PENCURIAN KAYU HUTAN Dl W ILAYAH KABUPATEN TUBAN, SUATU TINJAUAN SOSIO - KRIMINOLOGIK

  S K R I P S I

Y U S T IN U S H A R Y A N T O

P E N C U R IA N K A Y U H U T A N D l W I L A Y A H K A B U P A T E N T U B A N , S U A T U T IN J A U A N S O S IO - K R IM IN O L O G IK

  ‘ U N I V i O H v ^ . l ' S u a v ’ b L K , \ l J . \ U P E R P L S T A K . V \ N M I L I K F A K U L T A S H U K U M U N I V E R S I T A S A 1R L A N G G A

  

1 9 8 6

  PENCURIAN. KAYU HUTAN- DI WILAYAH KABUPATEN TUBAN., SUATU T1NJAUAN: SOSIO-KRLMItfOLOGIK

S K B I P S I

  ~M 1 L 1

  K \

PERPU ST A K . A A N ^

’ U N I V B R SI TAS A l R L A N G G A

  

S U R A B A Y A _

  OLEH : Y.USTINUS HARYANTO FAKULTAS HOKUM. UNIVERSITAS AlRLANGGA S U R A B A Y A

  1986

  PENCURIAN KAYU HUTAN DX WILAYAH KABUPATEN TUBAK, SUATU TINJAUAN SOSIO-KRIMINOLOGIK A *

  tfrt ftL

  SKRIPSI

  A

  DIAJUKAN, UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT-SYARAT UMTUK MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM OLEH [ M 1 L 1 K . j

  I PER PU ST A K A A N

  YUSTINUS HARYANTO -UNivERSITAS A l R L A N G G A

  u i R A B A Y A

  038111151 I____- — ------ — PEMBIMBIUGL/PENGUJI SAMPE RiN^>TUMANAN., S.H., M.S. DRSi DUTA BYANANDARU PENGUJI

  • - - / / (Y** SOEDARTI, S.H.

  FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AlRLANGGA SURABAYA

  1986

  kemakmuran bangsa dan negeri ini hanya bisa dibangun di atas batu keadilan, kebenaran dan kejujuran.,.

  Kupersembahkan karya ini : untuk Ibunda dan saudara-saudaraku tercinta serta semua orang yang pernah berjasa dalam hidupku.

  KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat serta karuniaNya saya dapat menyelesaikan sebuah tugas yang telah banyak menyi- ta waktu, tenaga dan pikiran, yaitu tugae penulisan skripsi untuk raeraih gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Dengan telah selesainya penulisan skripsi ini, sa­ ya haturkan sembah dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda dan kakak-kakakku tercinta yang telah mem - berikan dorongan dan bantuan, baik moriil maupun materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, sudah selayaknya saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucap- an terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1* Para pimpinan Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang, telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu pengetahuan hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

  2. Para Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang telah memberikan pendidikan dalam mema - hami dan mempelajari ilmu pengetahuan hukum selama masa perkuliahan.

  3. Bapak Sampe Randa Tumanan, S.H., M.S. selaku dosen pem- i

  bimbing yang telah meluangkan waktunya untuk raemberi - kan bimbingan, petunjuk dan pengarahan sejak av/al sam- pai akhir penulisan skripsi ini. /f. Kepala Direktorat Sosial Politik Propinsi Jawa Timur beserta staf yang telah memberikan rekomendasi untuk melakukan survey di wilayah Kabupaten Tuban*

  5. Kepala Rumah Tahanan Negara Tuban beserta staf yang telah memberikan keleluasaan kepada saya untuk melaku­ kan survey guna memperoleh data sebagai kelengkapan penulisan skripsi ini.

  6. Kepala Perum Perhutani Unit II Jawa Timur c.q. KKPH Jatirogo, KKPR *Euban dan KKPH Parengan beserta staf. yang telah memberikan banyak data dan keterangan seba­ gai bahan penulisan skripsi ini.

  7. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Resort Tuban be - serta.staf yang telah memberikan kesempatan kepada sa­ ya guna mendapatkan beberapa informasi sebagaL tambah- an data dalam penulisan skripsi ini.

  8. Ketua Pengadilan Negeri Tuban beserta staf yang telah memperkenankan saya memperoleh data tambahan dalam pe­ nulisan skripsi ini. Berikutnya ucapan terima kasih saya sampaikan. pula kepada teman-teman sefakultas, serta semua pihak yang te­ lah memberikan bantuan dan kemudahan demi kelancaran pe - nulisan skripsi ini. Sebagai penutup kata pengantar ini, saya akhiri ii

  dengan sebuah barapan seraoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, walau hanya sedikit. Surabaya, 25 November 1986. Penulis, YUSTINUS HARIANTO

  DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR .................................. i DAFTAR IS I ................................. .... iv BAB

  12 d. Analisis data ...................

  28 if. La tar Belakang Pencurian Kayu Hutan di Wilayah Kabupaten Tuban .........

  21 3. Data L a p a n g a n ......................

  2. Upaya Mencari Sebab Musabab Kejahatan

  16

  II. PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG TIMBULNYA PENCURIAN KAYU HUTAN DI WILAYAH KABUPA- TEN TUBAN 1. Pengertian Pencurian Kayu Hutan ....

  13 BAB

  12 6. Pertanggungjawaban Sistematika .....

  c. Prosedur pengumpulan dan pengolah- an d a t a ...... ...... ..... .

  I. PENDAHULUAN

  12

  11 b. Sumber data .................. .

  5. Metodologi a. Pendekatan. masa l a h....... ......

  10

  10 Tujuan Penulisan................. ..

  8 3* Alasan Pemilihan Judul .............

  1 2. Penjelasan Judul ................ .

  1. Latar Belakang Permasalahan dan Rumusannya .........................

  37 iv

  BAB III. LANGKAH-LANGKAH PENANGGULANGAN MASALAH PENCUBIAN KAYD HUTAN DI WILAYAH KABUPA- TEN TUBAN

  1. Met ode Pengamanan Prevent I f ........ 1*7 2. Metode Pengamanan Repreeif..... ..

  52 3. Langkah-langkah yang Perlu Dltempuh..

  55 BAB

  IV. PENUTUP 1. Kesimpulan.........................

  56 2. Saran-saran...................... ..

  59 DAFTAR B A C A A N .......... ..... ...................

  62 LAMPIRAN ha la man v

  BAB I PENDAHULUAN

  1. La tar. Belakang .Permasalahan.dan JRumusannva Ada suatu pandangan yang menyatakan bahwa kejahat- an sebagai suatu hal yang relatif. Namun jika kita meli - hat hampir di semua negara di dunia, dari waktu ke waktu, ternyata ada bentuk-bentuk kejaha.tan yang bersifat uni - versal, antara lain pembunuhan, pencurian dan pemerkosaan. Pencurian sebagai salah satu bentuk kejahatan yang bersifat universal, dapat kita lihat misalnya dari tulis- an Marshall B. Clinard dan Daniel J. Abbott?"^, yang meng- ungkapkan terutama kejahatan terhadap harta benda, pada umumnya pencurian, terlihat adanya kecenderungan mening - kat di negara-negara berkembang. Bukti lain tentang hal ini, di negeri kita sendiri sekitar 600 tahun yang silam, pada zaman kerajaan Majapa- hit. Pada masa tersebut telah diakui bahwa pencurian (ja­ wa: ‘corah1) termasuk salah satu bentuk kejahatan yang tergolong berat. Saya katakan demikian karena terhadap kejahatan ini dapat diancam eanksi pidana sampai pada hu-

  . )

  2

  kuman mati walaupun itu hanya pencurian biasa, tanpa ^"Marshall B. Clinard and Daniel J. Abbott, Crime in Developing Countries. A Comparative Perspective, , John Wiley & Sons,.'Kew York, 1973, h. 35-37.

  2 Slametmuljana, Perundang-undanean Madiapahit. Bfaratara, Jakarta, 1967, h. 78-79«'

  1

  didahului atau disertai dengan kekerasan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kita yang berlaku hingga saat ini (yang berasal dari "Wetboek van Strafrech voor Nederlandsch-Indie", Stbl. 1915 Nomor 732, dengan segala penambahan dan perubahannya), tindak kejahatan pencurian ini diatur dalam Buku Kedua Bab XXII pasal 362 - 367 KUHP. Di samping pencurian masih terdapat bentuk-bentuk kejahatan lain yang tergolong dalam kejahatan terhadap harta benda, yaitu ; pemerasan dan pengancaman (pasal 368 - 371 KUHP), penggelapan (pasal 372 - 377 KUHP), pe - nipuan atau perbuatan curang (pasal 378 - 395 KUHP), me - rugikan orang yang berpiutang atau yang berhak (pasal 396 - ^05 KUHP) dan menghancurkan atau merusak barang orang lain (pasal if06 - 412 KUHP). Masalah pencurian kayu hutan, sesungguhnya tidak berbeda dengan tindak kejahatan pencurian pada umumnya. Hanya dalam hal ini, yang menjadi objek pencurian adalah kayu hutan yang untuk pulau Jawa di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Kalau kita memantau laporan yang dibuat oleh Perum Perhutani, pencurian kayu hutan hanyalah salah satu ben - tuk gangguan keamanan hutan. Di samping itu masih dijum - pai adanya bentuk-bentuk gangguan keamanan hutan yang.la­ in di antaranya kebakaran hutan, pembabatan tanaman di hutan, penggembalaan hewan di hutan, hama dan penyakit,

  3 bibrikan hutan (pemakaian/pemilikan lahan hutan tanpa se­ izin Perum Perhutani), bencana alam dan sebagainya. Bamun selama ini, di antara gangguan keamanan hu - tan yang ada, pencurian dianggap paling berbahaya dan. me- niobulkan nilai kerugian paling besar* Sejumlah kasus yang terjadi di Perum Perhutani Unit I Jawa T e n g a h ^ , pencurian kayu hutan ini dilakukan oleh kelompok-kelompok yang jumlahnya cukup besar. Lagi pula tidak jarang di antara mereka yang berani melawan petugas. Hal ini mengingatkan kita pada jenis pencurian sebagaimana dirumuskan dalam pasal 3^5 KUHP, yakni pencu^- rian dengan kekerasan. Modus operandi pencurian kayu hutan. ini bermacam- macam, berkembang sejalan dengan bertambahnya pengetahuan., bertambahnya kemampuan berorganisasi para pelaku perbuat- an tersebut, kemajuan teknologi serta kondisi geografis daerah setempat. Pencurian kayu hutan. ini dari tahun ke tahun (khu­ sus untuk Perum Perhutani Unit IX Jawa Timur sampai tahun 1983) masih menunjukkan adanya peningkatan. Pencurian kayu hutan, walaupun korbannya secara langsung bukan orang perorangan, namun secara tidak lang- sung adalah merugikan masyarakat. Sebab apa? Hasil hutan -^R. Usman Mu'min dan E. Rahajaan, "Pola Pengamanan Perum Perhutani serta Pengetrapannya di Lapangan", maja - lah Duta Rimba. No. 53 Th. VIII, Mei 1982, h. 34.

  merupakan salah satu devisa negara, tentunya dari sini akan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, tindakan tersebut sangat merugi- kan bangsa dan negara serta menghambat pembangunan nasio- nal. Disamping itu, dengan adanya gangguan keamanan hutan, usaha peningkatan daya dukung lingkungan hidup pun akan menjadi harapan yang sia-sia. Apabila hal ini diba - rengi dengan perusakan lahan hidup yang lain, maka akan terancam pulalah kelestarian hidup dan kesejahteraan umat manusia serta makhluk hidup lainnya. Berbicara tentang pencurian kayu hutan di wilayah Kabupaten Tuban, sebagai suatu masalah yang menjadi ren - cana dalam penulisan skripsi saya, ada baiknya jika saya kemukakan terlebih dahulu sekilas tentang keadaan wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Tuban di mana saya akan men - coba mengangkat permasalahan tersebut. Wilayah Kabupaten Tuban, secara geografis terletak antara 1110 30’ BT dan 112° 12’ BT serta 6° 42* LS dan 7° 6‘ IS. Di sebelah utara berbatasan dengan Eaut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lamongan, sebe­ lah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Propinsi Dae - rah Tingkat I Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Tuban yang meliputi 1*812,

  2 80 km terdiri atas 19 kecamatan dan terbagi lagi menja -

  5 di 328 desa. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 1980 tercatat memiliki jumlah penduduk 871.898 jiwa, dengan pertumbuhan rata-rata 1,69 dan kepadatan penduduk 458 ji-

  2 wa per km . Keadaan ini jika dipandang dari luas wilayah- nya, dibandingkan dengan kotamadya dan kabupaten lain di Jawa Timur masih tergolong memiliki kepadatan yang ren - d a h ^ . Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur, yang memi - liki daratan seluas 4.792.202 ha atau 47.922,02 km2 , 28,38 di antaranya berupa areal hutan yang hingga saat

  %

  ini menjadi areal pengelolaan Perum Perhutani Unit II Ja- wa Timur • Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dalam mengelola areal hutan ini membagi dalam 23 Kesatuan Pemangkuan Eu - tan (selanjutnya disingkat: KPH). Dari ke-23 KPH ini yang memiliki areal terluas adalah berturut-turut KPH Jember, KPH Malang dan KPH K e d i r i ^ . Berkaitan dengan pembagian areal oleh Perum Perhu­ tani Unit IX Jawa Timur, yang termasuk dalam wilayah Ka - bupaten Tuban adalah KPH Jatirogo seluas 18.763,7 ha (1,38 %), KPH Tuban seluas 33.244,7 ha (2,44 dan KPH

  %)

  ^Data dan angka dalam uraian ini saya kutip dari buku Mengenal Hutan di Jawa Timurf Edisi ke II, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, 1983, h. 25-26.

  5Ibid., h. 19.

  6Ibid., h. 61-62.

  6 Parengan seluas 17*646,7 ha (1,30 %) • Keseluruhan hanya meliputi 69*656,1 ha atau 5,12 % dari seluruh areal hutan di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Walaupun ketiga KPH yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Tuban meliputi areal yang relatif kecil dan Ka- bupaten Tuban berpenduduk tidak terlampau padat, namun dalam hal gangguan keamanan hutan (70 % lebih di antara - nya disebabkan karena pencurian), mulai tahun 1978 menun- jukkan angka yang relatif tinggi. Bahkan salah satu KPH, yakni KPH Jatirogo yang berbatasan dengan wilayah Propin- si Jawa Tengah, dalam tiga tahun berturut~turut, mulai tahun 1980 ~ tahun 1982 menderita kerugian paling parah di antara ke-23 KPH lainnya . Secara finansial nilai kerugian yang diderita oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur akibat gangguan kea- manan hutan ini rata-rata setiap tahun sekitar 1,2 milyar rupiah. Dari jumlah tersebut tidak kurang dari 900 juta rupiah adalah akibat pencurian kayu hutan^^. Wilayah Kabupaten Tuban, yang hampir eeluruh areal hutannya berupa hutan jati, selama satu Pelita terakhir (tahun 1979 - tahun 1983) menderita kerugian sebesar fy 2.317*956*000,00 akibat gangguan keamanan hutan atau

  II Jawa Timur, tahun 1977-1981 (h. L0-Ll\T tahun 1Q80- 1984 (h. 42-43). 8m d .

  7 setiap tahun menderita kerugian rata-rata sekitar 463. 591.200,00. Suatu jumlah yang tidak sedidkit bila berha -

  Q )

  sil diselamatkan untuk pembangunan Negeri kita tercinta • Perum Perhutani dengan segenap daya dan kemampuan telah berusaha mengatasi hal ini, dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam mengemban tugas yang dilimpahkan Hegara di bidang kehutanan. Upaya tersebut baik berupa metode pengamanan yang bersifat preventif maupun represif. Secara preventif misalnya mengadakan peningkatan perondaan hutan, pengadaan pos-pos pemeriksa hasil hutan, pengadaan kegiatan prosperity approach, mengadakan pende­ katan dengan masyarakat desa sekitar hutan melalui kerja sama Mantri dan Lurah (MALU), Pembangunan Masyarakat Desa sekitar Hutan (PMDH), penerangan dan penyuluhan dan seba- gainya. Secara represif dilakukan tindakan-tindakan sesuai dengan jalur hukum, termasuk mengadakan operasi pelacakan dan penggeledahan, penangkapan serta penuntutan perkara melalui proses pengadilan. Segala upaya di atas merupakan langkah-langkah yang patut dihargai dan pantas pula untuk diharapkan ha - silnya. Namun untuk mencapai hasil yang maksimal dalam memberantas suatu kejahatan, mungkinkah dapat tercapai 9Ibid.

  tanpa mengetahui sebab musabab, latar belakang serta fe- nomena yang melekat pada kejahatan tersebut, termasuk adanya faktor-faktor khusus yang justru memberi peluang bagi timbulnya kejahatan. Beranjak dari uraian di atas, secara ringkas saya rumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Faktor-faktor apakah yang mendorong timbulnya kejahat­ an pencurian kayu hutan di wilayah Kabupaten Tuban?.

  2. Bagaimanakah usaha yang efektif dalam upaya menanggu - langi masalah pencurian kayu hutan di wilayah Kabupa - ten Tuban?. Bertolak dari permasalahan tersebut, saya akan me­ lakukan suatu pembahasan dalam bentuk sebuah skripsi de - ngan judul : PENCURIAN KAYU HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN TUBAN. SUATU TINJAUAN 50SI0-KRIMIN0L0GIK.

  2. Pen.ielasan Judul Dari judul yang saya ajukan perlu kiranya saya je- laskan beberapa istilah yang penting, agar tidak menimW bulkan konotasi yang berbeda dari pengertian yang saya maksud. Penjelasan ini juga saya maksudkan untuk membatasi permasalahan yang saya tulis. Pertama, istilah "pencurian” . Walaupun telah dike- tahui secara umum bahwa pencurian merupakan tindak keja - hatan, namun dalam pembahasan ini saya mempergunakan ba- tasan pencurian sebagaimana dirumuskan dalam Kitab Undang-

  undang Hukum Pidana kita, yakni pada pasal 362 - 367 KUHP. Secara umunr^ tarda pat dalam perumusan pasal 362 KUHP, bahwa pencurian adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan mengambil barang sesuatu milik orang lain, baik itu sebagian ataupun seluruhnya, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Kedua, istilah "kayu hutan”, adalah semua jenis kayu yang dihasilkan dari suatu areal yang telah ditetap- kan Pemerintah dengan undang-undang sebagai hutan. Terma- suk dalam pengertian ini semua jenis kayu yang dengan se- ngaja dirubah bentuknya menjadi kayu pertukangan, meubel, kerangka rumah dan sebagainya. Ketiga, istilah "Wilayah Kabupaten Tuban", adalah wilayah Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Tuban. Na- mun dalam hal ini saya lebih menekankan pada yurisdiksl badan peradilannya, berkaitan dengan proses penyelesaian perkara, karena masalah yang saya bahas menyangkut latar belakang suatu kejahatan serta langkah-langkah penanggu - langannya. Terakhir, istilah "tinjauan Sosio-Kriminologik1'. Istilah ini saya artikan sebagai pendekatan suatu masalah dengan mempergunakan disiplin ilmu Kriminologi, sebagai ilmu yang bersifat faktual, dengan bantuan dan dalam ^■°Tim Pener jemah Badan Pembinaan Hukum Nasional De - partemen Kehakiman, Kitab Undang-undang Hukum Pidanaf ce- takan I, Sinar Harapan, Jakarta, 1983» h. 141.

  10 kaitannya dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya. 3« Alasan Pemllihan Judul Sesuai dengan latar belakang permasalahan yang, te­ lah saya uraikan, yakni pertama, masalah ini menyangkut kepentingan umum. Kedua, saya memiliki minat untuk mene - liti dan menulia masalah ini. Ketiga, sepanjang pengeta - huan saya, masalah pencurian kayu hutan ini belum pernah dikupas terutama dari sudut Kriminologik. Terakhir, saya pilih Kabupaten Tuban karena wilayah ini merupakan vila - yah yang menderita kerugian paling parah di antara wila- yah-wilayah lain dalam Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, Kemudian, dengan dilandasi tujuan penulisan skripsi ini dan dengan mempergunakan disiplin ilmu, yang menurut he - mat saya tepat untuk mengupas masalah ini, maka saya me - milih dan menetapkan judul skripsi : "Pencurian Kayu Hu - tan di Wilayah Kabupaten Tuban, Suatu Tinjauan Sosio-Kri- minologik". Tu.iuan Penulisan Secara singkat dapat saya kemukakan di sini bahwa tujuan penulisan skripsi ini adalah : (1). Untuk meleng - kapi tugas dan memenuhi persyaratan memperoleh gelar sar- jana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga. (2). Mencoba mengupas suatu permasalahan, yang menurut pendapat saya menyangkut kepentingan umum, kesejahteraan dan kelestarian hidup umat manusia di masa yang akan

  datang. (3)* Mencoba memberikan sumbangan pemikiran seca- ra praktis dalam rangka menanggulangi masalah pencurian kayu hutan di wilayah Kabupaten Tuban khususnya dan wila- yah-wilayah lain pada umumnya. 5* Metodologi a. Pendekatan masalah. Seperti kita ketahui, setiap gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat sebagian besar bersifat kompleks. Sebab musababnya pun hampir tidak pernah berdiri secara tunggal. Ini adalah suatu fakta yang tak dapat dipungkiri. Demikian pula masalah pencurian kayu hutan yang akan say a bahas ini. Kriminologi merupakan disiplin. yang, bersifat fak - tual (membahas s'esuatu masalah berxiasarkan. kenyataan yang terjadi), sekalipun hal-hal yang bersifat normatif tidak terlepas dari jangkauan Kriminologi. Di dalam membahas suatu masalah pun. Kriminologi tidak bisa lepas dari kait- annya dan bantuan ilmu-ilmu sosial lain. Oleh karena itu, dalam penulisan ini saya memper - gunakan tinjauan Sosio-Kriminologik sebagai upaya pende - katan dalam rangka memecahkan masalah ini. Tinjauan yang saya maksudkan di sini adalah pendekatan suatu masalah dengan mempergunakan Kriminologi sebagai disiplin ilmu yang bersifat faktual, untuk mengupas latar belakang ma - salah pencurian kayu hutan yang terjadi di wilayah Kabu -

  11

  paten Tuban, dengan bantuan dan dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu sosial lain.

  b. Sumber data. Sumber data dalam penulisan skripsi ini akan saya cari dan telusuri melalui instansi dan lembaga yang mena- ngani masalah pencurian kayu hutan ini, antara lain Kepo- lisian Republik Indonesia Resort Tuban, Pengadilan Negeri Tuban, Rumah Tahanan Negara Tuban dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (di lapangan saya memperoleh data dari KPE Jatirogp, KPH Tuban dan KPH Parengan)• Sedangkan ben- tuk sumber data berupa hasil wawancara dan observasi, berkas surat keputusan, buku (bahan) laporan dan lain- . lain.

  c. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data. Dari berbagai instansi yang menangani masalah pen- curian kayu hutan ini, saya akan berusaha memperoleh data sebagai kelengkapan skripsi dengan mempergunakan metode "wawancara" dan "studi dokumen" serta ditambah metode "observasi" sebagai pelengkap. Dari data yang terkumpul akan saya teliti kembali untuk memilih data yang relevan. Kemudian saya buat daf - tar atau tabel berdasarkan faktor-faktor temuan yang ada untuk menentukan kadar relevansi terhadap masalah yang saya kemukakan.

  12 d. Analisis data. Fvii r t r c

  P ER PI! ST A K A A K ' U N IV ER SIT A S AIRF- t A KC j ’ C f A “

  S U R A B A Y A _

  Berdasarkan pengelompokan data yang saya buat da­ lam bentuk tabel, dengan dilandasi berbagai teori dan pandangan, terutama dalam Kriminologi, maka saya berharap bahwa hal ini dapat menjadi kerangka acuan dalam mengana- lisis masalah yang saya ajukan, sehingga dapat. diperoleh kesimpulan yang benar dan objektif. Dengan demikian saya mempergunakan deskriptif analitis dalam mengupas masalah ini,

  6. Pertanggung.lawaban Sistematika Dasar penulisan skripsi ini, berupa uraian latar belakang permasalahan, yang diakhiri dengan rumusan per - masalahan.dan judul skripsi, sebagaimana lazimnya saya tempatkan pada bagian aval tulisan ini, yakni dalam sub - bab pertama Bab I (Pendahuluan)♦ Subbab ini kemudian di - ikuti dengan subbab-subbab berikutnya berupa uraian ten - tang penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan pe- nulisan dan metodologi, yang dibagl dalam empat sub-sub - bab, yaitu pendekatan masalah, sumber data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data. Ba - terakhir dari Pendahuluan adalah subbab pertanggungjawab-. an sistematika ini sendiri. Pada bab berikutnya, yaitu Bab II, yang saya beri judul bahasan "Pengertian dan Latar Belakang Timbulnya Pencurian Kayu Hutan di Wilayah Kabupaten Tuban11, saya awali dengan subbab tentang penjelasan pengertian pencu -

  13

  rian kayu hutan, khususnya yang terjadi di wilayah Kabu - paten Tuban dengan dasar penjelasan dari batasan pencuri­ an dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana kita. Sebagai salah satu acuan juga guna mengupas perma- salahan ini akan saya kemukakan beberapa pandangan dan teori yang akan saya uraikan dalam subbab kedua dalam Bab

  II ini, dengan judul bahasan subbab "Upaya mencari sebab musabab Kejahatan". Dalam bal ini saya letakkan pengerti- an bahwa "latar belakang" mempunyai cakupan yang lebih luas dari "sebab musabab", walaupun keduanya secara umum berarti sebagai faktor-faktor yang mendorong suatu tindak- an. Data lapangan skripsi ini saya kemukakan dalam subbab ketiga dari Bab II ini. Kemudian dengan mempergu - nakan kedua acuan yang saya sebut terdahulu, saya lakukan analisis data. Analisis data ini saya letakkan pada subbab terakhir dalam Bab IX ini. Upaya apa yang telah ditempuh dan harus ditempuh dalam rangka menanggulangi masalah pencurian kayu hutan, akan saya bahas dalam Bab III, di bawah judul bahasan '•Langkah-langkah Penanggulangan Masalah Pencurian Kayu Hutan di Wilayah Kabupaten Tuban". Bab ini saya bagi dalam tiga subbab, yaitu subbab Metode Pengamanan Preventif, Me­ tode Pengamanan Represif dan Langkah-langkah yang Perlu Bitempuh.

  Bab IV merupakan Bab Penutup, berupa kesimpulan dan

  15 saran-saran, saya kemukakan sebagai bagian paling akhir dalam keseluruhan pembahasan permasalahan dalam skripsi ini.

  PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG TIMBULNYA PENCURIAN KAYU HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN TUBAN

  BAB II

  1. Pengertian Pencurian Kayu Hutan Dalam Hukum Pidana kita, dalam ketentuan umum yang mengatur tentang tindak pidana pencurian, yaitu pada pa - sal 362 KUHP dirumuskan'^ : Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruh - nya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima ta- hun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

  12) Dari perumusan di atas, menurut R. Soesilo , da­ lam tindak pidana pencurian. harus terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

  a. perbuatan "mengambil",

  b. yang diambil adalah sesuatu "barang",

  c. barang itu harus "seluruhnya atau sebagian kepunya­ an orang lain", dan

  d. pengambilan itu harus dilakukan "dengan maksud hendak memiliki barang itu dengan melawan hukum". Sehubungan dengan hal ini, saya ingin menjelaskan pengertian pencurian kayu hutan, khususnya yang terjadi di wilayah Kabupaten Tuban dengan berlandaskan pada unsur- unsur tindak pidana pencurian sebagaimana terdapat dalam pasal 362 KUHP.

  11Ibid.

  1 2

  R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-dellk Khusus. Politeia, Bogor, 1984» h.117*

  16

  1? Dalam tindak pidana pencurian, harus dijumpai ada- nya unsur perbuatan "mengambil"• Menurut pengertian seha- ri-hari "mengambil" berarti membawa sesuatu dari suatu terapat ke tempat lain. Namun dalam permasalahan ini "me - ngambil" saya konotasikan sebagai suatu usaha yang dila - kukan oleh seseorang untuk memindahkan sesuatu ke dalam kekuaeaannya. Dengan demikian, kalau seorang pencuri kayu telah menebang pohon atau bahkan sedang menebang pohon dan be - lum sempat mengangkutnyaf namun sudah tertangkap tangan oleh polisi hutan atau aparat keamanan lain, maka saya berpendapat bahwa unsur "mengambil" di sini telah terpe - nuhi, karena dalam tindakan tersebut jelas sudah ada niat dan tindakan av/al untuk melakukan ke jahatan. Tentang be - lum selesainya perbuatan tersebut dilakukan adalah meru - pakan persoalan lain dan bukan atas kehendaknya. Perbuat­ an demikian dapat dimasukkan kategori kejahatan tertentu, yakni percobaan melakukan pencurian. Suatu hal yang pasti perbuatan ini pun diancam dengan pidana, valaupun dalam ukuran yang lebih ringan (lihat pasal 53 KUHP: tentang percobaan melakukan kejahatan). Tentang hal tersebut ada yang berpendapat, yaitu Prof. S i m o n s ^ , sebagaimana disitir oleh R. Soesilo, bahwa unsur "mengambil" baru terpenuhi apabila perbuatan 13Ibid.

  18 tersebut mengakibatkan barang termaksud berpindah tempat. Dalam praktek peradilan di Pengadilan Negeri Tuban, dapat diketahui dari berkas putusan yang ada, tidak per - nah dibedakan antara percobaan melakukan pencurian dan pencurian yang dilakukan secara sempurna dalam perkara pencurian kayu jati. Dengan demikian tidak pernah diterap- kan pasal 53 KUHP terhadap perkara ini. Termasuk dalam pengertian "mengambil" ini, yaitu seseorang yang menemukan (istilah setempat 'nemok': dari kata umum dalam bahasa Jawa ' nemu') sebatang kayu yang tergeletak, baik dalam areal hutan maupun di luar areal hutan. Hal seperti ini kadang muncul sebagai masalah, oleh karena warga desa sekitar hutan kurang menyadari atau sama sekali tidak tahu bahwa menemukan sebatang kayu, kemudian kayu tersebut dipergunakan untuk kepentingan pribadi, da­ pat dituduh telah melakukan pencurian kayu. Namun tidak termasuk dalam pengertian "mengambil" di sini seseorang yang membeli kayu, walaupun dalam hal ini ada usaha untuk memindahkan sesuatu ke dalam kekuasa- annya serta dapat diduga kayu tersebut adalah hasil dari suatu kejahatan (di wilayah Kabupaten Tuban dikenal dengan istilah 'kayu peteng1). Tindakan ini dalam Hukum Pidana dapat dikenakan pasal tersendiri di luar pencurian, yakni tindakan penadahan (pasal ^80 - 482 KUHP). Tentang unsur kedua, sebagai objek pencurian, yaitu yang diambil adalah sesuatu "barang". Menurut pandangan

  R. Soesilolif\ "barang" di sini harus segala sesuatu yang berwujud. Kata "berwujud" ini sering menimbulkan penafsir- an yang bermacam-macam. Secara sempit sering hanya ditaf- sirkan sebagai segala sesuatu yang tampak di mata. Se- hingga pernah timbul persoalan tentang pencurian aliran listrik di negeri Belanda (libat arrest H.R. 23 Mei 1921 No. W. 10728). Menurut hemat saya, kata "berwujud" ini harus di - artikan sebagai segala sesuatu yang dapat diindera oleh panca-indera manusia. Dengan demikian bukan hanya aliran listrik, tetapi juga benda-benda lain, misalnya gas yang tldak tampak di mata, namun dapat dibau atau dirasa oleh alat peraba (kulit), dapat juga menjadi objek pencurian. R. Soesilo Juga menyatakan bahwa barang tersebut harus merupakan "barang bergerak" (roerend goed), supaya dapat dipindahkan. Sehubungan dengan permasalahan yang saya kupas, yang objek pencuriannya berupa kayu hutan, saya lebih setuju dengan apa yang dikemukakan oleh R. Moe- 15) g o n o

  ,

   tentang penggunaafc istilah bahwa barang di sini harus dapat dipindahkan (verplaatsbaar) dan bukan penggu- naan istilah barang bergerak (roerend goed). 1/fIbid., h. 118. ^ R . Moegono, "Delik Harta Kekayaan", dalaa Hermien Hadiati Koeswadji (ed.), Delik Harta Kekayaanf Asas-asas dan Permasalahanmra. cetakan I, Sinar Wijaya, Surabaya, 1984, h. 22.

  19

  20 Pohon-pohon jati yang tumbuh di hutan adalah meru- pakan barang tidak bergerak (onroerend goed), namun dapat menjadi objek pencurian, yaitu dengan cara menebang dan mengangkutnya. Unsur kedua ini erat sekali kaitannya dengan un - sur berikutnya, yakni barang itu harus "seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain"* Barang yang untuk sebagi­ an kepunyaan orang lain, misalnya dua orang atau lebih membeli sesuatu barang secara bersama-sama atau mendapat wariean barang dan belum dibagi-bagi. Pohon-pohon jatl dalam hutan merupakan milik selu- ruh bangsa Indonesia, karena dari kekayaan hutan ini di - hasilkan devisa negarat yang akan dipergunakan sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat. Maka, jika terjadi sese­ orang melakukan pencurian kayu di hutan, kemudian ter - tangkap, sudah sewajarnya bila dituntut dan diadili mela- lui proses pengadilan, Pencurian kayu hutan di wilayah Kabupaten Tuban, yang menjadi sasaran terutama adalah kayu jati, eebab mempunyai nilai jual cukup tinggi dan mudah sekali pema - sarannya• Unsur terakhir, pengambilan itu harus dilakukan "dengan maksud hendak meml11ki barang itu dengan melawan hukum". Ini berarti seseorang bertindak sebagai yang pu - nya atas sesuatu barang tanpa izin terlebih dahulu dari yang berhak, Sebagai konsekuensi, apabila seseorang telah

  21 dituduh melakukan pencurian kayu jati, maka orang itu ha­ rus dapat menunjukkan bukti-bukti yang sah atae pemilikan kayu tersebut, kalau memang kayu tersebut bukan hasil ke­ jahatan. Ada pula sementara anggapan masyarakat, bahwa hu - tan merupakan kawasan yang bebas untuk mencari kayu, se - hingga mereka merasa perbuatan yang mereka lakukan bukan merupakan tihdak kejahatan pencurian.

  i

  Dengan mellhat uraian penjelasan tentang pengerti- an pencurian berdasarkan unsur-unsur tindak kejahatan pencurian tersebut di atas. Juga berdasarkan asas hukum yang berlaku di negara kita, yakni apabila suatu peratur- an telah diundangkan dalam lembaran negara* maka semua warga dianggap telah mengetahuinya. Dengan demikian, apa pun dalih yang ada di benak para pelaku pencurian kayu tersebut. Sadar atau tidak sadar. Secara yuridis formal mereka bersalah telah melanggar ketentuan yang telah di - tetapkan dalam undang-undang.

  2. U m y a Mencari Sebab Musabab Kejahatan Sebab musabab suatu kejahatan akan terasa lebih berarti untuk dijelaskan, apabila kita mengetahui terle - bih dahulu hakekat kejahatan Itu sendiri. Berbagai pandangan muncul dalam upaya menjelaskan hakekat dari kejahatan. Berbagai pandangan tersebut lahir baik sebagai pengembangan suatu teori, maupun sebagai

  landasan dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi da­ lam masyarakat. Pandangan tentang hal ini antara lain, se- perti apa yang dikemukakan oleh Emile Durkheim, sebagai - mana disitir oleh Ny. Hernany H . S . ^ \ yang menyatakan bahwa kejahatan merupakan gejala yang normal dalam setiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan sosial, oleh karena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai habis. Pandangan tersebut bahkan secara lebih tajam di - ungkapkan oleh Korn & McCorkle, yang ditulis kembali oleh 17) Sahetapy , bahwa kejahatan bukan hanya sekedar gejala normal di dalam setiap masyarakat, melainkan suatu hal yang tak dapat dielakkan sebagai tuntutan dari makin kom- pleksnya keadaan masyarakat dan kebebasan individu. Sahetapy, pada kesempatan yang sama^^ juga mengu- tip pendapat Frank Tannenbaum yang mengatakan : '’Crime is eternal - as eternal as society'1. Dari pandangan ini ti - dak mengherankan , jika Sahetapy sampai pada suatu perta- nyaan : "Kalau demikian halnya, masih perlukah dicari dan diterangkan sebab musababnya terjadi kejahatan?".

  22 Ny. Hernany H.S., "Tinjauan Sosiologie Tentang Ma* salah Kejahatan di Negara Berkembang", dalam J.E. Saheta­ py (ed.), Ke.iahatan Kekerasan Suatu Pendekatan Interdisj. pllner. cetakan I, Sinar Wijaya, Surabaya, 1983* 79*

  17J.E. Sahetapy, Kausa Ke.iahatan dan Beberam Anali- sa Kriminologik. Alumni, Bandung, 1981, h. 10.

  18Ibid.

  23 Dari sisi lain dalam Sosiologi, kejahatan juga me­ rupakan objek permasalahan yang senantiasa hadir dalam pembahasan. Salah seorang. yang mengungkap masalah keja­ hatan ini ialah Soerjono Soekanto” ^ dan menulis : Jiadi pada dasarnya, problema-problema sosial me- nyangkut nilai-nilai sosial dan moral ; problema- problema tersebut merupakan persoalan, oleh karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan de­ ngan hukum dan bersifat merusak oleh sebab itu pro - blema-problema sosial tak akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dari berbagai pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa kejahatan memang sebagai suatu hal yang mau tidak mau harus terjadi. Pandangan yang menyatakan bahwa keja -- hatan tidak mungkin diberantas sampai habls, menurut he - mat saya juga dapat diterima. Yang menjadi masalah, seka- rang, bagaimana upaya kita untuk menanggulangi dan mene. — kan angka kriminalitasnya hingga sekecil mungkin. Sebab bagaimanapun juga setiap bentuk kejahatan selalu menim- bulkan keresahan, mengganggu ketentraman serta membawa kerugian bagi masyarakat yang bersangkutan^^. Sebagaimana halnya dalam menanggulangi masalah- masalah lain pada umumnya, kita akan selalu terlebih da - 19 . ^Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. ce - takan ketujuh, CV Eajawali, Jakarta, 1986, h. 341.

  2 0

  Bonger, dalam hal ini menyebut setidak-tidaknya ada dua jenis kerugian yang diderita masyarakat, yaitu kerugian yang bersifat ekonomis dan kesusilaan. Untuk hal ini lihat: W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kri - minologif cetakan keenam, terjemahan R.A. Koesnoen, PT Pembangunan-Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, h. 25-26.

  24 hulu mencari sumber timbulnya masalah, sebab musabab ser- ta latar belakang masalahnya. Upaya semacam Ini dalam Kriminologi dikenal sebagai bagian yang disebut etiologi kriminil• Begitu pentingnya sebab musabab dalam menelaah kriminalitas, sehingga para ahli kriminologi kontinental meletakkan etiologi kriminil sebagai bidang yang paling ditekankan dalam Kriminologi. Dalam mengupas masalah ini Sahetapy mengungkapkan hal sebagai berikut2^ : Menurut hemat saya, masalah kausa tetap merupakan masalah pokok dan yang sangat mendasar serta terus membara dalam kriminologi. Hal ini tampak dalam tu- lisan saya bertalian dengan "Modernisasi dan Krimi- nalitas” . Di situ saya menulis, antara lain, demiki - an : para filsuf, alim ulama, dan ilmuwan dari pelba- gai disiplin sejak dulu hingga masa kini selalu mena- ruh minat kriminalitas. Minat mereka itu tentu berki- sar pertama-tama pada mengapa dan bagaimana terjadi - nya kejahatan. Dalam yargon kriminologi disebut etio- logi kriminil atau sebab musabab kejahatan. Selanjut- nya mereka menaruh perhatian pula pada persoalan me - ngapa kejahatan sukar dicegah (prevensi kriminil) dan bagaimana kejahatan dapat ditanggulangi dengan baik dan jitu (politik dan represi kriminil), sehingga manusia atau masyarakat dapat hidup dengan tentram dan damai. Dalam sejarah Kriminologi22^, mulai dari zaman ku- no orang sudah berpikir tentang sebab musabab kejahatan. Dalam hal ini, Plato berpendapat bahwa emas dan manusia merupakan sumber dari banyak kejahatan. Juga Aristoteles 2^J.E. Sahetapy, op.cit.. h. 2.

  22W.A. Bonger, op.cit.. h. 43-63 dan h. 73-142.

  25 dalam tulisannya menyebut adanya hubungan antara kejahat­ an dan masyarakat. Pada abad pertengahan, Thomas van Aquino juga mem- berikan beberapa pendapat tentang pengaruh kemisklnan atas kejahatan. Sedang Thomas More, pada permulaan seja - rah baru (abad ke-16), berpendapat bahwa kejahatan tidak dapat diberantas hanya dengan kekerasan dan hukuman berat, melainkan harus dicari sebab musababnya serta menghapus - kannya. Lebih lanjut Bonger menulis, mulai abad ke-18, kemudian pada zaman revolusi Perancis hingga 30 tahun abad ke-19» para sarjana senantiasa berusaha mencari dan menjelaskan sebab musabab timbulnya kejahatan, baik sebab musabab sosial (bersifat kemasyarakatan), sebab musabab antropologi maupun yang bersifat psykiatri. Menarik untuk dikemukakan kembali pendapat bebera­ pa pemikir besar, mulai dari Voltaire, Rousseau, Beccaria sampai pada D'Holbach, yang pada dasarnya berpendapat bahwa kejahatan terhadap harta benda, terutama pencurian, disebabkan karena kemiskinan, kesengsaraan dan putus asa. Dari berbagai pandangan tersebut, berkembang hing­ ga munculnya teori yang menghebohkan dari Lombroso : "born criminal theory" (teori tentang penjahat sejak la - hir) dan "type penjahat". Teori ini lahir dalam satu ma - shab yang dikenal dengan nama mashab Italia atau mashab Antropologi. Teori ini pada dasarnya berusaha menjelaskan sebab musabab kejahatan dari segi antropologi (antropolo-

  gi kriminil), yang pada mulanya dipelopori oleh dua orang tl ahli phrenologi Gall dan Spurzheim. Pemikiran Lombroso ini, meskipun diakui sebagai cikal bakal Kriminologi modern, namun mendapatkan banyak kritik dari para sarjana. Salah satu contoh adalah 6e- rangan dari Bonger2^ terhadap hypothese atavisme yang dikemukakannya : Hypothese ini tidak benar, biarpun disusun secara cerdik. Pertama seperti yang sudah kita ketahui, jika dipandang dari sudut sosiologi-ethnologis pokok pang- kalnya tak dapat dipertahankan, dan oleh karenanya hypothese seluruhnya tidak berlaku. Kedua ia mendapat serangan dari segi anthropologi kedokteran dan dibuk- tikan bahwa fakta-fakta tersebut - belum terhitung kesalahan-kesalahan dan kekurang-telitian yang biasa- nya menandai penyelidikan Lombroso - berdasarkan interpretasi yang salah. Kritik lain yang oleh Bonger dikatakan sebagai kritik yang penghabisan dan paling mendalam terhadap ajaran antropologis, ialah apa yang disampaikan oleh Ch. Goring dan berkesimpulan : ".... - our inevitable conclu­ sion must be that there is no such thing as a physical type"2^ . Melalui Ferry, ajaran Lombroso pun akhirnya menga- kui faktor lingkungan mempunyai korelasi terhadap timbul- nya kejahatan. Berikutnya lahir mashab Lingkungan atau mashab

  26

  23Ibid., h. 83 22*Ibid.. h. 90-91.