan dunia. 8 Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat

pencemar yang masuk ke dalamnya, akan tetapi apabila zat yang masuk tersebut melampaui batas kemampuan laut untuk menetralisir dan telah melampaui ambang batas, maka kondisi ini mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan laut.Pencemaran laut telah menjadi masalah bersama bagi bangsa-bangsa di dunia ini. Pencemaran laut memiliki sifat yang dinamis mengikuti pergerakan arus laut, adakalanya pencemaran itu menyebar hingga menembus batas antar negara. Sifat pencemaran laut yang dinamis tersebut dapat menjadi

masalah transnasional. 9 Karena itu untuk mengatur masalah pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian kapal laut maka pada tahun 1973 di kota London telah ditandatangani Konvensi Internasional Mengenai Pencegahan Pencemaran yang Berasal dari Kapal ( International Convention for the Prevention of Pollution from Ships ). Lima tahun kemudian yaitu pada tanggal 17 Februari 1978 disetujui sebuah protokol dari konvensi ini yaitu Protocol of 1978 Relating to the International Convention for the Prevention of Pollution from Ships . Konvensi dan protokol ini dikenal dengan nama MARPOL 1973/1978.

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) adalah sebuah peraturan internasional yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran di

laut. Marpol mengatur kewajiban dan tanggung jawab negara-negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Setiap sistem dan peralatan yang ada di kapal yang bersifat menunjang, menurut peraturan ini harus mendapat sertifikasi dari klas. Isi dalam marpol bukan melarang pembuangan zat-zat pencemar ke laut, tetapi mengatur cara pembuangannya. Agar dengan pembuangan tersebut laut tidak tercemar (rusak), dan ekosistim laut tetap terjaga. Tujuan keseluruhannya adalah mengurangi jumlah campuran-campuran air minyak yang harus dikeluarkan dari kapal dan memastikan bahwa tersedia fasilitas yang cukup di darat untuk menerima minyak yang tertinggal di kapal

8 Hasjim Djalal, op.cit., hlm. 182. 9 Didik Mohamad Sodik, op. cit., hlm. 241.

setelah pembongkoran muatan minyak. Di Indonesia sendiri, telah terjadi beberapa kasus kerusakan lingkungan laut yang diakibatkan oleh tumpahan minyak. Diantaranya yaitu tumpahan minyak Montara di laut Timor. Pada tanggal 21 Agustus 2009 sumur minyak Montara yang bersumber dari Ladang Montara ( The Montara Well Head Platform ) di Blok

“ West Atlas Laut Timor” perairan Australia bocor dan menumpahkan minyak jenis light crude oil . Tumpahan minyak tersebut meluas hingga perairan Celah Timor (Timor Gap )

yang merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste. Luas efek cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok Atlas Barat Laut Timor tersebut sekitar 75% masuk wilayah perairan Indonesia. Secara umum dampak langsung yang terjadi adalah sebanyak 400 barel atau 63,6 ribu liter minyak mentah mengalir ke Laut Timor per hari, permukaan laut tertutup 0,0001 mm minyak mentah, minyak mentah masuk

ke Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia, serta gas hidrokarbon terlepas ke atmosfer. 10 Pencemaran ini menjadi masalah yang penting bagi Bangsa Indonesia, karena telah

mencemari Lingkungan Laut Indonesia yang memasuki Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Landasan filosofis berdasarkan pasal 192 United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS) 1982, dinyatakan bahwa setiap negara harus menjaga lingkungan laut, yang berarti bahwa dalam pasal ini memberikan penekanan bahwa ekosistem laut merupakan bagian yang wajib dijaga dan dilestarikan oleh setiap negara. Tumpahan minyak yang berasal dari ladang minyak montara, di Laut Timor di lepas pantai utara Western Australia, disebabkan oleh suatu ledakan pada tanggal 21 Agustus 2009. Akibatnya terjadi kebocoran sekitar 400 barrels minyak mentah setiap harinya sampai akhirnya berhasil ditutup 74 hari kemudian. Perkiraan tentang luasnya wilayah yang tertutup lapisan minyak berkisar antara 6,000 km menurut Australian Maritime Safety Authority (AMSA), 28,000 km berdasarkan pencitraan satelit, sampai 90,000 km menurut World Wildlife Fund (WWF). Sejumlah besar lapisan minyak tersebut memasuki perairan yang berada di bawah yurisdiksi Indonesia, dan diperkirakan mengakibatkan kerugian pada mata pencaharian dari sedikitnya 18,000 nelayan yang masih memerlukan estimasi kerugian terhadap lingkungan laut itu sendiri.

Pemerintah Indonesia mengancam akan melaporkan perusahaan asal Australia, Montara, akibat meledaknya sumur minyak tersebut ke forum internasional jika solusi belum juga tercapai. Ini merupakan suatu tindakan tegas dari Indonesia dalam menghadapi

10 Ibid., hlm. 2. Lihat juga dalam http://pencemaranlaut.wordpress.com/2014/11/ rafika-puspita-army _26020112130039. docx.

pencemaran lingkungan yang terjadi dalam yurisdiksi wilayah Indonesia. Secara khusus pengaturan mengenai penerapan ganti rugi atas pencemaran lingkungan laut sangat perlu ditangani segera, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan mengingat banyaknya kecelakaan dan kandasnya kapal berakibat tumpahnya minyak ke laut agar lebih

dipahami. 11 Hukum tentang tanggung jawab negara masih dalam tingkat evolusi dan kemungkinan akan meningkat pada tahap dimana negara-negara dan individu-individu

yang dikenai tanggung jawab atas pelanggaran- pelanggaran hukum internasional “kejahatan internasional” yang berbeda dari tanggung jawab biasa bagi pelanggaran-

pelanggaran terhadap kewajiban yang akibatnya menimbulkan pergantian kerugian atau pembayaran ganti rugi. 12

Kita dapat bercermin dari kasus Exxon Valdez Oil Spill 1989 di Laut Alaska, Amerika Serikat, keadaan lingkungan perairan di sana belum mampu untuk dipulihkan. Demikian halnya dengan kasus tumpahan minyak mentah di Teluk Mexico 2010 akibat dari meledaknya sumur minyak Deep Horizon . Dalam Pasal 235 UNCLOS 1982 diatur mengenai tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi kaitannya dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Bahwa setiap negara bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban internasional mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, sehingga semua negara harus memikul kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum internasional. Setiap negara harus mempunyai peraturan perundang-undangan tentang kompensasi yang segera dan memadai atas kerugian ( damage ) yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut yang dilakukan orang ( natural person ) atau badan hukum ( juridical person ) yang berada dalam jurisdiksinya. Karenanya, setiap negara harus bekerja sama untuk mengimplementasikan hukum internasional yang mengatur tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi untuk kompensasi akibat pencemaran lingkungan laut, serta prosedur pembayarannya. Saat ini ratusan ribu masyarakat NTT berdomisili di sepanjang garis pantai selatan dan utara Pulau Timor, Rote Ndao, Sabu Raijua, Alor, Sumba dan Flores serta Lembata, tak lagi bisa membudidayakan rumput laut yang dilukiskan sebagai "emas hijau" karena wilayah perairan budidaya mereka sudah terkontaminasi dengan minyak mentah, zat timah hitam dan bubuk kimia, serta rusaknya terumbu karang sampai seluas sekitar 65.000 hektare, yang menyebabkan petaka kemanusiaan, lingkungan global dan perubahan iklim. Masyarakat Timor bekerjasama dengan Yayasan Peduli Timor Barat

11 Ibid., hlm. 3. Lihat juga dalam http://ogi-tolawallu.blogspot.com/2012/05/kasus-pencemaranlaut-timor.html 12 Ibid., hlm. 3. Lihat juga dalam J.G. Starke, op.cit., hlm. 392.

(YPTB), terus berupaya mendapatkan hak mereka, agar Pemerintah Australia dan Indonesia segera mengambil langkah-langkah pertanggung jawaban. YPTB adalah yayasan yang telah memiliki legitimasi hukum dari Australia serta mendapat kepercayaan dari

masyarakat serta pemerintah di berbagai daerah di NTT. 13 Berkaitan dengan pokok permasalahan tersebut maka kami mengangkat sebuah topik makalah dengan judul

“Polemik Antara Australia dan Indonesia dalam Kasus Pencemaran Lingkungan Transnasional sebagai Akibat dari Tumpahan Minyak Montara”.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana dampak kerugian dan upaya pertanggungjawaban Australia terhadap Pemerintah Indonesia atas pencemaran lingkungan laut transnasional di Laut Timor?

2. Bagaimana strategi penyelesaian polemik antara Australia dan Indonesia dalam kasus tumpahnya minyak Montara?

1.3 Tujuan Masalah Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui mengenai dampak kerugian dan upaya pertanggungjawaban Australia terhadap Pemerintah Indonesia atas pencemaran lingkungan laut transnasional di Laut Timor.

2. Untuk memperoleh gambaran mengenai strategi penyelesaian polemik antara Australia dan Indonesia dalam kasus tumpahnya minyak Montara.

APEC 2013, http://news.liputan6.com/read/670636 /kasuspencemaran-laut-timor-agenda-apec-2013, diakses pada tanggal 26 Oktober 2017

13 Kasus Pencemaran

Laut Timor, Agenda

BAB II PERMASALAHAN

2.1 Indonesia dan Australia sebagai para pihak dalam kasus tumpahan minyak Montara

di laut Timor

Bencana pencemaran itu berawal dari ledakan sumur minyak Montara milik PTT Ex ploration and Production Australia (PTTEP AA) induk perusahaan PTTEP Public Company Limited (BUMN milik pemerintah Thailand) di Celah Timor Australia pada 21 Agustus 2009. Pasca ledakan, tumpahan minyak di Laut Timor kian buruk dan meluas hingga memasuki wilayah perairan Indonesia. Tumpahan minyak pun mulai mencemari lingkungan laut. Ledakan sumur minyak Montara yang menumpahkan 40 juta liter minyak mentah bercampur gas kondensat dan zat timah hitam, serta zat-zat kimia lainnya

keperairan Laut Timor 14 , dalam realitasnya telah menghancurkan kawasan seluas 16.420 kilometer persegi. 15

Kerusakan lingkungan yang diakibatkan pun luar biasa, baik dilihat dari sisi biofisik, dampak psikologis dan sosial ekonomi. Tidak hanya banyak biota laut terancam, ribuan warga, terutama nelayan yang tinggal di sekitar pesisir Pulau Timor dan Pulau Rote pun terpukul. Hasil tangkapan ikan mereka turun drastis dan banyak diantara mereka tidak bisa lagi melaut karena lahan garapan di laut mereka tercemar berat. Yang paling berbahaya dan sangat dikhawatirkan adalah ancaman serius bagi kesehatan masyarakat yang mendiami Timor Barat dan kepulauan sekitarnya bila mengkonsumsi ikan yang tercemar. Akan tetapi, kasus ini hingga sekarang belum menemukan titik penyelesaian. Hal ini disebabkan tidak adanya bukti konkrit dari Pemerintah Indonesia dan itikad baik dari Pemerintah Australia dan PTTEP AA. 16

Mencermati penanganan kasus pencemaran laut Timor oleh luberan minyak blok Montara setidaknya kita bisa memperoleh gambaran bagaimana para pengelola pemerintahan SBY-BOEDIONO menjalankan good corporate governance . (GCG)

‘Gagal’-nya tuntutan ganti rugi Indonesia kepada PT TEP Australia sebesar 2,5 milyar USD pada akhir Agustus 2010 karena alasan kurangnya bukti kredibel menyertai klaim

membuktikan sinyalemen tersebut. 17

14 Antara, 4 Maret 2010. 15 Kompas, 7 Mei 2010. 16 TRI MARYANTO - A01109102, diakses 26 Oktober 2017. 17 Muhammad Rudi Wahyono, February 8, 2015, diakses 25 Oktober 2017.

Polusi minyak Timor Gap pada awalnya diketahui masyarakat setelah ada release “citra satelit” dari SPOT-Network Perancis sebagai “ picture of the month ” dan “ deadly beautiful picture ” -gambar cantik yang mematikan. Citra satelit radar itu segera disusul oleh relesase berbagai provider satelit-satelit lain seperti NOAAMODIS milik USA, Terra-X SAR-milik Jerman, Envisat-ASAR milik ESA, Cosmo Skymed milik Italia dan lain-lain.

Berdasar citra satelit itu mendorong berbagai jaringan televisi seperti AlJazeera, ABC dan beberapa NGO internasional seperti WWF Internasional segera mengirimkan reporter dan peneliti yang meliput serta mengambil sampel beberapa biota laut di kawasan itu.

Tiupan angin, arus laut dan gelombang kemudian mendorong lapisan minyak terdampar di pantai NTT di wilayah Indonesia terdekat pada oktober 2009. Kawasan pantai karang dan pasir di pantai Kolbano NTT terlapisi minyak putih susu dan tebal (kemungkinan reaksi antara crude oil dan dispersant) yang disemprotkan pesawat AMSA. Selanjutnya akan merusak lingkungan alami daerah tsb.

Fenomena ini telah diteliti oleh MIPA UI dan Bapedalda dan dilaporkan kepada Kementrian Lingkungan Hidup. Bapedalda NTT telah mengkofirmasikan bahwa laut Timor sebelah barat telah tercemar minyak mentah (10 Oktober 2009) dengan indikasi mencapai 107.2 milligrams/lt, sampel sampel itu diambil dari pantai Kolbano di desa

Tuafanu, wilayah Kualin di Timor Tengah Selatan. 18 disertai pula dengan zat timah hitam bercampur bubuk kimia dispersant jenis Corexit 9500 dan 9572 yang sangat beracun untuk

menenggelamkan tumpahan minyak ke dasar Laut Timor. 19 Sementara hasil tangkapan nelayan dan petani rumput laut juga dilaporkan turun drastis

sampai ke titik 85 persen yang mengakibatkan banyak anak nelayan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena ekonomi keluarga tidak mendukung, serta rusaknya terumbu karang sampai seluas sekitar 65.000 hektare. 20

2.2 Deskripsi Kasus Pada 21 Agustus 2009 terjadi ledakan hebat di anjungan Montara, lepas pantai utara Australia. Puluhan ribu barrel minyak tumpah ke laut. Tumpahan minyak dari anjungan yang berlokasi di Celah Timor itu menyebar hingga masuk ke perairan Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Tumpahan minyak tersebut berasal dari semburan ladang minyak di Australia yang bernama Montara. Ledakan yang terjadi pada 21 Agustus 2009 di anjungan

18 Ibid. 19 Kasus Pencemaran Laut Timor, Agenda APEC 2013, Liputan 6, diakses 26 Oktober 2017, pukul 17.00 WIB. 20 Ibid.

Montara, selain mengakibatkan tumpahnya minyak dalam jumlah besar ke laut ( oil spill ), juga merenggut nyawa 11 orang pekerja, dan rig pengeboran tenggelam ke dasar laut. Anjungan (platform) Montara dioperasikan oleh PTTEP Australasia, anak perusahaan dari PTT Exploration & Production (PTTEP), perusahaan minyak dan gas nasional Thailand. Blow out atau tumpahan minyak yang disebabkan kegagalan prosedur pengeboran adalah salah satu akar masalah dalam kejadian ini. Halliburton adalah salah satu perusahaan yang terlibat dalam pengeboran dan program semen sumur minyak di anjungan Montara. Saat peristiwa terjadi, regu penolong berhasil menyelamatkan 69 karyawan melalui anjungan pengeboran West Atlas (Jack Up Rig). Departemen Sumber Daya Alam, Energi dan Pariwisata Australia memperkirakan, minyak yang tumpah ke laut mencapai 2000 barel per hari (320 m /day), atau lima kali lipat dari yang diperkirakan oleh PTTEP Australia. Kejadian ini adalah tumpahan minyak di perairan laut lepas yang terburuk di Australia setelah tumpahan minyak Kirkie oil tanker di tahun 1991 dan Princess Anne Marie oil tanker di tahun 1975.

Dapat dikatakan bahwasannya proyek minyak lepas pantai tersebut gagal dalam melakukan pengeboran pada 21 Agustus 2009 lalu sehingga minyak yang berasal dari dasar laut menyembur dan mengotori perairan Australia dan menyebar hingga melewati batas ZEE Indonesia. Pencemaran ini merupakan masalah yang sangat penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa pencemaran sudah memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Zona Ekonomi Eksklusif itu sendiri diartikan sebagai suatu daerah diluar laut territorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut territorial, dimana Negara pantai memiliki hak-hak lebih di dalam daerah Zona Ekonomi Eksklusif ini. Antara lain adalah Hak-hak untuk berdaulat. Perlu dilihat disini adalah bahwa perbedaan ZEE dengan Laut Teritorial adalah bahwa di dalam ZEE Negara pantai hanya dapat menikmati hak-hak berdaulat, bukan

kedaulatan penuh. 21 Akibat dari pencemaran tersebut, maka akan ada dampak yang dirasakan oleh

Indonesia. Berbicara mengenai dampak jangka pendek dari pencemaran ini, hal tersebut akan dirasakan langsung oleh penduduk yang daerah sekitar (nelayan NTT). Sebagai contoh adalah usaha budidaya kelautan dan perikanan di Timor barat, Pulau Rote, Sabu dan Sumba gagal total. Padahal hampir sebagian besar warga NTT menggunakan wilayah laut

21 Arly Sumanto, Penyelesaian Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebocoran Sumur Minyak Montara Australia Menurut Konvensi Hukum Laut 1982, Skripsi, (Malang: Universitas Brawijaya, 2013), hlm. 2. Lihat juga dalam

Heru Prijanto, Hukum Laut Internasional.

timor sebagai mata pencahariannya. Hal ini mengakibatkan nasib kurang lebih 17 ribu warga NTT yang menggantungkan hidupnya dari laut terancam. 22 Sedangkan dampak

jangka panjang yang diakibatkan dari pencemaran ini antara lain adalah terancam punahnya ekosistem kelautan seperti Ikan tuna, paus, lumba-lumba, pari, hiu, dan tujuh spesies penyu laut yang berada di daerah laut timor ini. Hal ini diperburuk dengan meluas ke perairan di sekitar Kabupaten Rote Ndao, bahkan hingga Laut Sawu, terutama sekitar Kabupaten Sabu

Raijua dan pantai selatan Pulau Timor. 23 Dalam United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS 1982) pasal 192

mengenai pencemaran pada laut lepas dinyatakan bahwa: “Negara -Negara diwajibkan untuk melindungi dan memelihara lingkungan kelautan sesuai dengan aturan-aturan internasional dan perundang- undangan nasional”. Selain pasal tersebut, perlindungan lingkungan laut terutama dalam hal pencemaran

karena tumpahan minyak juga diatur dalam instrument hukum internasional lainnya. Diantaranya “Konvensi Jenewa 1958” mengenai rezim laut lepas yaitu pada pasal 24, yang

berbunyi : “Every state shall draw up regulations to prevent pollution of the seas by the discharge oil from ships of pipelines or resulting from the exploitation and exploration of the seabed and its subsoil taking account to the existing treaty provisions on the subject”. (setiap negara wajib mengadakan peraturan-peraturan untuk mencegah pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal atau pipa laut atau yang disebabkan oleh eksplorasi dan ekploitasi dasar laut dan tanah dibawahnya dengan memperhatiakn ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang ada mengenai masalah ini). Kemudian ada juga Deklarasi Stockholm tahun 1972 yang terdiri dari 26 asas, dimana

pada asas ke 7 dikatakan bahwa : “State shall take all possible steps to prevent pollution of the seas by substance that are liable to create hazard to human healt, to harm living resources and marine live, to damage amenities or to interfere with other legitimate uses of the sea”.

22 Ibid., hlm. 3. Lihat juga dalam http://rahmawidhiasari.blogspot.com/, Me gkritisi Kelambatan Pemerintah dala Pe yelesaia Pe e ara Mi yak Mo tara . Diakses pada ta ggal Okto er

23 Ibid. Lihat juga dalam http://indomaritimeinstitute.org/?p=274 , Pencemaran Lingkungan, Tumpahan Minyak dari Celah Timor Rusak Ekosistem Laut . Diakses pada tanggal 27 Oktober 2017.

(negara berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan guna mencegah pencemaran laut yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia, sumber kekayaan hayati laut terhadap penggunaan lingkungan laut).

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Hukum Lingkungan Internasional

3.1.1 Sumber-sumber Hukum Lingkungan Internasional

Article

38 (1) Statuta Mahkamah Internasional ( International Court of Justice ) menyatakan bahwa ada empat sumber hukum yang harus dipedomani oleh hakim dalam

memutus sengketa hukum Internasional, yaitu: 24

a. Perjanjian Internasional

b. Hukum kebiasaan Internasional ( customary international law )

c. Prinsip-prinsip hukum umum ( general principles of law)

d. Keputusan hakim (judicial decision)

e. Doktrin (doctrin) Sumber hukum yang pertama disebut sebagai norma-norma perjanjian (conventional

norms) oleh Kiss dan Shelton karena norma-norma ini berasal dari sesuatu yang diperjanjikan melalui perjanjian lingkungan internasional (internasional environmental

treaties). 26 25 Ada sekitar seribu perjanjian-perjanjian internasional yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan, mulai dari perjanjian umum atau dangkal sampai dengan

perjanjian yang sangat khusus. Hukum kebiasaan internasional diartikan sebagai norma- norma yang berasal dari praktek-praktek negara secara umum dan diterima sebagai hukum

(opinio juris). 27 Aturan hukum kebiasaan internasional yang seringkali dikutip adalah sic utere tuo alineum nonleadas, yang dikenal juga dengan prinsip bertetangga yang baik atau prinsip good neighborliness. Menurut Lauterpacht Oppenheim, prinsip ini berarti bahwa tak ada negara yang diizinkan menggunakan territorialnya bila menimbulkan gangguan

pada negara lain. 28 Selain itu prinsip yang diadopsi dalam Deklarasi Stockholm dan Rio juga berasal dari hukum kebiasaan lingkungan internasional, misalnya: prinsip kedaulatan

negara (state soverignty) , tanggung jawab negara (state responsibility) dan tetangga yang baik.

Sumber hukum lainnya adalah prinsip hukum umum yang didefinisikan sebagai prinsip-prinsip hukum yang umumnya dipraktekan dalam sistem hokum dunia (worlds

24 Ibid., hlm. 17. 25 Ibid., hlm. 18. 26 Ibid. Lihat Juga Alexandre Kiss and Dinah Shelton, supra, hlm. 46. 27 Ibid. Lihat juga ILA, The Helsinki Rules with Commentaries, 1967. 28 Ibid.

legal system). Mereka memainkan peran minor tapi memiliki peran penting dalam hukum lingkungan internasional terutama dalam penyelesaian sengketa. 29 Salah satu prinsip yang

paling berkembang yaitu the principle of suistanable development atau pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu putusan-putusan hakim yang terdahulu juga dijadikan sebagai sumber hukum lingkungan internasional karena memainkan peran dalam pembentukan aturan-aturan hukum dalam hukum lingkungan internasional. Kasusm Trail Smelter case misalnya dianggap telah membentuk dasar-dasar hukum lingkungan internasional terutama

pada permasalahan pencemaran lintas batas negara. 30

3.1.2 Prinsip-prinsip Hukum Lingkungan Internasional

Peranan dunia internasional dalam menyikapi permasalahan lingkungan ini telah melahirkan beberapa instrumen hukum internasional yang dirumuskan dalam konferensi internasional. Konferensi internasional itu antara lain Konferensi lingkungan hidup Stockholm (1972), di Rio De Janeiro (1992) dan di Johnanesburg (2002). Prinsip-prinsip yang digunakan dalam permasalahan lingkungan internasional juga dilahirkan dan diuraikan dalam konferensi ini.

a. Prinsip-prinsip Deklarasi Stockholom Hukum lingkungan terdiri atas dua unsur yakni pengertian hukum dan pengertian

lingkungan. Hukum lingkungan itu terbagi dalam dua bagian, yakni hukum lingkungan klasik dan hukum lingkungan modern. Hukum lingkungan klasik , berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau use oriented sedangkan hukum lingkungan modern

berorientasi kepada lingkungan. 31 Pada tanggal 16 juni 1972, masyarakat internasional melakukan konferensi di

Stockholm untuk membicarakan isu-isu penting mengenai lingkungan hidup. Konferensi ini dihadiri oleh 113 negara, 21 organisasi PBB, 16 organisasi antar pemerintah dan 258 LSM (NGOs) dari berbagai negara. Konferensi ini dikenal dengan Deklarasi Stockholm yang menghasilkan 26 prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan serta 109 rekomendasi sebagai bagian dari Action Plan. Dari ke 26 deklarasi Stockholm terdapat suatu prinsip yang dirumuskan dalam pasal 21 yang mengatakan bahwa:

State have in accordance with the Chapter of the United Nations and principles of international law, the soverign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental policies, and the responsibility to unsure that activities within their

29 Ibid, hlm. 19. 30 Ibid, hlm. 21. 31 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku 11, (Bandung: Penerbit Nasional Binacit, 1985), hlm. 201.

jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other state or of areas beyond the limits of national jurisdiction. Dapat diartikan bahwa negara harus menyesuaikan dengan Piagam PBB dan Prinsip

hukum internasional, kedaulatan negara untuk ekspoiltasi sumber daya alam sendiri berdasarkan kebijakan lingkungan mereka dan tanggungjawab untuk menjamin kegiatan didalam yurisdiksi atau mengendalikan agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan pada Negara lain atau kawasan diluar yurisdiksi nasional. Prinsip ini diadopsi dari hukum tradisioanal Romawi, yang dikenal dengan sic utere tuo ut alienum alienum non leadas, sebuah prinsip bahwa negara harus menjamin tidak akan menggunakan atau mengelola

sumber alam di wilayah yurisdiksinya yang merugikan negara lainnya. 32 Dalam Pasal 22 Deklarasi ini juga menetapkan supaya negara-negara melalui pengembangan hukum

internasional berupaya untuk mengatur hal-hal yang berkenaan dengan sistem tanggung jawab dan ganti rugi bagi korban pencemaran atau perusakan lingkungan di negara lain sebagai akibat kegiatan di wilayah tersebut. 33

b. Prinsip-prinsip Deklarasi Rio Permasalahan lingkungan semakin serius sehingga PBB kembali melakukan konferensi

tentang lingkungan dan pembangunan (United Nations Conference on Environment and Develpoment, UNCED) di Rio de Janeiro, pada tanggal 14 Juni 1992. Deklarasi Rio menghasilkan 27 prinsip dan membahas isu-isu penting terkait masalah lingkungan seperti: Konvensi tentang perubahan Iklim, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, Prinsip- prinsip tentang hutan. 34 Salah satu prinsip yang dihasilkan adalah prinsip pembangunan

berkelanjutan (Sustainable Devolepment), yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. 35

3.1.3 Tanggung Jawab dalam Lingkup Hukum Internasional

Perkembangan pembangunan, teknologi, industrialisasi dan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat tak pelak lagi semakin memperbesar resiko kerusakan lingkungan. Karenanya, upaya pelestarian dan perlindungan seyogyanya juga harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga tetap mampu mewadahi dan mengakomodir kebutuhan akan lingkungan hidup yang sehat. Salah satu aktor utama dalam penggiatan pelestarian

32 Ibid. 33 Ibid. 34 Ibid.

35 Ibid.

lingkungan hidup adalah negara. Negara sebagai manifestasi dari rakyat yang membuat atau membentuk aturan hukum dan kemudian melaksananakannya. Sangatlah penting bagi negara untuk mengikuti formulasi dari instrumen internasional sehingga negara mampu mengintegrasikan antara kebutuhan nasionalnya dengan kebutuhan masyarakat

internasional. 36 Contoh perkembangan masyarakat internasional adalah didorongnya pembangunan di

era globalisasi yang me njadi “ the development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own need ” atau pembangunan

yang berkelanjutan demi generasi penerus kita. Pelibatan masyarakat secara aktif dalam proses monitoring dan control terhadap pelestarian lingkungan. Sehingga negara tidak berjalan sendiri dalam menjalankan tanggungjawabnya. Berkaitan dnegan tanggung jawab negara (ataupun entitas yang ada didalamnya) pada akibat-akibat merugikan dari tindakannya ke negara lain, diatur didalam Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm tahun 1972. Prinsip 21 Deklarasi Stockholm (Resolusi MU No. 2992 (XXVII))

15 Desember 1972) menyatakan: 37 Bahwa Negara harus mengambil tindakan yang perlu untuk menjamin agar kegiatan-

kegiatan yang berada di bawah yurisdiksinya atau di bawah pengawasannya dilakukan dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak mencemari wilayah negara lain. Lebih lanjut ketentuan Prinsip 22 Deklarasi Stockholm mengatur masalah tanggung jawab dan kompensasi bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya yang disebabkan oleh kegiatan di dalam wilayah yurisdiksi atau di bawah pengawasan suatu negara. Dari ketiga pengaturan diatas, penulis melihat bahwa masayarakat internasional telah tegas dalam mengatur terjadinya kerusakan lingkungan didalam wilayah yurisdiksi negara yang menimbulkan kerugian terhadap negara lain.

Hal serupa dikemukakan Komar Kantaatmadja, yakni bahwa perbuatan yang menyebabkan terjadinya kerugian menimbulkan kewajiban untuk memenuhi ganti rugi. Upaya masyarakat internasional dalam membahas hak (dasar) negara ini, misalnya saja dilakukan pada tahun 1916 oleh American Institute of International Law (AIIL), sebuah organisasi internasional beranggotakan negara-negara di benua Amerika, yang berhasil memutuskan “ Declarations of the Rights and Duties of Nations ” Upaya ini disusul dengan sebuah kajian yang berjudul “ Fundamental Rights and Duties of American Republics ”;

36 Marsudi Triatmodjo, Pertanggungjawaban Negara Terhadap Pencemaran Lingukungan Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika), hlm. 32.

37 Ibid, hlm. 55.

dan dirampungkannya Konvensi Montevideo tahun 1933 tentang hak dan kewajiban negara-negara oleh negara-negara Amerika Latin. 38 Upaya penting lainnya adalah

dikeluarkannya draft Deklarasi tentang hak dan kewajiban negara-negara yang disusun oleh Komisi Hukum internasional PBB pada tahun 1949. Draft deklarasi hukum internasional ini semula dibuat agar dapat disahkan oleh Majelis Umum PBB. Tetapi kenyataan kemudian, Majelis Umum tidak pernah mengesahkannya.

3.2 Pertanggungjawaban Negara dalam Lingkungan Hidup Prinsip bahwa setiap negara berdaulat diakui dan dilindungi oleh hukum internasional. Oleh karena itu semua negara yang menjadi bagian dari masyarakat internasional harus mengakui dan menghormati hal tersebut. Namun kedaulatan yang dimiliki oleh negara itu bukan tak terbatas. Maksudnya adalah bahwa di dalam kedaulatan itu, terkait di dalamnya kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Jadi jika suatu negara melanggar ketentuan-ketentuan internasional atau melakukan tindakan yang tidak sah

secara internasional akan dikenai suatu tanggung jawab negara. 39 Dalam tata hukum internasional, ketentuan berkenaan dengan masalah

pertanggungjawaban negara ini memang belum ada yang pasti. International Law Commision (ILC), salah satu organ PBB yang bertugas untuk melakukan perumusan dan pembahasan ketentuan dan hukum internasional sampai saat ini masih berusaha merumuskan dan membahas draft tentang ketentuan tanggung jawab negara. Meskipun hasil kerjanya masih dalam bentuk draft, tetapi aktivitas ILC dalam mempersiapkan dan melakukan perkembangan hukum internasional khususnya mengenai tanggung jawab negara yang dilakukan oleh para ahli hukum terkemuka yang mewakili kebudayaan- kebudayaan terpenting di dunia yang mempunyai nilai tinggi yang tergabung di dalam Panitia Hukum Internasional (ILC), dapat digunakan sebagai sumber tambahan hukum internasional. Jika ketentuan ini dipakai dalam praktek kenegaraan maka akan menjadi hukum kebiasaan internasional. Tanggung jawab negara tetap merupakan suatu prinsip fundamental dalam hukum internasional. Dalam hal ini baru bisa dikemukakan mengenai syarat-syarat atau karakteristik tanggung jawab negara, seperti dikemukakan oleh Shaw

yang dikutip oleh Huala Adolf 40 sebagai berikut :

38 Ibid, hlm. 77. 39 Report of International Law Commission on the work of its Thirty Seventh, 1985. 40 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, ed. 1, cet.

2., 1996), hlm. 174.

1. Ada suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara tersebut;

2. Ada suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara; dan

3. Ada kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian

Persyaratan-persyaratan ini kerapkali digunakan untuk menangani sengketa yang berkaitan dengan tanggung jawab negara. Misalnya dalam kasus the Spanish Zone of Morocco Claims . Hakim Huber dalam kasus ini menegaskan bahwa tanggung jawab ini merupakan konsekuensi logis dari adanya suatu hak. Hak-hak yang bersifat internasional tersangkut di dalamnya tanggung jawab internasional. Tanggung jawab ini melahirkan kewajiban untuk mengganti kerugian manakala suatu negara tidak memenuhi

kewajibannya. 41 Tanggung jawab negara terhadap akibat-akibat dari tindakannya terhadap negara lain dan hak-hak negara terhadap lingkungan ditegaskan pula dalam Konferensi

PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm tahun 1972. Prinsip 21 Deklarasi Stockholm (Resolusi MU No. 2992 (XXVII)) 15 Desember 1972) menyatakan bahwa setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi kekayaan alamnya dan bertanggung jawab agar kegiatan eksploitasi yang dilakukan di dalam wilayah atau di bawah pengawasannya tersebut tidak menyebabkan kerugian atau kerusakan terhadap negara lain. Rumusan yang sama ditetapkan dalam Pasal 194 Konvensi Hukum Laut 1982 yaitu bahwa Negara harus mengambil tindakan yang perlu untuk menjamin agar kegiatan-kegiatan yang berada di bawah yurisdiksinya atau di bawah pengawasannya dilakukan dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak mencemari wilayah negara lain. Sedangkan ketentuan Prinsip 22 Deklarasi Stockholm berkaitan dengan masalah tanggung jawab dan kompensasi bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya yang disebabkan oleh kegiatan di dalam wilayah yurisdiksi atau di bawah pengawasan suatu negara. Hal serupa dikemukakan Komar Kantaatmadja, yakni bahwa perbuatan yang menyebabkan terjadinya

kerugian menimbulkan kewajiban untuk memenuhi ganti rugi. 42 Upaya masyarakat internasional dalam membahas hak (dasar) negara ini, misalnya saja dilakukan pada tahun

1916 oleh American Institute of International Law (AIIL), sebuah organisasi internasional beranggotakan negara- negara di benua Amerika, yang berhasil memutuskan “ Declarations of the Rights and Duties of Nations ” Upaya ini disusul dengan sebuah kajian yang berjudul

41 Ibid., hlm. 174-175. 42 Komar Kantaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, (Bandung: Penerbit Alumni, 1982), hlm. 51.

“ Fundamental Rights and Duties of American Republics ”; dan dirampungkannya Konvensi Montevideo tahun 1933 tentang hak dan kewajiban negara-negara oleh negara-negara

Amerika Latin. 43 Upaya penting lainnya adalah dikeluarkannya draft Deklarasi tentang hak dan kewajiban negara-negara yang disusun oleh komisi hukum internasional PBB pada tahun 1949. Draft deklarasi hukum internasional ini semula dibuat agar dapat disahkan oleh Majelis Umum PBB. Tetapi kenyataan kemudian, Majelis Umum tidak pernah

mengesahkannya. 44

3.3 Dampak Kerugian yang dialami Indonesia akibat pencemaran laut Timor Sejalan dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi, kemudahan yang diperoleh manusia untuk mencapai suatu tujuan dengan melalui lautan dapat juga menimbulkan akibat-akibat yang merugikan lingkungan hidup di laut. Kenyataan itu bukan hanya disebabkan karena pelayaran oleh kapal-kapal yang semakin banyak tetapi juga kapal-kapal yang berlayar tersebut kurang memperhatikan aspek pencemaran yang diakibatkannya. Selain itu, kenyataan tersebut juga disebabkan karena pencemaran yang terjadi akibat eksplorasi dan eksploitasi minyak di lautan. Dengan terjadinya tumpahan minyak di laut maka menimbulkan akibat langsung atau seketika maupun tidak langsung. Sebagai akibat langsung dari pencemaran itu adalah:

a. Di bidang perikanan, hilangnya kesempatan nelayan untuk menangkap ikan.

b. Rusaknya pertanian dan peternakan di laut, seperti pengambilan rumput laut dan ganggang laut, peternakan kerang, ikan, udang dan lain sebagainya.

4. Matinya burung-burung laut terutama camar laut dan sebangsa bebek yang keracunan akibat makanan.

5. Matinya binatang-binatang laut seperti elephansteal, singa laut dan binatang-binatang lainnya. Sedangkan akibat tidak langsung dari pencemaran laut tersebut adalah dalam

hubungannya dengan ekologi. Terjadinya penurunan terhadap kualitas air laut dan lingkungan yang berlangsung terus menerus tanpa disadari. Laut Timor adalah perpanjangan Samudera Hindia yang terletak antara pulau Timor, kini terbagi antara Indonesia dan Timtim, dan Northen Territory Australia. Di timur berbatasan dengan Laut Arafuru, secara teknis perpanjangan Samudera Pasifik. Laut Timor Sea memiliki 2 teluk

43 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), hlm. 38. 44 Ibid, hlm. 50.

kecil di pesisir Australia Utara, Teluk Joseph Bonaparte dan Teluk Van Diemen. Kota Australia Darwin ialah satu-satunya kota besar yang terletak di tepi laut adjoin. 45 Laut ini

memiliki luas 480 km (300 mil), meliputi daerah sekitar 610.000 km persegi (235.000 mil persegi). Titik terdalamnya ialah Palung Timor di utara laut ini, yang mencapai kedalaman 3.300 m (10.800 kaki). Bagian lainnya lebih dangkal, dengan rata-rata kedalaman yang kurang dari 200 m (650 kaki). Merupakan tempat utama untuk badai tropis dan topan.

Sejumlah pulau terletak di laut ini, termasuk Pulau Melville di laut lepas pantai Australia dan Kepulauan Ashmore dan Cartier yang diperintah Australia. Diperkirakan penduduk asli Australia mencapai Australia dengan “loncatan pulau” menyeberangi Laut Timor. Di dasar Laut Timor terdapat cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar. Australia dan Timor Timur telah mengalami pertentangan panjang atas hak eksploitasi di daerah yang terkenal sebagai Celah Timor. Klaim wilayah Australia meluas ke sumbu batimetrik (garis kedalaman punggung laut terbesar) di Palung Timor. Ini melengkapi klaim territorial Timor Timur, yang mengikuti bekas koloninya Portugal dalam mengklaim bahwa garis yang membagi itu harus ditengah-tengah kedua negara. Sekitar dua tahun yang lalu, masalah pencemaran laut akibat tumpahan minyak kembali terulang dalam perairan wilayah Indonesia. Tepatnya pada tanggal 21 Agustus 2009 sumur minyak Montara yang bersumber dari Ladang Montara ( The Montara Well Head Platform ) di Blok “West Atlas Laut Timor” perairan Australia bocor dan menumpahkan minyak jenis light crude oil, dengan kandungan sulfur 0,5% hydrogen sulfide dan carbon dioxide, lebih rendah dari kandungan sulfur dalam sour crude oil. Kandungan tersebut sangat berbahaya bagi kehidupan keragaman hayati laut, terutama jika terdampar dipesisir. Ladang minyak

Montara dioperasikan oleh PTT Public Company Limited (PTT PCL atau PTT). 46 Tumpahan minyak tersebut meluas hingga perairan Celah Timor (Timor Gap) yang merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste. Luas efek cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok Atlas Barat Laut Timor tersebut sekitar 75% masuk wilayah Indonesia, merugikan nelayan di Nusa Tenggara

45 Wikipedia, Laut Ti or , se agai a a di uat dala , http://id.wikipedia.org/wiki/LautTimor, diakses pada tanggal 25 Oktober 2017.

46 PTT merupakan perusahaan milik negara Thailand, yang semula bernama The Petroleum Authority of Thailand, yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang gas dan minyak. PTT merupakan afiliasi dari PTT Eksploration and

Production, PTT Chemicals, PTT Aromatics dan Refining and PTT Green Energy. PTT merupakan perusahaan kelas dunia yang masuk kedalam 500 perusahaan Fortune Global dan berada pada ranking 118 dalam 500 perusahaan tersebut.

Timur, khususnya di perairan Rote Ndao. 47 Dampak tumpahan minyak mentah terhadap Perairan Indonesia akibat pencemaran di Laut Timor menimbulkan beberapa hal, yakni:

a. Kerusakan Ekosistem Laut yang ada di Perairan Laut Indonesia

b. Tumpahan minyak yang memasuki wilayah perairan Indonesia dari 30 Agustus s/d 3 Oktober 2009 seluas 16.420 km2.

c. Adanya penurunan pendapatan nelayan dan petani rumput laut di sekitar pulau Timor dan Rote yang diakibatkan menurunnya jumlah tangkapan ikan dan kegagalan panen rumput laut. Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, dimana

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24