Pengaruh pH pelarut terhadap bioaktivita (1)

LAPORAN PRAKTIKUM
EKSPLORASI SENYAWA BAHAN ALAM

PENGARUH pH PELARUT TERHADAP BIOAKTIVITAS
ANTIINFLAMASI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza)

FACHRUDDIN
B151130071

MAYOR ILMU-ILMU FAAL DAN KHASIAT OBAT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

PENDAHULUAN
Radang atau inflamasi merupakan respons protektif setempat yang
ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk
menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu (Hasanah et al. 2011). Fenomena yang terjadi

dalam proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit menuju jaringan radang (Anwar et al.
2013). Hasanah et al. (2011) juga menambahkan bahwa hal-hal yang terjadi pada
proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh pelepasan berbagai macam
mediator kimia, antara lain amina vasoaktif, protease plasma, metabolit asam
arakhidonat dan produk leukosit.
Selama proses inflamasi, biasanya akan menimbulkan bengkak/edema,
nyeri, kemerahan, panas, dan terganggunya fungsi jaringan. Dalam pengobatan
inflamasi, kelompok obat yang banyak digunakan adalah obat-obatan sintetik
antiinflamasi golongan non-steroid atau yang lebih dikenal dengan non-steroidal
anti-inflammatory drugs (NSAIDs), seperti asam asetilsalisilat atau aspirin,
ibuprofen, dan natrium diklofenak untuk mengatasi rasa nyeri akibat peradangan
(Maulia 2014). Efek terapi AINS berhubungan dengan mekanisme kerja
penghambatan pada enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2
(COX-2). Kedua enzim tersebut dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin
(Hasanah et al. 2011)
Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman obat dari familia
Zingiberaceae. Rimpang temulawak memiliki banyak manfaat diantaranya
sebagai antimikroba, antikarsinogenik, antioksidan, dan antiinflamasi. Salah satu
komponen senyawa aktif yang bertanggung jawab terhadap respons biologis yang

dimiliki temulawak adalah kurkuminoid. Kurkuminoid adalah pemberi warna
kuning pada rimpang temulawak. Salah satu efek farmakologisnya adalah sebagai
antiinflamasi (Sari 2014)
Efek farmakologis dari suatu senyawa bioaktif bergantung pada
bioavaibilitasnya dalam tubuh. Bioavaibilitas suatu sediaan sendiri ditentukan
oleh laju dan banyaknya jumlah bioaktif yang mampu diabsorpsi oleh tubuh.
Dalam hal ini kondisi derajat keasaman (pH) suatu sediaan sangat erat kaitannya
dengan jumlah dan laju absorpsi bioaktif. Berdasarkan hal tersebut maka
dilakukan uji bioaktivitas antiinfalamsi dari ekstrak rimpang temulawak dalam
suasana asam dan basa. Pada praktikum kali ini digunakan metode percobaan
yang berdasarkan penghambatan induksi pembengkakan edema pada telapak kaki
tikus. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan popular yaitu
dengan menyuntikkan suspensi karagenin ke jaringan plantar kaki belakang tikus.
Pengukuran respons dilakukan dengan mengukur volume pemindahan air raksa
pada alat pletismometer.
TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh pH pelarut
terhadap bioaktivitas antiinflamasi ekstrak rimpang temulawak.

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
lumpang dan alu, spoit, sonde, dan pletismometer. Bahan yang digunakan adalah
tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley, karagenin 1%, ekstrak
rimpang temulawak dalam suasana asam dan basa, dan akuades.
Tempat dan Waktu
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada hari Jumat tanggal 12
Desember 2014.
Prosedur Kerja
Pengujian aktivitas antiinflamasi menggunakan metode Winter. Metode
Winter merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk pertama kali
menguji agen antiinflamasi baru dengan melihat kemampuan suatu senyawa
dalam mengurangi induksi radang/edema lokal pada telapak kaki tikus oleh
injeksi induktor radang (Hasanah et al. 2011).
Pengujian aktivitas antiinflamasi ini berdasarkan pada besarnya volume
radang yang dapat dihambat oleh sediaan. Pengamatan dilakukan tiap 30 menit
selama 2 jam dengan mengukur volume tiap kaki tikus menggunakan

pletismometer.
Adapun prosedur kerja pada praktikum uji efek antiinflamasi temulawak
ini adalah sebelum percobaan dimulai semua tikus ditimbang bobot badannya
untuk menentukan dosis yang akan diberikan. Kaki kiri bagian bagian belakang
untuk setiap tikus selanjutnya diberikan tanda pada mata kaki dengan spidol.
Sebagai pendahuluan dilakukan pengukuran volume kaki tikus normal (sebelum
diradangkan) dengan alat pletismometer. Selanjutnya, tikus diberikan perlakuan
ekstrak temulawak secara per oral dengan dosis 1.52 mg/mL dan 2.06 mg/mL
untuk tikus kelompok pH asam dan 1.48 mg/mL, dan 1.74 mg/mL untuk tikus
kelompok pH basa. Sekitar 1 jam setelah perlakuan, masing-masing tikus
diradangkan dengan cara disuntikkan larutan karagenin 1% sebanyak 0.5 mL pada
telapak kaki kirinya secara subkutan. Volume edema kaki tikus diukur setiap 30
menit sampai menit ke 120.
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam praktikum ini adalah volume edema dan
persentase radang. Data untuk volume edema diperoleh dengan menghitung
selisih kaki tikus sebelum dan sesudah diradangkan. Sedangkan data persentase
radang dihitung dengan rumus:
%


=

(

)−

( 0)
( 0)

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

100%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian efek antiradang temulawak pada praktikum ini menggunakan
metode edema yang merupakan metode standar percobaan inflamasi akut dengan
mengukur volume edema yang terjadi akibat induksi dari karagenin 1 % secara
subplantar pada telapak kaki kiri tikus yang akan menyebabkan edema lokal pada
kaki tikus. Karagenin sebagai induktor radang memiliki keuntungan, yaitu tidak
meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan, peka terhadap

respons obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya, tidak bersifat
antigenik, dan tidak menimbulkan efek sistemik.
Pengujian ini menggunakan ekstrak rimpang temulawak yang diberikan
pada empat ekor tikus, masing-masing dalam suasana asam untuk 2 ekor tikus dan
dalam suasana basa juga untuk 2 ekor tikus. Pengujian antiradang dilakukan
dengan mengukur volume edema setiap 30 menit selama 120 menit. Perubahan
volume kaki tikus digunakan untuk menghitung volume edema dan persentase
radang rata-rata. Volume edema masing-masing tikus tiap 30 menit ditunjukkan
pada tabel 1. Grafik hubungan rata-rata volume edema kaki tikus terhadap waktu
dapat dilihat pada gambar 1.
Tabel 1 Hasil pengamatan pengaruh pH terhadap volume edema kaki tikus
Menit KeKelompok
Tikus
Temulawak
Ke30’
60’
90’
120’
1
0.14

0.16
0.24
0.26
Asam
2
0.18
0.26
0.38
0.46
3
0.16
0.18
0.3
0.36
Basa
4
0.16
0.18
0.3
0.38


Volume edema rata-rata

0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
Asam

0.15

Basa

0.1
0.05
0
30'

60'


90'

120'

W aktu (menit)

Gambar 1 Grafik hubungan volume edema rata-rata kaki tikus terhadap waktu
Hasil uji ekstrak temulawak pada tikus kelompok asam dan basa
menunjukkan adanya peningkatan volume edema dari menit 30 sampai menit ke120. Akan tetapi peningkatan tersebut tidak berbeda secara nyata antara kelompok
tikus yang diberikan temulawak dalam suasana asam dan basa pada setiap waktu

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

pengamatan. Menurut Anwar et al. (2013) radang yang dihasilkan oleh karagenin
terdiri dari dua fase. Fase pertama, yaitu 1-2 jam setelah injeksi karagenin,
menyebabkan trauma akibat radang yang ditimbulkan oleh karagenin. Trauma
tersebut disebabkan oleh pelepasan histamin dan serotonin yang berasal dari
basofil dan trombosit ke tempat radang. Fase kedua, yaitu 3-4 jam setelah injeksi
karagenin, terjadi pelepasan prostaglandin yang berasal dari makrofag. Fase

pertama merupakan awal terjadinya peningkatan radang dan akan terjadi puncak
radang pada fase kedua setelah injeksi karagenin.
Berdasarkan kaidah peradangan yang diinduksi karagenin, bila mengacu
pada volume edema rata-rata dimulai pada waktu pengamatan menit ke-30 sampai
menit ke-120, diduga ekstrak rimpang temulawak mulai bekerja sejak fase
pertama, yaitu melalui penghambatan pelepasan mediator kimia serotonin dan
histamin ke tempat terjadinya radang.
Namun demikian, jika melihat pada persentase radang rata-rata hasilnya
menunjukkan bahwa satu jam setelah injeksi karagenin kelompok temulawak
dalam suasana asam memberikan persentase radang yang lebih besar bila
dibandingkan dengan kelompok temulawak suasana basa. Sedangkan pada menit
ke-90 dan 120 nilai persentase radang rata-rata pada kelompok temulawak basa
lebih besar daripada kelompok asam (Gambar 2)
80
66.67

% Radang rata-rata

70
60

47.61

50
40

31.25

Asam

30
20

23.33
16.12

12.5

Basa

10
0
60'

90'

120'

W aktu (menit)

Gambar 2 Persentase radang rata-rata tiap kelompok temulawak terhadap waktu
setelah induksi karagenin 1%
Tingginya persentase radang rata-rata pada kelompok temulawak asam
satu jam setelah injeksi karagenin diduga karena senyawa bioaktif dalam
temulawak pH basa banyak yang diabsorpsi sehingga bisa bekerja dengan baik di
tempat terjadinya radang. Namun pada menit-menit berikutnya senyawa bioaktif
dari temulawak pH asam lebih banyak yang diabsorpsi sehingga bioaktif ini dapat
bekerja dengan baik dalam menghambat aktivitas peradangan di kaki tikus. Hal
itu terlihat pada persentase radang rata-rata pada kelompok temulawak basa yang
lebih tinggi. Artinya, efek penghambatan oleh senyawa bioaktif temulawak basa
tidak bekerja dengan maksimal karena absorpsi dan bioavaibilitasnya dalam tubuh
tidak secepat dan sebanyak bioaktif temulawak asam.

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

Perbedaan laju absorpsi dan bioavaibilitas bioaktif temulawak asam dan
basa di dalam tubuh sangat dimungkinkan mengingat senyawa bioaktif terlebih
dahulu akan melewati organ lambung sebelum mencapai usus. Di lambung
sebagian besar bioaktif yang bersifat asam akan lebih mudah dan cepat diabsorpsi
dibandingkan dengan bioaktif yang bersifat basa karena bioaktif yang bersifat
asam dapat larut dengan cepat dalam suasana asam di lambung, sedangkan
bioaktif basa baru dapat larut dengan baik pada lingkungan yang juga bersifat
basa seperti di usus. Dengan demikian, bioaktif asam akan lebih banyak dan cepat
mencapai lokasi terjadinya peradangan dan menjalankan misi penghambatan
radang dengan menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi.
Senyawa bioaktif yang terkandung di dalam rimpang temulawak yang
bertindak sebagai agen antiradang adalah kurkuminoid. Ada tiga senyawa bioaktif
yang
termasuk
dalam
kelompok
kurkuminoid,
yaitu
kurkumin,
demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Kurkumin sendiri merupakan
suatu polifenol lipofilik yang hampir tidak larut dalam air tetapi cukup stabil di
dalam pH asidik dari lambung (Jurenka 2009).
Mekanisme antiradang kurkuminoid, terutama kurkumin adalah melalui
inhibisi jalur asam arakidonat. Menurut Basnet dan Skalko-Basnet (2011)
metabolisme asam arakidonat terdiri atas dua jalur, yaitu jalur siklooksigenase
(COX) dan lipooksigenase (LOX). Siklooksigenase merupakan enzim kunci yang
terlibat dalam jalur COX, yang mengkonversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin dan tromboksan (gambar 3).

Gambar 3 Diagram alir yang menunjukkan efek inhibisi kurkumin pada jalur
arakidonat
Prostaglandin (PGE2 dan PGF2) dan tromboksan A2 (TXA2) dapat
menginduksi suatu inflamasi, sehingga dengan adanya aktivitas penghambatan
siklooksigenase oleh kurkumin dapat menghambat suatu inflamasi (Anwar et al.
2013).
Mekanisme antiinflamasi lainnya dari kurkumin adalah memodulasi
respons peradangan melalui down-regulation aktivitas enzim sintase oksida nitrat

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

indusibel (iNOS), menghambat produksi sitokin inflamasi TNF-a, IL-1, -2, -6, -8,
- dan -12, protein kemoatraktan monosit (MCP) dan migrasi protein inhibisi, serta
men- down-regulation mitogen teraktivasi dan Janus kinase (Jurenka 2009).
KESIMPULAN
Volume edema kaki tikus yang diberikan temulawak tidak berbeda secara
nyata pada suasana asam dan basa. Tetapi, persentase radang rata-rata kelompok
tikus yang diberikan temulawak asam lebih besar pada menit ke-60 setelah injeksi
karagenin, sedangkan pada menit ke-90 dan 120 persentase radang rata-rata
kelompok tikus yang diberikan temulawak basa lebih besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa pH pelarut berpengaruh terhadap bioaktivitas
antiinflamasi temulawak.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar K, Santoso HB, Cahaya N. 2013. Penghambatan radang infusa daun dadap
ayam (Erythrina variegate L.) pada mencit jantan yang diinduksi
karagenin. Prosiding Semirata FMIPA UNILA 2013: 45-52.
Basnet P, Skalko-Basnet N. 2011. Curcumin: An anti-inflammatory molecule
from a curry spice on the path to cancer treatment [review]. Molecules 16:
4567-4598.
Hasanah AN, Nazaruddin F, Febrina E, Zuhrotun A. 2011. Analisis kandungan
minyak atsiri dan uji aktivitas antiinflamasi ekstrak kencur (Kaempferia
galanga L.). Jurnal Matematika & Sains 16 (3): 147-152.
Jurenka JS. 2009. Anti-inflammatory properties of curcumin, a major constituent
of Curcuma longa: A review of preclinical and clinical research. Altern
Med Rev 14 (2): 141-153.
Maulia P. Aktivitas antiinflamasi sediaan nanopartikel ekstrak kurkuminoid
temulawak tersalut asam palmitat secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sari NLPEK. 2012. Bioaktivitas antioksidan dan antiinflamasi in vitro serta
kandungan kurkuminoid temulawak dan kunyit asal Sukabumi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

Lampiran
a. Data bobot badan tikus
Kelompok Temulawak

Tikus Ke1
2
3
4

Asam
Basa

Bobot Badan (gram)
152
206
148
174

b. Perhitungan dosis temulawak untuk masing-masing tikus
Tikus 1

Tikus 2

1000

152

= 152

1000

206
100

1000

= 100

10
152
100

/

/

= 2.06

/

= 1.52

Tikus 4

Tikus 3
148
100

/

174

= 1.48

100

/

= 1.74

c. Data pengaruh pemberian temulawak dalam suasana asam dan basa
terhadap aktivitas peradangan pada kaki tikus yang diinduksi dengan
karagenin 1%
Tikus
ke1
2
3
4

Nilai
Normal
6.38
6.28
6.28
6.28

Nilai Standar
Pletismometer
6.74
6.74
6.74
6.74

30’

60’

90’

120’

6.24
6.10
6.12
6.12

6.22
6.02
6.10
6.10

6.14
5.90
5.98
5.98

6.12
5.82
5.92
5.90

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

d. Data volume edema rata-rata kaki tikus
Kelompok
Temulawak
Asam

Basa

Tikus ke-

30’

60’

90’

120’

I
II
Jumlah
Rata-rata
III
IV
Jumlah
Rata-rata

0.14
0.18
0.32
0.16
0.16
0.16
0.32
0.16

0.16
0.26
0.42
0.21
0.18
0.18
0.36
0.18

0.24
0.38
0.62
0.31
0.3
0.3
0.6
0.3

0.26
0.46
0.72
0.36
0.36
0.38
0.74
0.37

e. Perhitungan persentase radang rata-rata kelompok
Rumus persentase radang rata-rata:
%

(

=

)−

( 0)
( 0)

100%

% radang rata-rata kelompok tikus yang diberikan temulawak suasana asam:
%

1=

0.21 − 0.16

100% = 31.25%

%

2=

0.31 − 0.21

100% = 47.61%

%

3=

0.36 − 0.31

100% = 16.12%

0.16

0.21

0.31

% radang rata-rata kelompok tikus yang diberikan temulawak suasana basa:
%

1=

0.18 − 0.16

100% = 12.5%

%

2=

0.3 − 0.18

100% = 66.67%

%

3=

0.37 − 0.3

100% = 23.33%

0.16

0.18

0.3

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)