PENGUATAN MODAL SOSIAL PETANI MELALUI KO

PENGUATAN MODAL SOSIAL PETANI MELALUI
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
DALAM ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH
DI LAHAN PASIR PANTAI KABUPATEN BANTUL
Roso Witjaksono*
Supriyati**
*Laboratorium Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Departemen Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jl. Flora
Bulaksumur Yogyakarta 55281
** Akademi Pertanian Yogyakarta

ABSTRAK
Penelitian ini yang berjudul “Penguatan modal sosial petani melalui
komunikasi interpersonal dalam adopsi teknologi budidaya bawang merah di
lahan pasir pantai kabupaten bantul” bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh
komunikasi interpersonal terhadap penguatan modal sosial petani dalam adopsi
teknologi budidaya bawang merah, dan (2) pengaruh modal sosial terhadap
adopsi teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir pantai Kabupaten
Bantul.
Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik survai. Dari
Kabupaten Bantul dipilih secara purposif satu sampel kecamatan yang memiliki

budidaya bawang merah di kawasan pesisir pantai, yaitu Kecamatan Sanden.
Dari Kecamatan Sanden dipilih 2 desa sampel secara purposif, yaitu desa
Srigading dan desa Gadingsari. Dari masing-masing desa sampel diambil 20
petani sampel secara acak sederhana, sehingga secara keseluruhan diperoleh 40
petani sampel sebagai responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 67,50% petani dalam melakukan
komunikasi interpersonal dengan narasumber untuk mendapatkan informasi
pertanian tergolong rendah. Intensitas komunikasi interpersonal petani dengan
berbagai narasumber tersebut dapat memperkuat modal sosial petani; dan
selanjutnya modal sosial petani yang semakin kuat terbukti dapat meningkatkan
adopsi teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir pantai Kabupaten
Bantul.
Kata kunci: modal sosial, komunikasi interpersonal, adopsi, bawang merah,
lahan pasir pantai

1

I. Pendahuluan
Isu hangat yang berkembang dalam pembangunan pertanian akhir-akhir
ini adalah berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di Indonesia, di

samping isu lain seperti perubahan iklim global, globalisasi, dan kedaulatan
pangan. Dalam menghadapi pemberlakuan MEA di Indonesia, di samping
modal ekonomi diperlukan juga penguatan modal sosial dan budaya lokal
masyarakat untuk menghadapi kompetisi antar sesama negara-negara ASEAN di
bidang ekonomi. Dengan modal sosial yang kuat diharapkan mampu
menumbuhkan UKM yang kuat, termasuk UKM yang bergerak di sektor
pertanian. Untuk tumbuh dan berkembangnya UKM di sektor pertanian secara
berkelanjutan membutuhkan dukungan kedaulatan pangan di Indonesia.
Dalam

hal

ini

kedaulatan

pangan

dapat


diwujudkan

melalui

pembangunan pertanian yang lebih fokus pada produk unggulan lokal yang
lebih kompetitif, baik dari segi kualitas, harga, maupun kuantitas yang mampu
merespons permintaan pasar, baik pasar domestik maupun pasar global. Salah
satu upaya untuk mendukung kedaulatan pangan di Kabupaten Bantul adalah
dengan memanfaatkan lahan pasir pantai untuk budidaya bawang merah. Di
Kabupaten Bantul semula budidaya bawang merah hanya dilakukan petani di
lahan sawah, dan sejak akhir tahun 1990-an mulai dikembangkan di lahan pasir
pantai yang berstatus sebagai tanah kasultanan (sultan ground).

Pemanfaatan

lahan pasir pantai untuk usaha pertanian sendiri tidak begitu saja dapat
digunakan, karena lahan pasir pantai memiliki karakteristik tertentu yang harus
diperlakukan secara khusus terlebih dahulu agar dapat digunakan untuk usaha
pertanian. Demikian pula apabila lahan pasir pantai akan dimanfaatakan untuk
budidaya bawang merah. Teknologi untuk budidaya bawang merah di lahan

pasir pantai cukup banyak dan selalu berkembang. Teknologi tersebut diperoleh
baik dari lembaga penelitian maupun merupakan hasil pengembangan teknologi
yang sudah ada di masyarakat petani.
Sampainya teknologi pertanian pada masyarakat tani memerlukan media
komunikasi yang mendukung, baik media komunikasi cetak, elektronik sampai
media komunikasi interpersonal. Bahkan penggunaan media komunikasi
interpersonal lebih efektif

karena didapatkan dari saling tukar menukar

informasi yang diperoleh dari petani yang satu dengan yang lain secara

2

langsung. Proses tukar menukar informasi juga dapat terjadi di dalam kegiatan
kelompok maupun keluarga. Di samping bentuk komunikasi interpersonal
dipandang lebih efektif dalam menyampaikan teknologi pertanian dibandingkan
dengan bentuk komunikasi lainnya juga dapat digunakan untuk memperkuat
modal sosial masyarakat tani.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh komunikasi

interpersonal terhadap penguatan modal sosial petani dalam adopsi teknologi
budidaya bawang merah, dan (2) pengaruh modal sosial terhadap adopsi
teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir pantai Kabupaten Bantul.
II. Kajian Literatur
Menurut

Hardjana

(2003)

komunikasi

interpersonal

(komunikasi

antarpersonal) merupakan komunikasi tatap muka antar dua atau beberapa
orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan
penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung. Komunikasi
interpersonal kebanyakan berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan

nonverbal dan dilakukan secara lisan.
Menurut

Devito

(1997)

komunikasi

interpersonal

(komunikasi

antarpribadi) didefinisikan dalam tiga komponen utama, yaitu:
a. Komunikasi antarpribadi berdasar komponen: komunikasi antarpribadi
dijelaskan dengan mengamati komponen-komponen utamanya.
b. Komunikasi antarpribadi berdasar hubungan diadik: komunikasi antarpribadi
didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang
yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.
c. Komunikasi antarpribadi berdasar pengembangan: kDalam hal iniomunikasi

dilihat sebagai akhir dari perkembangan komunikasi yang bersifat takpribadi (impersonal) pada satu ekstrim menjadi komunikasi pribadi pada
ekstrim yang lain.
Effendy (1986) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi
interpersonal atau antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan
seorang komunikan. Komunikasi interpersonal danggap paling effektif dalam
hal mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang
dialogis, berupa percakapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Wiryanto (2004),

3

yang mengatakan bahwa sumber-sumber

informasi di pedesaan dari negara-

negara berkembang, seperti Indonesia, cenderung melalui jalur komunikasi
antarpribadi. Dalam hal ini komunikasi interpersonal menggunakan jasa juru
penerangan, penyuluh, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Peranan keempat
sumber informasi tersebut cukup penting sebagai agen perubahan dalam
menyebarkan ide-ide baru. Kredibilitas keempat sumber sangat terpecaya untuk
mengajak orang lain dalam menerima ide-ide baru.

Komunikasi interpersonal dapat berjalan efektif apabila masing-masing
pihak yang berkomunikasi saling dapat dipercaya (trust), memiliki perilaku
berpola (tatanan atau norm), dan satu sama lain memiliki jaringan hubungan
yang luas (network). Dengan demikian komunikasi inerpersonal yang efektif akan
dapat membangun trust, norm dan network yang kuat. Ketiga komponen tersebut
merupakan modal sosial bagi petani dalam melakukan adopsi teknologi budi
daya bawang merah di lahan pasir pantai.
Menurut Putman (1993) cit Field (2010) modal sosial adalah bagian dari
organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan, yang dapat
memperbaiki

efisiensi

masyarakat

dengan

memfasilitasi

tindakan


yang

terkoordinasi. Cox (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu rangkaian
proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma dan
kepercayaan sosial yang memungkinkan efisiensi dan efektifitas koordinasi dan
kerjasama untuk keuntungan bersama. Dalam memaknai modal sosial,
Fukuyama (1995) lebih menekankan pada dimensi yang lebih luas yaitu segala
sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama
atas dasar kebersamaan dan didalamnya diikat nilai-nilai dan norma-norma
yang tumbuh dan dipatuhi (Mawardi, 2007). Coleman menyebutkan setidaknya
terdapat tiga bentuk modal sosial, yaitu: (1) struktur kewajiban (obligation); (2)
ekspektasi (expextation); dan (3) kepercayaan (trust wortbisness) (Yustika, 2006).
Kelembagaan gotong-royong yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat merupakan manifestasi bangunan modal sosial yang muncul akibat
interaksi sosial (hubungan sosial) yang terjadi secara masif dan berkelanjutan
dalam masyarakat. Dalam Teori Hubungan Sosial (The Social Relationship Theory)
deFleur menyatakan bahwa orang lebih banyak menggunakan komunikasi dari
mulut ke mulut dibandingkan dengan menggunakan komunikasi massa untuk


4

mendapatkan informasi (Depari dan MacAndrews,1995). Bentuk komunikasi
interpersonal tersebut sering digunakan oleh masyarakat petani di pedesaan
karena mereka saling percaya dan memiliki jaringan hubungan sosial yang luas,
sehingga tanpa mengandalkan media komunikasi massa informasi dapat
tersebar luas dalam masyarakat.
Kelembagaan gotong royong merupakan

basis tumbuhnya kelompok

tani yang selama ini dijadikan media penyuluhan yang dipandang paling efektif
dalam mendifusikan inovasi pertanian. Hal ini disebabkan karena kelompok
tani dapat berfungsi sebagai media pembelajaran, media kerja sama, media
pengambilan keputusan kolektif, dan media untuk memperoleh legitimasi dari
pihak eksternal dalam transaksi dan negosiasi secara kelembagaan. Dengan
demikian diharapkan apabila modal sosial masyarakat kuat maka peranan
kelompok tani akan semakin efektif dalam mendifusikan inovasi pertanian.
III. Metode Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan

teknik survei. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bantul dengan pertimbangan
bahwa kabupaten tersebut merupakan sentra pengembangan hortikultura
terutama bawang merah lahan pasir pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari
Kabupaten Bantul dipilih Kecamatan Sanden sebagai sampel secara purposif,
karena kecamatan ini paling potensial untuk pengembangan budidaya bawang
merah di lahan pasir pantai. Dari kecamatan Sanden dipilih dua sampel desa
secara purposif, yaitu desa yang potensial dalam pengembangan budidaya
bawang merah di lahan pasir pantai. Desa yang terpilih sebagai sampel adalah
desa Srigading dan desa Gadingsari. Dari masing-masing desa sampel diambil
satu sampel

kelompok tani yang masih aktif melakukan budidaya bawang

merah yaitu Kelompok Tani Manunggal dan Kelompok Tani Pasir Makmur. Dari
masing-masing kelompok tani sampel diambil 20 petani sampel secara acak
sederhana, sehingga secara keseluruhan diperoleh 40 petani sampel sebagai
responden. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linier sederhana dan
regresi linier berganda.

IV. Hasil dan Pembahasan

5

A. Umur dan Pendidikan Petani Lahan Pasir Pantai Kabupaten Bantul
Sebagian besar petani (92,50%) di lahan pasir pantai Kabupaten Bantul
termasuk dalam kategori usia produktif, yaitu berada di antara umur 15 hingga
64 tahun, sedangkan sisanya sebesar 7,50% termasuk dalam kategori tidak
produktif atau telah berusia lanjut. Dari segi pendidikan formal, 7,50% petani
bawang merah di lahan pasir pantai Kabupaten Bantul yang tidak tamat SD,
27,50% petani masing-masing berpendidikan SD dan SMP, 35% petani
berpendidikan SMA, dan 2,50% petani berpendidikan Perguruan Tinggi.
B. Komunikasi Interpersonal Petani dalam Budidaya Bawang Merah di Lahan
Pasir Pantai Kabupaten Bantul
Dalam
membutuhkan

budidaya
informasi

bawang

merah

tentang

di lahan

teknologi

pasir

pantai

petani

yang digunakannya. Untuk

memperoleh informasi tersebut petani melakukan komunikasi interpersonal
dengan penyuluh, ketua kelompok, pamong desa, sesama anggota kelompok,
pedagang, pembina, peneliti, dan mantra tani, yang intensitasnya berbeda-beda.
Tingkat intensitas komunikasi interpersonal petani tersebut disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1. Komunikasi Interpersonal Petani dalam Budidaya Bawang Merah
di Lahan Pasir Pantai
Narasumber

Interval Skor

Skor Rerata
Capaian

Tingkat
Intensitas (%)

Penyuluh
Ketua Kelompok
Pamong Desa
Sesama Anggota
Pedagang
Pembina dari Dinas
Peneliti BPTP
Peneliti Perguruan Tinggi
Mantri Tani

0-4
0-3
0-3
0-3
0-3
0-4
0-3
0-3
0-4

2,70
2,22
1,37
2,32
1,75
1,15
1,00
0,88
0,85

67,50
74,00
45,67
77,33
43,75
28,75
33,33
29,17
21,25

Jumlah
0-30
Rerata
Sumber: Analisis Data Primer 2015

14,24
46,75

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat
intensitas komunikasi interpersonal petani dalam budidaya bawang merah

6

sebesar 46,75% atau kadang-kadang dilakukan. Paling intensif komunikasi
interpersonal petani dilakukan dengan sesama petani, yaitu sebesar 77,33% atau
termasuk dalam kategori sering dilakukannya, dan yang paling rendah
intensitasnya adalah komunikasi dengan mantra tani yaitu sebesar 21,25% atau
jarang dilakukan.
C. Pengaruh Media Komunikasi Interpersonal terhadap Penguatan Modal
Sosial Petani dalam Adopsi Teknologi Budidaya Bawang Merah di Lahan
Pasir Pantai Kabupaten Bantul
Modal sosial bagi petani merupakan salah satu kekuatan masyarakat
petani dalam menghadapi MEA yang diberlakukan mulai awal tahun 2016.
merupakan dasar dari sesorang untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam kajian ini kekuatan modal sosial akan diukur melalui tiga indikator, yaitu:
kepercayaan (trust) antar petani dan petani dengan stakeholders, norma atau
tatanan (norm) yang berlaku di masyarakat, dan jaringan (network) kerjasama
dalam masyarakat. Modal sosial petani di lahan pasir pantai dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Modal Sosial Petani di Lahan Pasir Pantai
Indikator

Interval Skor

Skor Rerata
Capaian

Kekuatan
Modal
Sosial (%)

0-50

38,48

76,96

0-70

46,06

65,07

0-139

27,12

21,02

0-259

111,66

Kepercayaan
Norma
Jaringan
Jumlah
Rerata

54,35

Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Tabel 2 menunjukkan bahwa kekuatan modal sosial petani di lahan pasir
pantai sebesar 54,35% atau termasuk dalam kategori sedang. Apabila dirinci
lebih lanjut maka komponen yang paling lemah adalah jaringan kerja sama yaitu
sebesar 21,02% atau ermasuk kategori lemah, sedangkan komponen kepercayaan
dan norma masing-masing mencapai 76,96% dan 65,07% atau termasuk dalam
kategori kuat.

7

Komunikasi interpersonal dapat membuka jaringan hubungan sosial
antar petani dengan sesama petani dan dengan stakeholders lainnya, sehingga
diharapkan dapat memperkuat modal sosialnya, apalagi kalau dalam melakukan
komunikasi interpersonal dilandasi dengan rasa saling percaya. Oleh karena
itu, dalam penelitian diduga komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap
penguatan modal sosial. Untuk membuktikan dugaan tersebut digunakan
analisis regresi linier sederhana, yang hasilnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Pengaruh Komunikasi
Interpersonal terhadap Penguatan Modal Sosial Petani dalam Adopsi Teknologi
Budidaya Bawang Merah di Lahan Pasir Pantai Kabupaten Bantul
Koefisien
t
Variabel
Sig
Ket
Regresi (B)
hitung
Komunikasi Interpersonal
3,889
3,885
0,000
*
(X1)
Konstanta
53,008
0,001
R square
0,284
Adjusted square
0,265
F hitung
15,094
F table
1,514
Keterangan : *signifikansi pada taraf 1%
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
berpengaruh nyata terhadap penguatan modal sosial, artinya semakin intensif
petani dalam melakukan komunikasi interpersonal maka modal sosialnya
semakin kuat dalam adopsi teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir
pantai Kabupaten Bantul.
D. Pengaruh Modal Sosial Petani terhadap Adopsi Teknologi Budidaya
Bawang Merah Di Lahan Pasir Pantai Kabupaten Bantul
Adopsi teknologi adalah proses seseorang dari mulai mengenal sampai
menerapkan teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir pantai Kabupaten
Bantul. Unsur-unsur teknologi yang diadopsi meliputi: pembibitan, pengolahan
tanah, penanaman, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit,
dan pasca panen. Untuk mengetahui sampai sejauh mana unsur-unsur teknologi
tersebut diadopsi oleh petani dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Adopsi Teknologi Budidaya Bawang Merah di Lahan Pasir Pantai
Kabupaten Bantul

8

Unsur Teknologi
Pembibitan
Pengolahan Tanah
Penanaman
Pengairan
Pemupukan
Pengendalian HPT
Pasca Panen
Jumlah

Interval
Skor
0-24
0-21
0-18
0-4
0-18
0-8
0-5

Skor Rerata
Capaian
18,60
16,60
14,90
3,60
14,00
6,90
3,30

0-98

77,90

Rerata

Tingkat Adopsi
(%)
75,95
78,42
80,47
90,00
77,33
65,33
66,67
76,31

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2015
Dari Tabel 4 dapat diketahui adopsi teknologi dalam pengembangan
inovasi budidaya bawang merah tergolong tinggi yaitu sebesar 76,31%. Unsur
teknologi yang paling tinggi diadopsi adalah pengairan (90%). Hal tersebut
karena hampir seluruh petani lahan pasir dalam mengairi lahanya menggunakan
inovasi baru, yaitu dengan membuat sumur buatan di setiap petak lahannya dan
menggunakan selang/pipa yang dihubungkan ke mesin pompa air. Sementara
itu unsur teknologi yang paling rendah diadopsi adalah pengendalian HPT
(65,33%). Hal tersebut karena sebagian besar petani masih menggunakan
pestisida tanpa memperhitungkan ambang batas ekonomi.
Faktor yang diduga berpengaruh terhadap adopsi teknologi budidaya
bawang merah adalah modal sosial, peran penyuluh, peran ketua kelompok,
peran tokoh masyarakat dan peran kelompok tani. Untuk membuktikan
hipotesis tersebut digunakan analisis regresi linier berganda denngan metode
backward, yang hasilnya disajikan pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa modal sosial dan peran
tokoh masyarakat berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi budidaya
bawang merah. Modal sosial berpengaruh positif, artinya semakin kuat modal
sosial, maka semakin tinggi tingkat adopsi teknologi budidaya bawang merah di
lahan pasir pantai, sedangkan peran tokoh masyarakat berpengaruh negatif,
artinya semakin tinggi peran tokoh masyarakat maka semakin rendah tingkat
adopsi teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir Kabupaten Bantul. Hal
ini disebabkan karena pada umumnya tokoh masyarakat yang merupakan

9

pemimpin formal seperti kepala desa dan kepala dusun ternyata tidak aktif
dalam mengikuti perkembangan teknologi pertanian sehingga penguasaannya
terhadap teknologi pertanian terbatas. Dengan demikian informasi tentang
teknologi pertanian yang disampaikan kepada petani kadang-kadang tidak
sejalan dengan perkembangan teknologi yang inovatif dan bercirikan spesifik
lokal.

Akibatnya peranan tokoh masyarakat berdampak dapat menurunkan

tingkat adopsi petani terhadap teknologi yang aktual.
Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Mengenai Faktor-faktor yang
diduga Mempengaruhi Adopsi Teknologi Budidaya Bawang Merah di Lahan
Pasir Pantai Kabupaten Bantul
Koefisien
Variabel
Regresi (B)
Modal Sosial (X1)
0,381
Peran Penyuluh (X2)
0,000
Peran Ketua (X3)
0,281
Peran Tokoh Masyarakat (X4)
-0,887
Peran Kelompok (X5)
-0,199
Konstanta
39,651
R Square
0,507
0,434
Adjusted R Square
F Hitung
6,986
F Tabel
1,514
Keterangan: * Signifikansi pada α= 1%
NS Non Signifikansi pada α= 1%

t
hitung
3,092
0,000
1,772
-3,781
-0,860

Sig
0,004
0,999
0,085
0,001
0,396
5,116

Ket
*
NS
NS
*
NS

Sumber: Analisis Data Primer 2015
Di samping itu hasil analisis regresi berganda tersebut juga dapat
disimpulkan bahwa peranan penyuluh pertanian, peranan kelompok, dan
peranan ketua kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi
teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir Kabupaten Bantul.
E. Kesimpulan
1.

Komunikasi interpersonal petani untuk mendapatkan informasi teknologi
pertanian dilakukan dengan sesama petani, penyuluh, pembina dari Dinas
terkait, mantra tani, pedagang dan peneliti. Komunikasi interpersonal paling
intensif terjadi antar sesama petani, sedangkan paling jarang dilakukan
dengan mantri tani.

2.

Intensitas petani dalam melakukan komunikasi interpersonal berpengaruh

10

terhadap penguatan modal sosial petani dalam adopsi teknologi budidaya
bawang merah di lahan pasir pantai; semakin intensif petani melakukan
komunikasi interpersonal, maka semakin kuat modal sosial petani.

3.

Modal sosial berpengaruh terhadap adopsi teknologi budidaya bawang

merah di lahan pasir pantai; semakin kuat modal sosial petani maka semakin
tinggi tingkat adopsi terhadap teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir
pantai. Demikian pula peran tokoh masyarakat juga berpengaruh terhadap
adopsi teknologi budidaya bawang merah, tetapi pengaruhnya negatif yaitu
semakin tinggi peran tokoh masyarakat maka semakin rendah tingkat adopsi
teknologi budidaya bawang merah di lahan pasir pantai. Hal ini disebabkan
karena pada umumnya tokoh masyarakat yang merupakan pemimpin formal
seperti kepala desa dan kepala dusun ternyata tidak aktif dalam mengikuti
perkembangan teknologi pertanian sehingga penguasaannya terhadap teknologi
pertanian terbatas.

V. Daftar Pustaka
Depari, Eduard dan Colin MacAndrews (ed), 1995. Peranan Komunikasi Massa
dalam Pembangunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Devito, A, Joseph.1997. Komunikasi Antar Manusia. Professional books. Jakarta
Effendy Uchjana Onong. 1986. Dinamika Komunikasi. Remadja Karya. Jakarta.
Fukuyama, F. 1995. Trust: The Social Vertues and The Creation of Property. Free
Press. New York.
Hardjana, Agus. 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Komunikasi Interpersonal.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Mawardi, M. 2007. Peranan Social Capital dalam Pemberdayaan Masyarakat.
Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. Volume 3 No. 2, Juni 2007: 5-14
Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Refika
Aditama. Bandung.
Yustika, Ahmad, Erani. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi.
Banyumedia. Publishing. Malang.

11