Situasi Hak atas Kesehatan Anak dalam Ko

Situasi Hak atas Kesehatan Anak dalam Konteks
Konvensi Hak Anak: Sebuah Tinjauan 1
Bagus Yaugo Wicaksono

Pengantar
Tinjauan ini diharapkan memberikan kontribusi terkait gambaran situasi hak atas kesehatan anak di
Indonesia. Lingkupnya terbatas dalam konteks Konvensi Hak Anak (KHA). Lebih jauh, hasil dari
tinjauan ini diharapkan juga memungkinkan untuk melihat progress pelaksanaan rekomendasi oleh
Komite Hak Anak PBB ke Pemerintah Indonesia, tahun 2004, terkait dengan hak atas kesehatan
anak.
Ada lima rekomendasi sehubungan hak atas kesehatan, (1) Pemerintah Indonesia menjamin akses
universal pada layanan kesehatan dasar, khususnya layanan kesehatan dasar bagi ibu dan anak
termasuk di wilayah pedesaan dan di daerah konflik; (2) penyediaan layanan air minum dan sanitasi
diprioritaskan; (3) Agar diperkuat – upaya pencegahan malnutrisi, malaria dan penyakit akibat
nyamuk lainnya, upaya mengimunisasi sebanyak mungkin anak-anak dan ibu, upaya penyediaan
kondom dan alat kontrasepsi di seluruh negeri, serta upaya mempromosikan penggunaan ASI; (4)
Agar diambil pendekatan 'sepanjang hayat' dalam kesehatan dan pengembangan anak dan remaja
melalui pengembangan kebijakan kesehatan yang holistic dan komprehensif bagi anak dan remaja;
(5) menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain dalam persoalan terkait.
Dari sini kemudian dapat ditarik menjadi kerangka pelaksanaan hak atas kesehatan yang meliputi (1)
upaya peningkatan pengetahuan hak anak atas kesehatan pada anak-anak, para pengasuh anak

(orangtua atau wali), pengambil kebijakan, politisi mapun para penggiat hak anak; (2) upaya dalam
membuat langkah-langkah pembuatan undang-undang; (3) bentuk tatakelola dan koordinasi dalam
melaksanakan hak atas kesehatan anak; (4) pola-pola dalam melakukan rencana aksi pelaksanaan
hak atas kesehatan anak.
Akan tetapi, penggambaran situasi terkait hak anak atas kesehatan anak ini tidak terbatas pada
rekomendasi Komite di atas. Dalam kerangka yang lebih luas, dasar yang digunakan dalam
menjabarkan tinjauan ini berbasis pada kewajiban generik Negara dalam melaksanakan konvensi hak
asasi manusia, secara khusus hak anak atas kesehatan. Ada tiga kewajiban utama yang dimiliki
Negara, (1) kewajiban menghormati kebabasan dan hak; (2) kewajiban melindungi kebebasan dan
hak dari pihak-pihak ketiga, masyarakat atau ancaman lingkungan; (3) kewajiban memenuhi hak
melalui pemberian fasilitas dan penyediaan langsung.2

1

Disiapkan untuk Seminar Hak anak Nasional: Refleksi Pelaksanaan Konvensi Hak Anak di Indonesia,
diselenggarakan oleh Yayasan Gugah Nurani Indonesia, Jakarta, Hotel Aryaduta Semanggi, 18 Juli 2013
2
General comment No. 15 (2013) on the right of the child to the enjoyment of the highest attainable standard
of health (art. 24), page 16


Cacah Penduduk Indonesia
Data sensus penduduk nasional tahun 2010 menunjukan peningkatan dari hasil sensus sebelumnya,
2005. Terjadi peningkatan sebesar 24.266.039 jiwa selama kurun waktu tersebut. Di tahun 2005,
data penduduk Indonesia, laki-laki dan perempuan sebesar 213.375.287 jiwa. Sedangkan hasil
sensus tahun 2010 menunjukan 237.641.326 . Peningkatan ini juga searah dengan peningkatan
jumlah penduduk usia 0-19 tahun. Jumlah penduduk pada usia ini meningkat sebanyak 7.721.884
jiwa. Dari hasil jumlah sensus pada 2005 sebanyak 81.762.113 jiwa meningkat menjadi 89.483.997
pada sensus tahun 2010.
Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
[Survei Antar Sensus Badan Pusat Statistik/BPS, 2005]
Kelompok Umur
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44

45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75 +
Jumlah

Jenis Kelamin
Laki-laki
9.732.578
11.089.478
10.956.648
10.103.778
9.533.960
9.078.324
8.543.620
8.186.060
7.273.553

6.303.669
5.175.796
3.755.532
2.748.283
1.957.037
1.448.024
1.388.188
107.274.528

Perempuan
9.362.573
10.474.467
10.349.448
9.693.143
9.911.219
9.601.769
8.876.409
8.268.040
7.216.349
6.079.149

4.765.268
3.506.647
2.863.544
2.155.128
1.541.903
1.435.703
106.100.759

Laki-laki + Perempuan
19.095.151
21.563.945
21.306.096
19.796.921
19.445.179
18.680.093
17.420.029
16.454.100
14.489.902
12.382.818
9.941.064

7.262.179
5.611.827
4.112.165
2.989.927
2.823.891
213.375.287

Tabel 2. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
[Survei Antar Sensus Badan Pusat Statistik/BPS, 2010]
Kelompok Umur
0-4
5-9
10-14
15-19

Jenis Kelamin
Laki-laki
11.662.369
11.974.094
11.662.417

10.614.306

Perempuan
11.016.333
11.279.386
11.008.664
10.266.428

Laki-laki + Perempuan
22.678.702
23.253.480
22.671.081
20.880.734

20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49

50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75-79
80-84
85-89
90-94
95+
Jumlah

9.887.713
10.631.311
9.949.357
9.337.517
8.322.712
7.032.740
5.865.997
4.400.316

2.927.191
2.225.133
1.531.459
842.344
481.462
182.432
63.948
36.095
119.630.913

10.003.920
10.679.132
9.881.328
9.167.614
8.202.140
7.008.242
5.695.324
4.048.254
3.131.570
2.468.898

1.924.872
1.135.561
661.708
255.529
106.951
68.559
118.010.413

19.891.633
21.310.443
19.830.685
18.505.131
16.524.852
14.040.982
11.561.321
8.448.570
6.058.761
4.694.031
3.456.331
1.977.905

1.143.170
437.961
170.899
104.654
237.641.326

Kenaikan jumlah penduduk tersebut tentunya berjalan searah dengan kewajiban Negara dalam
memenuhi hak anak. Artinya, semakin meningkat jumlah anak di Indonesia, semakin bertambah pula
kewajiban yang harus ditanggung oleh Pemerintah Indonesia. Dalam sesi-sesi setelah ini akan
menangkap gambaran situasi hak anak atas kesehatan anak di Indonesia. Penyajian dari tinjauan ini
dimulai dengan analisa kebijakan yang telah diambil pemerintah dalam melindungi hak atas
kesehatan. Dari analisa legal ini akan menghasilkan gambaran sejauh mana upaya Negara dalam
melindungi hak anak, khususnya hak atas kesehatan. Selanjutnya, akan akan diikuti oleh penyajian
data yang menunjukan fakta pemenuhan hak atas kesehatan. Di akhir sesi, data-data yang tersaji
akan dianalisis sedemikian rupa, sehingga, dari sini akan bisa memberikan gambaran sejauh mana
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan hak-hak anak, khususnya terkait topik yang dibahas
dalam tinjauan ini.

Analisa Perlindungan Hak atas Kesehatan
Pengakuan hak anak di Indonesia, secara hukum internasional, dimulai sejak diratifikasinya Konvensi
Hak Anak (KHA) melalui Keputusan Presiden nomor 36 tahun 1990. Pasca moment tersebut,
pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna melindungi hak anak. Sesi ini akan membahas
terkait upaya yang telah diambil Pemerintah Indonesia dalam melindungi hak atas kesehatan anak.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya perlindungan hukum terhadap hak atas
kesehatan. Jaminan perlindungan tersebut dituangkan dalam beberapa perundang-undang berikut;
Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; Undang-undang nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia; Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Sementara jaminan kesehatan diatur

melalui Undang-undang Nomor 6 tahun1974 tentang Kententuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial dan Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sisitem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, menjamin kesehatan masyarakat yang
diwujudkan dalam pernyataan pasal 4 dalam undang-undang, kesehatan merupakan hak semua
masyarakat . Pada giliranya semua masyarakat dijamin mendapat kesempatan yang setara dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Penting juga untuk menjadi catatan, dalam undangundang ini juga menyinggung jaminan kesehatan terhadap ibu dan anak. Hal ini ditegaskan dalam
pernyataan dalam pasal 14 dan 15, di mana secara jelas memberikan panduan terhadap jaminan
kesehatan seorang ibu pada masa prakehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan masa
di luar kehamilan dan persalinan. Sedangkan pasal 15 terkait dengan aborsi. Pasal lain yang
menyangkut tentang kesehatan anak diatur dalam pasal 17 dan pasal 45.
Pasal 17 undang-undang kesehatan 1992 mengatur mengenai jaminan kesehatan khusus diarahkan
pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Di sini ditekankan bahwa jaminan kesehatan diarahkan
pada peningkatan kesehatan selama masa kandungan, masa bayi, masa balita, usia prasekolah, dan
usia sekolah. Sedangkan pada pasal lainya, terkait kesehatan anak, diatur dalam pasal 45 tentang
kesehatan di sekolah. Arah dari jaminan kesehatan anak disekolah ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas kesehatan lingkungan sekolah untuk kepentingan tumbuh kembang anak yang optimal.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam undang-undang ini memang terkait dengan jaminan kesehatan
anak. Namun begitu, memetik pernyataan Koalisis organisasi non-pemerintah pemantau hak anak,
undang-undang ini dinyatakan memiliki kelemahan. Terlabih kelemahan diakibatkan karena tidak
adanya jaminan secara ekplisit yang mengatur tentang hak anak atas (akses) fasilitas kesehatan,
layanan kesehatan, dan obat-obatan.3
Selanjutnya, jaminan kesehatan diatur dalam undang-undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Dalam undang-undang ini mengatur tentang jaminan hak asasi manusia secara
komprehensif. Termasuk juga, dalam perlindungan ini menjamin hak-hak anak didalamnya. Khusus
terkait dengan hak anak diatur dalam bagian ke sepuluh. Ada lima belas pasal yang mengatur
tentang hak anak di dalam undang-undang ini, di mana satu di antaranya menjamin hak anak atas
kesehata . Pasal 6
e ja i bah a setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya’. Namun,
agaknya, undang-undang ini masih terlalu luas cakupanya untuk bisa melindungi hak anak atas
kesehatan.
Sebuah produk hukum yang khusus melindungi anak telah ditetapkan pada tahun 2002,tentang
Perlindungan Anak. Undang-undang Perlindungan Anak diklaim Pemerintah Indonesia sebagai
terjemahan dari KHA yang kemudian digunakan sebagai acuan operasional pelaksanaan KHA.4
Sehubungan dengan hak anak atas kesehatan, setidaknya, dalam aturan ini dijelaskan mengenai
jaminan hak anak atas kesehatan. Lebih lanjut, jaminan perlindungan terhadap hak anak atas
kesehatan ini diatur dalam beberapa pasal dalam undang-undang ini.5 Namun begitu, sayangnya,

3

Lihat laporan tinjauan Koalisis organisasi non-pemerintah pemantau hak anak Indonesia dalam mengkritis
laporan pemerintah period ke 3 dan 4 halaman 71, 2010.
4
Lihat laporan periodic ke 3 dan 4 (versi Inggris) poin 5 halaman 5
5
Lihat UU Perlindungan Anak (2002) Penyelenggaraaan Perlindungan, bagian kedua – kesehatan, pasal 44 - 47

perlindungan ini tidak didukung dengan penguatan acaman pidana bagi pihak-pihak yang melanggar
jaminan perlindungan atas kesehatan anak tersebut.
Selanjutnya, undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, amandemen dari undangundang kesehatan sebelumnya, menunjukan upaya peningkatan perlindungan. Selain mengatur
mengenai jaminan perlindungan yang lebih luas, dalam undang-undang ini memberikan batasan
pembiayaan kesehatan, yakni 5 % APBN, 10 % APBD di mana 2/3 untuk kegiatan preventif dan
promotif. Lebih lanjut, upaya perlindungan dalam undang-undang ini juga mencakup kesehatan ibu
dan anak. Khususnya jaminan ibu dan anak diarahkan pada upaya peningkatan kesehatan ibu dalam
mempersiapkan kelahiran pasca kelahiran, serta upaya untuk meningkatkan kesehatan bayi. Di sini
juga menjamin kesehatan anak, tidak hanya kesehatan fisik, namun juga mengarah pada kesehatan
mental, yakni dengan menjamin diadakanya sarana bermain untuk anak. Namun begitu, dalam
konteks hak anak, undang-undang ini masih belum sensitive terhadap prinsip umum hak anak, yaitu
hak anak untuk didengar (partisipasi anak). Anak-anak masih belum diberikan ruang berpartisipasi
dalam mengungkapkan keinginan mereka atas kesehatan mereka.
Dalam penerapan kesehatan, pemerintah juga mengupayakan untuk memberikan jaminan
kesehatan bagi masyarakat. Jaminan kesehatan yang mencoba menyentuh pokok-pokok pemenuhan
kesejahteraan sosial diatur dalam undang-undang Nomor 6 tahun1974 tentang Kententuanketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Semangat dasarnya, undang-undang ini sebagai ujung
tombak dalam memberikan jaminan kesejahteraan sosial, termasuk pada fakir miskin dan anak-anak
terlantar.6 Namun sayangnya, jika ditelisik mendalam, tak ada satu pasalpun yang mengatur khusus
anak di dalamnya. Sedang undang-udang Sisitem Jaminan Sosial Nasional yang disahkan pada tahun
2004 dimaksudkan untuk menjamin kesehatan keluarga, anak di dalamnya, melalui asuransi
orangtua. Namun begitu, esensi dari undang-undang ini menyiratkan adanya batasan pemberian
asuransi kepada semua masyarakat. Khususnya, asuransi hanya akan mungkin didapat bagi para
orangtua yang bekerja di lembaga-lembaga formal. Hal ini akan berdampak bagi anak anak yang
orangtuanya bekerja pada institusi informal atau usaha mandiri, mereka tidak termasuk dalam
mekanisme sistem jaminan sosial nasional.

Upaya Pemenuhan Hak atas Kesehatan
Pemenuhan hak atas kesehatan dimulai dari peningkatan kesehatan ibu dan anak yang dilakukan
secara menyeluruh. Selanjutnya, upaya pemenuhan lain harus mengarah pada pencegahan
munculnya kasus gizi buruk dan pencegahan munculnya bencana penyakit lain yang mungkin untuk
dilakukan pencegahan. Upaya ini termasuk didalamnya peningkatan penyediaan layanan air minum
dan sanitasi kepada masyarakat, imunisasi pada bayi, antisipasi penyakit di wilayah tropis – missal
pencegahan penyebaran akibat nyamuk malaria dan sebagainya. Sebelum melihat lebih jauh pada
situasi tersebut, terlebih dalam sesi ini akan menyajikan kada kesediaan fasilitas kesehatan di
masing-masing proponsi di Indonesia.
Dalam upaya menjalankan pemenuhan hak anak di Indonesia, pemerintah telah membentuk jajaran
yang bertugas sebagai garda depan. Mereka adalah para tenaga kesehatan yang mempunyai
6

Lihat UUD 1945 Amandemen

keahlian di bidangnya. Mengacu pada database Kementrian Kesehatan RI, di seluruh Indonesia
tersedia beberapa bidang tenaga kesehatan, meliputi tenaga medis 51.788, perawat dan bidan
278.221, tenaga farmasi 19.953, tenaga gizi 12.762, tenaga keteknisian medis 15.483, tenaga sanitasi
12.517, tenaga kesmas 16.341 dan dokter gigi 9.774.7 Total dari keseluruhan tenega kesehatan
tersebut berjumlah 416.839 petugas. Persebaran tenaga kesehatan terbesar di Pulau Jawa, di mana
29% persebaran tenaga kesahatan berada di 5 provinsi di Pulau Jawa dan lainya, sebesar 71%
tenaga medis tersebar di 29 provinsi di Indonesia.
Tabel 3. Data Tenaga Kesehatan
[Database Kesehatan Perpropinsi Kementrian Kesehatan RI/ 2013]

Indonesia

Tenaga
Medis

Perawat
& Bidan

Tenaga
Farmasi

Tenaga
Gizi

Tenaga
Keteknisian
Medis

Tenaga
Sanitasi

Tenaga
Kesmas

Dokter
Gigi

Total

51.788

278.221

19.953

12.762

15.483

12.517

16.341

9.774

Sementara data sarana kesehatan masyarakat di Indonesia lebih banyak didominasi oleh Pusat
Pelayanan Terpadu (posyandu). Di Indonesia, posyandu yang tersebar di 33 propinsi mencapai
225.373 unit. Persebaran posyandu terbanyak di propinsi Jawa Tengah, 47.763 unit dan Jawa Barat,
45.632 unit. Sedangkan Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung memiliki persebaran
posyandu terendah, yakni 948 dan 903 unit. Sedangkan untuk sarana kesehatan masyarakat berupa
Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) dan Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (pustu), di
seluruh Indonesia masing-masing ada 8.737 unit puskesmas dan 22.650 unit pustu.
Tabel 4. Data Sarana Kesehatan
[Database Kesehatan Perpropinsi Kementrian Kesehatan RI/ 2013]
2013
No

Propinsi

Polindes

Posyandu

Puskesmas

Pustu

Total

0

225.373

8.737

22.650

Anak terlantar
Pemenuhan hak atas kesehatan di Indonesia masih membutuhkan penanganan yang serius. Hal ini
ditunjukan oleh data tingkat akses kesehatan yang masih cenderung rendah. Laporan dari
Kementrian Sosial RI menunjukan bahwa anak balita terlantar dan anak terlantar relatif masih tinggi.
Anak balita terlantar ini berkisar pada umur 0-5 tahun, sedangkan anak terlantar ini berkisar pada
umur 6-18 tahun. Dalam angka, di tahun 2011, anak balita terlantar mencapai 1,224,168, sedangkan

7

Sumber dari Bank Data Kementrian Kesehatan RI :
http://www.bankdata.depkes.go.id/nasional/public/report/ di akses 15 Juli 2013

anak terlantar mencapai 3,115,777.8 Pada masing-masing kelompok ini mempunyai karakter

Anak Balita Terlantar
Tidak pernah diberi ASI

Anak Terlantar
Makan makanan pokok kurang dari 14 kali
seminggu
Makan makanan pokok kurang dari 14 kali Bila sakit tidak diobati
seminggu
Bila balita sakit tidak diobati
tersendiri, khususnya terkait dengan akses hak atas kesehatan.

Tabel. 5 Karakter Anak Balita dan Anak Terlantar9

Tingkat kematian ibu dan anak
Indonesia masih memiliki tingkat kematian anak yang tinggi. Dalam kajian Unicef misalnya,
diteka ka bah a pola ke atia a ak sebagia besar terjadi pada saat baru lahir eo atal , bulan
perta a kehidupa .10 Lebih lanjut, analisa Unicef ini menyatakan bahwa 19 perseribu kematian
anak pada masa neonatal, 15 perseribu pada usia 2 sampai 11 bulan dan 10 perseribu meninggal
pada 1 sampai 5 tahun. Kasus ini juga searah dengan tingkat kematian ibu melahirkan di Indonesia.
Laporan berita Voice of America memetik pernyataan dari statemen LSM internasional, Save the
Children, yang menyatakan bahwa Indonesia berada pada urutan 106 dari seluruh daftar Negara
berkembang yang berjumlah 130 negara. Berita ini juga memetik pernyataan dari Menteri
Kesehatan, Nafsiah Mboi, menunjukkan bahwa angka kematian ibu masih mencapai 228 per 100.000
kelahiran hidup.11
Dalam pengalaman Yayasan Gugah Nurani Indonesia, kematian anak juga disebabkan karena
rendahnya upaya pemerintah dalam menyebarluaskan informasi jaminan kesehatan ke masyarakat.
Di Darusalam, Medan, seorang anak meninggal akibat penanganan terhadap akses kesehatan
terlambat. Orangtuanya merasa takut untuk membawa anaknya periksa di rumah sakit. Hal ini
mengingat pendapatan orangtua yang sengat rendah. Sang ibu bekerja sebagai pemulung dengan
penghasilansekitar 15 ribu perhari, sedang ayahnya bekerja serabutan, tanpa gaji tetap. Keluarga
tidak memahami mekanisme baik jaminan kesejahteraan masyarakat (jamkesmas) dan jaminan
kesejahteraan sosial (jamkesos). Sementara, ketika si anak, secara kasat mata, terlihat menderita
bengkak di bawah kedua pundaknya, keluarga melihatnya seperti kasus wajar. Sampai, perlahanlahan penyakitnya tersebut mulai memburuk.
8

Ke e tria Sosial ‘epublik I do esia. Kementrian Sosial Dalam Angka: Pembangunan Kesejahteraan Sosial ,
Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, 2012,
9
Ke e tria Sosial ‘I da Bada Pusat Statistik ‘I. Profil Pe ya da g Masalah Kesejahteraa Sosial
I do esia ,
10
Ringkasan Kajian Unicef 2012. Kesehatan Ibu dan Anak. http://www.unicef.org/indonesia/id/A5__B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_REV.pdf
11
Angka Kematian Ibu Masih Tinggi di Indonesia, 16 Juli 2013, sumber:
http://www.voaindonesia.com/content/angka-kematian-ibu-masih-tinggi-di-indonesia/1670296.html diunduh
tanggal 15 Agustus 2013

Mengetahui kondisi anaknya semakin parah, keluarga membawa ke puskesmas. Karena kondisinya
tak kunjung sembuh, orangtua kemudian membawa ke pengobatan alternative. Hasilnya juga sama.
Si anak belum kunjung membaik. Kemudian, dengan bantuan dari pekerja social (Yayasan Gugah
Nurani Indonesia), anak ini dibawa ke rumah sakit. Setelah melalui berbagai pemeriksaan, pihak
dokter menyatakan bahwa anak tersebut mengidap tumor. Pihak rumah sakit menganjurkan untuk
dirawat intensif. Namun, sayangnya, kondisi anak semakin memburuk. Sampai akhirnya meninggal
setalah mendapat perawatan selama beberapa hari di rumah sakit.12

Balita gizi kurang dan gizi buruk
Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia telah menunjukan performanya dalam menurunkan
prevelensi anak dalam kondisi gizi kurang dan gizi buruk. Dari tahun 1989, prevelensi terhadap
kekurangan gizi pada balita di Indonesia turun dari 31,0 persen menjadi 21,6 persen di tahun 2000.
Namun angka ini masih belum sepenuhnya stabil. Di tahun 2005, angka prevelensi tersebut
meningkat menjadi 24,5 persen. Namun, dalam tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan.
Semisal di tahun 2007, angka prevelensi balita kekurangan gizi menjadi 18,4 persen.13 Tidak hanya
itu, tahun 2010 juga menurun menjadi 17,9 persen.14 Jika dilihat dalam hitungan jumlah, balita
dengan gizi kurang dan gizi buruk ini masih relatif tinggi. Menurut catatan dari bank data Kementrian
Kesehatan RI, data perbulan dari Januari – Juni 2013 menunjukan angka sebagai berikut.
Diagram 1. Gizi Kurang dan Gizi Buruk di Indonesia
[Data Bulanan Bank Data Kementerian Kesehatan RI, Januari – Juni 2013]15

12

Kasus ini terjadi pada salah satu anak dampingan Yayasan Gugah Nurani Indonesia
Dipetik dari makalah ilmiah Dr. dr. Citrakesumasari, M.Kes, dala A alisis Situasi Ibu da A ak: Global,
Nasio al, Sula esi Barat da Kabupate Pol a , diterbitka U i ersitas hasanudin, 2012.
14
Profil Data Kesehatan di Indonesia. Kementrian /kesehatan RI, 2012
15
Sumber dari website resmi Departemen Kesehatan Kementrian Kesehatan RI:
http://gizikia.depkes.go.id/data/publicreport/lanjut?active=17 diunduh 15 Juli 2013
13

Kasus balita dengan gizi kurang dan gizi buruk juga menjadi perhatian oleh Yayasan Gugah Nurani
Indonesia. Pengalaman dalam mendampingi balita dengan kekurang gizi terjadi di Kelurahan
Wonokusumo, Kota Surabaya. Pada masyarakat urban di sana, umumnya, pemberian makan
terhadap anak seringkali terabaikan. Ditambah lagi dengan munculnya makanan-makanan instan,
maka para orangtua seringkali tidak menyadari dampak buruk akan hal tersebut. Catatan dari
penggiat gizi anak setempat, dalam hal ini adalah petugas posyandu, menunjukan bahwa anak-anak
di kelurahan tersebut masuk dalam kategori gizi buruk maupun gizi kurang.
Upaya yang dilakukan oleh penggiat masyarakat di sana adalah melakukan diskusi dan perencanaan
terhadap kasus tersebut. Bekerjasama dengan pihak Gugah Nurani Indonesia, kemudian mereka
membuat program paket makanan tambahan. Penggiat kesehatan masyarakat tersebut kemudian
membuat jadwal untuk pemberian makan kepada anak-anak di sana. Mereka memberikan asupan
gizi. Setelah program berjalan beberapa bulan, catatan penggiat kesehatan setempat mendapati
bahwa ada peningkatan tingakat gizi pada anak-anak di sana.16

Akses air bersih dan sanitasi
Catatan dalam Profil Data Kesehatan di Indonesia, 2011, yang diterbitkan oleh Kementrian
Kesehatan Sosial menunjukan tingkat akses air bersih dan sanitasi bervariasi, antara kota dan desa.
Dalam data tersebut, menyatakan bahwa 98 persen masyarakat perkotaan bisa mengakses air
bersih. Sedangan angka ini cenderung lebih rendah di daerah pedesaan, yaitu 71 persen. Sedang
untuk tingkat penggunaan sanitasi di Indonesia juga bervariasi, antara desa dan kota. Masyarakat
perkotaan, 67 persen dari mereka telah menggunakan sarana sanitasi sehat. Sedang untuk
masyarakat pedesaan sebesar 36 persen.
Terkait dengan akses air bersih dan sanitasi, di Kampung Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak, Deli
Serdang terjadi kasus ini. Pengalaman Yayasan Gugah Nurani menunjukan bahwa dalam satu desa
tersebut semua masyarakat tidak bisa mengakses air bersih. Meskipun setiap masyarakat bisa
mempunyai sumur (hampir disetiap rumah), namun kondisinya sangat tidak layak. Air dari dalam
sumur tersebut keruh dan berbau sangat tajam. Dampak dari penggunaan air ini terhadak anakanak, hampir seluruh dari anak-anak di desa tersebut menderita penyakit kulit.17

16

Kasus ini merupakan hasil kerjasama antara Penggiat Kesehatan Masyarakat kelurahan Wonokusumo dan
Yayasan Gugah Nurani Indonesia, Surabaya, pada tahun 2013
17
Kasus ini terjadi di wilayah dampingan Yayasan Gugah Nurani Indonesia, di Kampung Bulu Cina, Kecamatan
Hamparan Perak, Deli Serdang, pada tahun 2012

Sebuah Tinjauan
Dari ulasan di atas dapat dilihat upaya-upaya pemerintah dalam memenuhi hak atas kesehatan anak
di Indonesia. Upaya-upaya tersebut terlihat telah berbuah hasil. Secara umum, upaya tersebut
dapat ditinjau dalam dua kelompok, (1) langkah-langkah perlindungan hukum dan yang yang ke dua
(2) hasil dari pemenuhan hak atas kesehatan.

Tinjauan langkah-langkah perlindungan hukum
Secara umum, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya dalam penyelarasan antara Konvensi
dengan hukum domestik. Seperti misalkan dengan membuat undang-undang Perlindungan Anak
yang meng-ejawantahkan Konvensi Hak anak. Selain itu, terkait lebih fokus terhadap perlindungan
hak atas kesehatan anak juga telah dijamin melalui undang-undang terkait lainya.
Namun begitu, yang menjadi catatan adalah, di dalam peraturan perundang-undangan tersebut
mesih disertai esensi yang bisa berdampak pada perenggutan hak atas kesehatan anak. Seperti
misalkan adanya diskrimanasi dalam memberikan akses kesehatan dikarenakan mekanisme
pemberian jaminan kesehatan; lemahnya perlindungan pidana atas pelanggaran hak kesehatan
anak; lemahnya konsep pelibatan anak dalam proses pengambilan kebijakan terkait pemenuhan hak
anak; luasnya cakupan perlindungan anak sehingga belum bisa spesifik.

Tinjauan hasil dari pemenuhan hak atas kesehatan
Proses pelaksanaan pemenuhan hak atas kesehatan anak oleh pemerintah telah berjalan. Hasil dari
pelaksanaan tersebut juga telah menunjukan hasil. Di mana, hasil tersebut telah diukur oleh
pemerintah dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing.
Terkait dengan pelayanan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan, penyebaranya masih belum
merata. Sebagain besar fasilitas tersebut baru tersebar di Pulau Jawa. Ketidak merataan ini
memungkinkan akan menghambat pelayan kesehatan di wilayah-wilaya terpencil, sehingga hal ini
akan berkontribusi pada pelanggaran hak atas kesehatan anak. Selain itu, pemenuhan hak bagi
anak-anak terlantar masih belum optimal. Angka anak balita terlantar dan anak terlantar masih
relatif tiggi. Hal ini mungkin jadi akibat dari belum tepatnya sistem jaminan sosial terhadap keluarga
dan anak. Di mana jaminan sosial, berdasar undang-undang Sistem Jaminan Sosial masih
mendiskriminasi hak anak yang keluarganya tidak bekerja pada institusi formal.
Dalam isu kematian anak, Indonesia masih menempati peringkat 106 dari 130 negara. Artinya,
situasi pemenuhan hak hidup anak masih belum optimal. Meskipun berbagai upaya telah diambil,
baik melalui undang-undang maupun kebijakan dan program, namun ternyata masih belum

sepenuhnya tepat sasaran. Dalam kasus kematian anak yang didampingi Yayasan Gugah Nurani
Indonesia, menunjukan bahwa upaya pemerintah dalam melaksanakan undang-undang dan program
ditingkat masyarakat masih lemah. Dalam hal ini, kematian anak disebabkan karena kekurang
sigapan keluarga akibat penyebarluasan informasi dari pemerintah yang kurang memadai.
Begitu juga dengan kasus gizi buruk dan gizi buruk dan akses terhadap air bersih. Dalam kasus balita
gizi buruk dan gizi kurang, terlihat pemerintah masih belum optimal dalam menggunakan metode
pendekatan pelaksanaan program. Hal itu terlihat dari kasus gizi kurang dan gizi buruk yang terjadi di
wilayah urban di Surabaya. Peningkatan pemenuhan gizi tersebut bias lebih efektif ketika andil dari
penggiat kesehatan masyarakat didukung penuh. Sedangkan pada akses air bersih dan sanitasi,
pemerintah masih belum sepenuhnya melaksanakan ditingkat pedesan. Kasus penyakit kulit yang
terjadi di Deli Serdang menunjukan bahwa upaya pemenuhan akses air bersih dan sanitasi belum
menyentuh daerah itu.

Rekomendasi
1. Perlu adanya evaluasi dan penyesuaian antara perundang-undangan terkait hak atas
kesehatan anak, konvensi internasional dan fakta lapangan.
2. Perlu peningkatan upaya penyebarluasan informasi pelayanan kesehatan dan jaminan
kesehatan, terkait dengan hak anak yang diatur dalam Konvensi Hak Anak, ke masyarakat.
3. Perlu meningkatkan pengembangan metode dan pendekatan, seperti meningkat
keterlibatan komunitas, dalam melaksanakan pemenuhan hak atas kesehatan anak di
Indonesia.
4. Perlu upaya pemerataan fasilitas baik tenaga kesehatan, pekerja sosial dan sarana kesehatan
di seluruh wilayah di Indonesia.
********