Department Of Mathematics Education and Natural Sciences Faculty of Teacher Training and Education
By
Drs. La Misu, M.Pd Drs. La Arapu,, M.Si
Reviewers:
Dr. Sugiman, M.Si
Department Of Mathematics Education and Natural Sciences Faculty of Teacher Training and Education
HALUOLEOUNIVERSITY
KENDARI2014
DAFTAR ISI
halaman
BAB I GEOMETRI INSIDENSI BIDANG DAN RUANG ..
1 BAB II JARAK DAN KEKONGRUENAN ………………
2.1. Keantaraan .……………………………………… 4
2.2. Ruas Garis, Sinar, Sudut dan Segitiga ……………… 5
2.3. Kekongruenan Ruas Garis- Ruas Garis ……………… 6 dan Sudut-sudut BAB III KEKONGRUENAN SEGITIGA-SEGITIGA ……
9 BAB IV PEMISAHAN BIDANG DAN RUANG …………
16
4.1. Kecembungan dan Pemisahan ………………… 16 4.2.Teorema-teorema Insidensi
……………………… 17 BAB V KESEBANGUNAN SEGITIGA-SEGITIGA ……
20 BAB VI GARIS-GARIS DAN TITIK-TITIK ISTIMEWA ...
24 PADA SUATU SEGITIGA
6.1. Garis-garis Istimewa ………………………… 24
6.2. Titik-titik Istimewa …………………………... 25 BAB VII ATURAN FUNGSI TRIGONOMETRI …………
26 PADA SUATU SEGITIGA
7.1. Aturan Sinus …………………………………… 26
7.2. Aturan Cosinus …………………………………… 27
7.2. Aturan Tangen …………………………………… 27 BAB VIII SEGI EMPAT DAN SEGI BANYAK
…… 28
8.1. Segi Empat …………………………………… 28
8.2. Beberapa Segiempat Cembung Istimewa …………… 28
8.2.1 Segi panjang …………………………………… 28
8.2.2 Persegi …………………………………… 29
8.2.3 Layang-layang ……………………… 30
8.2.4 Jajaran Genjang ……………………… 30
8.2.5 Belah Ketupat ……………………… 31
8.2.6 Trapesium …………………………………… 32
8.3. Segi Banyak …………………………………… 32 BAB IX DAERAH-DAERAH POLIGON
………...… 34 DAN EKSTERIORNYA
9.1. Luas Segitiga dan Segibanyak Beraturan ………...… 34
9.2. Luas Segi Banyak Beraturan …………………… 36
9.3. Tempat Kedudukan …………………………… 37
9.4. Lingkaran …………………………………… 37
9.4.1 Luas Lingkaran …………………………… 37
BAB I GEOMETRI INSIDENSI BIDANG DAN RUANG
Pada geometri insidensi, untuk membicarakan garis kita memerlukan beberapa aksioma-aksioma. Kumpulan aksioma ini selanjutnya disebut aksioma insidensi. Aksioma insidensi inilah yang membangun geometri insidensi. Selengkapnya aksioma itu adalah: 1-0 Suatu garis dan bidang adalah himpunan titik. Suatu garis l adalah himpunan bagian
dari suatu bidang E dan dikatakan bahwa l terletak dalam E. Apabila suatu garis l memuat sebuah titik P dikatakan bahwa P terletak pada l atau l melalui P. Titik-titik yang terletak pada satu garis disebut kolinear dan titik-titik yang terletak pada satu bidang disebut koplanar.
1-1 Melalui dua titik yang berbeda hanya dapat dibuat tepat satu garis. Apabila titik itu P dan Q maka garis yang melaluinya dinotasikan dengan PQ .
1-2 Melalui tiga titik yang tidak kolinear hanya dapat dibuat tepat satu bidang. 1-3 Suatu garis yang memuat dua titik berbeda yang terletak pada suatu bidang, garis itu
seluruhnya terletak pada bidang itu. 1-4 Perpotongan dua bidang adalah suatu garis. 1-5 Setiap garis memuat paling sedikit dua titik yang berbeda dan setiap bidang memuat
paling sedikit tiga titik yang tidak segaris. Selanjutnya misalkan kita diberikan sebarang dua garis berbeda. Kita ingin melihat bagaimana kedudukan dua garis ini. Jika berpotongan berupa apa perpotongannya atau mungkin saja kedua garis ini tidak berpotongan. Kedudukan dua garis ini dijelaskan dalam Teorema 1.1.
Dapat juga kita melihat kedudukan garis dan bidang. Terkait hal ini dapat kita lihat apakah garis subset bidang, garis dan bidang saling lepas atau garis menembus bidang. Teorema-teorema yang terkait dengan hal ini dijelaskan dalam Teorema 1.2 untuk garis menembus bidang, sedangkan untuk garis subset bidang dijelaskan dalam Teorema 1.3.
Teorema 1.1
Dua garis yang berbeda berpotongan paling banyak hanya pada satu titik
Bukti Misalkan garis itu adalah l dan m. Andaikan l dan m berpotongan pada dua titik berbeda P dan Q. Maka menurut 1-1 melalui P dan Q hanya dapat dibuat tepat satu garis. Ini berarti l dan m berimpit atau l = m, tetapi ini kontradiksi dengan l m. Jadi pengandaian salah. Reductio ad Absurdum (RAA).
Selanjutnya selain kedudukan dua garis dapat juga melihat kedudukan himpunan dua titik lainnya. Diantara kedudukan dua himpunan titik yang juga penting untuk didlihat adalah kedudukan antara garis dan bidang. Untuk jelasnya hal ini dapat dilihat pada Teorema 1.2.
Teorema 1.2 Jika suatu garis memotong suatu bidang yang tak memuat garis itu maka perpotongannya adalah sebuah titik. Bukti
Misalkan l adalah garis yang memotong bidang E, tetapi l tidak terletak pada E, maka ada paling sedikit satu titik P l
E. Maka Q l dan Q
E. Andaikan ada Q P l
E. Menurut aksioma 1-1 l = PQ . Menurut aksioma 1-3 PQ terletak pada E. Ini kontradiksi dengan l tidak terletak pada E. Jadi pengandaian salah. RAA. Pada Teorema 1.1 dan Teorema 1.2 telah dijelaskan kedudukan antara dua garis dan kedudukan antara garis dan bidang berturut-turut. Padahal dari tiga himpunan titik; yaitu titik, garis dan bidang kita dapat melihat tiga keterkaitan; yaitu kaitan titik dan
garis, kaitan titik dan bidang dan kaitan garis bidang. Oleh karena itu Teorema 1.3 menjelaskan hasil gabungan titik dan garis.
Teorema 1.3 Diketahui suatu garis dan sebuah titik yang tidak terletak pada garis itu, maka terdapat tepat satu bidang yang memuat garis dan titik itu. Bukti
Misalkan garis itu adalah l dan titik itu adalah P. Maka ada R Q l . Karena Pl maka P, Q dan R tidak kolinear. Menurut aksioma 1-2 melalui P, Q dan R hanya Misalkan garis itu adalah l dan titik itu adalah P. Maka ada R Q l . Karena Pl maka P, Q dan R tidak kolinear. Menurut aksioma 1-2 melalui P, Q dan R hanya
Selanjutnya mari kita lihat apa yang terjadi penggabungan garis******* Teorema 1.4
Jika dua garis berpotongan, maka gabungan kedua garis itu terletak pada satu bidang. Bukti
Misalkan garis itu adalah l dan m. Akan ditunjukkan bahwa l m = bidang E. Menurut teorema 1 l m = P. Menurut aksioma 1-1 ada Q l dengan P Q dan ada R l. Jadi P,Q dan R tidak kolinear. Menurut aksioma 1-2 melalui P,Q dan R hanya tepat
dibuat satu bidang E. Karena l = PQ dan m = PR maka E = l m. Menurut Teorema
1.3 tidak ada bidang lain yang memuat lm.
Soal Latihan
1. Diberikan dua titik berbeda A dan B. Ada berapa garis yang dapat dibuat melalui A dan B? Jelaskan jawaban Anda!
2. Ada berapa biadang yang dapat dibuat yang memuat A dan B pada soal 1? Jelaskan jawaban Anda!
3. Diberikan tiga titik berbeda dan tidak segaris A, B dan C. Ada berapa garis yang dapat dibuat dari tiga titik ini?
4. Ada berapa bidang yang dapat dibuat yang memuat titik-titik pada soal no.3?
5. Jika diberikan n titik berbeda dan setiap tiga titik tidak segaris, tentukanlah banyaknya
a. Garis yang dapat dibuat sehingga setiap titik dilalui garis!
b. Bidang yang dapat dibuat sehingga setiap titik termuat dalam bidang!
BAB II JARAK DAN KEKONGRUENAN
Setiap pasangan titik akan berkaitan dengan suatu bilangan real yang disebut jarak di antara dua titik itu. Untuk menjelaskan kaitan ini, maka perlu didefinisikan suatu fungsi d yang harus memenuhi syarat sebagai jarak antara dua titik. Syarat yang harus dipenuhi oleh d ini selanjutnya disebut sebagai aksioma jarak. Aksioma jarak selengkapnya adalah sebagai berikut:
d - 0. d adalah suatu fungsi d:SxS R
d - 1. P,Q S, d (P,Q) 0.
d - 2. d (P,Q) = 0, jika dan hanya jika P = Q.
d - 3. d (P,Q) = d (Q,P) P,Q S. Di sini d(P,Q) adalah jarak antara dua titik P dan Q dan untuk singkatnya d(P,Q) ditulis sebagai PQ.
Definisi 2.0 Misalkan f : l R merupakan suatu korespondensi satu-satu antara titik-titik dalam garis l dengan bilangan real. Fungsi f disebut sistem koordinat untuk l apabila untuk setiap pasangan titik P dan Q pada l dipenuhi
PQ = f ( P ) f ( Q ) . Selanjutnya untuk setiap P l, bilangan f(P) = x disebut koordinat P.
d - 4. Setiap garis mempunyai sebuah sistem koordinat.
2.1 Keantaraan
Definisi 2.1.1 Diberikan tiga titik kolinear A, B dan C. Dikatakan B terletak di antara A dan C bilamana memenuhi AB + BC = AC, dan dinotasikan dengan (ABC).
Teorema 2.1.2 Jika (ABC), maka (CBA). Bukti (Sebagai latihan).
Teorema 2.1.3 Setiap tiga titik berbeda yang kolinear tepat satu titik berada di antara dua titik lainnya. Bukti
Misalkan f adalah suatu sistem koordinat untuk garis l dan x, y, z adalah koordinat-koordinat dari titik A, B dan C berturut-turut. Maka salah satu dari bilangan x, y, z berada di antara kedua bilangan lainnya. Bilangan-bilangan ini akan berkorespondensi dengan titik-titik A, B dan C. Selanjutnya disini akan ditunjukan bahwa jika (ABC) maka tidak akan (BCA) atau (DCB). Selanjutnya misalkan f(A) = 0 dan 0<f(B)<f(C). Jadi 0 = x < y < z. Andaikan (BAC) maka BA + AC = BC. Tetapi AB + BC = AC. Setelah kedua persamaan ini dijumlahkan maka AB = 0. Menurut d-2 A=B. Tetapi ini kontradiksi dengan A B. Untuk (ACB) dilakukan pembuktian dengan cara serupa.
Teorema 2.1.4 Jika A dan B adalah dua titik sebarang, maka ada satu titik C sehingga (ABC) dan ada satu titik D sehingga (ADB). Bukti
Misalkan f adalah sebarang sistem koordinat untuk AB . Misalkan x dan y berturut-turut adalah kordinat A dan B dengan x<y. Maka x<y<y+1. Jika C = f -1 (y+1)
-1 x y maka (ABC). Juga diperoleh 2x < x+y < 2y atau x
< y. Jika D = f 2 2
maka (ADB).
2. 2 Ruas Garis (Segmen), Sinar, Sudut dan Segitiga
Definisi 2.2.1 Diberikan dua titik berbeda A dan B. Himpunan titik-titik yang terletak di antara A dan B bersama A dan B adalah ruas garis di antara A dan B dan ini dinotasikan
dengan AB .
A B Gbr. 1
Dari definisi 2.2.1 berarti
AB = x : (AXB) A , B . .
Definisi 2.2.2 Diberikan dua titik berbeda A dan B. Himpunan semua titik C yang terletak
pada AB demikian sehingga A tidak terletak di antara C dan B disebut sinar
A B dari A melalui B dan ini dinotasikan
Gbr. 2
dengan AB . Titik A disebut titik awal dari AB atau ujung AB . Definisi 2.2.3
Sudut adalah sebuah bangun pada bidang yang merupakan gabungan dari dua buah sinar yang mempunyai titik ujung yang sama, tetapi tidak terletak pada garis yang
sama. Apabila sudut itu adalah gabungan AB dan AC , kedua sinar ini disebut kaki-kaki dari sudut itu. Titik A disebut titik sudut dan sudut itu dinotasikan dengan BAC.
Teorema 2.2.4
A BAC = C
C CAB. Bukti
(sebagai latihan).
Definisi 2.2.5
B Gbr. 4 Diberikan tiga titik A, B dan C yang tidak segaris. Himpunan AB BC AC disebut sebuah segitiga dan dinotasikan dengan ABC. Ketiga segmen AB , CB dan AC disebut sisi segitiga (Gbr. 4).
Gbr. 3
2.3 Kekongruenan Ruas Garis- Ruas Garis dan Sudut-sudut
Definisi 2.3.1
C Ruas garis-ruas garis AB
dan CD dikatakan kongruen A bilamana AB = CD, dan
D dinotasikan dengan AB CD .
Gbr. 5
Definisi 2.3.2 Misalkan (ABC). Titik B disebut titik tengah AC bilamana memenuhi AB BC .
Teorema 2.3.3 Setiap segmen mempunyai tepat satu titik tengah. Bukti
Ambil sebarang AC . Misalkan f sebuah sistem koordinat pada AC demikian sehingga f(A) = 0 dan f(C)>0. Jika (ABC), maka AB = f ( A ) f ( B )
= 0 f ( B )
30 o Misalkan f(B) = x,
P maka AB = x. Tetapi
(ii) BC = f ( B ) f ( C )
Karena B titik tengah AC maka AB=BC. Jadi x = AC - x atau x = . Syarat ini 2
dipenuhi oleh hanya satu bilangan x maka juga B hanya satu.
Selanjutnya untuk menyatakan suatu
ukuran
ABC dinotasi- o r kan
dengan
Z m( ABC), tetapi
(i)
(ii)
untuk menghindari
Gbr. 7
kesalahpahaman dengan perkalian digunakan m ABC saja. Oleh karena itu jika ada sudut seperti pada Gbr. 6 persamaannya dinyatakan sebagai m ABC = r dan m PQR = 30.
Selanjutnya jika dua sudut PQR dan XYZ dengan m PQR = m XYZ maka dikatakan PQR kongruen dengan XYZ dan untuk ini dinotasikan dengan PQR XYZ.
Soal
1. Diberikan (ABC). Buktikan bahwa jika B titik tengah AC maka AB = BC.
BAB III KEKONGRUENAN SEGITIGA-SEGITIGA
Definisi 3.1 Diberikan dua segitiga ABC dan DEF dan suatu korespondensi satu-satu ABC DEF di antara titik-titik sudutnya. Korespondensi itu dikatakan suatu kekongruenan apabila setiap pasangan yang berkorespondensi itu sisi-sisi dan sudut- sudutnya kongruen.
Definisi 3.1 menunjukkan bahwa korespondensi ABC DEF adalah suatu kekongruenan jika memenuhi keenam kondisi berikut :
AB DE , AC DF , BC EF , A D , B E , C F .
Jika korespondensi
ABC DEF
C E F suatu kekongruenan, maka ABC
(ii dikatakan kongruen dan
(i)
D ) dinotasikan
dengan
Gbr. 8
ABC DEF. Aksioma sisi-sudut-sisi (S.Sd.S) 3.2
Diberikan suatu korespondensi diantara dua segitiga. Jika dua sisi dan sudut yang diapitnya pada segitiga pertama kongruen dengan korespondensi yang seletak pada segitiga kedua maka korespondensi itu adalah suatu kekongruenan. Jika segitiga itu adalah ABC, DEF dan ABC DEF maka ABC DEF jika AB DE ,
D A , AC DF (Gbr. 9). Dari penjelasan ini kita dapat diturunkan beberapa teorema.
Teorema 3.3 (Sudut-Sisi-Sudut (Sd.S.Sd)) Diberikan suatu korespondensi diantara dua segitiga (atau di antara suatu segitiga dengan dirinya sendiri). Jika dua sudut dan sisi yang diapitnya dari segitiga pertama Teorema 3.3 (Sudut-Sisi-Sudut (Sd.S.Sd)) Diberikan suatu korespondensi diantara dua segitiga (atau di antara suatu segitiga dengan dirinya sendiri). Jika dua sudut dan sisi yang diapitnya dari segitiga pertama
Diberikan ABC, DEF dan suatu korespondensi ABC DEF. Jika A D, C F dan AC DF , akan ditunjukan bahwa ABC DEF.
(i)
(ii)
A D Gbr. 9
Menurut sifat sinar maka ada suatu titik B' DE AB = DB'. Menurut aksioma S.Sd.S maka ABC DB ' F . Menurut definisi kekongruenan maka EFB' ACB . Tetapi ACB DFE . Jadi EF B'
DFE. Karena B' DE
B B' maka FE = FB'. Oleh karena
E itu
E = B'.
Jadi A C
ABC DEF .
(i)
D F (ii)
Definisi 3.4
Gbr. 10
Diberikan suatu garis l pada bidang E. Garis l membagi bidang E menjadi suatu setengah bidang E 1 dan E 2 . Dalam hal ini E 1 dan E 2 disebut sisi l. Masing-masing E 1 dan E 2 terletak pada sisi yang berhadapan dari l. Jika A dan B pada E dengan A B dan A dan B tidak pada l maka :
(i)
A dan B terletak pada sisi yang sama dari l, jika AB tidak memotong l. Ini berarti jika A E 1 maka juga B E 1 atau jika A E 2 maka juga B E 2 .
(ii)
A dan B terletak pada sisi yang berhadapan dari l jika AB memotong l. Ini berarti jika A maka B E 1 E 2 atau jika A E 2 maka B E 1 .(Gbr. 11).
Teorema 3.5 (Sisi-Sisi-Sisi (S.S.S)) Diberikan suatu korespon-
A l ketiga
E 1 (ii)
densi diantara dua segitiga. Jika
B korespondensi
korespondensi itu adalah suatu
B E 2 kekongruenan.
Diberikan ABC , DEF dan suatu korespondensi ABC DEF seperti pada Gbr.12. Jika AB DE , BC EF dan
AC DF
akan ditujukkan
E bahwa korespon-
densi itu adalah
suatu kekong-
D F ruenan.
Gbr. 12
Menurut definisi 3.4 ada suatu AQ dengan Q dan B terletak pada sisi yang berhadapan dari AC sehingga CAQ FDE . Maka ada suatu B' AQ sehingga AB ' DE .
Selanjutnya karena AC DF maka menurut sisi-sudut-sisi DEF AB ' C . Misalkan BB ' memotong AC pada suatu titik G. Bukti ini dapat kita lihat dalam tiga
kasus yaitu : (i). (AGC), (ii). (A=G) dan iii. (GAC). (i)
Tetapi untuk kasus-kasus ini pada dasarnya cukup hanya kita lihat pada kasus (i) saja. Karena pada ABB ' dan AB AB ' maka AB ' G ABG . Juga pada
CBB ' dan CB CB ' maka CB ' G CBG . Karena G interior ABC dan G interior AB ' C maka ABC AB ' C . Menurut S.Sd.S itu menunjukkan bahwa ABCAB'C. Karena AB'CDEF maka ABC DEF.
Definisi 3.6 Suatu garis bagi dari suatu sudut adalah suatu sinar interior sudut itu yang membagi sudut itu dalam dua bagian yang saling kongruen.
Teorema 3.6
Setiap sudut mempunyai tepat satu garis bagi.
Bukti Diberikan Gbr. 13 BAC . Tanpa
menghilangkan keumuman anggap bahwa AB AC . Misalkan D titik tengah BC . Maka D interior BAC dan menurut teorema sisi-sisi-sisi ABD ACD . Jadi BAD CAD sehingga AD adalah garis bagi BAC . Karena setiap BC hanya mempunyai satu titik tengah maka AD tunggal.
Jadi telah kita menunjukkan bahwa setiap sudut paling sedikit mempunyai satu garis bagi. Ini baru setengah dari bukti teorema kita. Kemudian kita harus menunjukan bahwa BAC paling banyak hanya mempunyai satu garis bagi. Untuk ini kita harus
menunjukkan bahwa garis bagi BAC melalui titik tengah D dari BC . Anggap bahwa AE garis bagi BAC . Maka secara otomatis E interior BAC. Karena itu AE akan memotong BC pada suatu titik D' diantara B dan C, tetapi menurut sisi sudut sisi AD'B ABD' C . Jadi D ' B D ' C . Ini berarti D’ titik tengah BC . Karena BC hanya mempunyai satu titik tengah, maka BAC hanya mempunyai satu garis bagi.
Jika satu kaki suatu sudut berimpit dengan salah satu kaki sudut yang lain maka kedua sudut itu berbatasan. Dua buah sudut yang berbatasan sehingga kaki-kaki sudut yang berjauhan membentuk suatu garis, maka kedua sudut itu saling suplemen. Jika dua sudut saling suplemen maka kedua sudut itu membentuk suatu pasangan linear.
Selanjutnya perhatikan Gbr. 14. Karena BD dibentuk oleh CD dan CB , sedangkan kedua sinar itu adalah kaki-kaki sudut yang berjauhan dari ACD dan
ACB diketahui bahwa kedua sudut ini saling suplemen. Oleh karena itu ACB dan ACD dapat membentuk suatu pasangan linear, yang berarti bahwa m ACB + m ACD 180 .
Selanjutnya dua sudut
saling bertolak belakang jika kaki-kaki sudut itu membentuk
D C B pasangan sinar yang bertolak
Gbr. 14
belakang seperti pada Gbr. 15. Disini BAC bertolak belakang dengan B'AC'.
Sifat 3.8
B B'
Jika dua buah sudut
saling bertolak belakang
C C'
maka kedua sudut itu kongruen.
Gbr. 15
Bukti (Sebagai latihan). Teorema 3.9
Diberikan suatu garis dan sebuah titik tidak pada garis maka ada suatu garis yang melalui titik yang diberikan tegak lurus garis yang diberikan. Bukti
Misalkan l adalah garis itu dan titik itu adalah B. Ambil A dan C sebarang titik yang berbeda pada l (Gbr.16). Maka ada suatu titik Q demikian sehingga Q dan B berada pada sisi yang berhadapan dari l dan memenuhi BAC QAC . Juga ada suatu titik B'
pada AQ sehingga AB AB ' .
Karena B dan B' berada pada sisi
yang berhadapan dari l maka BB '
memotong l pada suatu titik G. Di sini ada dua kemungkinan mengenai
G yaitu : Gbr. 16
(i)
G A. Pada kasus ini
G. Karena itu AGB AGB' dan mem-bentuk pasangan linear. Oleh karena itu setiap sudut adalah sudut siku-siku. Jadi BG AC = l seperti yang diminta. (ii)
menurut s.sd.s ABG A B'
A = G. Pada kasus ini BGC BAC dan B'GC BAC. Tetapi AB AB' . Karena itu BGC B ' GC . Jadi sama dengan kasus (i), sehingga BG AC
= l. Selanjutnya
diberikan garis-garis l 1 ,
m l 2 dan m pada satu
bidang. Jika
memotong l 1 dan l 2 l 2
pada dua titik P dan Q
yang berbeda berturut-
Gbr. 17
turut maka m adalah
suatu transversal terhadap l 1 dan l 2 . Jika :
(1) t suatu transversal terhadap l 1 dan l 2 yang memotong l 1 dan l 2 di P dan Q berturut-turut dan (2).A dan D titik-titik pada l 1 dan l 2 berturut-turut yang terletak pada sisi yang berhadapan dari t, maka APQ dan PQD disebut sudut-sudut berseberangan dalam (Gbr. 18).
Definisi 3.10 Jika x dan y
sudut-sudut berse-berangan
dalam dan dan y sudut z l 2
bertolak belakang, maka x
dan z adalah sudut sehadap.
Gbr. 19
Teorema 3.11 Selanjutnya jika t suatu tranversal terhadap l 1 dan l 2 maka l 1 dan l 2 sejajar jika sudut sudut-sudut berse-berangan dalam kongruen atau sudut-sudut sehadap kongruen. Bukti (sebagai latihan).
BAB IV PEMISAHAN BIDANG DAN RUANG
4.1 Kecembungan dan Pemisahan
Definisi 4.1.1 Suatu himpunan A disebut cembung (konvex) apabila untuk setiap titik P dan Q
di A segmen PQ seluruhnya terletak dalam A. Contoh
Dua gambar berikut adalah konvex. Dua gam-bar berikut adalah cekung (konkav).
Suatu himpunan
konvex
biasanya menjadi sangat luas. Sebagai contoh semua ruang S adalah konvex
Gbr. 20
dan seluruh garis dan bidang adalah konvex.
Sekarang diberikan suatu garis l
pada bidang E. Maka garis l membagi E menjadi dua bagian dan P
kedua bagian ini disebut sisi l. Sisi-sisi
l ini juga konvex. Setiap sisi l ini
disebut setengah bidang. Garis l sendiri disebut tepi setengah bidang.
Gbr. 21
Aksioma Pemisahan Bidang 4.1.2 Diberikan suatu garis dan suatu bidang yang memuat garis itu. Himpunan semua titik pada bidang yang tidak terletak pada garis adalah gabungan dua himpunan sehingga
1. setiap himpunan adalah konvex
2. jika P pada satu himpunan dan Q pada himpunan lain, maka PQ memotong garis itu.
Selanjutnya misalkan bidang itu adalah E dan garis itu adalah l. Jika himpunan yang tidak pada garis l adalah H 1 dan H 2 , maka aksioma di atas ekuivalen dengan
1. E – l = H 1 H 2
2. jika PH 1 dan QH 2 maka PQ l .
Soal Latihan
1. Buktikan bahwa himpunan H 1 dan H 2 keduanya tak kosong!
2. Buktikan bahwa himpunan H 1 memuat paling sedikit dua titik!
3. Buktikan bahwa setiap sinar adalah konvex!
4. Buktikan bahwa H 1 l adalah konvex!
5. Buktikan bahwa jika A dan B konvex maka AB konvex!
6. Buktikan bahwa jika G adalah sebarang koleksi dari himpunan konvex Gi, maka irisan dari semua himpunan Gi dalam koleksi itu adalah konvex!
7. Misalkan A adalah suatu himpunan titik dan B adalah gabungan seluruh segmen yang berbentuk PQ , dengan P, QA. Apakah B konvex? Mengapa? Atau mengapa tidak?
8. Diberikan suatu ABC dan suatu garis l pada bidang yang sama. Jika l tidak
melalui titik sudut ABC, maka l tidak memotong ketiga sisi segitiga itu!
9. Diberikan suatu ABC dan suatu garis l pada bidang yang sama. Jika l melalui suatu titik diantara A dan B, maka l memotong salah satu dari sisi lainnya dari ABC!
4.2 Teorema-teorema Insidensi
Dari aksioma pemisahan bidang diketahui bahwa suatu garis membagi suatu bidang menjadi dua setengah bidang yang berlawanan dari garis yang merupakan tepi kedua setengah bidang itu. Demikian juga jika dua titik terletak pada setengah bidang yang berbeda, maka titik itu terletak pada sisi yang berlawanan dari garis yang diberikan.
Teorema 4.2.1 Jika P dan Q pada sisi yang berlawanan dari garis l dan Q dan T pada sisi yang berlawanan dari l, maka P dan T terletak pada sisi yang sama dari l.
Teorema 4.2.2 Jika P dan Q pada sisi yang berlawanan dari garis l dan Q dan T pada sisi yang sama dari l, maka P dan T terletak pada sisi yang berlawanan dari l. Selanjutnya jika suatu bidang dipisahkan oleh garis, maka untuk materi yang berbeda dengan persoalan yang sama kita terapkan pada garis. Untuk sebaranag titik P pada garis l, maka P memisah l menjadi dua setengah garis yang disebut sinar garis. Kedua setengah garis ini terletak pada sisi yang berlawanan dari P dalam l.
Teorema 4.2.3 Diberikan suatu garis dan suatu sinar yang mempunyai titik ujung pada garis itu tetapi tidak terletak pada garis itu. Maka semua titik sinar itu, kecuali titik ujungnya terletak pada sisi yang sama dari garis itu.
Konsep pemisahan bidang dapat diterapkan untuk melihat gabungan dua sinar dan bidang. Sebab kejadian khusus dari gabungan dua sinar ini adalah garis. Tetapi pada umumnya gabungan dua sinar ini adalah sudut. Dalam hal gabungan dua sinar adalah sudut, maka suatu bidang akan terbagi dua menjadi exterior dan interior sudut itu.
Definisi 4.2.4 Interior BAC adalah irisan sisi AC yang memuat B dan sisi AB yang memuat
C, bila tidak disebut exterior BAC. Definisi ini menunjukkan bahwa suatu titik D adalah interior BAC apabila (1) BD AC = dan (2) CD AB = .
Teorema 4.2.5 Setiap sisi dari suatu segitiga kecuali titik-ttik ujungnya adalah interior sudut didepannya.
Teorema 4.2.6 Jika (ACD), (BAC) dan (AFG) pada satu bidang dan A, B dan C tidak segaris, Teorema 4.2.6 Jika (ACD), (BAC) dan (AFG) pada satu bidang dan A, B dan C tidak segaris,
Definisi 4.2.7 Interior ABC adalah irisan dari himpunan-himpunan (1). Sisi AB yang memuat
C, (2). Sisi AC yang memuat B dan (3). Sisi BC yang memuat A. Teorema 4.2.8
Interior suatu segitiga adalah suatu himpunan konvex. Teorema 4.2.9
Interior suatu segitiga adalah irisan dari interior-interior sudutnya.
Soal Latihan
1. Jika D interior BAC, maka AD - A terletak pada interor BAC.
2. Jika D interior BAC dan (GAD), maka AG - A terletak pada sisi AC yang tak memuat B.
3. Jika D interior BAC dan (FAC), maka F dan B pada sisi yang sama dari AD .
4. Jika D interior BAC, maka AD memotong BC .
5. Diberikan suatau segitiga dan suatu garis pada bidang yang sama. Jika garis itu memotong salah satu sisi dari segitiga itu, maka garis itu akan memotong salah satu dari dua sisi lainnya.
BAB V KESEBANGUNAN SEGITIGA-SEGITIGA
Diberikan ABC, DEF dan suatu korespondensi ABC DEF. Disini kita menggunakan ke-
E tentuan yang sudah
dikenal yaitu pan- jang sisi di depan
sudut A, dan
seterusnya. Kores-
A D e pondensi ABC
DEF dikatakan
Gbr. 22
proporsional bilamana sisi kedua segitiga ini memenuhi a, b, c ~ d, e, f. Jika korespondensi itu proporsional dan setiap sudut yang korespondensi itu kongruen maka kita katakan bahwa korespondensi itu adalah suatu kesebangunan dan dinotasikan
dengan ABC ~ DEF. Dua segitiga dikatakan sebangun bilamana ada suatu korespondensi kesebangunan diantara keduanya.
Teorema 5.1 (Sd.Sd.Sd). Diberikan suatu korespondensi di antara dua segitiga. Jika korespondensi sudut- sudutnya kongruen maka korespondensi itu suatu kesebangunan. Bukti
Diambil ABC , DEF dan suatu korespondensi ABC DEF (Gbr.21). Jika A A , B E dan
D C F, akan ditunjukkan
f e bahwa ABC~DEF. Misalkan
E'
F'
c E' dan F' adalah titik-titik pada
AB dan AC berturut-turut
sehingga AE' = f dan AF' = e.
Gbr.23
Menurut sisi-sudut-sisi AE ' F ' DEF . Karena AE' F' E dan E B maka AE' F' B . Jadi E' dan B di bawah suatu proyeksi sejajar. Karena itu kita peroleh
ratio : f e
. AB AC
Dengan cara yang sama dan melakukan penggantian materi, dapat ditunjukkan bahwa e d
, AC BC
karena itu d, e, f ~ BC, AC, AB atau d, e, f ~ a, b, c. Karena sisi yang korespondensi proporsional dan ABC DEF suatu korespondensi maka korespondensi itu adalah
suatu kesebangunan. Teorema 5.2 (Kesebangunan sudut-sudut).
Diberikan suatu korespondensi di antara dua segitiga. Jika dua pasangan sudut yang korespondensi di antara dua segitiga itu kongruen maka korespondensi itu adalah suatu kesebangunan. Bukti
Ambil ABC , DEF dan suatu korespondensi ABC DEF (Gbr. 22). Jika A D dan B E , akan ditunjukkan bahwa ABC ~ DEF. Misalkan
D E' dan F' adalah
titik-titik pada
berturut-turut se-
hingga AE' = f
Gbr. 24
dan AF' = e. Menurut sisi-sudut-sisi AE ' F ' DEF . Maka AE' F' E . Tetapi E B ,
sehingga AE' F' B . Padahal AE' F' dan B sehadap. Ini berarti E' F' // BC . Oleh karena itu F juga sehadap dengan C sehingga AF' E' C . Tetapi AF' E' F , maka F C . Menurut Teorema 5.1 ABC~DEF.
Suatu garis tinggi dari suatu segitiga adalah suatu garis yang ditarik dari suatu titik sudut tegak lurus pada garis yang memuat sisi didepannya.
Sifat 5.3 Gbr. 25 Setiap segitiga mempunyai tiga
ruas tinggi. Bukti (Sebagai alatihan).
Suatu segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku disebut segitiga siku-siku. Sisi yang mengapit sudut siku-siku disebut sisi siku-siku, sisi di depan sudut itu disebut hipotenusa (sisi miring).
Teorema 5.4 Garis tinggi yang memotong hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku membagi segitiga itu menjadi dua segitiga yang saling sebangun. Bukti
Misalkan ABC adalah suatu segitiga siku-siku dengan sudut siku di C dan D adalah kaki yang tegak lurus dari C ke . Akan ditunjukkan bahwa
AB
ACD~ABC~CDB. Fakta bahwa A A dan ADC BDC . Menurut teorema kesebangunan sudut-sudut ADC~ABC. Dengan cara yang sama yang
lainnya dapat dibuktikan. Teorema 5.5 (Teorema Pythagoras)
Pada sebarang segitiga siku-siku kuadrat panjang hipotenusa sama dengan jumlah kuadrat dua sisi lainnya. Bukti
Misalkan ABC adalah suatu segitiga siku-siku dan siku-siku di C. Akan
2 2 dibuktikan bahwa a 2 +b =c . Misalkan garis tinggi melalui C memotong di AB
D. Menurut Teorema 16 ACD ~ ABC ~ CBD . Karena itu h, f, b ~ a, b, c ~ g, h, a.
2 f 2 b b g a Jadi a sehingga f = dan maka g . Fakta bahwa c = f+g
2 a 2 b 2 2 = 2 . Jadi a +b =c .
c Gbr. 27
Gbr. 26
BAB V GARIS-GARIS DAN TITIK-TITIK ISTIMEWA PADA SEGITIGA
6.1 Garis-garis Istimewa
Pada setiap sudut dalam suatu segitiga dapat ditarik tiga buah garis istimewa yaitu : garis tinggi, garis bagi dan garis berat. Hanya satu garis istimewa pada segitiga tidak melalui titik sudutnya, yaitu garis sumbu segitiga. Garis ini disebut sumbu sisi segitiga.
Suatu garis disebut sumbu sisi suatu segitiga apabila garis itu adalah sumbu suatu sisi dari segitiga yang diberikan.
Teorema 6.1.1 Melalui suatu titik sudut pada suatu segitiga hanya dapat tepat dibuat satu ruas tinggi. Bukti (sebagai latihan)
Jadi pada setiap segitiga hanya kita mempunyai tiga garis tinggi. Garis bagi dari suatu sudut pada suatu segitiga adalah suatu garis yang ditarik melalui titik sudut itu dan membagi sudut itu sehingga menjadi dua sudut yang saling kongruen.
Teorema 6.1.2 Melalui suatu sudut dalam suatu segitiga hanya dapat tepat dibuat satu garis bagi. Bukti (sebagai latihan)
Oleh karena itu pada suatu segitiga kita hanya mempunyai tiga garis bagi. Garis berat pada suatu segitiga adalah garis yang ditarik melalui suatu titik sudut segitiga itu dan membagi dua saling kongruen sisi di depannya.
Teorema 6.1.3 Melalui suatu sudut dalam suatu segitiga hanya dapat tepat dibuat satu garis berat. Bukti (sebagai latihan)
Ini berarti pada setiap segitiga hanya mempunyai tiga garis berat. Teorema 6.1.4
Melalui suatu sisi segitiga hanya dapat dibuat tepat satu sumbu sisi.
Bukti (sebagai latihan) Ini berarti pada setiap segitiga hanya mempunyai tiga sumbu sisi.
6.2 Titik-titik Istimewa
Titik-titik istimewa yang dimaksud di sini adalah titik-titik yang merupakan perpotongan garis-garis istimewa. Oleh karena itu dalam setiap segitiga kita hanya mempunyai tiga titik istimewa yaitu titik tinggi, titik bagi dan titik berat.
Teorema 6.2.1 Setiap segitiga hanya mempunyai tepat satu titik tinggi. Bukti (sebagai latihan )
Teorema 6.2.2 Setiap segitiga hanya tepat mempunyai satu titik berat. Bukti (sebagai latihan)
Teorema 6.2.3 Setiap segitiga hanya mempunyai tepat satu titik bagi. Bukti (sebagai latihan)
BAB VII ATURAN FUNGSI TRIGONOMETRI PADA SUATU SEGITIGA
7.1 Aturan Sinus
Diberikan
suatu
ABC . Tarik garis tinggi CD dengan D adalah titik
potong CD dengan AB . Misalkan CD = t,
Karena ADC dan CDB siku di D maka :
sin A dan sin B ……………………………………………(6.1.1)
b a Jadi b sin A = a sin B atau
sin A sin B
…. ………………………………………………(6.1.2) a b
Sekali lagi tarik garis tinggi AE dengan E adalah titik kaki garis itu pada CB . Karena ACE dan ABE siku-siku di E maka :
AE Sin C
atau AE = b sin C dan
b AE
Sin B
atau AE = c sin B
c Jadi
b sin C c sin B atau
sin B sin C
tetapi (6.1.2) maka
sin A sin B sin C
Bentuk (6.1.4) ini disebut aturan sinus pada suatu ABC dengan a, b, c adalah panjang sisi di depan A, B, dan C berturut-turut.
7.2 Aturan Cosinus
Pandang ABC seperti pada Gbr. 25. Misalkan garis tinggi dari sudut B adalah BD sehingga memotong AC di
D. Maka :
2 2 c 2 = BD + AD
dan
2 2 c 2 = BD + DC . Dengan mengelimi-
A b D C nasi BD dari persamaan ini
Gbr. 27
dan menggunakan fakta bahwa AD + DC = b maka dari kedua persamaan ini di peroleh :
2 2 c 2 =a +b - 2 b DC ……. ……………………………………….(6.2.1) tetapi DC = a cos C , maka dari (6.2.1) diperoleh :
2 2 c 2 =a +b - 2 ab cos C ……………………………………… (6.2.2) Bentuk (6.2.2) disebut aturan cosinus pada ABC .
6.1 Aturan Tangen
Perhatikan kembali segitiga pada Gbr. 25. Dari gambar ini diperoleh :
Tetapi DC = maka, tan A tan C = 2 2 2 sehingga
2 2 +c 2
2 2 (b 2 -a ) tan A = (a +b -c ) tan C …………. (6.3.2)
2 2 Dengan cara yang sama kita peroleh (b 2 +c -a ) tan A = (a +c -b ) tan B . Oleh karena (8) maka,
2 2 B 2 = (a +b -c ) tan C ………… (6.3.3) bentuk ini disebut aturan tangen pada ABC .
2 2 (b 2 +c -a ) tan A = (a +c -b ) tan
BAB VIII SEGI EMPAT DAN SEGI BANYAK
8.1 Segi Empat
Definisi 8.1.1 Diberikan empat titik berbeda A, B, C dan D sehingga terletak pada satu bidang
dan setiap tiga titik tidak segaris. Bilamana AB , BC , CD dan AD hanya berpotongan pada ujung-ujungnya. gabungan segmen-segmen itu disebut suatu segiempat dan dilambangkan dengan ABCD. Selanjutnya AB , BC , CD dan AD disebut sisi-sisi
segiempat itu dan A, B, C, D adalah titik-titik sudutnya. Ruas garis-ruas garis AC dan BD disebut diagonal segiempat itu. Sisi-sisi yang tidak berpotongan disebut sisi yang
berhadapan, sudut-sudut yang kaki-kakinya hanya bersekutu pada dua titik disebut sudut saling berhadapan.
B misalkan P, Q dengan
Selanjutnya
P Q dua titik se- barang
di dalam
D D C berada
ABCD. Jika PQ
di dalam
(i)
(ii
ABCD maka
Gbr. 28
ABCD disebut segiempat konvex (Gbr. 28(ii)).
8.2 Beberapa Segiempat Cembung Istimewa
8.2.1 Segi panjang
Definisi 8.2.1.1 Segiempat yang keempat sudutnya kongruen disebut persegipanjang.
Teorema 8.2.1.2 Sudut-sudut suatu persegipanjang adalah sudut siku-siku.
Bukti Misalkan persegipanjang itu adalah
ABCD. Tarik diagonal AC . Maka ABCD terbentuk dari dua ABC dan ADC . Karena persegipanjang maka menurut sss ABC ADC jadi u BAC u B BCA 180 . Karena BAC ACD
maka u ACD u BCA u B 180 . Tetapi u ACD +u BCA =u C . Jadi uC+uB=180. Karena BC
maka u B 90 .
Ini membuktikan
Q bahwa
sudut- sudut suatu per-
Konvex
B Tak Konvex
segipanjang ada- lah sudut siku-
Gbr. 29
siku. Teorema 8.2.1.3
Sisi-sisi yang berhadapan dari suatu persegipanjang adalah sejajar. Bukti (Sebagai latihan).
Teorema 8.2.1.4 Sisi yang berhadapan dari suatu persegipanjang adalah kongruen. Bukti (Sebagai latihan).
Teorema 8.2.1.5 Diagonal suatu persegipanjang kongruen dan berpotongan membagi dua saling kongruen. Bukti (Sebagai latihan).
8.2.2 Persegi
Bangun ini merupakan kejadian khusus dari segiempat panjang. Definisi 8.2.2.1
Persegipanjang yang keempat sisinya kongruen disebut bujursangkar.
Teorema 8.2.2.2 Diagonal bujursangkar saling berpotongan tegak lurus di titik tengah diagonalnya. Bukti (sebagai latihan).
8.2.3 Layang-layang
Definisi 8.2.3.1 Segiempat ABCD disebut layang-layang bilamana mempunyai sepasang sudut dengan kaki-kaki yang kongruen saling berhadapan.
Teorema 8.2.3.2 Setiap layang-layang mempunyai paling sedikit satu pasang sudut saling berhadapan.yang kongruen Bukti
Misalkan layang-layang itu adalah ABCD dengan sudut yang mempunyai kaki yang saling kongruen adalah A dan C . Maka A dan C saling berhadapan.
Tarik BD , maka ABCD terdiri dari dua samakaki yaitu ABD dengan ABD ADB dan BCD dengan BDC CDB. Tetapi uB = uABD +
uDBC. Karena uABD = uADB dan u DBC u CDB maka u B u ADB u CDB u D . Jadi B D . Karena B dan D tidak mempunyai persekutuan kaki maka B dan D saling berhadapan.
Teorema 8.2.3.3 Diagonal layang-layang saling berpotong tegak lurus. Bukti (sebagai latihan)
8.2.4 Jajaran Genjang
Definisi 8.2.4.1 Suatu segiempat yang dua pasang sisinya yang saling berhadapan sejajar disebut jajaran genjang.
Teorema 8.2.4.2
Sisi-sisi yang saling berhadapan dari suatu jajaran genjang adalah kongruen. Bukti (Sebagai latihan).
Teorema 8.2.4.3 Sudut-sudut yang saling berhadapan dari suatu jajaran genjang adalah kongruen. Bukti (Sebagai latihan).
Teorema 8.2.4.4 Diagonal suatu jajaran genjang saling berpotongan sehingga setiap diagonal terbagi menjadi segmen yang saling kongruen. Bukti
Misalkan jajaran genjang itu adalah ABCD. Maka AB // CD , AD // BC dan AB CD dan AD BC . Tarik diagonal DC maka B dan D terletak pada sisi yang berhadapan dari AC . Sebaliknya tarik BD maka A dan C terletak pada sisi yang berhadapan dari BD . Menurut aksioma Pasch AC memotong BD pada suatu titik E. Karena C berada di dalam BAD maka E BD . Akan ditunjukkan bahwa E adalah titik tengah BD sekaligus AC . Karena BD maka ABCD terdiri dari dua segitiga yaitu BAD dan BCD . Menurut S.Sd.S maka BAD BCD . Selanjutnya karena AC maka ABCD terdiri
dari dua segitiga yaitu ADC dan ABC . Menurut S.S.S ADC ABC . Karena AC BD E maka AEB DEC dan AED BEC . Jadi AB EC AB EB
AEB DEC . Akibatnya
. Tetapi AB 1 . Oleh karena DC AE DC ED DC
dan
itu EC = AE dan EB = ED. Ini membuktikan bahwa E adallah titik tengah AC sekaligus BD .
8.2.5 Belah Ketupat
Bangun ini merupakan kejadian khusus dari jajaran genjang yang mempunya sisi-sisi yang berdekatan kongruen.
Definisi 8.2.5.1 Jajaran genjang yang keempat sisinya kongruen disebut belah ketupat.
Teorema 8.2.5.2 Diagonal suatu belah ketupat saling berpotongan tegak lurus dan setiap diagonal terbagi menjadi segmen yang saling kongruen. Bukti (sebagai latihan)
8.2.6 Trapesium
Definisi 8.2.6.1 Suatu segiempat yang mempunyai sepasang sisi yang saling berhadapan sejajar (Gbr.28) disebut trape- sium. Sisi yang sejajar
A B disebut alas dan dua sisi A lainnya disebut kaki.
AB // CD
Ruas garis yang meng-
D C D C hubungkan dua titik
AD // BC tengah kaki trapesium
Gbr. 30
disebut garis tengah sejajar. Teorema 8.2.6.2
Panjang garis tengah sejajar dari suatu trapesium adalah setengah jumlah panjang kedua alasnya. Bukti (Sebagaai latihan).
Suatu trapesium yang kedua kakinya sama panjang disebut trapesium sama kaki. Teorema 8.2.6.3
Sudut alas dari suatu trapesium samakaki adalah kongruen. Bukti (Sebagai latihan).
8.3 Segi Banyak
Definisi 8.3.1 Diberikan sebarang titik A 1 ,A 2 ,A 3 , …, A n dengan n3 demikian sehingga Definisi 8.3.1 Diberikan sebarang titik A 1 ,A 2 ,A 3 , …, A n dengan n3 demikian sehingga
A 2 A 3 …, A n 2 A n 1 , A n 1 A n adalah segibanyak apabila ruas garis-ruas garis ini hanya berpotongan di titik-titik ujungnya. Ruas garis-ruas garis A 1 A 2 , A 2 A 3 ,.... A n 1 A n , dan
A 1 A n disebut sisi segibanyak dan A 1 ,A 2 , …, A n adalah titik sudutnya. Selanjutnya jika A 1 A 2 A 2 A n … A n 1 A n A 1 A n , maka segibanyak disebut segibanyak beraturan. Untuk n = 3, segibanyak beratuan ini adalah segitiga
samasisi dan bujursangkar adalah contoh lain segibanyak beraturan untuk n = 4. Teorema 8.3.2
Setiap segibanyak beraturan adalah bangun datar yang konvex. Bukti (Sebagai latihan).
BAB IX DAERAH-DAERAH POLIGON DAN EKSTERIORNYA
9.1 Luas Segitiga dan Segibanyak Beraturan
Luas segitiga dan segibanyak dibangun oleh aksioma-aksioma luas. Aksioma Luas 9.1.1
A-1. L adalah suatu fungsi R R, di mana R adalah himpunan semua daerah poligon dan R adalah himpunan semua bilangan real. A-2. Setiap daerah poligon R, L(R)>0 A-3. Aksioma kekongruenan. Jika dua daerah segitiga kongruen maka kedua daerah
itu mempunyai luas daerah yang sama. A-4. Aksioma penjumlahan. Jika dua daerah poligon berpotongan hanya pada batas-
batasnya dan sudutnya maka luas gabungannya adalah jumlah masing-asing
luasnya. L(R 1 R 2 ) = L (R 1 )+ L(R 2 )
Gbr. 31
Gbr. 32
A-5. Aksioma satuan. Luas daerah suatu persegi panjang adalah perkalian panjang dan lebarnya L( R )= pl Dari aksioma di atas dapat diturunkan beberapa teorema.
Teorema 9.1.2 Luas suatu segitiga siku-siku adalah setengah kali perkalian panjang kaki- kakinya. Bukti
Ambil ABC , dengan sudut siku di C. Misalkan D adalah suatu titik Ambil ABC , dengan sudut siku di C. Misalkan D adalah suatu titik
A D A-3 L ABC = L ABD . Jadi
L ABCD = 2L ABD . Tetapi menurut A-5 L ABCD = ab. Oleh
karena itu L ABC = ab . 2 Gbr. 33
Teorema 9.1.3 Luas suatu segitiga adalah setengah kali perkalian sebarang alas dan garis tinggi yang memotong garis yang memuat alas itu. Bukti (sebagai latihan)
Teorema 9.1.4 Luas jajaran genjang adalah perkalian sebarang alas dan tingginya. Bukti (sebagai latihan)
Teorema 9.1.5 Luas suatu trapesium adalah setengah perkalian tinggi dan jumlah dua sisi yang sejajar. Bukti
B b 1 C Ambil suatu trapesium
ABCD seperti Gbr. 34. Menurut aksioma
A b 2 D maka:
L trp ABCD L ABD L BCD .
1 Tetapi 1 L ABD 2 b 2 h dan L BCD 2 b 1 h .
Jadi
L trp ABCD 1 2 b 2 h 1 2 b 1 h
Teorema 9.1.6 Luas persegi adalah setengah kuadrat diagonalnya.
Teorema 9.1.7 Luas layang-layang adalah hasil kali kedua diagonalnya.
Teorema 9.1.8 Luas belah ketupat adalah hasil kali kedua diagonalnya.
9.2 Luas Segi Banyak Beraturan
Ambil sebarang segibanyak beraturan N 1 N 2 …N k dengan titik sudut N i , i =1,
2, 3, …, k. Misalkan panjang sisi-sisi segibanyak di atas adalah s dan jari-jari
lingkaran yang melalui semua titik N 6 sudutnya adalah r. Selanjutnya untuk
N 5 setiap segibanyak kelilingnya kita sebut
M "perimeter" disingkat "P" dan ruas
N 4 tinggi pada sisi segibanyak dari setiap
N 2 N 3 segitiga disebut "apotema" disingkat
"a". Gbr. 35 Teorema 9.2.1
Luas segibanyak beraturan adalah setengah perkalian apotema dan perimeter. Bukti 1 Misalkan segibanyak itu adalah Gbr. 35, maka 1 L segibanyak k . 2 s . a = 2 ( ks) a ,
tetapi ks = perimeter p, maka
L 1 segibanyak 2 ap .
9.3 Tempat Kedudukan
Definisi 8.3.1 Tempat Kedudukan (TK) adalah letak titik-titik di bidang yang memenuhi
syarat tertentu. Contoh
Diberikan dua titik berbeda A dan B di bidang. Tentukan TK titik-titik sehingga jarak titik itu ke-A dan ke-B adalah sama. Penyelesaian:
Jelas bahwa titik tengah AB adalah salah satu dari TK ini, misalkan titik itu adalah C. Jika D AB sehingga AD = BD, maka ADB adalah segitiga samakaki. Garis tinggi melalui D dari ADB melalui C. Jadi CD TK yang dimaksud, yaitu
garis tegak lurus AB melalui titik tangahnya. Selanjutnya CD disebut AB .
9.4 Lingkaran
Definisi 9.4.1 Lingkaran adalah TK titik-titik di R 2 sehingga
jaraknya terhadap suatu titik tertentu adalah tetap. Titik
tertentu itu disebut pusat lingkaran dan jarak tetap itu disebut jari-jari lingkaran.
Gbr. 36 Jika segibanyak pada Gbr. 35 segitiganya dibuat sampai tak hingga banyaknya maka keliling segibanyak itu akan mendekati keliling lingkaran dan apotemanya mendekati r. Misalkan apotema segibanyak ini adalah r dan perimeternya adalah 2 πr maka luas segibanyak ini sama dengan luas lingkaran L.
9.4.1 Luas Lingkaran
Jadi
9.4.1
1 L= 2
2 r.2π. πr dengan r jari-jari lingkaran dan L luas lingkaran.
BAB X LINGKARAN LUAR , SINGGUNG DALAM DAN SINGGUNG LUAR SUATU SEGITIGA
10.1 Lingkaran Luar Suatu Segitiga
Perhatikan Gbr. 36. Pada AB , BC dan AC dilukis sumbu-sumbu sisi seperti Gbr. 37.
A Teorema 10.1.1 c b
Sumbu-sumbu sisi AB , BC R dan AC pada ABC berpotongan pada satu titik.
Bukti (Sebagai latihan).
Gbr. 36
Teorema 10.1.2
Jika sumbu-sumbu sisi AB , BC dan
AC pada ABC berpotongan di R, maka
AR = BR = CR.
Bukti (Sebagai latihan).
t AC b
Ini berarti titik-titik A, B dan C
AB
terletak pada suatu lingkaran yang berpusat di t BC
R dengan jari-jari AR. Selanjutnya lingkaran ini disebut lingkaran luar ABC .
Sekarang perhatikan lagi ABC pada
Gbr. 37
Gbr.37. Jika garis tinggi yang melalui B pada segitiga ini memotong di D, maka
Jadi L = s ( s a )( s b )( s c ) , Jadi L = s ( s a )( s b )( s c ) ,
a, b dan c panjang sisi segitiga.
Kembali pada ABC Gbr. 37 dengan perpotongan sumbu-sumbu sisi adalah R, maka dapat ditunjukkan bahwa:
10.1.4c Dengan menggunakan aturan Cosinus pada ABC dan ARB diperoleh: Cos ARB Cos 2 C 10.1.5
Bentuk sederhana persamaan ini adalah abc
10.1.6 4 L
,L= s ( s a )( s b )( s c ) ,
dengan; a, b dan c adalah panjang sisi-sisi segitiga, r jaria-jari lingkaran luar ABC , L luas ABC .
10.2 Lingkaran Singgung Dalam Suatu Segitiga
Diberikan sebarang PQR. Misalkan garis bagi PQR melalui P memotong RQ di T, seperti Gbr. 38. Garis
bagi PQR melalui Q memotong
T PT di S dan PR di U, juga garis
bagi PQR melalui R memotong
V Q PQ di V maka PQR terbagi
menjadi tiga segitiga, yaitu; PQS,
Gbr. 38
PRS dan QRS. Jadi L PQR =L PQS +L PQR +L PRS . Karena S adalah titik bagi PQR, maka jarak S ke ketiga sisi PQR sama. Jarak ini sama dengan jari-jari lingkaran singgung dalam PQR. Tetapi jari-jari lingkaran ini sama dengan tinggi
PQS, PRS dan QRS dari S. Karena itu L = 1 PQR 2 r.PQ + 1 2 r.QR + 1 2 r.PR. Jadi jari-jari lingkaran singgung dalam PQR adalah 2.L ΔPQR
r= , dengan: r jari-jari lingkaran singgung dalam PQR, ...10.2.1 K
L PQR luas PQR, dan K keliling PQR.
Lingkaran singgung dalam PQR dapat dilukis sebagai berikut. Lukis garis PQR melalui P dan Q. Misalkan kedua garis ini berpotongan di S. Maka S adalah pusat lingkaran singgung dalam PQR. Selanjutnya lukis garis tinggi PQS melalui
S. Misalkan garis tinggi ini memotong PQ di T. Lingkaran singgung dalam PQR adalah lingkaran yang dilukis melalui T dan berpusat di S.
10.3 Lingkaran Singgung Luar Suatu Segitiga
Perhatikan lagi ABC pada Gbr. 36. Pada ABC ini dilukis suatu lingkaran sehingga menyinggung salah satu sisinya dan perpanjangan kedua sisi lainnya. Lingakaran ini selanjutnya disebut lingkarang singgung ABC .
Misalkan kita ingin melukis lingkaran singung
ABC yang me- nyinggung
sisi
BC seperti Gbr.
39. Maka yang E
pertama kita lukis adalah garis bagi
Gbr. 39
BAC. Ke-mudian kita lukis garis bagi CBF, dengan F pada AB demikian se- hingga (ABF). Perpotongan kedua garis bagi ini adalah pusat lingkaran yang dimaksud dan misalkan adalah 0.
Selanjutnya misalkan lingkaran itu menyinggung BC di E, AB di F dan AC di K maka berlaku hal-hal berikut :
tan (1/2 A) =
dan
AF AB BF c BE
tan (1/2 A) =
AK AC CK b CE a b c 2 r
Tetapi BE =
, karena itu tan (1/2 A) =
dan
sin A
tan (A) =
2 2 . Karena tan (A) =
Untuk –(a+b+c)2bc tidak memenuhi sebab r A < 0 dan ini tidak mungkin. Selanjutnya untuk (a+b+c)2bc, diperoleh;
( a b c )( a c b )( a b c )
10.3.2 s a
dimana ; r A : jari-jari lingkaran singgung ABC di depan A , L : luas ABC, dimana ; r A : jari-jari lingkaran singgung ABC di depan A , L : luas ABC,
a, b dan c panjang sisi-sisi ABC. Dengan cara yang sama kita peroleh pula jari-jari lingkaran singgung ABC di depan B dan C berturut-turut adalah :
10.4 Garis Istimewa dan Akibatnya
Dari pasal-pasal terdahulu diketahui bahwa garis istimewa pada suatu segitiga ada, yaitu garis tinggi, garis bagi dan garis berat. Oleh karena itu pada pasal ini akan dibahas akibat dari ketiga garis istmewa ini.
9.5.1 Garis Tinggi Suatu Segitiga Apabila pada setiap titik sudut dari suatu segitga ditarik garis tinggi, maka garis tinggi itu dapat memotong sisi di depan segitiga itu atau perpanjangannya.
Teorema 9.5.1.1 Diberikan ABC. Jika garis tinggi dari A memotong BC di D, maka
a c b / 2 a bilamana (BDC), atau BD b c c / 2 a , bilamana
2 2 2 2 2 BD 2
a b c / 2 a , bilamana (BCD).
2 2 (DBC) atau 2 BD
Teorema 9.5.1.2 Diberikan suatu ABC. Misalkan garis tinggi dari A memotong BC di D,
garis tinggi dari B memotong AC di E dan garis tinggi dari C memotong BA di F dengan titik tinggi G. Jika G interior ABC, maka AEG ~ BDG ~ ADC, AFG ~ DCG ~ ABDG dan ECG ~ FBG ~ AFC.
Teorema 9.5.1.3
2 2 a 2 ( b c a ) Jika ABC seperti pada Teorema 9.5.1.3, maka AG
4 L L: luas ABC.
Teorema 9.5.1.6 Jika
, L: luas ABC.
8 aL Teorema 9.5.1.7
Jika ABC
9.5.1.3, maka a cos B cos C c cos A cos B b cos A cos C
seperti
pada
Teorema
L BCG L GAB
L GAC
BAB XI BANGUN-BANGUN RUANG
Pada dasarnya bangun ruang hanya terdiri dari prisma dan limas. Sedangkan bangun ruang lainnya hanya merupakan kejadian-kejadian khusus dari kedua jenis
Prisma alas dan sisi dan Prisma alas
Prisma alas
penutup bujur sangkar
persegipanjang = balok
yang sama = kubus
Limas
Prisma Alas lingkaran = tabung
Limas alas lingkaran = kerucut
Prisma miring sepasang dinding sisinya = parelel epipedum
Gbr. 40
bangun ini atau gabungan dari salah satu atau kedua jenis bagian bangunan ini. Hal ini dapat dilihat pada Gbr. 40.
Selanjutnya perhatikan kubus Gbr. 41. Titik-titik sudutnya A, B, C, D, E, F, G, dan
H, rusuk-rusuknya adalah :
AB , AD , AE BF , , CG , DH , EH , HG , FG , dan EF . Bi-
dang-bidang sisi-sisinya adalah
ABCD, ABFE, BCGF, CDHG