sebuah modul perjalanan ke barat. sebagi

PENDAHULUAN
Kegiatan Ekskursi Bayah-Cibaliung, Banten pada ….. Desember 2014 ini merupakan
bagian dari Kegiatan Perkuliahan TA-3011 (Genesa Bahan Galian) serta TA-5111
(Genesa Mineral). Kegiatan ekskursi ini ditujukan untuk memberikan wawasan kepada
peserta perkuliahan (mahasiswa) tentang kenampakan endapan di lapangan, aktivitas
pengelolaan dan pengusahaan bahan galian, serta interaksi dengan masyarakat lokal.
Pemilihan lokasi ekskursi di Provinsi Banten ini didasarkan kepada keberadaan
beberapa endapan bahan galian, baik endapan bahan galian logam maupun bahan galian
industri, yang terletak di Bayah-Cikotok-Malingping-Cibaliung, sehingga memungkinkan
untuk dikunjungi dengan aksesibilitas yang tersedia.
Besar harapan kami agar mahasiswa yang mengikuti kegiatan ekskursi ini dapat
mengambil hikmah dan manfaat dari kegiatan ini.

I.

GEOLOGI DAERAH BANTEN DAN SEKITARNYA

Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah
barat-timur yaitu:

Gambar 1. Peta Fisiografi Jawa Barat ((van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984)


Gunungapi Kuarter
Zona ini merupakan batas antara Zona Bogor dan Zona Bandung berupa kumpulan
gunungapi berumur Kuarter.

Dataran Pantai Jakarta
Zona ini memanjang dari timur di daerah Serang sampai Cirebon di barat dengan luas
sekitar 40 km. Didominasi oleh endapan aluvial sungai dan lahar, serta dibeberapa
tempat terdapat sedimen laut (marine) berumur Tersier yang terlipat lemah
Zona Bogor
Terletak di selatan Dataran Aluvial Jakarta berupa antiklinorium dari lapisan
Neogen yang terlipat kuat dan terintrusi. Di bagian timur daerah ini dikelilingi oleh
gunungapi muda seperti Kompleks Pegunungan Sunda.

Zona Bandung (Zona Depresi Tengah Jawa Barat)
Zona ini terbentuk oleh depresi antar pegunungan. Pegunungan yang membatasi
depresi-depresi tersebut pada umumnya berupa tinggian yang tersusun atas batuan
berumur Tersier. Zona ini juga sebagian terisi oleh endapan aluvial dan gunungapi
muda yang terpotong oleh perbukitan dan punggungan dari batuan berumur Tersier.


Zona Pegunungan Bayah (Zona Punggungan Depresi Tengah)
Zona ini terletak di bagian baratdaya Jawa Barat. Morfologi yang dapat dijumpai pada
Zona Pegunungan Bayah berupa kubah dan punggungan yang berada pada Zona
Bandung.

Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat
Zona ini terbentang dari Pelabuhan Ratu hingga Nusa Kambangan, Cilacap, dimana
bagian pegunungan selatan sendiri dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu,
Jampang, Pangalengan, dan Karangnunggal. Batas Zona Pegunungan Selatan Jawa
Barat dengan Zona Bandung terlihat jelas di lembah Sungai Cimandiri. Batas tersebut
berupa perbukitan bergelombang pada lembah Sungai Cimandiri, langsung
berbatasan dengan dataran tinggi (plateau) Pegunungan Selatan dengan perbedaan
ketinggian sekitar 200 meter (op. cit. Pannekoek, 1946).

II.
STRATIGRAFI REGIONAL
Martodjojo (1984) membagi daerah Jawa Barat menjadi 3 mandala sedimentasi
yaitu Mandala Paparan Kontinen, Mandala Cekungan Bogor dan Mandala Banten.
Dasar pembagian mandala ini pada umumnya berdasarkan ciri penyebaran sedimen
Tersier dari stratigrafi regional di Jawa bagian barat.

Mandala Paparan Kontinen di utara

Lokasi mandala ini sama dengan zona Dataran Pantai Jakarta dan terletak paling
utara pada Zona Fisiografi van Bemmelen (1949). Mandala ini dicirikan oleh endapan
paparan yang umumnya terdiri dari batugamping, batulempung, dan batupasir
kuarsa, serta lingkungan pengendapan umumnya laut dangkal dengan ketebalan
sedimen dapat mencapai 5000 m. Batas selatan Mandala paparan kontinen ini
diperkirakan sama dengan penyebaran singkapan Formasi Parigi dan Cibinong,
Purwakarta, sejajar dengan pantai utara. Bagian utara menerus ke lepas pantai,
meliputi daerah pemboran minyakbumi di lepas Pantai Utara Jawa.
Mandala Cekungan Bogor di selatan dan timur

Mandala ini terletak di selatan Mandala Paparan Kontinen yang meliputi beberapa
Zona Fisiografi van Bemmelen (1949), yakni: Zona Bogor, Zona Depresi Bandung, dan
Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan
aliran gravitasi, yang kebanyakan berupa fragmen batuan beku dan batuan sedimen,
seperti: andesit, basalt, tuf, dan batugamping. Ketebalannya diperkirakan lebih dari
7000 m.
Mandala Banten di barat


Sebenarnya Mandala sedimentasi ini tidak begitu jelas, karena sedikitnya data yang
diketahui. Pada umur Tersier Awal, mandala ini memiliki ciri-ciri yang mirip
Cekungan Bogor, tetapi pada akhir Tersier cirinya lebih mirip paparan kontinen.

Gambar 2. Penampang stratigrafi Utara-Selatan di Jawa Barat (Martodjojo, 1984)
Stratigrafi Cekungan Bogor dari tua ke muda terdiri dari Formasi Ciletuh, Formasi
Bayah, Formasi Batuasih, Formasi Rajamandala, Formasi Jampang, Formasi Citarum,
Formasi Saguling, Formasi Bantargadung, Formasi Cigadung, Formasi Cantayan,
Formasi Bentang, Formasi Beser, Formasi Tambakan, dan Endapan Gunungapi Muda.

Formasi Ciletuh terdiri dari perselingan lempung dan pasir dengan sisipan breksi
berumur Eosen.
Formasi Bayah diendapkan selaras dengan Formasi Ciletuh, terdiri dari batupasir
konglomeratan dominan kuarsa pada lingkungan darat, berumur Oligosen Awal –
Tengah.
Formasi Batuasih, diendapakan tidak selaras di atas Formasi Bayah, terdiri dari
batulempung hitam dan serpih yang merupakan endapan laut dangkal. Formasi
Rajamandala diendapakan saling menjari di atas Formasi Batuasih, berupa
batugamping berumur Oligosen – Miosen.
Formasi Jampang berkolerasi dengan Formasi Citarum yang berumur Miosen Awal.


Formasi Jampang terdiri dari breksi dan tuf, sedangkan Formasi Citarum berupa tuf
dan greywacke.
Formasi Saguling diendapakan secara selaras di atas formasi di bawahnya, berupa
breksi yang berumur Miosen Tengah.
Formasi Bantargadung menutup selaras di atas Formasi Saguling berupa
batulempung dan greywacke pada Miosen Tengah bagian akhir.
Formasi Cigadung di bagian selatan terdiri dari breksi yang dominan berumur
Miosen Akhir.
Formasi Cantayan di bagian utara terdiri dari breksi berselingan dengan
batulempung dan batupasir yang diendapakan pada lingkungan laut dalam. Formasi
Bentang diendapkan ketika daerah pegunungan di selatan mengalami penurunan dan
genang laut pada Pliosen.
Formasi Beser, terdapat di daerah pegunungan bagian utara akibat terjadinya
aktivitas gunungapi pada Pliosen.
Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda terjadi akibat aktivitas
gunungapi yang besar pada awal Pleistosen – Resen.
III.
TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL
Tatanan tektonik dan struktur geologi di daerah Jawa bagian barat dipengaruhi

oleh tektonik kepulauan Indonesia yang merupakan titik pertemuan antara tiga
lempeng yaitu lempeng Eurasia yang relative lebih diam, lempeng Samudra
Pasifik yang bergerak relatif kearah baratlaut dan lempeng Indo- Australia yang
relatif bergerak kearah utara (Hamilton, 1979). Berdasarkan rekonstruksi
geodinamika (Hamilton, 1979), subduksi lempeng Australia kebawah lempeng
Eurasia yang aktif pada Eosen telah menghasilkan pola penyebaran batuan volkanik
Tersier di Pulau Jawa berarah barat – timur. Terbentuk juga cekungan tengah
busur (intra–arc basin) dan cekungan belakang busur (back-arc basin) di Jawa Barat
bagian Utara. Cekungan belakang busur ini secara prograsif semakin berpindah kea
rah utara sejalan dengan perpindahan jalur gunungapi selama Tersier hingga
Kuarter (Soeria-Atmadja, dkk, 1944).

A.
Pola Meratus
Pola ini berarah timur laut-barat daya (NE-SW) terbentuk pada 80 sampai 53 juta
tahun yang lalu ( Kapur Akhir – Eosen Awal ). Pola ini diwakili oleh Sesar Cimandiri
di Jawa Barat, yang dapat diikuti ke timurlaut sampai batas timur Cekungan Zaitun
dan Cekungan Biliton.

Dari data stratigrafi dan tektonik regional, dapat disimpulkan bahwa Pola Meratus

terbentuk pada 80-52 juta tahun yang lalu (Kapur- Paleosen) dan merupakan pola
tertua di Jawa. Pola Meratus dihasilkan oleh tatanan tektonik kompresif akibat
Lempeng Samudera India yang menunjam ke bawah Lempeng Benua Eurasia,
dengan penunjaman berorientasi timurlaut-baratdaya. Arah tumbukan dan
penunjaman yang menyudut menjadi penyebab sesar-sesar utama pada Pola Meratus
bersifat sesar mendatar mengiri.

Gambar 3. Pola struktur Jawa Barat (Plunggono dan Martodjojo, 1994)
B.

Pola Sunda

Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu
(Eosen Awal – Oligosen Awal). Pola ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi
Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna.
Dari data seismik di Cekungan Zaitun dapat disimpulkan bahwa Pola Sunda
mengaktifkan kembali Pola Meratus pada umur Eosen Akhir- Oligosen Akhir, sehingga
Pola Sunda yang berarah utara-selatan merupakan pola yang lebih muda, terbentuk
pada 53-32 juta tahun yang lalu (Eosen-Oligosen Awal). Kelurusan Pola Sunda
umumnya terdapat di bagian barat wilayah Jawa Barat dengan pola regangan yang

dianggap tidak mempunyai hubungan langsung dengan evolusi Cekungan Bogor.
Perubahan tatanan tektonik dari gaya yang bersifat kompresif menjadi gaya yang
bersifat regangan kemungkinan berkaitan dengan perubahan kecepatan pemekaran
lantai Samudera India, dari 15-17.5 cm/th pada 80- 52 juta tahun yang lalu (KapurEosen) menjadi 3-7 cm/th pada 53-32 juta tahun yang lalu (Eosen-Oligosen Akhir).

C.
Pola Jawa
Pola ini berarah barat-timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu, diwakili
oleh sesar-sesar naik seperti Baribis, serta sesar-sesar naik di dalam Zona Bogor
pada zona fisiografi van Bemmelen (1949). Pola Jawa yang berarah barat-timur
merupakan pola yang termuda yang mengaktifkan kembali seluruh pola sebelumnya.
Pada umur Oligosen Akhir-Miosen Awal (32 juta tahun yang lalu), jalur tunjaman
baru terbentuk di selatan Jawa yang menerus ke Sumatra (Karig, 1979 op. cit.
Pulunggono dan Martodjojo, 1994) yang mengakibatkan Pulau Jawa mengalami gaya
kompresi yang menghasilkan Zona Anjakan-Lipatan di sepanjang Pulau Jawa dan
berlangsung sampai sekarang.

Pola struktur yang berkembang di Jawa Barat merupakan pola Meratus yang
diwakili oleh Sesar Cimandiri yang masih dapat diikuti ke timur laut. Pola Sunda
umumnya berkembang di bagian barat wilayah Jawa Barat, sedangkan pola Jawa yang

berkembang diwakili oleh sesar-sesar naik.Selain itu, di Jawa Barat juga hadir polapola struktur Sumatra yang berarah baratlaut-tenggara tapi tidak terlalu dominan.

IV.
URAIAN SINGKAT TENTANG OBJEK EKSKURSI
Lokasi I. Tambang Emas Cikotok
Tambang emas Cikotok terletak Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak dimana mencapai
tambang emas cikotok dapat menggunakan kendaraan roda 4 termaksud bus. Jarak
tempuh dari ibu kota Provinsi Banten kurang lebih 135km, atau 120 km dari kota
Rangkasbitung.
Cikotok sendiri telah dikenal sebagai kawasan tambang emas sejak lama. Daerah ini
telah dikembangkan oleh Belanda sedikitnya sejak tahun 1836, termaksud tambang
emas Cipicung, yang di sertai dengan pembangunan pabrik pengelolahan di pasir
gombong oleh perusahaan swasta belanda N.V Mijinbouw Maatschaapy Zuid Bantam,
dengan produksi pertama pada tahun 1839 dengan mengelola biji dari tambang emas
Cikotok dan Cipicung.
Sebelumnya, penelitian geologis telah dilakukan sejak 1924 hingga 1930 oleh Ir. W.F.
Oppenoorth yang dilanjutkan dengan pekerjaan eksplorasi dan pemetaan hingga 1936.
Pada tahun inilah perusahaan Belanda N.V. Mijnbauw Maatschapij Zuid Bantam (MMZB)
mulai membangun tambang emas hingga 1939 ketika terpaksa terhenti sampai 1942
akibat terjadinya Perang Dunia II.

Selama pendudukan Jepang 1942 – 1945, kegiatan tambang dikerjakan oleh perusahaan
Jepang Mitsui Kosha Kabushiki Kaisha tetapi tidak menambang emas melainkan timah
hitam timbal (Pb) di Cirotan. Penambangan timbal dilakukan Jepang untuk keperluan
produksi amunisi.
Setelah Indonesia merdeka 1945, praktis penambangan tidak berlanjut hingga 1948,
ketika Belanda datang kembali menguasai Indonesia. NV MMZB kembali masuk ke
Cikotok tetapi kemudian tidak melanjutkan usahanya karena kondisi tambang yang
sangat parah sejak ditinggalkan Jepang.
Di bawah pemerintahan Soekarno, akhirnya tambang emas Cikotok diresmikan pada 12
Juli 1958 dengan pengusahaan dikerjakan oleh NV Tambang Emas Tjikotok (TMT) yang
berada di bawah manajemen NV Perusahaan Pembangunan Pertambangan (P3). Setelah
beberapa kali berganti induk perusahaan, pada tanggal 5 Juli 1968 tambang emas
Cikotok dikelola oleh PN Aneka Tambang (BUMN) yang lalu berubah menjadi PT Aneka
Tambang sejak 1974 dan sekarang kemudian dikenal sebagai PT Antam.
Sejak tahun 2011 tambang emas Cikotok telah tidak beroperasi, karena emas yang di
peroleh sekarang hanya berkadar rendah. Kegiatan penambangan dilakukan oleh
gurandil atau penambang liar yang membuat lubang masuk ke dalam terowongan baik
secara vertikal maupun secara horizontal.

Gambar 4. Aktivitas penambangan tambang emas Cikotok jaman dulu

(http://disbudpar.bantenprov.go.id/place/tambang-emas-cikotok)

Lokasi II. Batubara Kecamatan Bayah
Lokasi penelitian daerah Bayah terletak di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Endapan batu bara ditemukan pada formasi Bayah. Endapan batubara di
wilayah Provinsi Banten terdapat di daerah Bayah, Bojongmanik, dan Cimandiri. Secara
geologi batubara terendapkan di cekungan-cekungan kecil dalam Formasi Bayah dan
Bojongmanik merupakan sisipan didalam lapisan batulempung, batulanau, dan
batupasir. Sebaran dari formasi pembawa batubara di wilayah ini pada umumnya
berada pantai selatan Jawa, mengikuti arah umum Timur-Barat dari Pulau Jawa.
Sumberdaya batubara di wilayah Provinsi Banten ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Sumberdaya batubara di wilayah Provinsi Banten (dalam juta ton)
Sumberdaya
CV
Hipoteti
Kualitas
Tereka Terunjuk Terukur Total
(kkal/kg)
k
Rendah
< 5.100
5.100 –
Sedang
5,47
2,78
0
2,09 10,34
6.100
6.100 –
Tinggi
0
2,97
0
0
2,97
7.100
Sangat tinggi
> 7.100
Total
5,47
5,75
0
2,09 13,31
Sumber: APBI, 2010

Endapan batu bara di daerah Banten terbagi menjadi dua bagian yaitu batu bara yang
berumur paleogen dan batu bara yang berumur neogen. Batu bara berumur paleogen
bernilai kalor 6500 – 7500 kkal/kg, tersebar di daerah Bayah, Gunung Madur,
Cisawarna, Cihideung, Cimandiri, Cisiih, dan Cikadu. Batu bara neogen bernilai kalor
sekitar 4600 – 5000 kkal/kg, tersebar di daerah-daerah Bojongmanik, Bambakarang,
Cipanas, dan sekitarnya [Purawiardi,2006].
Studi tentang kualitas batu bara berdasarkan analisa petrografi yang terkait dengan
variasinya, telah dilakukan juga di lapangan batu bara Banten. Untuk batu bara
paleogen, dilakukan di Bayah, Cimandiri dan Cihideung, sedangkan batu bara neogen
dilakukan di Bojongmanik. Contoh batu bara yang diambil berjumlah 28 buah.
Berdasarkan penelitian, ada dua faktor yang berperan terhadap kualitas batu bara
tersebut, yakni efek panas (intrusi) dan efek umur. Pada batu bara yang terpengaruh
intrusi, exinite umumnya tidak dapat dibedakan dengan vitrinite. Sehingga batu bara
tersebut terlihat berisi kandungan vitrinite yang melimpah. Pada batu bara yang tidak
tersentuh oleh intrusi, batu bara mengandung vitrinite yang relatif sedikit dan maceral
exinitenya sangat umum terlihat.

Kehadiran intrusi juga berpengaruh terhadap peringkat batu baranya. Sehingga batu
bara yang berperingkat rendah terubah dan naik peringkatnya menjadi lebih tinggi.
Peningkatan peringkat batu bara ini tergantung sekali pada jaraknya dengan tubuh
batuan intrusif, terutama terkait dengan ukuran dan suhu batuan intrusif tersebut.
Peringkat batu bara tersebut umumnya dikendalikan pada tingkat suhu batuan intrusif
dengan kondisi tekanan tertentu (kedalaman batuan penutupnya). Peningkatan
kedalaman, suhu dan tekanan pada periode waktu tertentu, mengakibatkan
peningkatan peringkat batu bara. Batu bara neogen ditutupi lapisan penutup setebal
1.000 m (peringkat lebih rendah) dan batu bara paleogen tertutup setebal 4.000 m
(peringkat lebih tinggi) [Santoso,2005].
Potensi sumber daya batu bara di Banten sekitar 13,3 juta ton, dalam bentuk sumber
daya, tersebar di Kabupaten Lebak wilayah Banten bagian selatan. Secara umum Bayah
memiliki cadangan pertambangan berkapasitas 10.975.000 ton [Data Distamben Lebak,
2008]. Kegiatan penambangan dilakukan dengan metode tambang bawah tanah.

Gambar 5. Aktivitas penambangan batubara di Bayah

Lokasi III, Tambang Emas Cibaliung Sumberdaya
Tambang emas Cibaliung terletak di ujung Barat Daya Pulau Jawa, di sebelah Timur Taman
Nasional Ujung Kulon dan secara administratif berada di wilayah Desa Mangku Alam - Padasuka
Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandedglang
Lokasi tambang berjarak ± 197 km dari Jakarta dan dapat dicapai dengan menggunakan
kendaraan roda empat selama ± 4 jam perjalanan melalui jalan beraspal menuju Kecamatan
Cibaliung dan Cimanggu
Kondisi topografi daerah tambang dan sekitarnya pada umumnya bergelombang (undulating)
sampai berbukit dengan kisaran ketinggian 30-300 m di atas permukaan air laut. Perbukitan
yang lebih tinggi terletak di sebelah Barat lokasi proyek (di luar WIUP) yaitu Gunung Honje ±
620 m yang masuk dalam Kawasan Taman Nasional Ujung Kulo
Resources emas yang dimiliki Tambang Emas Cibaliung diperkirakan sebesar 1,5 juta wmt bijih
emas dengan kadarrata-rata 9,8 gr emas per ton, dengan umur tambang diperkirakan
selama 6 tahun, dengan maksimum produksi 70.000 Toz (2.000 kg) emas
Tambang bawah tanah dengan Decline Access dan metode penambangan mekanis “cut and fill”
dan “undercut and fill”.Gold prosesing dengan CIL proses
Saat ini CSD dalam Tahap Komersial Production, peleburan pertama (percobaan) tanggal 13 Mei
2010 dengan hasil bulion seberat 22,2 kg dengan kadar + 15 % Au.
Pengoperasian Tambang Emas Cibaliung diresmikan oleh Gubernur Banten pada tanggal 26 Mei
2010 dan Total Produksi Emas Tahun 2011 sebesar 679.2Kg dan Perak sebesar 3,911.9Kg
Kemajuan terowongan sampai akhir 2010 telah mencapai 3.074,1 m dari rencana 9.678,2 m.
Kegiatan penambangan terowongan akan berakhir pada tahun 2017, apabila tidak
ditemukannya cadangan baru.
Kegiatan pemboran dalam kawasan IUP Operasi Produksi terus dilakukan untuk menemukan
cadangan baru guna menambah umur operasional Tambang Emas Cibaliung
Tambang Emas Cibaliung terletak di bagian tengah dari busur magmatik Sunda-Banda yang
berumur Neogene. Batuan asal (host rock) pembawa bijih emas-perak adalah batuan Honje
Volcanic dengan umur Akhir Miosen yang diterobos oleh subvolcanic andesit-diorit berupa
"plug" atau "dike" dan kadang terpotong oleh "diatreme breccia". Menumpang tidak selaras di
atas batuan asal ini berupa dacitic tuff, sediment muda, dan aliran lava basalt yang berumur
Miosen Kuarter
Secara struktur geologi, prospek emas di Cibaliung terletak dalam koridor struktur yang berarah
Barat-Barat Laut dengan lebar 3,5 km dan panjang 6 km. Dua struktur arah Utara-Barat Laut
yang kaya cadangan emas dengan posisi relatif tegak sebagai sistem urat kuarsa, adalah
Cikoneng di sebelah Utara dan Cibitung di sebelah Selatan yang berjarak 400 m. Tubuh yang

kaya cadangan emas ini memiliki ukuran tebal 1-10 m, panjang 140-200 m, kedalaman sampai
lebih 300 m dan masih menerus ke bawah. Tubuh yang kaya cadangan emas Cikoneng-Cibitung
ini berupa "dilational jogs" dan "sigmoid bends" yang terbentuk dari perpotongan patahan
Barat-Barat Laut, Utara-Barat Laut, dan Utara-Timur Laut. Bijih emas dan perak di CikonengCibitung terjadi oleh beberapa fase urat kuarsa "low sulfidation adularia-sericite" dalam sistem
epitermal

Gambar 6. Lokasi penambangan PT Cibaliung Sumberdaya

Kabupaten Purwakarta
Secara Geografis Kabupaten Purwakarta terletak antara koordinat lat/lon (6 o25’-6o45’)
LS dan (107o30’- 107o40’) BT dengan administratif :
Sebelah Utara
: Kabupaten Karawang
Sebelah Barat
: Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur
Sebelah Timur
: Kabupaten Sumedang.
Data pemanfaatan lahan Kabupaten Purwakarta tahun 2002

Kondisi Geologi
Daerah Purwakarta sebagian besar termasuk ke dalam zona Bogor yang memanjang
barat melalui Bogor hingga Jawa Tengah. Satuan geomorfologi dibagi menjadi :
- Satuan geomorfologi Kerucut intrusi di sebelah baratdaya Purwakarta.
- Satuan geomorfologi dataran, yang terletak di bagian selatan daerah Plered,
sepanjang sungai Cikao, dan bagian hilir sungai Ciherang.
- Satuan geomorfologi perbukitan sedimen volkanik, meliputi bagian timur dan
barat dan sebagian kaki gunung Burangrang, Gunung Sunda, dan Gunung
Sanggabuana dengan pola punggungan tak teratur dan berbentuk lembah V.
- Satuan geomorfologi perbukitan landai sedimen klastik terlipat, meliputi bagian
utara Purwakarta.

Litologi Purwakarta terdiri batuan sedimen klastik berupa batu pasir, batu gamping,
batu lempung, kbatu pasir-konglomeratan, batuan volkanik berupa tuff, breksi volkanik,
batuan beku trobosan ( andesit, diorite, vetrofir, basal, gabro di baratdaya Purwakarta),
batu lempung-napalan, konglomerat, lava.
Napal, batu pasir kuarsa merupakan batuan tertua di daerah yang tersebar di tepi
waduk Jatiluhur dengan perselingan batupasir kuarsa dan batu napal. Batu lempung
berumur lebih muda ( miosen atas) di baratlaut dan timur purwakarta.
Endapan gunung api tua berasal dari gunung burangrang, gunung sunda terdiri atas tuff,
lava andesit, basaltis, breksi volkanik, dan lahar. Di atas batuin ini diendapkan hasil
erupsi gunung api muda terdiri batu paris, laharm lapili, breksi lava basal, aglomerat,
pasir tuff, lava scoria.

*trass : berbagai berwarna terang abu vulkanik menyerupai pozzolana, digunakan dalam
pembuatan semen tahan air.

Lokasi IV Tambang Quary Andesit Gunung Kecapi
PT Gunung Kecapi terletak di Gunung kerud, Desa Liunggunung, Kecamatan Plered,
Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat dengan koordinat lat/lon 6 o27’31” LS
107o23’33” BT. Untuk mencapai PT Gunung Kecapi dapat melalui jalan tol Purbaleunyi
keluar di pintu tol Jatiluhur km 84, setelah keluar belok kanan menuju Plered sejauh ±
8km.

Lokasi PT Gunung Kecapi ada di blok Gunung Kerud, Desa Liunggunung, Kecamatan
Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Luas area tambang yang dikelola PT
Gunung Kecapi 15 Ha dengan total cadangan 8.212.500 m3.

Batu andesit termasuk jenis batuan beku kategori menengah (intermediet) sebagai hasil
lelehan magma diorite. Peranan bahan galian batu andesit penting sekali di sector
konstruksi terutama dalam pembangunan infrastruktur seperti jalanraya, saluran air,
gedung, fasilitas umum, dll.magma diorite merupakan magma terpenting dalam
golongan alkali basa sebagai sumber terbentuknya andesit. Lelehan magma tersebut
merupakan kumpulan mineral silikat yang menghablur akibat pendigingan pada
temperature (1500-2500)oC. andesit berkomposisi mineral feldspar plagioklas jenis
kalium feldspar, natrium plagioklas, kuarsa, feldspatoid, dan mineral ikutan hornblende.
Andesit bertekstur afanitik, mikrokristalin, dan umunya berwarna gelap.

Senyawa Kimia
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O

Komposisi batu andesit
Komposisi (%)
Senyawa Kimia
47,55
K2O
18,37
TiO2
8,19
P2O3
7,11
MnO
2,25
H2O
1,7

Komposisi (%)
2,1
0,59
0,22
0,3
0,52

Gambar salah satu blok PT Gn Kecapi

Lokasi V Tambang Emas PT Mas Rusyati Abadi
Lokasi tambang emas PT Mas Rusyati Abadi terletak di kampung Tajur Sindang dengan
menempuh perjalanan melewati jalan antar desa selama 30 menit dari tambang quary
andesit PT Gunung Kecapi.
Tambang emas PT Mas Rusyati Abadi sudah tidak berproduksi. Metode penambangan
PT Mas Rusyati Abadi menggunakan underground mine mirip dengan gopering, dengan
luas lubang bukaan terbesar 2x1m2 dan 1x1 m2.

Genesha emas pada system endapan epithermal
2 sistem endapan ephitermal yaitu tipe high sulfidation dan low sulfidation. Tipe high
sulfidationterbentuk pada leached silisic rock yang berasosiasi dengan fluida asamdalam
lingkungan vulkanik-hidrotermal. Dalam low sulfidation fluida pembawa bijih
mengalami penetralan akibat interaksi dengan air meteorik (Hedenquist, 1996).

Ditinjau dari seting tektonik, tipe endapan epitermal terdapat pada volcano-plutonic
arcs (island arcs maupun continental arcs). Di Indonesia endapan Au tipe epitermal
terdapat depresi volcano-tectonic. Struktur utama yang menghasilkan kompresi bersifat

tertutup dan dilatasi yang bersifat terbuka akan menjadi zona lemah untuk digunakan
sebagai jalan dari magma sehingga membentuk intrusi porfiri. Intrusi porfiri
merupakan sumber panas pada system hidrotermal dan akan berlanjut pada fase akhir
dan berperan pembentukan system mineralisasi epitermal (Corbett dan Leach, 1995).
Mineralogy low sulfidation dan high sulfidation memiliki beberapa kemiripa, tetapi ada
sedikit perbedaan mineralogy bijih yang merupakan kondisi redoks dari fluida
hidrotemal. Contoh arsenopirit dan high Fe-spalerit sangat umum dijumpai pada low
sulfidasi. Sedang pada high sulfidasi banyak dijumpai Cu-As seperti enargit dan luzonit.

Host rock

Low sulfidasi
Andesit-riodasit

Control geologi

Sesar dan rekahan dekat kaldera

Susu
pembentukan
Fluida

150o-250o

High sulfidasi
Andesit-riodasit dominasi magma caldalkaline
Sesar utama regional dan subvolcanic
intrusion
100o-320o