Otonomi Daerah Dan Kabupaten Natuna

OTONOMI DAERAH
Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan
Dosen :

Disusun oleh:
Alfian Mairiski

1106557

M. Faridhul Akbar 1106559
Yunita Herdiana

1106456

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pulau Natuna adalah kabupaten dari Propinsi Kepulauan Riau. Pulau ini
terletak di Laut Cina Selatan antara Semenanjung Malaysia, Borneo, Vietnam dan
Kamboja. Untuk mencapai Pulau Natuna dari Pulau Batam harus menyeberang
dengan kapal penumpang ke Tanjung Pinang selama 1 jam, dan dari Tanjung
Pinang menggunakan pesawat kecil ke Bandara khusus AU di Ranai, Pulau
Natuna.
Kabupaten Natuna merupakan daerah penghasil minyak dan gas utama di
Indonesia, daerah itu juga kaya dengan potensi kelautan seperti ikan dan rumput
laut serta memiliki obyek wisata bahari yang indah. Dengan sumber daya alam
yang dimilikinya tidak terlepas dari kemungkinan terdapat masalah-masalah yang
muncul di Natuna itu sendiri. Oleh karena iu makalah ini akan membahas tentang
kebijakan Otonomi Daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Karena
kebijakan Otonomi Daerah banyak disalahartikan oleh jajaran pengelola
pemerintah di daerah. Otonomi Daerah dipahami sebagai kebebasan mengelola
sumber daya daerah yang cenderung melahirkan pemerintahan yang tidak

professional dan tidak terkontrol.
Namun, tidak selamanya Otonomi Daerah tidak berjalan dengan baik. Dengan
adanya

Otonomi

Daerah,

pemerintah

daerah

dapat

lebih

membangun

mengembangkan daerahnya. Karena daerah itu sendirilah yang lebih memahami
dan mengerti apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan daerahnya.


B. Identifikasi Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah Otonomi
Daerah Natuna dalam mengembangkan dan menyelenggarakan kebijakan
daerah guna membangun daerah.
C. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang digunakan oleh penulis ialah metode
literatur, yaitu dengan mengkaji beberapa buku yang berkaitan dengan
otonomi daerah, dan menggali informasi mengenai otonomi daerah di
Natuna-Kepulauan Riau dari berbagai situs resmi di internet.

BAB II
Landasan Teoritis
Dalam mendukung penjabaran pada judul makalah ini, maka makalah ini
diperkuat oleh landasan teori sebagai berikut:
1.

Pengertian Otonomi Daerah menurut UU No.22, tahun 1999
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan.

2.

Pengertian Otonomi Daerah menurut para ahli :

 Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu
pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya
terpisah

dengan

otoritas

yang

diserahkan

oleh


pemerintah

guna

mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsifungsi yang berbeda.
 Vincent Lemius (1986) mengemukakan bahwa otonomi daerah merupakan
kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan
tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi
daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah,
tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan
nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
 Benyamin Hoesein (1993) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah
pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara
secara informal berada di luar pemerintah pusat.
3.

Pengertian Daerah Otonom menurut UU No.22 tahun 1999
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat
hokum yang mempunyai batas daerah tertentu,berwenang mengatur dan

mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah menurut pendapat beberapa ahli
adalah sebagai berikut:
1.

Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan di pusat dan membangun masyarakat yang
demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan, dan melatih
diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.

2. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.
3. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan
agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
4. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.


Menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan bahwa
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan
Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

BAB III
Analisis Masalah

Kabupaten Natuna Kepulauan Riau memiliki sumber daya alam yang
melimpah, dengan adanya otonomi daerah memberikan keleluasaan pada daerah
untuk mengelola dan mendapatkan potensi sumber daya alamnya sesuai dengan
proporsi daya dukung yang dimiliki. Dengan demikian, tidak ada kecemburuan
dan ketidakadilan yang terjadi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Natuna memiliki potensi kelautan yang sangat besar disebabkan mayoritas
wilayah Natuna berupa laut yang di dalamnya terdapat jenis ikan dalam jumlah
besar. Sayangnya potensi tersebut juga belum dimanfaatkan untuk kesejahteraan
warga dan malah dimanfaatkan orang asing seperti dari China, Vietnam,

Singapura dan Malaysia yang mencari ikan di perairan Natuna baik secara illegal
maupun legal. Potensi wisata bahari Natuna juga dikenal sebagai yang terindah di
Asia seperti wisata pantai dan laut yang hingga saat ini belum dikelola secara
professional.
Pemerintah daerah sudah saatnya mulai melakukan pembangunan dan
membuat program yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan
warganya. Untuk itu dibutuhkan program kerja yang komprehensif. Artinya,
seluruh kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus saling mendukung. Misalnya
kebijakan politik-ekonomi seperti fiskal-moneter, hukum, keamanan, otonomi
daerah, infrastruktur, dan ketenagakerjaan, harus kondusif bagi tumbuh
kembangnya ekonomi kelautan. Program pembangunan tersebut selama ini
diabaikan oleh pemerintah daerah sejak era Orde Baru hingga saat ini. Perbaikan
pembangunan ekonomi di berbagai sektor kelautan masih jauh dibanding potensi
yang ada.

Pembangunan ekonomi yang berbasis kelautan sangat dibutuhkan oleh
Natuna sebagai daerah bahari, karena potensi sumber daya kelautan, pesisir dan
pulau-pulau kecil, sangatlah besar dan berlimpah untuk dikelola secara optimal
yang pada akhirnya bisa memberi dampak multidimensi yang signifikan bagi
negara dan bangsa, khusunya di daerah perbatasan seperti Natuna.

Penyangkalan terhadap realitas potensi-potensi sumber daya yang ada dan
yang terjadi selama ini justru sangat merugikan masa depan pembangunan.
Misalnya saja ada kesan bahwa kaum nelayan merasa dimarginalkan sebagai
komunitas yang terpisahkan dan ditinggalkan dari derap pembangunan. Akibatnya
kebanyakan nelayan di Indonesia begitupun di Natuna masih miskin, terutama
nelayan yang berada di pulau-pulau kecil.
Integrasi pembangunan ekonomi yang berbasis kelautan bisa dilakukan
jika tersedia infrastruktur. Untuk itu, pemerintah daerah mengalokasikan dana
cukup besar membangun infrastruktur untuk memudahkan mobilisasi penduduk
dan membuka akses daerah terpencil terhadap peradaban.
Kami optimistis jika program pembangunan di Natuna dilakukan secara
terintegrasi dengan menjadikan potensi yang ada yakni kelautan sebagai basis
pembangunan maka dalam beberapa tahun kedepan ekonomi Natuna akan
melesat. Terlebih jika swasta khususnya investor asing membantu dengan
membuka usaha di Natuna yang akan menciptakan lapangan kerja.
Untuk mengundang investor asing ke Natuna, tidaklah terlalu sulit sebab
dengan kekayaan alam berlimpah maka justru investor lah yang akan berbondong
bondong untuk berinvestasi di Natuna. Meski demikian, pemerintah daerah perlu
membangun sarana pendukung seperti kesediaan infrastruktur dan birokrasi yang
efisien untuk memuluskan minat investor menanamkan modalnya di Natuna.


Selain memiliki potenti kelautan yang melimpah, Natuna juga kaya akan
minyak dan gas alamnya. Hal ini terbukti saat harga minyak dunia mencapai US$
80/barel, Natuna mampu mengeruk penghasilan sekitar Rp6000 triliun. Apalagi
dalam kondisi sekarang ini, harga minyak dunia terkerek naik menjadi US$
90/barel, jelas berdampak positif terhadap Natuna. Nilai hasil produksinya bisa
terdongkrak melonjak mencapai Rp6750 triliun. Sebuah angka menakjubkan,
yang tentunya mampu mensejahterahkan rakyatnya. Angka sebesar itu menjadi
sebuah kenyataan, jika Natuna dikelola secara transparan, apalagi dikelola anak
bangsa yang sudah memiliki kemampuan, memiliki profesionalisme dan memiliki
hati yang lebih dalam mengelola kekayaan alam demi daerahnya sendiri.
Sayangnya, pemerintah tak mau melakukan itu. Buktinya, pemerintah kembali
menunjuk Exxon Mobile yang merupakan perusahaan asing untuk mengelola
minyak dan gas di Natuna. Padahal, penunjukan Exxon ibarat keledai yang sudah
jatuh kedua kalinya. Mengingat, perusahaan ini sudah pernah menipu,
mencundangi, mencurangi Negara Republik Indonesia dengan menerapkan pola
bagi hasil pada kontrak Natuna pada tahun 1980-an. Ditetapkan pola bagi hasil,
ternyata 100% untuk Exxon Mobille dan 0% pemerintah RI. Selayaknya
perusahaan ini, di black list, bukan malah diberi kesempatan lagi. Dengan
demikian, sangat aneh jika pemerintah masih juga memberi kesempatan kepada

Exxon Mobil, yang telah bersikap sebagai penjajah dan berencana menghisap
kekayaan negeri ini di Natuna. Selama ini, sikap pemerintah terkait Natuna dapat
ditelusuri dari berbagai pernyataan pejabat yang tidak konsisten. Malah sebagai
bentuk ketidakberdayaan terhadap asing, utamanya Amerika.

Selain kurangnya perhatian pihak pemerintah dalam menangani pembangunan
ekonomi daerah dan sikap acuh tak acuh terhadap penyelewengan dana
pembangunan oleh perusahaan-perusahaan asing di Kabupaten Natuna, pernah
terdapat isu di Kepri sendiri bahwa Kabupaten Natuna direncanakan oleh
Mendagri akan digabungkan ke Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini kontan menuai

protes di kalangan DPRD Kepri, karena hal ini akan memberikan kerugian yang
besar bagi Kepri sendiri. Karena dana bagi hasil minyak dari Natuna sekitar
Rp.274 miliar dan gas Rp.312 miliar atau 45 persen dari total dana perimbangan
Kepri Rp.1,2 triliun. Sedangkan APBD Kepri 2011 total Rp.1,995 triliun atau
tahun 2010 hanya Rp.1,84 triliun. DPRD Kepri protes kepada Mendagri agar
membatalkan semua pengalihan atau penggabungan daerah tersebut. Langkah
tersebut bukan hanya bertentangan dengan semangat Otonomi Daerah tetapi juga
menimbulkan keresahan sosial. Apalagi Kepri sebagai daerah pemekaran
termasuk salah satu provinsi yang tergolong berhasil dan berprestasi.
Walaupun baru berusia 13 tahun sebagai daerah otonomi, Kabupaten Natuna
sudah tumbuh dan berkembang. Otonomi daerah yang telah ada tidak perlu
disentralisasikan kembali. Sebaiknya perlu dilakukan langkah-langkah terobosan
bagaimana mengefektifkan pelaksanaan Otonomi Daerah melalui peraturanperaturan teknis yang selama ini masih belum terselesaikan.
Kemampuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara mandiri
tentu tergantung pada kemampuan menumbuhkan keuangannya sendiri, melalui
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Intinya, tidak ada industri yang
mampu memberikan nilai tambah dari kekayaan sumber daya alam yang ada.
Hampir tidak ada industri yang dibangun dengan berbasis sumber alam dan
berorientasi ekspor.

Kesimpulan
Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus

kepentingan

masyarakat

setempat

menurut

prakarsa

sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengembangan Otonomi Daerah di Natuna masih kurang maksimal, masih banyak
hasil sumber daya alam yang belum tersentuh dan banyak juga yang terbuang ke
tangan pihak asing untuk kepentingan sendiri. Pemerintah daerah sudah saatnya
mulai melakukan pembangunan dan membuat program yang dapat meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan warganya. Untuk itu dibutuhkan program kerja
yang komprehensif. Artinya, seluruh kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus
saling mendukung. Kami optimistis jika program pembangunan di Natuna
dilakukan secara terintegrasi dengan menjadikan potensi yang ada yakni kelautan
sebagai basis pembangunan maka dalam beberapa tahun kedepan ekonomi Natuna
akan melesat.