Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-undang ini merupakan produk awal dibentuknya undang-undang
tentang perpajakan yang sesuai dengan cita-cita bangsa dan pembangunan
nasional. Karena peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk
sebelumnya mayoritas merupakan produk hukum perpajakan peninggalan
kolonial Belanda. Yang pada saat itu dibuatnya undang-undang perpajakan
hanya semata-mata untuk mempertahankan dan memperkuat kekuasaan
pemerintah penjajah. Sehingga pada saat itu penarikan beban pajak dirasa oleh
masyarakat sebagai beban yang berat. Oleh karena itu, pemerintah berusaha
nenbuat undang-undang yang berisikan tentang segala ketentuan dan tata cara
perpajakan yang cocok dan tepat diterapkan di Indonesia. Yang pertama,
undang-undang ini memuat beberapa landasan pertimbangan di dalam
konsiderans undang-undangnya. Baik dalam landasan filosofis, sosiologis
maupun yuridis. Landasan filosofis dalam undang-undang ini terletak pada
konsiderans poin a yang bunyinya, “bahwa Negara Republik Indonesia adalah
negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, karena itu menempatkan
perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para
warganya yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan
pembangunan nasional”. Poin ini menjelaskan alasan utama dibentuknya

undang-undang tentang perpajakan yg dikaitkan dengan dasar negara Pancasila
atau UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Landasan sosiologisnya
terletak pada poin b, “bahwa sistem perpajakan yang merupakan landasan
pelaksanaan pemungutan pajak negara yang selama ini berlaku, tidak sesuai lagi
dengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia baik dalam segi
kegotongroyongan nasional maupun dalam laju pembangunan nasional yang
telah dicapai. Pada poin ini lebih kepada faktor empiris dibentuknya undangundang tentang perpajakan. Apakah masyarakat benar-benar membutuhkan
tentang pembentukan undang-undang ini. Kemudian selanjutnya, landasan
yuridis yang terletak pada poin c dan d. “bahwa sistem perpajakan yang
tertuang didalam ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku selama ini
belum dapat menggerakan peran serta semua lapisan subjek pajak yang besar
peranannya dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri dan sangat
diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan meningkatkan pembangunan
nasional”, dan “bahwa oleh karena itu, sesuai pula dengan amanat yang
terkandung dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983), perlu diadakan
pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan
kepercayaan kepada subjek pajak untuk melaksanakan kewajiban serta
memenuhi haknya dibidang perpajakan, sehingga dapat mewujudkan perluasan
dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan

masyarakat”. Poin c dan d ini merupakan alasan hukum kenapa undang-undang
perpajakan ini dibentuk, apakah sebelumnya tidak ada peraturan yang
mengatur. Dalam pembentukan undang-undang ini pemerintah juga mencabut
beberapa produk hukum tentang perpajakan yang dibuat oleh pemerintah
Belanda seperti, Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Staatsblad Tahun 1925 Nomor
319) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Ordonansi Pajak
1

Perseroan 1925 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2940), Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 (Staatsblad Tahun 1944
Nomor 17) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undangundang Nomor 9 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak
Pendapatan 1944 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 44,Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2941), dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang
Perubahan dan Penyempurnaan Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944,
Pajak Kekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925 (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor
18,
Tambahan

Lembaran
Negara
Nomor
2827);
kecuali
ketentuanketentuan mengenai tata cara pemungutan Pajak kekayaan, Undangundang Nomor 10 Tahun 1970 tentang Pajak atas Bunga , Dividen dan Royalti
1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2942). Dalam ketentuan umum yang termuat dalam bab I undangundang ini, berisi tentang batasan pengertian atau definisi, akronim, dan bisa
juga hal-hal lain yang bersifat umum. Seperti apa yang dimaksud dengan Wajib
Pajak, Badan, Masa Pajak, Surat Pemberitahuan Tahunan dsb sampai dengan
huruf s yang menjelaskan tentang Tindakan Pemeriksaan. Pada bab II
menjelaskan tentang NPWP(Nomor Pokok Wajib Pajak), Surat Pemberitahuan, dan
Tata Cara Pembayaran Pajak. Yang secara garis besar yang dijelaskan yaitu
tentang prosedur pengurusan NPWP, mengajukan surat pemberitahuan sesuai
dengan prosedurnya dan tata cara melakukan pembayaran pajak. Pada bab III
tentang Penetapan dan Ketetapan Pajak, yang kurang lebih mengatur segala tata
cara dan prosedur kewajiban wajib pajak untuk memenuhi pajak yang terhutang
dan tentang pengeluaran surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak apabila
dalam waktu yang ditentukan wajib pajak tidak membayar. Kemudian bab IV
tentang Penagihan Pajak, yang menjelaskan tentang hal apa yang menjadi dasar

penagihan pajak dan tata caranya. Pada bab V tentang Keberatan dan Banding.
Keberatan dan banding ini bisa dilakukan oleh wajib pajak atas suatu: a. Surat
Pemberitaan; b. Surat Ketetapan Pajak; c. Surat Ketetapan Pajak Tambahan; d.
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran; e. Pemotongan atau pemungutan oleh
pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Keberatan dan banding ini diajukan terhadap Dirjen Pajak yang dalam waktu
kurang lebih 12 bulan harus memberikan putusan atas keberatan yang diajukan.
Keputusan Dirjen Pajak dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang. Bab VI
Pembukuan dan Pemeriksaan, ini ditujukan kepada orang atau badan yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas untuk mengetahui penghasilan
kena pajak atau harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, guna
penghitungan jumlah pajak terhutang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pada bab VII mengatur tentang Ketentuan
Khusus yang di miliki wajib pajak baik sebagai wajib pajak orang atau wajib pajak
badan. Bab VIII tentang Ketentuan Pidana, mengatur segala tindakan yang
dianggap melawan hukum oleh undang-undang. Mulai dari tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan; atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak
benar; sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan

pidana kurungan atau denda yang telah di atur dan ditentukan sebelumnya
sampai dengan daluwarsa waktu wajib pajak tidak dapat dituntut tindak pidana.
Bab IX tentang Penyidikan, yang menjelaskan tentang siapa yang mempunyai
kewenangan menjadi penyidik untuk melakukan pemeriksaan di lingkungan
2

Direktorat Jenderal Pajak. Pada bab X mengatur tentang Ketentuan Peralihan
bahwa sebelum undang-undang ini diberlakukan maka ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang lama tetap berlaku sampai dengan waktu
yang diatur dalam undang-undang ini. Dan yang terkahir, bab XI yaitu Ketentuan
Penutup. Bahwa setelah undang-undang ini diberlakukan maka berlaku pula bagi
undang-undang perpajakan yang lain.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1994
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Ini merupakan bentuk perubahan pertama terhadap produk hukum undangundang perpajakan tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Yang
pada peraturan perundang-undangan yang pertama dianggap masih belum
cukup sempurna. Karena banyak permasalahan-permasalahan tentang
perpajakan yang belum diatur pada peraturan perundang-undangan perpajakan

sebelumnya. Penyempurnaan tersebut dengan dimulai dirubahnya beberapa
ketentuan umum yang terletak pada Pasal 1. Diantaranya, pasal 1 huruf a
sampai dengan huruf d, huruf g sampai dengan n, huruf q dan huruf s.
Perubahan dilakukan dengan terdapat penambahan kata atau perubahan kata di
setiap poinnya. Kemudian pada pasal 1 terdapat juga penambahan beberapa
poin. Diantaranya huruf t, huruf u, huruf v, huruf w, huruf x, huruf y, huruf z, dan
huruf aa. Yang masing-masing poinnya menjelaskan tentang surat ketetapan
pajak, penanggung pajak, pembukuan, penelitian, penyelidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding. Kemudian
perubahan yang kedua dilakukan pada bab II. Perubahan dimulai pada judul bab
II. Yang dimana pada peraturan perundang-undangan yang pertama hanya
menjelaskan Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Pemberitahuan, dan Tata Cara
Pembayaran Pajak. Sedangkan pada perubahan kedua terdapat penambahan
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada judul bab II. Sehingga terdapat
penambahan beberapa ayat pula pada pasal 2. Diantaranya yaitu dengan
menambahkan ayat (2) Setiap Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, wajib melaporkan usahanya pada
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dan kepadanya diberikan Nomor

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, ayat (3)Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang
ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2), ayat (4) Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Nomor Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak secara jabatan, apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak
melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau
ayat (2), dan ayat (5) Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara
pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (4) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.” Pada pasal 3 terdapat juga
beberapa perubahan. Diantaranya, perubahan pertama pada perubahan
beberapa kata pada ayat (1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat
Pemberitahuan menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat
3

Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain
yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, dan ayat (6) Direktur Jenderal Pajak
menetapkan bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan dokumen
yang harus dilampirkan. Serta terdapat pula penambahan ayat dalam pasal 3.
Yaitu ayat (7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila tidak
atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (6), dan ayat (8) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Ketentuan yang diubah selanjutnya pada
pasal 7 yang pada pasal sebelumnya berbunyi, “Apabila Surat Pemberitahuan
tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dikenakan sanksi berupa denda
administrasi sebesar Rp.10.000 ,-(sepuluh ribu rupiah).” Sehingga berbunyi,”
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai
dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dikenakan
sanksi administrasi berupa denda untuk Surat Pemberitahuan Masa sebesar Rp.
25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) dan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan
sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).” Perubahan dalam pasal 8
terdapat pada ayat (1) Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan
atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka
waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
belum melakukan tindakan pemeriksaan, dan terdapat penambahan ayat (4) dan
ayat (5). Ketentuan pada pasal 9 terdapat perubahan pada ayat (2), (3) dan (4).
Pada pasal 11 ayat (1) dan (2) diubah sehingga berbunyi, ayat (1) Atas
permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17 atau Pasal 17B dikembalikan, atau apabila ternyata Wajib Pajak
mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut , dan ayat (2) Pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu satu
bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sehubungan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau sejak diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B. Pada
ketentuan pasal 13 ayat (1), (2), (3), (6) dan (7) diubah dan ayat (4) dan ayat (5)
dihapus. Kemudian ketentuan pada pasal 14 ayat (1) diubah sehingga berbunyi,”
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: a. Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil
penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. Pengusaha yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak;
e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
tetapi membuat Faktur Pajak atau Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya
Faktur Pajak. Terdapat penambahan ayat juga yaitu ayat (3) dan ayat (4). Pada
pasal 15 hampir keseluruhan pasal diubah. Ketentuan pasal 16 terdapat
perubahan yaitu “Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan
Wajib Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak
4

yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.” Pada ketentuan pasal 17 terdapat perubahan dan penambahan
pasal baru juga yaitu pasal 17A dan 17B. Pada pasal 18 dan pasal 20 hampir
keseluruhan terdapat perubahan. Pada pasal 21 terdapat perubahan pada ayat
(1), ayat (3) dan ayat (4). Kemudian pasal 22 terdapat penambahan satu ayat
saja yaitu ayat (2) “Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tertanggung apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak

langsung.
c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4)”. Pada pasal 23
terdapat perubahan dan penambahan ayat yaitu ayat (2) dan ayat (3). Pada
pasal 25 diubah dan hanya ada penambahn satu ayat saja. Pasal 27 terdapat
perubahan dan penambahan 3 ayat. Serta membuat ketentuan baru diantara
pasal 27 dan pasal 28 dijadikan pasal 27A. Yang bunyinya, “Apabila pengajuan
keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka
kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2
% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan.”
Ketentuan pasal 28 terdapat perubahan pada ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan ayat
(6) dan ditambahkan 6 ayat yaitu ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), ayat (11)
dan ayat (12). Ketentuan pasal 29 diubahnya ayat (1), ayat (3) dan ayat (4).
Pada ketentuan pasal 31 terdapat perubahan juga, sehingga berbunyi, “Tata
cara pemeriksaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.” Yang sebelumnya tata
cara pemeriksaan ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Kemudian pasal 32
ayat (1) dan (3) diubah dan ditambahkan dengan ayat (4). Pada pasal 34, 35,
dan 38 hampir keseluruhan diubah. Pada pasal 39 ayat (1) diubah dan ditambah
dengan ayat (3). Pada ketentuan pasal 41 ayat (1) dan (2) diubah sehingga
berbunyi ayat (1),” Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban
merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diancam dengan
pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.
2.000.000,00 (dua juta rupiah). Ayat (2),” Pejabat yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diancam dengan
pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah). Kemudian terdapat penambahan ketentuan baru
dengan mengeluarkan pasal 41A dan 41B. Dan ketentuan pasal 42 dihapuskan.
Pasal 43 terdapat perubahan juga. Pada pasal 44 terdapat perubahan pada ayat
(2) dan menambah 2 ketentuan baru yaitu pasal 44A ”Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) menghentikan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j dalam hal tidak terdapat cukup bukti,
atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan,
atau penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka
meninggal dunia.” Dan pasal 44B ayat (1) ”Untuk kepentingan penerimaan
negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.”
Ayat (2) “Penghentian
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau
kurang bayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan, ditambah dengan

5

sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak
atau kurang bayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.”

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Pada perubahan kedua tentang peraturan perundang-undangan perpajakan ini
menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memberikan keadilan serta
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat sebagai wajib pajak. Tentu banyak
perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan ini. Diantaranya dimulai pada pasal 1, terdapat penambahan ayat
pada pasal 1 yaitu ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (32) . Yang pada produk
undang-undang sebelumnya tidak secara rinci dijelaskan mengenai siapakah
seorang pengusaha itu, siapakah yang berhak menjadi pengusaha kena pajak
itu, apa yang dimaksud dengan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan juga terdapat
penjelasan tentang surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
Kemudian memasuki pada bab II, perubahan pertama dilakukan pada judul bab II
yaitu dengan merubah yang sebelumnya tidak ada penjelasan tentang
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak,
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan, dan Tata Cara
Pembayaran Pajak. Setelah itu perubahan dilakukan pada beberapa ayat dalam
pasal 2, diantaranya ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5). Ketentuan pada
pasal 3 terdapat penyisipan ayat yang baru yaitu ayat 1a dan ayat 5a. Pada
pasal 4 ayat (4) diubah sehingga menjadi “Pengisian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan
harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak.” dan juga ditambahkan dengan satu ayat yaitu ayat (5)
yang bunyinya “Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Pasal 6 hanya terdapat perubahan
pada 2 ayat saja, ayat (2) dan ayat (3). Pada pasal 7 merubah ketentuan
sebelumnya dengan menambahkan ayat (2) saja dan sedikit perubahan pada
kata dalam ayat (1). Ketentuan pasal 8 diubah pada ayat (1), ayat (3), ayat (4)
dan ayat (5) dan menambahkan juga satu ayat, ayat (6). Pada ketentuan pasal 9
terdapat penambahan ayat baru yaitu disisipkannya ayat 2a. Pasal 10 dan pasal
11 hampir keseluruhan terdapat perubahan. Kemudian pasal 12 dijadikan ayat 1
dan ditambahkan ayat (2) dan ayat (3). Pasal 14 secara keseluruhan telah
dilakukan perubahan. Pada pasal 15 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) dilakukan
perubahan pada beberapa kata. Pasal 16 diubah dan dijadikan ayat (1) dan
ditambahkan 2 ayat, ayat (2) dan ayat (3). Ketentuan pasal 17B secara
keseluruhan memperoleh perubahan. Diantara pasal 17B dan 18 disisipkan satu
pasal yaitu pasal 17C. Pada pasal 18 hanya terdapat satu perubahan saja yaitu
menghapus ayat (2). Pada pasal 19 secara keseluruhan dilakukan perubahan.
6

Pasal 20 diubah dan dijadikan ayat (2), dan juga terdapat penambahan 2 ayat,
ayat (1) dan ayat (3). Ketentuan pasal 21 merubah ayat (2), ayat (3), ayat (4)
dan ayat (5). Pada ketentuan pasal 23 terdapat penghapusan 2 ayat yaitu ayat
(1) dan ayat (3) dihapuskan serta memberikan sedikit perubahan pada ayat (2)
nya. Pasal 24 terdapat perubahan sedikit sehingga bunyinya,” Tata cara
penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Ketentuan pasal 25 diubah beberapa
pada ayatnya, yaitu ayat (3) “Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaannya.”, ayat (4) “Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dianggap
sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.”, ayat (5) “Tanda
penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal
Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos
tercatat menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.” Pada pasal 27 ayat
(4) dihapuskan dan dilakukan perubahan pada beberapa ayat-ayat nya, yaitu
pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (6). Pada pasal 27A diubah dan dijadikan ayat
(1), kemudian terdapat penambahan 2 ayat yaitu ayat (2) dan ayat (3). Pasal 29
diubah pada beberapa ayatnya, seperti ayat (2) “Untuk keperluan pemeriksaan
petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi
dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib
Pajak yang diperiksa.”,
dan ayat (4) “Apabila dalam mengungkapkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib
Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk
merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).” Pada pasal 31 diubah yang sebelumnya
bahwa tata cara pemeriksaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan sekarang
menjadi “Tata cara pemeriksaan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan”.
Ketentuan pasal 32 merubah beberapa ayat di dalamnya, seperti ayat (2) dan (4)
dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan ayat baru yaitu ayat 3a. Pada pasal
33 ada perubahan dibeberapa katanya sehingga berbunyi,” Pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab
secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan
bukti bahwa pajak telah dibayar.” Ketentuan pasal 34 diubah dan diantara ayat
(2) dan ayat (3) disisipkan ayat 2a. Pada pasal 36 diantara pasal 37 disisipkan
juga pasal 36A yang bunyi pasalnya,” Apabila petugas pajak dalam menghitung
atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang
berlaku sehingga merugikan negara, maka petugas pajak yang bersangkutan
dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.” Pasal 38, pasal 39, dan pasal 41 hampir merubah
secara keseluruhan. Begitu pun juga dengan pasal 41A, pasal 41B dan pasal 44.
Dan terakhir, diantara pasal 47 dan Bab IX disisipkan satu pasal yaitu pasal 47A,
yang bunyinya sebagai berikut, “Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan
yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994." Undang-undang ini

7

disahkan di Jakarta pada tanggal 2 Agustus 2000 oleh presiden Abdurahman
Wahid. Dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pada perubahan ketiga peraturan perundang-undangan tentang perpajakan ini,
ditujukan untuk lebih memberikan keadilan terhadap masyarakat sebagai wajib
pajak, untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dan untuk lebih
memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang
teknologi informasi terutama perkembangan yang terjadi dalam ketentuanketentuan material di bidang perpajakan. Sehingga perlu dilakukan perubahan
kembali terhadap peraturan perundang-undangan yang terakhir digunakan yaitu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2000. Secara umum, dalam
peraturan perundang-undangan nomor 28 tahun 2007 perubahan yang dilakukan
tidak jauh berbeda dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya. Hanya
ada beberapa ayat atau pasal tambahan di setiap babnya. Pada ketentuan pasal
1, terdapat banyak tambahan poin-poin seperti yang ada pada poin 1 yang pada
peraturan perundang-undangan sebelumnya tidak dicantumkan mengenai
pengertian pajak, kemudian pada poin 32 menjelaskan penyidik yang
mempunyai wewenang dalam melakukan penyidikan yang dilakukan oleh Ditjen
Pajak itu siapa, termasuk juga pada poin 35 tentang putusan banding, poin 36
putusan gugatan, poin 37 putusan peninjauan kembali dan lain-lain. Pada pasal 2
terdapat perubahan hampir pada tiap ayat, namun perubahan dilakukan hanya
dengan merubah dan menambahkan beberapa kata. Diantara pasal 2 dan pasal
3 disisipkan 1 pasal, yaiu pasal 2A yang berbunyi,” Masa Pajak sama dengan 1
(satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.” Ketentuan dalam pasal 3,
pasal 4, pasal 6 memperoleh perubahan hampir pada setiap ayat-ayatnya. Tetapi
perubahannya hanya dengan merubah dan menambahkan beberapa kata saja.
Begitu pun juga pada pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11, dan pasal 12
memperoleh perubahan namun hanya ada penambahan beberapa kata pada
setiap ayatnya. Pada pasal 13 terdapat perubahan dan penambahan satu ayat,
yaitu
ayat
(6),” Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.” Diantara pasal 13 dan pasal 14 disisipkan satu pasal yakni, pasal
13A, yang menjelaskan tentang kealpaan yang dilakukan wajib pajak mengenai
penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak sesuai
yang tidak dapat dikenai sanksi pidana melainkan diwajibkan luntuk membayar
kekurangan dan biaya administrasi dengan kenaikan sebesar 200%. Pasal 14,
pasal 15, pasal 16, pasal 17 memperoleh perubahan hampir pada setiap ayatnya
namun hanya dengan menambahkan atau mengganti beberapa kata saja.
Kemudian pada pasal 17A, pasal 17B, dan pasal 17C juga memperoleh
8

perubahan yang sama seperti pasal 14, 15, 16 dan 17 yang hanya merubah atau
mengganti dan menambahkan beberapa kata disetiap ayatnya. Diantara pasal
17C dan pasal 18 terdapat penambahan 2 pasal yaitu pasal 17D dan pasal 17E.
Pada pasal 18 terdapat penghapusan pada ayat (2) dan pasal 19, pasal 20, pasal
21, pasal 22, pasal 23 pun juga memperoleh perubahan hampir disetiap isi
ayatnya. Pasal 24 memperoleh perubahan pada isi kalimatnya yang sebelumnya
diatur dengan atau berdasarkan keputusan menteri keuangan, sekarang
menjadi diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. Pasal
25 dan pasal 26 perubahannya hanya terdapat beberapa kata yang ditambahkan
dan diganti. Diantara pasal 26 dan pasal 27 disisipkan pasal baru yakni pasal
26A. Pada pasal 27, pasal 27A, pasal 28, dan pasal 29 dilakukan perubahan
hampir pada setiap ayatnya, dengan mengganti dan menambahkan beberapa
kata pada setiap ayatnya. Diantara pasal 29 dan 30 disisipkan juga pasal baru
yaitu pasal 29A. Pasal 30 memperoleh perubahan pada setiap ayatnya, hanya
terdapat beberapa perubahan penambahan kata. Pasal 31 hampir keseluruhan
dilakukan perubahan seperti pada ayat (1), yang sebelumnya Tata cara
pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan,
menjadi Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan. Pasal 32 memperoleh perubahan yang sama yaitu dengan
menambahkan dan mengganti beberapa kata saja. Untuk pasal 33 telah
dihapuskan. Pasal 34 dan pasal 35 pun juga hanya dilakukan perubahan pada
beberapa kata saja. Diantara pasal 35 dan pasal 36 disisipkan pasal baru yakni
pasal 35A, yang isinya membahas kewenangan Ditjen Pajak untuk mewajibkan
instansi, lembaga, asosiasi atau pihak lain untuk memberikan data dan informasi
yang berkaitan dengan perpajakan. Pasal 36 dan pasal 36A dilakukan perubahan
hampir setiap ayatnya. Diantara pasal 36A dan pasal 37 disisipkan 3 tambahan
pasal yakni pasal 36B yang menjelaskan tentang kewajiban Menteri Keuangan
untuk membuat kode etik dan kewajiban pegawai Ditjen Pajak untuk
mematuhinya, pasal 36C kewenangan Menteri Keuangan untuk membentuk
komite pengawas perpajakan, pasal 36D tentang kewenangan Ditjen Pajak untuk
memperoleh pemberian insentif. Diantara pasal 37 dan pasal 38 disisipkan pasal
baru yaitu pasal 37A. Pasal 38 dan pasal 39 dilakukan perubahan pada setiap
ayatnya dengan mengganti atau menambahkan istilah-istilah atau kata. Diantara
pasal 39 dan pasal 40 disisipkan juga pasal baru yakni pasal 39A yang isinya
menjelaskan tentang pemberian sanksi bagi siapapun yang dengan sengaja
membuat atau mengganti, menerbitkan faktur pajak yang tidak sesuai dengan
transaksi pajak sebenarnya. Pasal 41, pasal 41A, pasal 41B, diubah pada
beberapa kata saja dalam isi kalimat disetiap ayat-ayatnya. Diantara pasal 41B
dan pasal 42 disisipkan pasal baru yaitu pasal 42C yang secara umum
menjelaskan segala sanksi yang akan diberikan bagi siapapun yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana diatur oleh undang-undang pada pasal-pasal
sebelumnya. Pasal 43 memperoleh perubahan terdapat pergantian beberapa
kata di setiap ayatnya. Kemudian sebelum pasal 44, terdapat pasal baru yang
disisipkan yakni pasal 43A yang menjelaskan tentang kewenangan Dirjen Pajak
untuk melakukan permeriksaan pada bukti permulaan sebelum dilakukan
penyidikan tindak pidanan di bidang perpajakan. Pasal 44 dan pasal 44B secara
umum hanya mengubah beberapa padanan kata saja yang dianggap kurang
tepat. Peraturan perundang-undangan ini disahkan di Jakarta tanggal 17 Juli
2007 oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

9

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang
Pada produk hukum yang keempat ini dikeluarkan karena pemerintah berupaya
untuk mengatasi krisis global. Sehingga hal ini mendesak pemerintah untuk
diharuskan memperkuat sektor perpajakan nasional guna mendukung
penerimaan negara yang lebih stabil. Langkah ini telah dilakukan pemerintah
dengan mendasarkan atau mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
sebelumnya yaitu merujuk pada pasal 37A ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
tahun 2007, yang bunyinya” Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang
mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan
dilakukan paling lambat tanggal 28 Pebruari 2009, dapat diberikan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”Yang kurang lebih maksud dan
tujuan dari isi pasal 37A ayat 1 ini untuk memberikan pengurangan atau pun
penghapusan terhadap sanksi administrasi dengan menggantinya dengan bunga
atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajaknya. Artinya, pasal
ini secara khusus memberikan kesempatan untuk Wajib Pajak supaya lebih
terbuka dan lebih jujur dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yang telah
lalu. Akan tetapi yang menjadi kendala pada masyarakat untuk mengikuti
fasilitas yang diberikan oleh pemerintah ini, dirasakan waktu yang tidak
mencukupi untuk melakukan pembetulan surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan. Kemudian dengan menggunakan dasar hukum pasal 22 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik
Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
5 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2008 oleh Presiden Republik
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor … Tahun
… tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Ini merupakan rancangan produk hukum perpajakan yang terbaru yang baru
akan di keluarkan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Rancangan ini di
bentuk untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang
sebelumnya telah ada. Di dalam rancangan ini tersirat tujuan utama
pembentukan rancangan undang-undang yang baru yaitu untuk memberikan
peran serta kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
nasional dan pembiayaan terhadap negara. Sesuai dengan apa yang telah
10

diamanatkan dalam Pancasila maupun Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 untuk menjunjung tinggi hak-hak dan kewajiban warga
negara. Selain itu pembentukan rancangan undang-undang ini ditujukan untuk
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak yang seiring dengan
perkembangan ekonomi yang terus meningkat. Sehingga diperlukan juga basis
data yang kuat sebagai dasar pemungutan pajak. Maka dari itu untuk taat
terhadap pajak akan menjadi keharusan dan kewajiban bagi masyarakat,
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia pasal 23A yang telah mengamanatkan bahwa pajak dan pungutan lain
memiliki sifat yang memaksa. Dalam ketentuan pasal 1 terdapat banyak
perubahan yang dilakukan. Seperti pada poin 2, pada peraturan perundangundangan sebelumnya seseorang yang mempunyai wak dan kewajiban itu
disebut sabagai Wajib Pajak. Akan tetapi dalam rancangan undang-undangan
istilah itu diganti dengan Pembayar Pajak. Pada poin berikutnya, poin ke 6 yaitu
mengganti yang sebelumnya menggunakan istilah Nomor Pokok Wajib Pajak
dengan mengganti dengan istilah Nomor Identitas Pembayar Pajak. Terdapat juga
penambahan pengertian baru yang pada peraturan sebelumnya tidak ada,
seperti Nomor Identitas Objek, Tindak Pidana Pajak, dan Lembaga. Pada bab II
rancangan undang-undang ini sangat berbeda dengan perturan perundangundangan yang sebelumnya. Karena dalam rancangan undang-undang ini
pembahasannya mengenai Pendaftaran Pembayar Pajak, Pelaporan Pengusaha
Kena Pajak, dan Pendaftaran Objek Pajak. Pada peraturan perundang-undangan
sebelumnya memang belum pernah di bahas atau pun diatur mengenai hal-hal
tersebut. Jadi, secara keseluruhan pada bab II pasal yang dibuat semuanya baru.
Begitu juga dengan isi pasal dalam bab III yang secara keseluruhan merupakan
pasal baru yang pembahasannya mengenai Pembukuan Dan Pencatatan dalam
perpajakan. Dalam bab IV ini pada peraturan perundang-undangan sebelumnya
tidak ada, karena peraturan perundang-undangan sebelumnya tidak mengatur
atau membuat pasal-pasal hanya sampai dengan bab III. Pada bab IV pasalpasalnya ini secara umum mengatur tentang Pembayaran Pajak yang
didalamnya menjelaskan waktu jatuh tempo, sanksi apa yang akan diberikan
apabila melewati jatuh tempo dan sebagainya. Pada bab V mengatur mengenai
Surat Pemberitahuan yang lebih menjelaskan pada bagaimana seseorang
memperoleh surat pemberiahuan itu, bagaimana tata cara pengisiannya, dan
terdapat pula pengecualian-pengecualian yang sebagaimana telah diatur pada
peraturan sebelumnya dan sebagainya. Pada bab VI mengatur tentang Data dan
Informasi, yang menjelaskan bahwa setiap instansi, lembaga, asosiasi dll
mempunyai kewajiban untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan pajak. Bab VII mengenai Pemeriksaan Pajak, bahwa seorang Kepala
Lembaga mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak dengan
meminta untuk di perlihatkan atau di pinjamkan buku atau catatan yang menjadi
petunjuk penghasilannya. Pada bab VIII mengatur tentang Penilaian, yang isinya
menjelaskan bahwa Kepala Lembaga mempunyai wewenang untuk memberikan
penilaian dalam rangka pengawasan, pemeriksaan pajak, penagihan, atau pun
penyidikan pajak yang selanjutnya mengenai tata cara nya diatur dalam Peratura
Kepala Lembaga. Bab IX mengatur tentang Ketetapan Pajak, yang isinya
menjelaskan tentang Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak. Pada bab X
mengatur mengenai Keberatan, Banding, Gugatan yang dalam penjelasannya
secara keseluruhan memberikan setiap Pembayar Pajak hak untuk mengajukan
keberatan, gugatan maupun banding atas Surat Ketetapan Pajak kepada Kepala
11

Lembaga serta bagaimana tata cara nya. Pada bab XI menerangkan
Pengurangan, Penghapusan, dan Perubahan Sanksi Administratif. Dalam pasalpasalnya menjelaskan bahwa Kepala Lembaga mempunyai kewenangan untuk
memberikan pengurangan atau penghapusan atau juga merubah sanksi
administratif yang terdapat dalam dasar penagihan pajak. Hal ini bisa dilakukan
dengan permintaan permohonan dari Pembayar Pajak atau pun langsung oleh
Kepala Lembaga secara jabatan. Pada bab XII mengatur mengenai Pembatalan
dan Pembetulan, bahwa Kepala Lembaga mempunyai kewenangan untuk
membatalkan atau membetulkan ketetapan atau keputusan yang telah
diterbitkannya dalam hal salah tulis, salah hitung atau pun salah dalam
penerapan peraturan perundang-undangan. Bab XIII mengatur mengenai
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, bahwa segala bentuk kelebihan
dalam pembayaran pajak akan diberikan kembali kepada Pembayar Pajak selama
tidak memiliki utang pajak serta waktu pengembaliannya maksimal 1 bulan. Bab
XIV mengenai Penagihan Pajak , yang mengatur tentang siapa yang berhak
menjadi penanggung pajak atas pembayaran pajak terutang. Bab XV tentang
Kewajiban Merahasiakan, menjelaskan mengenai kewajiban bagi seluruh
pegawai lembaga baik itu tenaga ahli ataupun bukan untuk menjaga segala
sesuatu yang telah diketahuinya atau di beritahukannya oleh Pembayar Pajak.
Kecuali pegawai lembaga atau tenaga ahli tersebut bertindak sebagai saksi atau
ahli dalam persidangan ataupun untuk kepentingan negara. Pada bab XVI
mengatur mengenai Kerja Sama, bahwa Kepala Lembaga dapat melakukan
perjanjian internasional dengan negara mitra, maupun meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Bab XVII mengatur mengenai
Perumusan Kebijakan dan Penyelenggaraan Administrasi Perpajakan. Pada bab
XVIII mengatur tentang Peran Serta Masyarakat, bahwa masyarakat mempunyai
hak dan tanggung jawab untuk membantu upaya pencegahan dan penindakan
pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pada bab
XIX mengatur tentang Pemeriksaan Bukti Permulaan, bahwa yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan pemeriksaan permulaan ialah Kepala Lembaga.
Dalam hal melakukan pemeriksaan, yang harus dilengkapi terlebih dahulu yakni
surat perintah pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Kepala Lembaga. Pada bab XX
tentang Penyidikan Pajak, menjelaskan mengenai siapakah yang mempunyai
wewenang melakukan penyidikan, dalam hal apa penyidikan itu dapat
diberhentikan. Bab XXI mengatur tentang Ketentuan Pidana, pada bab ini
menjelaskan mengenai perbuatan-perbuatan yang seperti apa yang dapat
dikenai sanksi pidana dan berapa lama sanksi pidana yang dapat dijatuhkan.
Pada bab XXII dan XXIII mengatur tentang Ketentuan Peralihan dan Ketentuan
Penutup. Yang menjelaskan bahwa sebelum diberlakukannya undang-undang ini,
maka diberlakukan peraturan perundang-undang sebelumnya dan lembaga
mulai beroperasi paling lambat tanggal 1 Januari 2018. Pada saat peraturan
perundang-undangan ini mulai berlaku seluruh peraturan perundang-undangan
dan dokumen yang menyebutkan Direktorat Jenderal Pajak harus dimaknai
sebagai Lembaga.

12

Dari amandemen Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pertama sampai dengan amandemen terakhir, yang sekarang masih
menjadi rancangan undang-undang. Saya lebih setuju memilih pada perubahan
sebelum rancangan undang-undang. Menurut saya lebih cocok dan lebih baik
pada ketentuan undang-undang revisi yang keempat yaitu Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2009. Dalam undang-undang tersebut pemerintah telah
melakukan pembaharuan terhadap beberapa ketentuan dalam pasal-pasal di
dalam undang-undang itu. Yang salah satu nya yaitu memberikan penghapusan
atau pengurangan terhadap masyarakat yang terlambat dalam membayar
pelunasan pajak. Ini dilakukan tak lain untuk memberikan kesempatan
masyarakat agar lebih mau untuk terbuka dan jujur serta lebih berpartisipasi
dengan patuh terhadap pajak. Sedangkan dalam rancangan undang-undang,
rancangan undang-undang yang terbaru telah mewacanakan bahwa akan ada
pemisahan antara Ditjen Pajak dan Kemenkeu. Menurut saya, ini akan
memberikan kerumitan lagi apabila rancangan undang-undang tersebut akan
diterapkan. Karena pada dasarnya pajak merupakan kebijakan fiskal yang ada
ditangan Kemenkeu, sehingga tidak mungkin ada pemisahan antara kemenkeu
dengan Ditjen Pajak sebagai Lembaga yang berdiri sendiri. Selain itu juga hanya
akan menimbulkan penumpukan birokrasi. Dan juga hal utama yang menurut
saya perlu di perbaiki dan dilakukan adalah seharusnya lebih kepada
memperbaiki tata kelolanya bukan malah membangun lembaga baru. Yang
nantinya dapat menimbulkan kebijakan sendiri-sendiri yang tidak sinkron.

13

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN KORBAN ANAK (Putusan Nomor 24/Pid.Sus/A/2012/PN.Pso)

7 78 16

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111