Laporan Praktikum Dan Ipt Mikologi

LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN DARI DAUN BERJAMUR
SERTA PENGAMATAN MIKORIZA UJUNG AKAR TANAMAN
TALAS DAN RUMPUT

Oleh :
Kelompok 2
Nenny Aulia Rochman

(121810401036)

Dewi Lina Suryani

(121810401042)

Novia Lusy Indriani

(121810401056)

Kharisna Aulia


(121810401064)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016

Judul

: Isolasi dan Identifikasi Cendawan dari Daun Berjamur

Tujuan :
a. Mengetahui morfologi cendawan secara makroskopis dari daun berjamur.
b. Mengetahui morfologi cendawan secara mikroskopis dari daun berjamur.
c. Melakukan uji aktivitas proteolitik, amilolitik dan lipolitik pada cendawan
dari daun berjamur.
d. Melakukan uji bahan pengawet pada cendawan dari daun berjamur.
Metodologi Penelitian
a. Alat
Petridish, Ose, Bunsen, Pipet Volume, Vortex, Pipet tetes, Slide Kultur,

Kertas Dorslag, Mikroskop, Pinset, Tabung Reaksi, Penggaris, Gelas
Obyek, Gelas penutup, Mikropipet, Tip.
b. Bahan
Daun berjamur, Medium PDA, Larutan Garfis, Alkohol, Aquades, Media
berprotein (skim milk), Media beramilum, Media berlipid, Larutan asam
laktat + kertas saring, Larutan asam asetat + kertas saring, Larutan asam
benzoate + kertas saring.
c. Langkah Kerja
Isolasi Cendawan
Bahan
Disemprotkan alkohol pada meja kerja dan dinyalakan bunsen.
Dipilih bagian daun yang berjamur dan dipotong kecil-kecil.
Dimasukkan ke dalam larutan garfis kemudian divortex.
Diambil 0,5 ml larutan, dimasukkan ke dalam garfis.
Dilakukan pengenceran10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5
Diambil 1 ose dari masing-masing pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dan
diinokulasikam pada medium PDA.
Diinkubasi selama 3x24 jam.
Hasil


Pemurnian Cendawan dan Pengamatan Makroskopis
Bahan
Disemprotkan alkohol pada meja kerja dan dinyalakan bunsen.
Diinokulasikan 1 ose cendawan yang tumbuh dari medium PDA
pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 pada medium PDA baru.
Diinkubasi selama 3x24 jam.
Diamati secara morfologi cendawan yang tumbuh.
Hasil
Pengamatan Mikroskopis
Bahan
Disemprotkan alkohol pada meja kerja dan dinyalakan bunsen.
Diambil 1 ose media agar diletakkan ke dalam slide kultur .
Diambil 1 ose isolat masing-masing media 10-3, 10-4, 10-5 dan
diletakkan di atas gelas benda yang terdapat media.
Ditutup dengan gelas penutup.
Ditetesi tisu menggunakan aquades.
Diinkubasi selama 3x24 jam.
Diamati di bawah mikroskop.
Hasil
Uji aktivitas proteolitik, amilolitik dan lipolitik

Bahan
Disemprotkan alkohol pada meja kerja dan dinyalakan bunsen.
Diambil 1 ose isolat dari masing-masing media 10-3, 10-4, 10-5 dan
diinokulasikan pada media berprotein, beramilum dan berlipid
dibagian tengahnya secara aseptis.
Di inkubasi selama 7x24 jam pada suhu ruang.
Diteteskan iodin pada media uji amilolitik.
Diamati pembentukan zona bening pada masing-masing media.
Hasil

Uji Bahan Pengawet
Bahan
Disemprotkan alkohol pada meja kerja dan dinyalakan bunsen.
Diambil 1 ose dari masing-masing isolat 10-3, 10-4, 10-5 dan
dimasukkan ke dalam larutan garam fisiologis, divortex.
Diambil 0,5 ml suspensi cendawan dan dimasukkan ke dalam media
PDA yang telah dicairkan, divortex.
Dibagi cawan petri menjadi 6 bagian dengan spidol dan beri tanda.
Dimasukkan larutan media PDA ke dalam cawan petri (poor plate).
Diletakkan kertas saring yang telah direndam bahan pengawet (asam

laktat, asam benzoat, asam asetat) serta potongan jahe, kunyit, laos
ke dalam cawan petri sesuai tanda.
Diinkubasi 7x24 jam pada suhu ruang.
Diamati zona bening yang terbentuk.
Hasil
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengamatan Makroskopis
Parameter yang diamati
Bentuk
Warna Permukaan Atas
Margin
Titik Air
ISOLAT 10-3

10-3
Irregular
Putih
kekuningan
Undulate
Ada

ISOLAT 10-4

10-4
Irregular

10-5
Circular

Putih kemerahan

Putih

Curled
Ada

Entire
Ada
ISOLAT 10-5

Tabel 2. Pengamatan Mikroskopis

No.
1.

Isolat
ISOLAT 10-3

Keterangan
Tidak diketahui

ISOLAT 10-4

2.

Tidak diketahui

ISOLAT 10-5

3.

Hifa Stolon

Rhizoid

Tabel 3. Uji aktivitas proteolitik, amilolitik dan lipolitik
No
.

Media

1.

Proteolitik

2.

Amilolitik

Isolat 10

-3


Negatif

3.
Lipolitik
Keterangan: K= kontaminan

1 cm
K: 0,5 cm
Negatif

Zona Bening
Isolat 10-4
1 cm

Isolat 10-5
Negatif
K: 0,4 cm

Negatif


0,8 cm

Negatif

Negatif

Tabel 4. Uji Bahan Pengawet
Isolat
Bahan

Isolat 10-3

Isolat 10-4

Isolat 10-5

Koloni 0,5 cm
ZB 1,5cm; ZH 3cm

Koloni 0,5 cm

ZB 3cm; ZH 6cm

Koloni 0,5 cm
ZB 2,5cm; ZH
5cm

Pengawet
Asam
Benzoat

Asam Laktat
Asam Asetat
Jahe
Kunyit
Laos

Koloni 0,5 cm
ZB 2,5cm; ZH 5cm

Koloni 0,5 cm
ZB 2cm; ZH 4cm

Koloni 0,5 cm
ZB 2cm; ZH 4cm
Koloni 0,7 cm
ZB 1,9cm; ZH
2,7cm
Koloni 1,2 cm
ZB 1,6cm; ZH
1,3cm
Koloni 1,5 cm
ZB 1,8cm; ZH
1,2cm

Koloni 0,5 cm
ZB 3cm; ZH 6cm
Koloni 1,5 cm
ZB 1,8cm; ZH
1,2cm
Koloni 1,2 cm
ZB 1,5cm; ZH
1,25cm
Koloni 1,8 cm
ZB 2cm; ZH 1,1cm

Koloni 0,5 cm
ZB 2,5cm; ZH
5cm
Koloni 0,5 cm
ZB 3cm; ZH 6cm
Koloni 1,2 cm
ZB 1,5cm; ZH
1,25cm
Koloni 1,2 cm
ZB 1,8cm; ZH
1,5cm
Koloni 1,5 cm
ZB 1,8cm; ZH
1,2cm

Gambar
Permukaan
Atas

Gambar
Permukaan
Bawah
Keterangan: ZB= Zona Bening; ZH=Zona Hambat
Pembahasan
Cendawan merupakan organisme heterotrof yang dibagi menjadi 2 yaitu
kapang (bersifat filamentus) dan khamir (uniseluer) (Pelczar et al., 2010). Berikut
ini adalah macam-macam bentuk koloni pada bakteri maupun cendawan:

Gambar 1. Macam-macam bentuk koloni bakteri dan cendawan
Kapang merupakan fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan
pertumbuhannya pada substrat mudah dilihat karena penampakannya yang
berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula berwarna putih, tetapi jika
spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang
(Ali,2005). Kapang terdiri dari suatu thallus yang tersusun atas filamen bercabang
dan disebut hifa. Kumpulan dari hifa membentuk suatu jalinan yang disebut
miselium. Setiap hifa memiliki lebar 5-10 µm (Pelczar dan Chan, 2005).
Menurut Fardiaz (1992) dan Waluyo (2004), kapang dibedakan menjadi 2
kelompok berdasarkan struktur hifa, yaitu hifa tidak bersekat atau nonseptat dan
hifa bersekat atau septat. Septat akan membagi hifa menjadi bagian-bagian, yang
mana setiap bagian tersebut memiliki inti (nukleus) satu atau lebih. Kapang yang
tidak memiliki septat maka inti sel tersebar di sepanjang hifa. Dinding penyekat
pada kapang disebut dengan septum yang tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma
masih dapat bebas bergerak dari satu ruang ke ruang lainnya. Kapang yang
bersekat antara lain kelas Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes.
Sedangkan

kapang

yang

tidak

bersekat

yaitu

kelas

Phycomycetes

(Zygomycetes dan Oomycetes).
Hasil isolasi dari daun berjamur tersebut diperoleh masing-masing satu
jenis cendawan dari tiga media (pengenceran 10-3, 10-4, 10-5). Pada isolat 10-3

diketahui ciri makroskopisnya antara lain koloni berwarna putih
kekuningan, flamen tebal dan halus, bentuk irregular, margin
undulate dan pada permukaan terdapat titik air. Pada isolat 10-4
diketahui ciri makroskopisnya antara lain koloni berwarna putih
kemerahan, flamen tebal dan halus, bentuk irregular, margin
curled, dan pada permukaan terdapat titik air. Pada isolat 10-5
diketahui ciri makroskopisnya antara lain koloni berwarna putih,
flamen berhiaa tipis, bentuk circular, margin entire dan dan pada
permukaan terdapat titik air.
Pengamatan

mikroskopis

pada

isolat

10 -3, 10-4

tidak

diketahui bagian-bagian dari kapang tersebut sehingga sulit
untuk melakukan identifkasi, sedangkan pada isolat 10-5 diketahui
beberapa bagian namun tidak begitu jelas sehingga sulit juga untuk diidentifikasi.
Hal tersebut dapat disebabkan karena pada saat isolasi daun tidak disterilkan
terlebih dahulu sehingga memungkinkan untuk cendawan lain yang bukan dari
bagian daun berjamur tersebut tumbuh.
Uji aktivitas proteolitik, amilolitik dan lipolitik dilakukan sebagai
salah satu cara untuk mengidentifkasi adanya kapang. Proses
dari uji aktivitas ini dapat dilihat dari adanya perombakan nutrisi
oleh aktivitas enzim (bekerja secara spesifkk yang dihasilkan
kapang.
Enzim protease berperan dalam mengkatalisis pemecahan
protein melalui hidrolisis ikatan peptide, selain itu enzim ini
dikelompokkan dalam kelas hidrolase karena membutuhkan H 2O
saat aktivitas enzim ini berlangsung (Susanto dan Sopiah, 2003k.
Adanya aktivitas proteolitik dapat dilihat dari terbentuknya zona
bening di sekitar petridish dengan latar belakang putih (Setyati,
2012k.
Zona bening tersebut dapat terbentuk karena kandungan
protein

yang

berhasil

didegradasi

oleh

kapang

sehingga

warnanya akan nampak berbeda dengan media yang belum
digunakan kandungan proteinnya. Dari hasil praktikum yang
dilakukan hanya Isolat 10-4 yang menunjukkan adanya aktivitas
proteolitik yang ditunjukkan dengan adanya zona bening sebesar
1 cm sedangkan pada Isolat 10 -3 dan Isolat 10-5 menunjukkan
hasil negatia yaitu tidak terdapat zona bening. Selain itu kedua
isolat tersebut juga terdapat kontaminan.
Enzim amilase membantu proses pemecahan pati menjadi
gula-gula sederhana dan dapat dilakukan secara semikuantitatia
dengan menumbuhkan isolat kapang yang sudah diremajakan
pada media SSA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam.
Adanya aktivitas tersebut dapat dilihat dari terbentuknya zona
bening di sekitar koloni yang sebelumnya perlu ditambahkan
larutan iodine pada permukaan media SSA yang beraungsi untuk
mengikat karbohidrat maupun amilum (Schlegel dan Schmidt,
1994k.

Zona

bening

yang

menunjukkan

adanya

aktivitas

amilolitik terdapat pada Isolat 10-3 dan Isolat 10-5 yang besarnya
masing-masing 1 cm dan 0,8 cm, sedangkan pada Isolat 10 -4
hasilnya negatia.
Enzim lipase adalah enzim yang dapat memecah lipid
menjadi asam lemak dan gliserol. Adanya aktivitas lipase
ditunjukkan oleh terbentuknya endapan asam lemak yang
berwarna putih keruh disekitar paper disc (Setyati, 2012k. Pada
hasil praktikum tidak ditemukan zona bening pada ketiga isolat
tersebut yang mana menunjukkan bahwa tidak terjadi aktivitas
lipolitik.
Praktikum terakhir yaitu melakukan uji bahan pengawet
yang terdiri dari: asam asetat, asam laktat, asam benzoat,
kunyit, laos dan jahe. Pada ketiga isolat yang diberi masingmasing bahan pengawet tersebut seluruhnya ditemukan zona

hambat. Asam asetat, asam laktat, asam benzoat merupakan
bahan pengawet buatan atau sintesis yang eaektia dalam
menghambat

pertumbuhan

kapang

(Guntarti.2012),

sehingga

adanya zona bening tersebut menunjukkan bahan ketiga bahan
tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Pada asam
asetat isolat 10-3, 10-4, 10-5 terdapat panjang rata-rata zona
hambat masing-masing sebesar 4 cm, 6cm dan 6cm. Pada asam
laktat isolat 10-3, 10-4, 10-5 terdapat panjang rata-rata zona
hambat masing-masing sebesar 5cm, 4cm dan 5cm. Pada asam
benzoat isolat 10-3, 10-4, 10-5 terdapat panjang rata-rata zona
hambat masing-masing sebesar 3 cm,6 cm dan 5cm.
Kunyit, laos dan jahe merupakan pengawet alami yang mengandung zat
antimikroba khas sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan suatu bahan
makanan (Mariana, 2006). Ketiga isolat yang diberi ketiga bahan pengawet alami
tersebut menunjukkan adanya zona bening meskipun tidak sebesar pada bahan
pengawet sintesis. Panjang rata-rata zona hambat isolat 10-3, 10-4, 105

pada jahe masing-masing sebesar 2,7cm; 1,2cm; 1,25cm. Pada kunyit panjang

rata-rata zona hambat isolat 10-3, 10-4, 10-5 masing-masing sebesar
1,3cm; 1,25cm; 1,5cm. Pada laos panjang rata-rata zona hambat isolat
10-3, 10-4, 10-5 masing-masing sebesar 1,2cm; 1,1cm; 1,2cm.
Kesimpulan
Hasil pengamatan secara makroskopis menunjukkan bahwa isolat 10-3,
10-4, 10-5 merupakan kapang karena memiliki hiaa, sedangkan
pada pengamatan mikroskopis tidak dapat diidentifikasi secara jelas. Pada uji
aktivitas enzim isolat yang mampu mendegradasi protein yaitu isolat 10-4, isolat
yang mampu mendegradasi amilum yaitu isolat 10-3dan 10-5 sedangkan lemak
tidak ada yang dapat mendegradasi. Pertumbuhan ketiga isolat tersebut mampu
dihambat oleh bahan pengawet sintesis maupun alami meskipun pada bahan
pengawet alami zona hambatannya tidak sebesar pada bahan pengawet sintesis.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, A., 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Makassar: State University of Makassar
Press.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Guntarti, Any. 2012. Penetapan Kadar Asam Benzoat Dalam Beberapa Merk
Dagang Minuman Ringan Secara Spektrofotometri Ultraviolet. Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.
Mariana M, Ria. 2006. Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami Dalam
Pengawetan Tahu. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian.
Natsir. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Makassar: Universitas Hasanudin.
Pelczar, M.J dan E.C.S Chan. 2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Pelczar, Michael J., E. C. S. Chan dan Merna Foss Pelczar. 2010. Mikrobiologi.
Jakarta: UI Press.
Schlegel, H. G., dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi keenam.
Terjemahan Tedjo Baskoro dari Allgenering Mikrobiologi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
Setyati, A. Wilis. Dan Subagiyo. 2012. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil
Enzim Ekstraseluler (Proteolitik, Amilolitik, Lipolitik dan Selulolitik) yang
Berasal dari Sedimen Kawasan Mangrove. Semarang : Universitas
Diponegoro.
Susanto, P. Joko. dan Sopiah, Nida. 2003. Pengaruh Logam dan Konsentrasi
Substrat Terhadap Pertumbuhan dan Aktivitas Bakteri Proteolitik Pada
Proses Deproteinasi Cangkang Rajungan. Jakarta : BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Waluyo, L., 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

Judul : Pengamatan Mikoriza Ujung Akar Tanaman Talas dan Rumput
Latar Belakang
Di alam pada dasarnya tidak seluruh unsur hara yang berada di dalam tanah
dapat dengan mudah diserap oleh akar tanaman.Seringkali akar tanaman
mengalami kesulitan dalam melakukan penyerapan baik disebabkan karena faktor
lingkungan berupa ketersediaan unsur yang minimal atau bahkan berlebih.
Sehingga mikroorganisme yang berada dialam akan berinteraksi dengan
mikroorganisme lain maupun tanaman. Salah satu jenis interaksi yang terjadi
antara mikroorgaisme dengan tanaman adalah interaksi mutualisme.Dua jenis
mikroorganisme yang menguntungkan dan telah dimanfaatkan oleh para petani
yaitu Rhizobium dan mikoroza.Rhizobium adalah bakteri yang dapat membentuk
bintil akar pada tanaman leguminose dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi
N2 dari atmosfer. Mikoroza adalah fungi akar yang memiliki fungsi yaitu dapat
memperpanjang jangkauan akar dan dapat memasuki tanah dengan ukuran pori
yang sangat kecil (Anas, 1993).
Dengan adanya interaksi yang disebabkan oleh jamur mikoriza ini ternyata
dapat meningkatkan unsur hara makro pada tumbuhan seperti N, P, K, Cu dan Zn.
Sementara kita tahu bahwa unsur-unsur tersebut menstimulisasi pertumbuhan
tanaman baik dari faktor tumbuh, berkembang hingga perkembangbiakannya. Hal
ini sangat menguntungkan bagi tumbuhan karena dengan begitu seluruh faktor
tumbuh pada tumbuhan akan bekerja secara optimal( Al-kariki,2000).
Tujuan
Untuk mengamati endomikoriza pada ujung akar tanaman talas dan rumput.
Tinjauan Pustaka
Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat
tinggi dan miselium cendawan tertentu.Nama mikoriza pertama kali dikemukakan
oleh ilmuwan Jerman Frank pada tanggal 17 April 1885.Yang

kemudian

disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza. Rao (1994)

mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan
adanya

interaksi

fungsional

yang

saling

menguntungkan

antara

suatu

autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang
dan waktu.Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan
memperlihatkan spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis
cendawan maupun penyebaranya.
Mikoriza termasuk dalam kelas Phycomicetes dari ordo Mucorales dan
berasal dari famili Endogonaceae. Berdasarkan struktur tubuh dan cara
menginfeksi pada tanaman inang, maka cendawan mikoriza dapat dikelompokan
dalam 3 golongan besar yaitu; Ektomikoriza, Ektendomikoriza dan Endomikoriza
(Browen,1987).
Endomikoriza atau yang dikenal juga dengan fungi mikoriza arbuskula
(FMA) dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya
tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi
jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah
faktor lingkungan seperti suhu, ph, kelembaban tanah, kandungan fosfor, nitrogen
dan salinitas (Hetrick,1984).
Fungi mikoriza terdapat dalam perakaran dari sebagian besar Angiospermae,
Pteridophyta dan Bryophita.Fungi mikoriza arbuskula membentuk struktur
karakteristik khusus yang disebut arbuskul dan vesikel. Arbuskul membantu
dalam mentransfer nutrient terutama (fosfat) dari tanah ke sistem perakaran
(Rao,1994). Hifa dari jamur ini menjalar sepanjang lapisan tanah dan menempel
pada akar tanaman yang menimbulkan struktur khusus untuk merubah
makanan.Keuntungan yang didapat dari hubungan antara jamur dan tanaman ini
adalah terjadi ketersediaan karbon untuk jamur dan penambahan penyerapan
makanan tumbuhan terutama fosfor.Diperkirakan sekitar 70-90% spesies
tumbuhan memiliki perakaran mikoriza.
Selama siklus hidupnya, simbion endomikoriza mempunyai perbedaan
struktur hifa intraseluler, menggelembung berbentuk oval atau globosa pada
ujungnya disebut vesikula, sedangkan struktur intraseluler yang seperti pohon
kecil disebut arbuskula. Pada waktu yang bersamaan dan akar yang sama dapat

terinfeksi oleh dua jenis endomikoriza yang berbeda. Hubungan tanaman inang
dengan mikoriza adalah hubungan mutualistic (saling menguntungkan) (powell &
bagyaraj,1989).
Metodologi Penelitian
Alat
 Mikroskop
 Tabung reaksi
 Ose
 Gelas benda dan gelas penutup
Bahan
 Ujung Akar talas dan rumput
 Larutan tripan blue 0.05% dalam lactofenol
 HCl 2%
 KOH 10%
 Aquadest
Cara kerja
Tanaman Talas dan Rumput
Diambil akar paling ujung ± 2cm dan dipotong lagi 2 ml
Dimasukkan kedalam tabung untuk dicuci
Direndam dengan 10% KOH selama 1 jam dengan suhu 90ºC
Dibuang KOH kemudian dibilas sampai bersih ± 4 kali
Diasamkan dengan HCl 2% selama 2 menit

Dibuang HCl

Diberi pewarna tripan blue 0.05% yang telah dicampur lactofenol
Dibiarkan selama 24 jam
Diamati dan diharapkan akan muncul endomikoriza
Diambil ujung akar kemudian ditempelkan pada gelas benda lalu dipencet
Diamati dibawah mikroskop
Hasil

Pembahasan
Identifikasi terhadap inokulasi mikoriza pada perakaran tanaman dan rumput
dilakukan dengan mengambil sampel tanaman yang diinokulasi oleh mikoriza.
Pengamatan hanya dilakukan pada tanaman talas saja karena adanya kendala
listrik dan ditemukan satu jenis mikoriza golongan endomikoriza tipe fungi
mikoriza arbuskular.. Fungi mikoriza arbuvaskula termasuk dalam golongan ordo
yang mempunyai 2 sub ordo, yaitu Gigasporanineae dan Glominae dengan famili

gigasporaceae mempunyai 2 genus yaitu Gigaspora dan Scutelospora,
Glomamineae mempunyai 4 famili yaitu

Glomaceae dengan genus Glomus,

family Acaulospora dengan Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae
dengan genus Paraglomus dan Archaesoporaceae dengan genus Archaespora
(Invam,2009).
Endomikoriza dicirikan dengan hifa intraseluler, yang dihasilkan oleh
kumparan atau langsung oleh penetrasi cabang hifa yang biasanya diketemukan
dalam lapisan intermediet dari parenkim kortikal. Diameter berkisar 2 sampai 6
µm dengan pengecualian ada endofit yang lebih halus kurang dari 2 µm. karena
jamur menyebar dengan cara memperluas ruang intraseluler dari tanaman inang,
dinding jamur dapat kontak langsung dengan dinding sel tanaman inang dan
sering kali pada lamella tengah. Bentuk luar ini menunjukan bahwa jamur masuk
dengan mekanisme enzimatik, sebagai contoh dengan menghasilkan hydrolase
seperti pectinase (bonfante & fasolo,1984).
Menurut bonfante dan fasolo (1984) arbuskula menyerupai struktur pohon
kecil dari percabangan hifa berfungsi sebagai tempat pertukaran metabolit antara
jamur dan tanaman dan pada beberapa genus mempunyai vesikula. Pada
praktikum yang telah dilakukan ditemukan vesikula. Vesikula berbentuk globose
beraal dari menggelembungnya hifa jamur mikoriza yang fungsinya sebagai organ
penyimpan makanan.
Menurut abbott dan Robson (1984), akar yang bermikoriza dapat
meningkatkan kapasitas pengambilan hara karena waktu hidup akar yang
dikolonisasi diperpanjang dan derajat percabangan serta diameter akar diperbesar
sehingga luas permukaan absorbsi akar diperluas, sehingga peranan secara
spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman anatara lain penyerapan fosfat,
mengurangi kerusakantanaman oleh serangga pathogen (Bagyaraz,1984). Hal ini
juga dikarenakan FMA dapat meningkatkan poduksi hormone pertumbuhan
seperti auksin, sitokinin dan giberelin bagi tanaman inangnya. Akusin berfungsi
memperlambat proses penuaan akar sehingga fungsi akar sebagai penyerap unsur
hara dan air akan bertahan lebih lama ( Imaset al,1989).

Dalam perkembangannya mikoriza sangat membutuhkan kondisi lingkungan
yang optimum. Kondisi lingkungan seperti pH tanah, eksudat akar dan suhu akan
mempengaruhi perkembangan mikoriza di alam. Suhu yang optimum bagi
mikoriza akan mempercepat terjadinya perkembangbiakan baik dalam hal
menginfeksi akar tanaman (inang) maupun dalam menghasilkan spora-spora
sebagai bagian dari perkembangan berikutnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa akar yang terinfeksi
FMA terlihat memiliki sel yang padat dan berwarna biru, artinya bahwa hifa dari
mikoriza sudah memenuhi beberapa sel pada akar tanaman legume dan berfungsi
meningkatkan kemampuan untuk menyerap unsur-unsur yang semestinya tidak
tersedia bagi tanaman serta terdapat vesikula yang berfungsi sebagai organ
penyimpan makanan .

Daftar Pustaka
Abbott LK & Robson AD. 1984. The Effect of mycorrhizae on plant
growth ;Powell CL & Bagyaraj DJ. (Eds). Vesicular-arbuscular
mycorrrhiza.CRC Press.Inc. Boca Raton. Florida.
Anas, Iswandi. 1993. Pupuk Hayati (Biofertilizer). Bogor: Laboratorium.
Al-kariki, GN. 2000. Growth of mycorrhizal tomato and mineral acquisition
under salt stress. Mycorrhiza.
Bagyaraj, DJ. 1984. Biological Interaksi With VA Michorizal Fungi ;Powell CL
& Bagyaraj, DJ. (Eds). Vesicular-arbuscular mycorhiza.CRC Press.Inc.
Boca Raton. Florida.
Bonfante-fosolo.P. 1984.Anatomy and Morphology of Vesicular-Arbuscular
Mycorrhiza.CRC Presss.Inc. Boca Raton. Florida.
Browen,G. 1987. The Biology and Physiologi Of Infection and Its Development.
In safir GR (ed) Ecophysiology Of VA Mycorhizal Plantus.CRC Press.
Boca Raton.
Hetrick, BAD. 1984. Ecology of Vesicular-arbiscular Mycorrhiza fungi.CRC
Press.Inc. Boca Raton. Florida.
Invam. 2009. International culture collection of (vesicular) arbuscular
Mycorrhizal
fungi.
http://invam.caf.wvu.edu/Myco-info/Taxonomy/clasification.htm. [ 24
mei 2016].
Imas, et al. 1989. Mikrobiologi Tanah II. Dikti. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Bogor : ITB.
Powell, D & Josep, B. 1984.Vesicular-Arbuscular Micorrhiza; Why All The
Interest.CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida.
Rao, NS, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan tanaman.Jakarta :
UI Press