MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM KELOMP (1)
Kelompok
: II
Anggota
: Calvin Sukma Nugraha
: Damiati
: Nazla Alniza Sitorus
Kelas
: PAI I (satu)
Semester
: III
Mata kuliah : Fisafat Pendidikan Islam
Term Manusia dalam Al-Quran
Al-Quran merupakan pedoman hidup bagi manusia dan juga sumber dari segala ilmu
pengetahuan yang ada di dunia ini. Oleh karenanya, membaca al-Quran merupakan suatu
ibadah. Dalam al-Quran, pengertian manusia sering terdapat dalam term al-basyar, an-nas, alins, dan al-insan. Dan memang pembicaraan tentang manusia dalam al-Quran sangat banyak,
karena manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk
yang lain. Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa, kelebihan itu adalah dikaruniainya
akal dan kesadaran internal dan eksternal.
Dengan dikaruniai akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta sebagai amanah. Meskipun
term-term tentang manusia di atas sering kita temukan dalam al-Quran, akan tetapi
masingmasing term tersebut berbeda apabila ditinjau dari segi bahasa. Kata al-basyar
senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang
sama, makan dan minum, bertambahnya usia, kondisi fisiknya akan menurun, menjadi tua,
dan akhirnya ajal-pun menjemputnya.
Kata Al-Insan digunakan untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga, ada perbedaan antara seseorang dengan yang lain akibat
perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan. Kata al-nas pada umumnya dihubungkan dengan
fungsi manusia sebagai makhluk sosial. berarti kita berbicara tentang dan pada diri kita
1
sendiri yakni makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang
telah disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling
istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia mempunyai kelebihan yang luar
biasa, kelebihan itu adalah dikaruniainya akal dan kesadaran, baik internal dan eksternal
cogito ergo sum.
Dengan dikaruniai akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai
amanah. Selain itu, manusia juga dilengkapi unsur lain yaitu hati. Dengan hatinya, manusia
dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan
beriman dan kehadiran ilahi secara spiritual.
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beriburibu tahun, tetapi gambaran
yang pasti dan meyakinkan tentang dirinya, tidak mampu diperolehnya dengan
mengandalkan daya nalar semata. Oleh karena itu, mereka memerlukan pengetahuan dari
pihak lain yang dapat yang mengkaji dirinya secara utuh, yaitu mengarah 5 M. Husni Muadz,
Anatomi Sistem Sosial Rekonstruksi Normalitas Relasi Intersubyektivitas Dengan
Pendekatan Sistem, (Mataram: Institute Pemelajaran Gelar Hidup (IPGH), 2014), 76. kepada
kitab suci (al-Quran). Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memberi gambaran konkrit
tentang manusia. Al-Quran memberikan sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-basyar, annas, dan al-ins atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan sebagai manusia. Namun, jika
ditinjau dari segi bahasa serta penjelasan al-Qur’an itu sendiri, ketiga kata tersebut satu sama
lain berbeda maknanya.
1.Al Basyar
Penamaan manusia dengan kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 27
kali.6 Kata basyar secara etimologis berasal dari kata (ba’, syin, dan ra’) yang berarti sesuatu
yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan, memperhatikan atau mengurus
suatu.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar diambil dari akar kata yang pada umumnya
berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir kata
basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena 6 Muhammad Fu’ad ‘Abdul
Baqi, alMu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an alKar³m,(Qahirah : Dar al-Had³ts, 1988),
153- 154. 42 Pandangan Al-Quran tentang Manusia Komunike, Volume 7, No. 2, Desember
2
2015 kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya.7 Kata basyar dapat
juga diartikan sebagai makhluk biologis. Tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis
manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lainlain.8 Sebagimana dalam surat
Yusuf ayat 31
Artinya : Maka tatkala wanita itu Zulaikha mendengar cercaan mereka,
diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan
diberikannya
kepada
masing-masing
mereka
sebuah
pisau
untuk
memotong
jamuan, )kemudian Dia berkata( kepada Yusuf: )Keluarlah ( nampakkanlah dirimu )kepada
mereka).
2. An Naas
Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dalam 53 surat. Kata alnas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial, secara
keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya, atau suatu keterangan yang
jelas menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam.10 Kata al-Nas dipakai al-Qur’an untuk
menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat 10M.
Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan Umat
(Bandung : Mizan, 1998), 281. 44 Pandangan Al-Quran tentang Manusia Komunike, Volume
7, No. 2, Desember 2015 yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk
mengembangkan kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata Al-Nas lebih menonjolkan
bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan
bersamasama manusia lainnya. 11 Sebagimana dalam al-qur’an Allah berfirman, tepatnya
pada surah Al-Hujarat ayat 13
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
3. Al-Nas
Kata al-nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53
surah.15 kata al-Nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara
keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya.16 Karenanya, dalam
3
menunjuk makna manusia, kata al-Nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata
al-Insan. Keumuman tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang dikandungnya.
Dalam al-Qur’an kata al-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai
makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari
pasangan laki-laki dan wanita, kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk saling
kenal mengenal. (QS. 49: 13).
Manusia merupakan makhluk sosial yang secara fitrah senang hidup berkelompok,
sejak dari bentuk satuan yang terkecil hingga ke yang paling besar dan kompleks, yaitu
bangsa dan umat manusia. Dalam hal ini, Kata al-Nas yang menunjuk manusia sebagai
makhluk social dan banyak digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering
melakukan mafsadah dan merupakan pengisi neraka, di samping iblis. (QS. 2:24 dan 10:11).
Selanjutnya, Kata al-Nas juga dinyatakan Allah dalam al-Qur’an untuk menunjuk bahwa
sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan keimanan yang kuat. Kadangkala ia
beriman, sementara pada masa lain ia munafik.
Hal tersebut dinyatakan Allah dalam QS. 2:8, 13, 44, dan 83. Adapun secara umum,
penggunaan kata al-Nas memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua
tindakannya, seperti: jangan bersikap kikir dan ingkar nikmat (QS. 4:37), riya’ (QS. 4:38),
tidak menyembah dan meminta pertolongan selain pada-Nya (QS. 5:44), larangan berbuat
zalim (QS. 7:85), mengingatkan manusia akan adanya ancaman kaum Yahudi dan musyrik
(QS. 5:82), semua amal manusia akan dibalas kelak di akhirat, sebagai konsekuensi dari
perbuatannya di muka bumi (QS. 3:9), manusia merupakan objek utama ajaran Islam (QS.
3:4), kewajiban menjaga keharmonisan sosial antar sesamanya (QS. 5:32 dan 11: 85),
menjadikan Ka’bah sebagai pusat peribadatan umat manusia (QS. 5:97), dan penjelasan Allah
terhadap kebesaran-Nya melalui fenomena alam semesta, agar manusia dapat mengambil
pelajaran dan menambah keimanannya pada Khaliknya (QS. 10:2 dan 11:17).
4. Bani Adam
Istilah Bani Adam di dalam al-Qur’an digunakan sebanyak 7 kali yang terdiri dari 5
kali digunakan pada surah al-A’raf ayat 26, 27, 331, 35 dan 172 dan 1 kali pada surah al-Isra’
ayat 70 serta juga 1 kali pada surah Yasin ayat 60. ini hanya istilah ‘’Bani Adam’’ tidak
termasuk kata ‘’Adam’’ saja di dalamal-Qur’an. (al-Baqi, 1988: 24 dan 137). Makna Bani
4
Adam di dalam al-Qur’an pada umumnya diartikan dengan anak Adam yakni keturunan
Adam yang menunjukkan kepada umat manusia.
Pengertian ini didasarkan kepada makna ‘’Bani Adam’’ yang diterjemahkan di dalam
al-Qur’an baik pada surah al-A’raf 26, 27, 31, 35 dan 172 maupun surah al-Isra ayat 70 dan
surah Yasin ayat 60 pada umumnya diartikan ‘’Anak Adam’’. Pada surah al-A’raf ayat 72 dan
surah al-Isra’ ayat 17 diartikan dengan ‘’anak-anak Adam’’ dan surah Yasin ayat 60 tetap
diartikan dengan ‘’Bani Adam’’ yang maknanya tidak jauh dari makna.
Menurut Thabathaba’i, penggunaan kata Bani Adam menunjuk pada arti manusia secara
umum. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah
dengan berpakaian guna menutup auratnya.
Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu
syaitan yang mengajak pada keingkaran.
Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan
mentauhidkan-Nya.
Kesemua itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah, dalam rangka
memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.
Bila dilihat pandangan di atas, terlihat bahwa pemaknaan kata Bani Adam, lebih
ditekankan pada aspek amaliah manusia, sekaligus pemberi arah ke mana dan dalam bentuk
apa aktifitas itu dilakukan. Pada dirinya diberikan kebebasan untuk melakukan serangkaian
kegiatan dalam kehidupannya untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada di alam ini
secara maksimal. Namun demikian, Allah memberikan garis pembatas kepada manusia pada
dua alternative, yaitu kemuliaan atau kesesatan. Di sini terlihat demikian kasih dan
demokratisnya
Allah
kepada
makhluknya
(manusia).
Hukum
kausalitas
tersebut
memungkinkan Allah untuk meminta pertanggung jawaban pada manusia atas semua aktifitas
yang dilakukan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa bani Adam yang merupakanaa suatu istilah
dalam al-Qur’an dapat diartikan anak Adam atau keturunan Adam yang mencerminkan umat
manusia yang berkembang di permukaan bumi ini. Lebih jauh kalau kita cermati konteks
ayat-ayat dengan istilah Bani Adam memang cukup luas. Akan tetapi secara sederhana dapat
dilihat keterkaitannya dalam hubungan dengan keturunan, kesaksian jiwa dan kerasulan,
hubungannya dengan pakaian dalam bentuk lahir dan bathin; hubungannya dengan syaitan
5
yang selalu menggoda dan hubungannya dengan kemuliaan, mobilitas dan rezeki serta
kesempurnaan ciptaan.
Keberadaan makna Bani Adam dalam hubungannya dengan keturunan dan kesaksian
jiwa manusia jelas pada surah al-A’raf ayat 172 serta hubungannya dengan peringatan
kedatangan Rasul yang akan membacakan ayat-ayat Allah tergambar dalam surah al-A’raf
ayat 35, ayat ini jelas makna Bani Adam hubungannya dengan keturunan dan mengambil
kesaksian akan adanya keesaan Allah SWT (di sinilah awal makna fitrah manusia) agar
mereka dalam kehidupan tidak lengah dengan kesaksian ini yang akan ditanya pada hari
kiamat nanti.
Ayat ini mempunyai hubungan erat dengan makna bani Adam surah al-A’raf ayat 35,
ayat ini menjelaskan makna Bani Adam hubungannya dengan keturunan, kesaksian, dan
kerasulan yang mesti diikuti dengan baik. Kemudian makna Bani Adam hubungannya dengan
pakaian baik lahir maupun bathin tampak pada surah al-A’raf ayat 26 dan 31, kedua ayat ini
jelas menggambarkan bahwa Bani Adam yang mesti menggunakan pakaian untuk menutup
aurat dan pakaian indah yang digambarkan dengan takwa dan tidak berlebihan. Kemudian
persoalan makna Bani Adam hubungannya dengan setan digambarkan dalam 2 ayat pada
surah al-A’raf ayat 27 dan surah Yasin ayat 60. Dalam surah al-A’raf ayat 27 ini Allah sangat
mengingatkan agar manusia berhati-hati tidak terperosok dengan tipu daya setan.
Proses penciptaan manusia
Secara umum ,Alquran memaparkan bahwa manusia diciptakan dari diri yang
satu,yakni Adam as,yang darinya Allah SWT menciptakan perempuan ,yakni hawa ,dan dari
keduanya Allah SWT memperkembangkan manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Hal ini secara eksplisit dikemukakan Allah SWT melalui firmannya :
ّ َزَوجهَا َوب
ث ِمنهُ َما ِر َج أال َكثِيرأا ّو نِ َسا أء
ق ِمنهَا
َ َاح َد ٍة َو َخل
َ
ِ س ّو
ٍ َّأأأَّههَا النّاسُ اتّقُوا َربّ ُك ُم الّ ِذي َخلَقَ ُكم ِمن نَف
Artinya: Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada kedua nya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dalam Alquran ditemukan informasi bahwa ada dua macam prosses penciptaan
manusia. Pertama, penciptaan secara primordial, yaitu berkaitan dengan penciptaan manusia
6
pertama yakni Adam as. kedua,proses penciptaan seluruh manusia atau generasi yang
diturunkan dari Adam as.
Alquran menginformasikan bahwa proses penciptaan Adam as berbeda dengan
manusia pada umumnya. Menunjuk al-khaliq,dengan menggunakan dhamir berbentuk
tunggal, yakni Aku. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa firman Allah :
ض َخلِ ْيفَةأ
َ ال َربه
َ َ َو إِ ْذ ق......
ِ ُْ لِ ْل َم َل ئِ َك ِة إِنّي َجا ِع ٌل فِي الَر
Artinya : dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan kepada para malaikat :
sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.
وإذقال ربُ للمل ئكة إني خالق بشرا من صلصال من حماء مسنون
Artinya : dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan kepada malaikat :
sesungguhnya Aku akan mencoba menciptakan seorang manusia dari tanah liat yang kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Berbeda dengan penciptaan Adam as, ketika berbicara tentang proses penciptaan
manusai secara umum (yakni generasi yang diturunkan dari Adam as). Alquran menyebutkan
kata ganti al-khaliq dengan dhamir yang berbentuk jamak, yakni Kami. Hal ini misalnya
ditemui pada beberapa ayat Alquran :
اولم ّر اننسان أنا خلقناه من نطفة فإذا هو خصيم مبين
Artinya : dan apakah manusai tidak memperhatikan bahwa kami menciptakannya
dengan setitik air ( mani ), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.
7
إنا خلقنا اننسان من نفطة أمشاج نبتليه فجعلناه سميعا بصيرا
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya ( dengan perintah dan larangan), karena itu Kami
jadikan dia mendengar dan melihat .
لقد خلقنا اننسان في كبد
Artinya : sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia berada dalam susah
payah.
لقد خلقنا اننسان في أحسن تقوّم
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaikbaiknya.
Redaksi ayat dengan dhamir tunggal,yakni Allah SWT , sebagaimana dinyatakan
dalam kasus penciptaan Adam as, memberi arti bahwa tidak ada campur tangan atau
keterlibatan pihak lain dalam proses penciptaan Adam as , selain Allah SWT. Hal itu berbeda
dengan kasus penciptaan manusia secara keseluruhan,yakni generasi yang diturunkan dari
Adam as. Karenanya, ketika menafsirkan QS. At-tin (95):4. Shihab 1 menyatakan bahwa
Dhamir jamak,yakni Kami, dalam ayat tersebut memberi arti bahwa ada keterlibatan pihak
lain yang dilibatkan Allah SWT dalam proses penciptaan manusia. Pihak lain itu adalah Ayah
dan Ibu. Keterlibatan keduanya tidak hanya mencakup proses reproduksi ,akan tetapi memilki
pengaruh terhadap bentuk fisik dan psikis anak.
Dalam jurnal, Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dengan
bermacammacam istilah, seperti : Turaab, Thieen, Shal-shal, dan Sulalah. Dapat diartikan
sesungguhnya Allah menciptakan jasad manusia dari berbagai macam unsur kimiawi yang
ada pada tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses berikutnya tidak terdapat dalam AlQuran secara rinci. Ayat-ayat Quran yang menyebutkan manusia diciptakan dari tanah, pada
umumnya hanya dipahami secara lahiriah saja. Menimbulkan pendapat sesungguhnya
1
Lihat M. Quraish Shihab, tafsir al-misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran,
volume 15 (Jakarta: Lentera Hati,2004), h.377.
8
manusia diciptakan oleh Allah SWT berasal dari tanah, karena Allah maha kuasa, segala
sesuatu pasti dapat terjadi. Disisi lain sebagian dari umat Islam memiliki asumsi bahwa Nabi
Adam AS. bukan manusia yang pertama diciptakan.
Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa: Ayat-ayat Quran yang menerangkan
tentang manusia diciptakan berasal dari tanah bukan berarti bahwa Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 7, Mei 2016 P-ISSN: 2086-9118 E-ISSN: 2528-2476 131 seluruh
unsur kimia yang ada pada tanah turut mengalami reaksi kimia. Hal itu sebagaiman
pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan merupakan bahan makanannya berasal dari tanah, sebab
semua unsur kimia yang ada pada tanah tidak semua ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan,
tetapi hanya sebagian saja.(Rahmat, 1991) Oleh karenanya bahan-bahan yang membentuk
manusia disebutkan dalam al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia disebutkan dalam alQuran, sebenarnya bahan-bahan yang membentuk manusia yaitu menthe, air, dan ammonia
terdapat pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah “Lumpur
hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang ada pada
Lumpur hitam, kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia)(Ibrahim, 1993). b. Manusia
Dalam pandangan Islam Dalam al-Qur‟an Allah SWT. menciptakan manusia dari saripati
yang berasal dari tanah: Firman Allah :
Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.
Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.
( QS. AlMukminun 12-16)
9
Alquran tidak menguraikan secara rinci bagaimana proses penciptaan atau kejadian Adam
as, kecuali hanya menerangkan beberapa hal, yaitu:
1) Bahwa Adam as diangkat Allah SWT sebagai khalifah
2) Adam as diciptakan dari tanah
3) Para malaikat diperintahkan untuk sujud, yakni memberikan penghormatan kepada
Adam as
4) Allah menta’limkan al-asma’a kullah kepada Adam as
Keistimewaan Manusia
Alquran menyebutkan bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang
memili sejumlah keistimewaan bila dibanding dengan makhluk lainnya. Secara umum,
keistimewaan tersebut setidaknya mencakup tiga hal pokok, yaitu:
1. Bentuk fisik yang terbaik sebagaimana yang disebut dalam Q.S at-Tin(95):4. Ketika
menafsirkan ayat ini, shihab menjelaskan bahwa tidaklah tepat memahami ungkapan
sebaik-baik bentuk (ahsan taqwim) terbatas dalam pengertian fisik semata-mata.
Sebab, kata tawim adalah menjadikan sesuatu memiliki qiwam, yakni bentuk fisik
yang pas dengan fungsinya. Dengan mengutip Ar-Raghib al-ishfahani, shihab
mengatakan bahwa kata taqwim merupakan isyarat keistimewaan manusia di banding
binatang, yaitu akal, pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak dan lurus. Jadi
kalimat ahsan taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang
menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin.
2. Fakultas psikis, antara lain al-sam’a, al-abshar,dan al-af’idah yang memungkinkan
manusia untuk berterima kasih atau bersyukur kepada Tuhan dan
mempertanggungjawab kan amal dan perbuatannya. Kemudian al-‘aql yang
dengannya manusia mampu melakukan penalaran, al-nafs yang dengannya manusia
memiliki kecenderungan, baik pada hal-hal yang bersifat material maupun non
material, dan al-qalb yang dengannya manusia mampu melakukan pensucian dan
pencerahan diri.
3. Fithrah beragama tauhid, yakni pengakuan akan ketuhanan Allah SWT. Fithrah
bertauhid ini merupakan potensi keberagamaan yang benar, yang telah dianugerahkan
Allah SWT sejak manusia berada di alam ruh. Karenanya dalam islam, manusia
10
diperintahkan untuk tetap konsisten pada agama hanif, yakni agama yang sesuai
dengan fithrah manusia ketika Allah SWT menciptakan mereka.
Secara rinci, Alquran mengemukakan sejumlah keistimewaan yang dianugerahkan Allah
SWT kepada manusia, antara lain:
1. Kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta dan dirinya sendiri
2. Akal untuk memahami tanda-tanda keagungan-Nya
3. Nafsu yang paling rendah sampai yang tertinggi
4. Ruh yang kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia
Dalam konteks yang lebih luas, keistimewaan-keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT
kepada manusia setidaknya mencakup:
1. Potensi naluriah atau hidayah al-ghariziyah
2. Potensi inderawi atau hidayah al-hissiyah
3. Potensi menalar atau hidayah al-‘aqliyah
4. Potensi beragama atau hidayah al-diniyyah
Tujuan, fungsi dan tugas penciptaan manusia
ada sebuah ungkapan populer yang menyatakan:
artinya :pada mulanya, Aku adalah zat yang tersembunyi, maka Aku ingin dikenal,
lalu Kuciptakan makhluk agar mereka mengenak-Ku.
Ungkapan diatas menginformasikan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk
mengenal Tuhannya. Karenanya, ketika berada di alam ruh, Allah SWT telah mengambil
syahadah atau kesaksian diri manusia terhadap keberadaan dan keesaan-Nya. Dalam konteks
ini, syahadah atau kesaksian merupakan bukti pengenalan dan kesadaran diri manusia akan
keberadaan Tuhannya. Agar manusia tidak mudah melupakan syahadah itu, maka Allah
SWT menganugerahkan kepada mereka potensi al-sam’a, al-abshar, dan al-af’idah.
Alquran menginformasikan bahwa aktualisasi syahadah manusia kepada Allah SWT
harus diperlihatkan dalam bentuk pelaksanaan fungsi dan tugas penciptaannya. Dalm konteks
ini, islam menempatkan fungsi penciptaan manusia sebagai makhluk ibadah (‘abd Allah)
yang diperintahkan untuk mengabdi atau menghambakan diri secara kontiniu dengan tulus11
ikhlas hanya kepada Allah SWT semata. Secara eksplisit, hal ini ditegaskan Allah SWT
dalam firman-Nya :
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdikan diri (menyembah) kepada-Ku.
Secara sempit, makna ibadah mengacu pada tugas-tugas pengabdian manusia secara
individual sebagai hamba Allah SWT. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan
ibadah ritual yang dilaksanakan secara terus-menerus dengan penuh keikhlasan.
Kalimat liya’budun pada ayat diatas beerbentuk fi’il mudhari’, yang dalam gramatika
bahasa Arab lazim digunakan untuk suatu perbuatan yang sedang dan akan terus-menerus
dilakukan dimasa mendatang. Pemenuhan fungsi ini memerlukan penghayatan yang dalam
agar seorang hamba sampai pada tingkat religiusitas dimana tercapainya kedekatan diri
dengan Allah SWT. Bila tingkat ini berhasil diraih, maka seorang hamba akan bersikap
tawadhu’, tidak arogan dan akan selalu pasrah pada segala ketentuan dan ketetapan Allah
SWT (tawaqqal).
Namun secara luas,makna ibadah sebenarnya meliputi seluruh aktivitas manusia
dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh aktivitas manusia selama ia hidup
di alam semesta ini adalah ibadah, manakala aktivitas itu memang dilakukan dan ditujukan
semata-mata hanya dan untuk mencari ridho Allah SWT. Belajar adalah ibadah, manakala itu
dilakukan dengan niat mencari ridho Allah SWT. Bekerja juga adalah ibadah manakala itu
dilakukan untuk menccari ridho Allah. Semua aktivitas manusia Muslim dalam seluruh
dimensi kehidupannya dalah ibadah, manakala benar-benar dilakukan untuk mencari ridho
Allah semata. Inilah makna sesungguhnya ibadah sebagaimana tercermin dalam pernyataan
yang diajarkan Allah SWT : sesungguhnya shalatku, ibadahku,hidupku dan matiku hanya
untuk Allah semata. Inilah makna sesungguhnya ibadah yang manakala difahami, dihayati,
dan diamalkan, maka seseorang Muslim akan menemukan jati dirinya sebagai insan
paripurna (al-insan al-kamil). Dalam melaksanakan fungsinya sebagai al-‘abd, Allah SWT
memerintahkan manusia untuk tulus ikhlas dalam mengabdikan diri kepada-Nya. Karena itu,
inti dari ibadah adalah penyerahan diri total, baik jasmani maupun rohani, secara tulus dan
ikhlas hanyaa kepada Allah SWT semata. Inilah yang dinyatakaan secara eksplisit oleh Q.S,
98/ al-bayyinah ayat 5 :
12
وما أمروا إل ليعبد ا مخلصين له الدّن حنفاء
Artinya: Padahaal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya mereka menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan (tulus ikhlas) lagi lurus (dalam menjalankan) agama.
13
Dafttar Pustaka
Arifin, Muzayyin.2003.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:PT Bumi Aksara.
Fuad, Ahmad.1985.Firafat Islam.Jakarta:Pustaka Firdaus.
Hanum, Khadijah.2017.Filsafat Pendidikan Islam.:Rayyan Press.
Jalaluddin, dkk.1994.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Salam , Burhanuddin.1985.Filsafat Manusia.Bina Bina Aksara: Jakarta.
Majid, Abdul.2011.Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Kosim,Muhammad.2012.Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun.Jakarta:PT Rineka Cipta.
Usiono.2006.Pengantar Filsafat Pendidikan.Jakarta: Pustaka Utama.
Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, Mei 2016 P-ISSN: 2086-9118 E-ISSN:
2528-2476 129 MANUSIA DALAM PERSPSEKTIF AGAMA ISLAM Heru Juabdin Sada.
Jurnal Pandangan Al-Qur’an Tentang Manusia, Volume 7, No. 2, Desember 2015.Ishak Harianto.
14
: II
Anggota
: Calvin Sukma Nugraha
: Damiati
: Nazla Alniza Sitorus
Kelas
: PAI I (satu)
Semester
: III
Mata kuliah : Fisafat Pendidikan Islam
Term Manusia dalam Al-Quran
Al-Quran merupakan pedoman hidup bagi manusia dan juga sumber dari segala ilmu
pengetahuan yang ada di dunia ini. Oleh karenanya, membaca al-Quran merupakan suatu
ibadah. Dalam al-Quran, pengertian manusia sering terdapat dalam term al-basyar, an-nas, alins, dan al-insan. Dan memang pembicaraan tentang manusia dalam al-Quran sangat banyak,
karena manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk
yang lain. Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa, kelebihan itu adalah dikaruniainya
akal dan kesadaran internal dan eksternal.
Dengan dikaruniai akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta sebagai amanah. Meskipun
term-term tentang manusia di atas sering kita temukan dalam al-Quran, akan tetapi
masingmasing term tersebut berbeda apabila ditinjau dari segi bahasa. Kata al-basyar
senantiasa mengacu pada manusia dari aspek lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang
sama, makan dan minum, bertambahnya usia, kondisi fisiknya akan menurun, menjadi tua,
dan akhirnya ajal-pun menjemputnya.
Kata Al-Insan digunakan untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga, ada perbedaan antara seseorang dengan yang lain akibat
perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan. Kata al-nas pada umumnya dihubungkan dengan
fungsi manusia sebagai makhluk sosial. berarti kita berbicara tentang dan pada diri kita
1
sendiri yakni makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang
telah disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling
istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia mempunyai kelebihan yang luar
biasa, kelebihan itu adalah dikaruniainya akal dan kesadaran, baik internal dan eksternal
cogito ergo sum.
Dengan dikaruniai akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai
amanah. Selain itu, manusia juga dilengkapi unsur lain yaitu hati. Dengan hatinya, manusia
dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan
beriman dan kehadiran ilahi secara spiritual.
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beriburibu tahun, tetapi gambaran
yang pasti dan meyakinkan tentang dirinya, tidak mampu diperolehnya dengan
mengandalkan daya nalar semata. Oleh karena itu, mereka memerlukan pengetahuan dari
pihak lain yang dapat yang mengkaji dirinya secara utuh, yaitu mengarah 5 M. Husni Muadz,
Anatomi Sistem Sosial Rekonstruksi Normalitas Relasi Intersubyektivitas Dengan
Pendekatan Sistem, (Mataram: Institute Pemelajaran Gelar Hidup (IPGH), 2014), 76. kepada
kitab suci (al-Quran). Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memberi gambaran konkrit
tentang manusia. Al-Quran memberikan sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-basyar, annas, dan al-ins atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan sebagai manusia. Namun, jika
ditinjau dari segi bahasa serta penjelasan al-Qur’an itu sendiri, ketiga kata tersebut satu sama
lain berbeda maknanya.
1.Al Basyar
Penamaan manusia dengan kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 27
kali.6 Kata basyar secara etimologis berasal dari kata (ba’, syin, dan ra’) yang berarti sesuatu
yang tampak baik dan indah, bergembira, menggembirakan, memperhatikan atau mengurus
suatu.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar diambil dari akar kata yang pada umumnya
berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir kata
basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena 6 Muhammad Fu’ad ‘Abdul
Baqi, alMu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an alKar³m,(Qahirah : Dar al-Had³ts, 1988),
153- 154. 42 Pandangan Al-Quran tentang Manusia Komunike, Volume 7, No. 2, Desember
2
2015 kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya.7 Kata basyar dapat
juga diartikan sebagai makhluk biologis. Tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis
manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lainlain.8 Sebagimana dalam surat
Yusuf ayat 31
Artinya : Maka tatkala wanita itu Zulaikha mendengar cercaan mereka,
diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan
diberikannya
kepada
masing-masing
mereka
sebuah
pisau
untuk
memotong
jamuan, )kemudian Dia berkata( kepada Yusuf: )Keluarlah ( nampakkanlah dirimu )kepada
mereka).
2. An Naas
Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dalam 53 surat. Kata alnas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial, secara
keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya, atau suatu keterangan yang
jelas menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam.10 Kata al-Nas dipakai al-Qur’an untuk
menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat 10M.
Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan Umat
(Bandung : Mizan, 1998), 281. 44 Pandangan Al-Quran tentang Manusia Komunike, Volume
7, No. 2, Desember 2015 yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk
mengembangkan kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata Al-Nas lebih menonjolkan
bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan
bersamasama manusia lainnya. 11 Sebagimana dalam al-qur’an Allah berfirman, tepatnya
pada surah Al-Hujarat ayat 13
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
3. Al-Nas
Kata al-nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53
surah.15 kata al-Nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara
keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya.16 Karenanya, dalam
3
menunjuk makna manusia, kata al-Nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata
al-Insan. Keumuman tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang dikandungnya.
Dalam al-Qur’an kata al-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai
makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari
pasangan laki-laki dan wanita, kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk saling
kenal mengenal. (QS. 49: 13).
Manusia merupakan makhluk sosial yang secara fitrah senang hidup berkelompok,
sejak dari bentuk satuan yang terkecil hingga ke yang paling besar dan kompleks, yaitu
bangsa dan umat manusia. Dalam hal ini, Kata al-Nas yang menunjuk manusia sebagai
makhluk social dan banyak digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering
melakukan mafsadah dan merupakan pengisi neraka, di samping iblis. (QS. 2:24 dan 10:11).
Selanjutnya, Kata al-Nas juga dinyatakan Allah dalam al-Qur’an untuk menunjuk bahwa
sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan keimanan yang kuat. Kadangkala ia
beriman, sementara pada masa lain ia munafik.
Hal tersebut dinyatakan Allah dalam QS. 2:8, 13, 44, dan 83. Adapun secara umum,
penggunaan kata al-Nas memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua
tindakannya, seperti: jangan bersikap kikir dan ingkar nikmat (QS. 4:37), riya’ (QS. 4:38),
tidak menyembah dan meminta pertolongan selain pada-Nya (QS. 5:44), larangan berbuat
zalim (QS. 7:85), mengingatkan manusia akan adanya ancaman kaum Yahudi dan musyrik
(QS. 5:82), semua amal manusia akan dibalas kelak di akhirat, sebagai konsekuensi dari
perbuatannya di muka bumi (QS. 3:9), manusia merupakan objek utama ajaran Islam (QS.
3:4), kewajiban menjaga keharmonisan sosial antar sesamanya (QS. 5:32 dan 11: 85),
menjadikan Ka’bah sebagai pusat peribadatan umat manusia (QS. 5:97), dan penjelasan Allah
terhadap kebesaran-Nya melalui fenomena alam semesta, agar manusia dapat mengambil
pelajaran dan menambah keimanannya pada Khaliknya (QS. 10:2 dan 11:17).
4. Bani Adam
Istilah Bani Adam di dalam al-Qur’an digunakan sebanyak 7 kali yang terdiri dari 5
kali digunakan pada surah al-A’raf ayat 26, 27, 331, 35 dan 172 dan 1 kali pada surah al-Isra’
ayat 70 serta juga 1 kali pada surah Yasin ayat 60. ini hanya istilah ‘’Bani Adam’’ tidak
termasuk kata ‘’Adam’’ saja di dalamal-Qur’an. (al-Baqi, 1988: 24 dan 137). Makna Bani
4
Adam di dalam al-Qur’an pada umumnya diartikan dengan anak Adam yakni keturunan
Adam yang menunjukkan kepada umat manusia.
Pengertian ini didasarkan kepada makna ‘’Bani Adam’’ yang diterjemahkan di dalam
al-Qur’an baik pada surah al-A’raf 26, 27, 31, 35 dan 172 maupun surah al-Isra ayat 70 dan
surah Yasin ayat 60 pada umumnya diartikan ‘’Anak Adam’’. Pada surah al-A’raf ayat 72 dan
surah al-Isra’ ayat 17 diartikan dengan ‘’anak-anak Adam’’ dan surah Yasin ayat 60 tetap
diartikan dengan ‘’Bani Adam’’ yang maknanya tidak jauh dari makna.
Menurut Thabathaba’i, penggunaan kata Bani Adam menunjuk pada arti manusia secara
umum. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah
dengan berpakaian guna menutup auratnya.
Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu
syaitan yang mengajak pada keingkaran.
Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan
mentauhidkan-Nya.
Kesemua itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah, dalam rangka
memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.
Bila dilihat pandangan di atas, terlihat bahwa pemaknaan kata Bani Adam, lebih
ditekankan pada aspek amaliah manusia, sekaligus pemberi arah ke mana dan dalam bentuk
apa aktifitas itu dilakukan. Pada dirinya diberikan kebebasan untuk melakukan serangkaian
kegiatan dalam kehidupannya untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada di alam ini
secara maksimal. Namun demikian, Allah memberikan garis pembatas kepada manusia pada
dua alternative, yaitu kemuliaan atau kesesatan. Di sini terlihat demikian kasih dan
demokratisnya
Allah
kepada
makhluknya
(manusia).
Hukum
kausalitas
tersebut
memungkinkan Allah untuk meminta pertanggung jawaban pada manusia atas semua aktifitas
yang dilakukan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa bani Adam yang merupakanaa suatu istilah
dalam al-Qur’an dapat diartikan anak Adam atau keturunan Adam yang mencerminkan umat
manusia yang berkembang di permukaan bumi ini. Lebih jauh kalau kita cermati konteks
ayat-ayat dengan istilah Bani Adam memang cukup luas. Akan tetapi secara sederhana dapat
dilihat keterkaitannya dalam hubungan dengan keturunan, kesaksian jiwa dan kerasulan,
hubungannya dengan pakaian dalam bentuk lahir dan bathin; hubungannya dengan syaitan
5
yang selalu menggoda dan hubungannya dengan kemuliaan, mobilitas dan rezeki serta
kesempurnaan ciptaan.
Keberadaan makna Bani Adam dalam hubungannya dengan keturunan dan kesaksian
jiwa manusia jelas pada surah al-A’raf ayat 172 serta hubungannya dengan peringatan
kedatangan Rasul yang akan membacakan ayat-ayat Allah tergambar dalam surah al-A’raf
ayat 35, ayat ini jelas makna Bani Adam hubungannya dengan keturunan dan mengambil
kesaksian akan adanya keesaan Allah SWT (di sinilah awal makna fitrah manusia) agar
mereka dalam kehidupan tidak lengah dengan kesaksian ini yang akan ditanya pada hari
kiamat nanti.
Ayat ini mempunyai hubungan erat dengan makna bani Adam surah al-A’raf ayat 35,
ayat ini menjelaskan makna Bani Adam hubungannya dengan keturunan, kesaksian, dan
kerasulan yang mesti diikuti dengan baik. Kemudian makna Bani Adam hubungannya dengan
pakaian baik lahir maupun bathin tampak pada surah al-A’raf ayat 26 dan 31, kedua ayat ini
jelas menggambarkan bahwa Bani Adam yang mesti menggunakan pakaian untuk menutup
aurat dan pakaian indah yang digambarkan dengan takwa dan tidak berlebihan. Kemudian
persoalan makna Bani Adam hubungannya dengan setan digambarkan dalam 2 ayat pada
surah al-A’raf ayat 27 dan surah Yasin ayat 60. Dalam surah al-A’raf ayat 27 ini Allah sangat
mengingatkan agar manusia berhati-hati tidak terperosok dengan tipu daya setan.
Proses penciptaan manusia
Secara umum ,Alquran memaparkan bahwa manusia diciptakan dari diri yang
satu,yakni Adam as,yang darinya Allah SWT menciptakan perempuan ,yakni hawa ,dan dari
keduanya Allah SWT memperkembangkan manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Hal ini secara eksplisit dikemukakan Allah SWT melalui firmannya :
ّ َزَوجهَا َوب
ث ِمنهُ َما ِر َج أال َكثِيرأا ّو نِ َسا أء
ق ِمنهَا
َ َاح َد ٍة َو َخل
َ
ِ س ّو
ٍ َّأأأَّههَا النّاسُ اتّقُوا َربّ ُك ُم الّ ِذي َخلَقَ ُكم ِمن نَف
Artinya: Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada kedua nya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dalam Alquran ditemukan informasi bahwa ada dua macam prosses penciptaan
manusia. Pertama, penciptaan secara primordial, yaitu berkaitan dengan penciptaan manusia
6
pertama yakni Adam as. kedua,proses penciptaan seluruh manusia atau generasi yang
diturunkan dari Adam as.
Alquran menginformasikan bahwa proses penciptaan Adam as berbeda dengan
manusia pada umumnya. Menunjuk al-khaliq,dengan menggunakan dhamir berbentuk
tunggal, yakni Aku. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa firman Allah :
ض َخلِ ْيفَةأ
َ ال َربه
َ َ َو إِ ْذ ق......
ِ ُْ لِ ْل َم َل ئِ َك ِة إِنّي َجا ِع ٌل فِي الَر
Artinya : dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan kepada para malaikat :
sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.
وإذقال ربُ للمل ئكة إني خالق بشرا من صلصال من حماء مسنون
Artinya : dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan kepada malaikat :
sesungguhnya Aku akan mencoba menciptakan seorang manusia dari tanah liat yang kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Berbeda dengan penciptaan Adam as, ketika berbicara tentang proses penciptaan
manusai secara umum (yakni generasi yang diturunkan dari Adam as). Alquran menyebutkan
kata ganti al-khaliq dengan dhamir yang berbentuk jamak, yakni Kami. Hal ini misalnya
ditemui pada beberapa ayat Alquran :
اولم ّر اننسان أنا خلقناه من نطفة فإذا هو خصيم مبين
Artinya : dan apakah manusai tidak memperhatikan bahwa kami menciptakannya
dengan setitik air ( mani ), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.
7
إنا خلقنا اننسان من نفطة أمشاج نبتليه فجعلناه سميعا بصيرا
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya ( dengan perintah dan larangan), karena itu Kami
jadikan dia mendengar dan melihat .
لقد خلقنا اننسان في كبد
Artinya : sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia berada dalam susah
payah.
لقد خلقنا اننسان في أحسن تقوّم
Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaikbaiknya.
Redaksi ayat dengan dhamir tunggal,yakni Allah SWT , sebagaimana dinyatakan
dalam kasus penciptaan Adam as, memberi arti bahwa tidak ada campur tangan atau
keterlibatan pihak lain dalam proses penciptaan Adam as , selain Allah SWT. Hal itu berbeda
dengan kasus penciptaan manusia secara keseluruhan,yakni generasi yang diturunkan dari
Adam as. Karenanya, ketika menafsirkan QS. At-tin (95):4. Shihab 1 menyatakan bahwa
Dhamir jamak,yakni Kami, dalam ayat tersebut memberi arti bahwa ada keterlibatan pihak
lain yang dilibatkan Allah SWT dalam proses penciptaan manusia. Pihak lain itu adalah Ayah
dan Ibu. Keterlibatan keduanya tidak hanya mencakup proses reproduksi ,akan tetapi memilki
pengaruh terhadap bentuk fisik dan psikis anak.
Dalam jurnal, Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dengan
bermacammacam istilah, seperti : Turaab, Thieen, Shal-shal, dan Sulalah. Dapat diartikan
sesungguhnya Allah menciptakan jasad manusia dari berbagai macam unsur kimiawi yang
ada pada tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses berikutnya tidak terdapat dalam AlQuran secara rinci. Ayat-ayat Quran yang menyebutkan manusia diciptakan dari tanah, pada
umumnya hanya dipahami secara lahiriah saja. Menimbulkan pendapat sesungguhnya
1
Lihat M. Quraish Shihab, tafsir al-misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran,
volume 15 (Jakarta: Lentera Hati,2004), h.377.
8
manusia diciptakan oleh Allah SWT berasal dari tanah, karena Allah maha kuasa, segala
sesuatu pasti dapat terjadi. Disisi lain sebagian dari umat Islam memiliki asumsi bahwa Nabi
Adam AS. bukan manusia yang pertama diciptakan.
Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa: Ayat-ayat Quran yang menerangkan
tentang manusia diciptakan berasal dari tanah bukan berarti bahwa Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 7, Mei 2016 P-ISSN: 2086-9118 E-ISSN: 2528-2476 131 seluruh
unsur kimia yang ada pada tanah turut mengalami reaksi kimia. Hal itu sebagaiman
pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan merupakan bahan makanannya berasal dari tanah, sebab
semua unsur kimia yang ada pada tanah tidak semua ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan,
tetapi hanya sebagian saja.(Rahmat, 1991) Oleh karenanya bahan-bahan yang membentuk
manusia disebutkan dalam al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia disebutkan dalam alQuran, sebenarnya bahan-bahan yang membentuk manusia yaitu menthe, air, dan ammonia
terdapat pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah “Lumpur
hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang ada pada
Lumpur hitam, kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia)(Ibrahim, 1993). b. Manusia
Dalam pandangan Islam Dalam al-Qur‟an Allah SWT. menciptakan manusia dari saripati
yang berasal dari tanah: Firman Allah :
Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.
Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.
( QS. AlMukminun 12-16)
9
Alquran tidak menguraikan secara rinci bagaimana proses penciptaan atau kejadian Adam
as, kecuali hanya menerangkan beberapa hal, yaitu:
1) Bahwa Adam as diangkat Allah SWT sebagai khalifah
2) Adam as diciptakan dari tanah
3) Para malaikat diperintahkan untuk sujud, yakni memberikan penghormatan kepada
Adam as
4) Allah menta’limkan al-asma’a kullah kepada Adam as
Keistimewaan Manusia
Alquran menyebutkan bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang
memili sejumlah keistimewaan bila dibanding dengan makhluk lainnya. Secara umum,
keistimewaan tersebut setidaknya mencakup tiga hal pokok, yaitu:
1. Bentuk fisik yang terbaik sebagaimana yang disebut dalam Q.S at-Tin(95):4. Ketika
menafsirkan ayat ini, shihab menjelaskan bahwa tidaklah tepat memahami ungkapan
sebaik-baik bentuk (ahsan taqwim) terbatas dalam pengertian fisik semata-mata.
Sebab, kata tawim adalah menjadikan sesuatu memiliki qiwam, yakni bentuk fisik
yang pas dengan fungsinya. Dengan mengutip Ar-Raghib al-ishfahani, shihab
mengatakan bahwa kata taqwim merupakan isyarat keistimewaan manusia di banding
binatang, yaitu akal, pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak dan lurus. Jadi
kalimat ahsan taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang
menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin.
2. Fakultas psikis, antara lain al-sam’a, al-abshar,dan al-af’idah yang memungkinkan
manusia untuk berterima kasih atau bersyukur kepada Tuhan dan
mempertanggungjawab kan amal dan perbuatannya. Kemudian al-‘aql yang
dengannya manusia mampu melakukan penalaran, al-nafs yang dengannya manusia
memiliki kecenderungan, baik pada hal-hal yang bersifat material maupun non
material, dan al-qalb yang dengannya manusia mampu melakukan pensucian dan
pencerahan diri.
3. Fithrah beragama tauhid, yakni pengakuan akan ketuhanan Allah SWT. Fithrah
bertauhid ini merupakan potensi keberagamaan yang benar, yang telah dianugerahkan
Allah SWT sejak manusia berada di alam ruh. Karenanya dalam islam, manusia
10
diperintahkan untuk tetap konsisten pada agama hanif, yakni agama yang sesuai
dengan fithrah manusia ketika Allah SWT menciptakan mereka.
Secara rinci, Alquran mengemukakan sejumlah keistimewaan yang dianugerahkan Allah
SWT kepada manusia, antara lain:
1. Kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta dan dirinya sendiri
2. Akal untuk memahami tanda-tanda keagungan-Nya
3. Nafsu yang paling rendah sampai yang tertinggi
4. Ruh yang kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia
Dalam konteks yang lebih luas, keistimewaan-keistimewaan yang dianugerahkan Allah SWT
kepada manusia setidaknya mencakup:
1. Potensi naluriah atau hidayah al-ghariziyah
2. Potensi inderawi atau hidayah al-hissiyah
3. Potensi menalar atau hidayah al-‘aqliyah
4. Potensi beragama atau hidayah al-diniyyah
Tujuan, fungsi dan tugas penciptaan manusia
ada sebuah ungkapan populer yang menyatakan:
artinya :pada mulanya, Aku adalah zat yang tersembunyi, maka Aku ingin dikenal,
lalu Kuciptakan makhluk agar mereka mengenak-Ku.
Ungkapan diatas menginformasikan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk
mengenal Tuhannya. Karenanya, ketika berada di alam ruh, Allah SWT telah mengambil
syahadah atau kesaksian diri manusia terhadap keberadaan dan keesaan-Nya. Dalam konteks
ini, syahadah atau kesaksian merupakan bukti pengenalan dan kesadaran diri manusia akan
keberadaan Tuhannya. Agar manusia tidak mudah melupakan syahadah itu, maka Allah
SWT menganugerahkan kepada mereka potensi al-sam’a, al-abshar, dan al-af’idah.
Alquran menginformasikan bahwa aktualisasi syahadah manusia kepada Allah SWT
harus diperlihatkan dalam bentuk pelaksanaan fungsi dan tugas penciptaannya. Dalm konteks
ini, islam menempatkan fungsi penciptaan manusia sebagai makhluk ibadah (‘abd Allah)
yang diperintahkan untuk mengabdi atau menghambakan diri secara kontiniu dengan tulus11
ikhlas hanya kepada Allah SWT semata. Secara eksplisit, hal ini ditegaskan Allah SWT
dalam firman-Nya :
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdikan diri (menyembah) kepada-Ku.
Secara sempit, makna ibadah mengacu pada tugas-tugas pengabdian manusia secara
individual sebagai hamba Allah SWT. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan
ibadah ritual yang dilaksanakan secara terus-menerus dengan penuh keikhlasan.
Kalimat liya’budun pada ayat diatas beerbentuk fi’il mudhari’, yang dalam gramatika
bahasa Arab lazim digunakan untuk suatu perbuatan yang sedang dan akan terus-menerus
dilakukan dimasa mendatang. Pemenuhan fungsi ini memerlukan penghayatan yang dalam
agar seorang hamba sampai pada tingkat religiusitas dimana tercapainya kedekatan diri
dengan Allah SWT. Bila tingkat ini berhasil diraih, maka seorang hamba akan bersikap
tawadhu’, tidak arogan dan akan selalu pasrah pada segala ketentuan dan ketetapan Allah
SWT (tawaqqal).
Namun secara luas,makna ibadah sebenarnya meliputi seluruh aktivitas manusia
dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh aktivitas manusia selama ia hidup
di alam semesta ini adalah ibadah, manakala aktivitas itu memang dilakukan dan ditujukan
semata-mata hanya dan untuk mencari ridho Allah SWT. Belajar adalah ibadah, manakala itu
dilakukan dengan niat mencari ridho Allah SWT. Bekerja juga adalah ibadah manakala itu
dilakukan untuk menccari ridho Allah. Semua aktivitas manusia Muslim dalam seluruh
dimensi kehidupannya dalah ibadah, manakala benar-benar dilakukan untuk mencari ridho
Allah semata. Inilah makna sesungguhnya ibadah sebagaimana tercermin dalam pernyataan
yang diajarkan Allah SWT : sesungguhnya shalatku, ibadahku,hidupku dan matiku hanya
untuk Allah semata. Inilah makna sesungguhnya ibadah yang manakala difahami, dihayati,
dan diamalkan, maka seseorang Muslim akan menemukan jati dirinya sebagai insan
paripurna (al-insan al-kamil). Dalam melaksanakan fungsinya sebagai al-‘abd, Allah SWT
memerintahkan manusia untuk tulus ikhlas dalam mengabdikan diri kepada-Nya. Karena itu,
inti dari ibadah adalah penyerahan diri total, baik jasmani maupun rohani, secara tulus dan
ikhlas hanyaa kepada Allah SWT semata. Inilah yang dinyatakaan secara eksplisit oleh Q.S,
98/ al-bayyinah ayat 5 :
12
وما أمروا إل ليعبد ا مخلصين له الدّن حنفاء
Artinya: Padahaal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya mereka menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan (tulus ikhlas) lagi lurus (dalam menjalankan) agama.
13
Dafttar Pustaka
Arifin, Muzayyin.2003.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:PT Bumi Aksara.
Fuad, Ahmad.1985.Firafat Islam.Jakarta:Pustaka Firdaus.
Hanum, Khadijah.2017.Filsafat Pendidikan Islam.:Rayyan Press.
Jalaluddin, dkk.1994.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Salam , Burhanuddin.1985.Filsafat Manusia.Bina Bina Aksara: Jakarta.
Majid, Abdul.2011.Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Kosim,Muhammad.2012.Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun.Jakarta:PT Rineka Cipta.
Usiono.2006.Pengantar Filsafat Pendidikan.Jakarta: Pustaka Utama.
Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, Mei 2016 P-ISSN: 2086-9118 E-ISSN:
2528-2476 129 MANUSIA DALAM PERSPSEKTIF AGAMA ISLAM Heru Juabdin Sada.
Jurnal Pandangan Al-Qur’an Tentang Manusia, Volume 7, No. 2, Desember 2015.Ishak Harianto.
14