Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06 Pid.Sus-Snak 2015 PN.KPH)

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa merupakan ujung tombak

perubahan dari setiap zaman. Tahap Anak-anak merupakan tahap dimana
seseorang masih sangat memerlukan bimbingan dari orang terdekatnya karena
pada masa ini seseorang masih belum memiliki pola pikir yang sempurna, masih
sangat mudah terpengaruh atau menerima apa saja yang di dengar dan dilihatnya.
J. Pikunas dan R.J Havighurts menyatakan bahwa Remaja Dini (anak)
mempunyai karakteristik kejiwaan antara lain : (a) sibuk menguasai tubuhnya,
karena ketidakseimbangan postur tubuhnya, kekurangnyamanan tubuhnya; (b)
mencari identitas dalam keluarga; (c) kepekaan sosial tinggi, solidaritas pada
teman tinggi, dan cenderung mencari popularitas. Dan pada fase ini ia sibuk
mengorganisasikan dirinya, mulai mengalami perubahan dalam sikap; (d) minat
keluar rumah tinggi, kecenderungan untuk “trial and error” tinggi.2
Seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang baik
dengan bimbingan dan perhatian, kasih sayang yang diberikan orang tua biasanya
akan


melahirkan Individu yang berkualitas. Pertumbuhan dan perkembangan

anak untuk menjadi manusia seutuhnya sangat tergantung pada sistem moral
meliputi nilai-nilai normatif sesuai masyarakat.3 Dampak negatif dari perubahan

2

Paulus Hadisuprapto, S.H, M.H, Juvenile Deliquency, Bandung : 1997, hal. 10
Prof. Dr. H. R. Abdussalam, SIK, S.H, M.H, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : PTIK,
2014, hal. 12
3

Universitas Sumatera Utara

global yang cepat meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, kurangnya perhatian
atau perlindungan serta perlakuan yang baik dan wajar dari keluarga dan
lingkungan serta komunitas lainnya inilah yang pada umumnya menyebabkan
pergeseran perilaku anak yang menuju


pada kenakalan anak . Setiap anak

termasuk anak nakal sekalipun mempunyai hak asasi manusia seperti yang
dituangkan dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia No.39 tahun 1999
pasal 52 Ayat (2) :
“ Hak Anak adalah Hak Asasi Manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu
diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan”
Hak Asasi tersebut merupakan hak yang dimiliki oleh anak sejak lahir
maupun saat anak tersebut berhadapan dengan hukum.

Saat seorang anak

berhadapan dengan hukum, anak tersebut harus mendapat perlindungan yang baik
dari pemerintah, tetapi tetap diupakayan hal-hal yang membuat anak tersebut
menyesali perbuatannya dan bertanggungjawab atas perbuatannya sehingga tidak
akan melakukan kesalahan itu lagi.
Narkotika merupakan salah satu hal yang menyebabkan seorang anak
berhadapan dengan hukum. Dengan kata lain penyalahgunaan narkotika
merupakan salah satu arah dari pergeseran perilaku anak yang dianggap sebagai
kenakalan anak. Penggunaan narkotika di bidang kedokteran dan penelitian,

pengembangan ilmu pengetahuan memang dapat dinikmati manfaatnya oleh para
ilmuan dan ahli-ahli lain yang professional. Semaraknya pemakaian tersebut
dibidang kemanusiaan dan kemaslahatan umat dibarengi dengan penggunaan
untuk keperluan yang cenderung distruktif.

Universitas Sumatera Utara

Dewasa ini penggunaan narkotika tersebut telah meluas dikalangan
masyarakat luas akan tetapi masyarakat tidak memanfaatkan zat tersebut
sebagaimana ahli kesehatan dan peneliti. Dalam hal ini terjadi penyalahgunaan
narkotika.

Menurut

Soedjono

D.,

S.H,


khusus

Indonesia

mengenai

penyalahgunaan narkotika menjangkau masyarakat sejak puluhan tahun yang
silam. Sekitar akhir tahun 1970 awal 1971, masyarakat dikejutkan oleh beritaberita mass media tentang mulai terjangkitnya penyalahgunaan narkotika di
Indonesia. Tetapi sebenarnya sejak tahun 1960-an telah terasa adanya beberapa
penderita-penderita kecanduan narkotika yang dibawa dan dirawat dirumah sakit,
yang mula-mula jumlahnya kecil, tetapi semakin meningkat. Dalam tahun 1970
pada Yayasan Kesehatan Jiwa Dharma Wangsa terdapat beberapa penderita
drugdependent dan pada tahun 1971 telah meningkat sampai berjumlah 47 orang
penderita.4
Permasalahan penyalahgunaan psikotropika (Narkotika) berdasarkan
Mukadimah Konvensi Psikotropika ialah akan memberikan dampak kepada
permasalahan kesehatan dan kesejahteraan umat manusia serta permasalahan
sosial lainnya. Dengan semakin pesatnya kemajuan dalam bidang transportasi dan
sejalan


dengan

perkembangan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

maka

penyalahgunaan dan peredalan gelap psikotropika menunjukkan gejala yang
semakin meluas dan berdimensi internasional yang melewati batas territorial
masing-masing Negara sehingga diperlukan peningkatan kerja sama Internasional,
tentunya berdampak pada aspek hukum internasional. Di samping Konvensi
4


Drs. Sudarsono, S.H, M.Si. Kenakalan Remaja. ( Rineka Cipta: Jakarta, 2004), hal.66

Universitas Sumatera Utara

Psikotropika Substansi 1971, telah ditetapkan pula Konvensi PBB tentang
pemberantasan Peredalan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1998. Konvensi ini
merupakan penegasan dan penyempurnaan sarana hukum yang lebih efektif dalam
rangka kerja sama internasional dibidang kriminal dalam upaya mencegah dan
memberantas organisasi peredaran gelap narkotika.
Bahwa narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat
dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat
merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan
pengawasan ketat dan seksama.
Penyalahgunaan narkoba yang di lakukan anak adalah merupakan suatu
penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum. Adapun Faktor
yang mempengaruhi narkoba yang di lakukan oleh anak biasanya dipengaruhi
oleh faktor dari dalam diri dan dari luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan,
teman bermain dan juga pengaruh kehidupan emosionalnya yang berganti-ganti,
rasa ingin tahu yang lebih dalam terhadap sesuatu yang baru, kadangkala

membawa mereka ke dalam hal-hal yang negatif, apalagi ketika anak tersebut
bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pecandu
narkoba.
Masalah penyalahgunaan narkoba sudah menjadi masalah nasional
maupun internasional yang tidak pernah henti-hentinya di bicarakan. Hampir
setiap hari terdapat berita mengenai penyalahgunaan narkoba. Penggunaanya

Universitas Sumatera Utara

sering disalahgunakan bukan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu
pengetahuan. Akan tetapi jauh dari pada itu, dijadikan ajang bisnis yang
menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas pada
rusaknya mental baik fisik maupun psikis pemakai narkoba khususnya anak
sebagai generasi muda. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah
Narkotika telah disusun dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang
menyangkut Narkotika ini belum dapat diredakan. Dalam berbagai kasus, telah
banyak bandar-bandar dan pengedar narkoba tertangkap dan mendapat sanksi
berat, namun pelaku yang lain seperti tidak mengacuhkan bahkan lebih cenderung
untuk memperluas daerah operasinya. Sehingga semakin banyak anak yang masih
dalam usia sangat muda terkena pengaruh akibat belum adanya kestabilan jiwa

pada masa anak-anak. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk meneliti dan
menulis skripsi dengan judul “TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI KEPAHIANG

NO.06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.

KPH )”

Universitas Sumatera Utara

B.

Perumusan Masalah
Permasalahan adalah kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa

yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara
harapan dengan capaian atau singkatnya antara das sollen dengan das sein 5 .
Sedangkan perumusan masalah merupakan pedoman untuk penelitian dan
penulisan suatu masalah yang akan diteliti, memudahkan penulis dalam

membahas permasalahan, serta memandu penulis agar mencapai sasaran sesuai
dengan harapan, tidak terlalu luas dan yang lebih utama adalah terarah. Untuk itu,
berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka berikut ini akan
dikemukakan masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai
berikut :
1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang
dilakukan oleh anak berdsarkan ketentuan perundang-undangan di
Indonesia?
2. Bagaimana Penerapan sanksi Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang
dilakukan oleh anak dalam Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang
Nomor : 06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.KPH?

5

Bambang Sunggono, S.H, M.S, Metodologi Penelitian Hukum, (Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2012) hal. 104

Universitas Sumatera Utara

C.


Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan Penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai

pemecahan masalah yang dihadapi. Berdasarkan permasalahan yang telah
diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk

mengetahui

bagaimana

pengaturan

Tindak

Pidana

Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak;
2. Untuk


mengetahui

bagaimana

penerapan

Hukum

Pidana

penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak dalam putusan
No. 06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.KPH
Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberi manfaat, baik
manfaat teoritis maupun manfaat praktis, bukan hanya untuk penulis melainkan
juga untuk semua pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis;
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah yang
memberikan

sumbangan

pemikiran

dibidang

ilmu

hukum

khususnya yang berkaian dengan hukum pidana dan hukum acara
pidana.
b) Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum serta memberikan
suatu pemikiran dibidang hukum pada umumnya yang didapat atau
diperoleh dari perkuliahan dengan praktek dilapangan dalam

Universitas Sumatera Utara

bidang Hukum acara pidana khususnya tentang Penegakan Hukum
penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta kajian
pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berniat pada hal yang
sama, baik itu dikalangan akademisi dan penegak hukum, untuk
menambah wawasan dibidang hukum khususnya yang berkaitan dengan
Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak.
D.

Tinjauan Kepustakaan
1.

Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana atau perbuatan pidana merupakan suatu pengertian dasar
dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam
memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Perbuatan pidana
mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam
lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang
bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan
istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Banyak istilah lain
untuk perbuatan pidana yaitu peristiwa pidana, tindak pidana, pelanggaran
pidana, delik pidana dan straafbar feit.
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum
pidana Belanda yaitu “straafbarfeit”. Walaupun istilah itu terdapat dalam WvS

Universitas Sumatera Utara

Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), akan tetapi tidak
ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan straafbar feit itu. Karena
para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan istilah itu. Sayangnya
sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat.6
Pengertian dari istilah strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang
diancam pidana oleh peraturan undang-undang. Menurut Pompe pengertian
strafbaar feit dibedakan :7
1. Defenisi menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah
suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si
pelanggar dan diancam dengan pidana mati untuk mempertahankan
tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
2. Defenisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar
feit adalah suatu kejadian (feit yang oleh peraturan perundangundangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum)
Pandangan J.E Jonkers, telah memberikan defenisi strafbaar feit menjdi
dua pengertian :8
1. Defenisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu
kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.
2. Definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian
“strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum
6

Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Raja Grafindo: Jakarta, 2002),

7

Bambang Pramono, Asas-Asas Hukum Pidana, (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1993), hal.91
Ibid. Hal. 75

hal.67
8

Universitas Sumatera Utara

(wederechtelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh
orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan menurut beberapa pakar hukum pidana di Indonesia,
pengertian tindak pidana adalah sebagai berikut:
1. Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan
tersebut.9

2. Roeslan Saleh, menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan
yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh
atau tidak dapat dilakukan.
3. Wirjono Prodjodikoro, Beliau mengemukakan definisi tindak pidana
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.10
Menurut R. Tresna, pertimbangan atau pengukuran terhadap perbuatanperbuatan terlarang, yang menetapkan mana yang harus ditetapkan sebagai
peristiwa pidana dan mana yang dianggap tidak sedemikian pentingnya, dapat
berubah-ubah tergantung dari keadaan, tempat dan waktu atau suasana serta
berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan pendapat umum. Apa yang
pada suatu waktu ditempat itu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dicela
namun tidak membahayakan kepentingan masyarakat, pada suatu saat bisa
berubah dan dianggap sebagai suatu kejahatan. Sebaliknya apa yang tadi dianggap
9

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,( PT. Citra Adya Bakti: Bandung,
1997), hal. 37
10
Ibid, hal. 185

Universitas Sumatera Utara

sebagai suatu kejahatan, di waktu yang lain,

karena keadaannya berubah,

dianggap tidak merupakan suatu hal yang membahayakan, undang-undang harus
mencerminkan keadaan, pendapat atau anggapan umum, dan meskipun pada
umumnya undang-undang selalu terbelakang dalam mengikuti perkembangan
gerak hidup masyarakat, akan tetapi terhadap beberapa perbuatan, ketentuan
hukum tetap sesuai dengan anggapan umum. Misalnya pembunuhan, dari dulu
kala sampai sekarang tetap dianggap sebagai suatu perbuatan jahat, baik dilihat
dari sudut agama atau moral, maupun dilihat dari sudut sopan santun, sehingga
sudah semestinya terhadap perbuatan yang demikian itu diadakan ancaman
hukuman pidana.11
Suatu peristiwa itu dapat atau tidak dipidana, ditentukan oleh pembuat
undang-undang bukan ditentukan oleh pendapat umum. Menurut R. Tresna,
peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,
terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Tampak dalam
rumusan itu tidak memasukkan unsure/anasir yang berkaitan dengan pelakunya.
Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam peristiwa pidana itu mempunyai
syarat-syarat, yaitu :
1. Harus ada suatu perbuatan manusia, maksudnya bahwa memang benarbenar ada suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
atau beberapa orang. Adapun tindakan yang dilakukan merupakan sutu

11

Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Usu Press: Medan, 2010) hal.76

Universitas Sumatera Utara

perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai suatu
peristiwa.
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam
ketentuan hukum, artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum
memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat ini (hukum
positif). Dan pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti
yang terjadi dan terhadapnya wajib dimintakan pertanggungjawaban
akibat yang timbul dari apa yang telah diperbuatnya itu. Berkenaan
dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu
perbuatan yang tidak dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak
bisa diminta pertanggungjawaban. Perbuatan-perbuatan yang tidak
dapat disalahkan ini adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dan beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela
diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatannya dan
dalam keadaan darurat dan mereka yang tidak mempunyai kesalahan;
3. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat yaitu, orangnya
harus dapat dipertanggungjawabkan, maksudnya bahwa perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat
dibuktikan dan memang terbukti bahwa perbuatan tersebut merupakan
perbuatan yang disalahkan menurut ketentuan umum;
4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum, maksudnya bahwa
perbuatan itu merupakan perbuatan yang diatur dalam suatu ketentuan
hukum dan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum.

Universitas Sumatera Utara

Perbuatan melawan hukum dimaksudkan jikalau tindakan atau
perbuatan telah nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya,
maksudnya kalau ada suatu ketentuan yang telah mengatur tentang
larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka
ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Ancaman
hukuman ini dinyatakan secara tegas maksimal hukumannya yang
harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau didalam suatu
perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya
tidak perlu melaksanakan hukuman.
Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” dan beliau tidak setuju
dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek
daripada perbuatan, tetapi “tindak” tidak menunjukkan kepada hal yang abstrak
seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkrit.12
b. Unsur-unsur tindak pidana
Berdasarkan rumusan Simons maka delik (strafbaar feit) memuat
beberapa unsur yakni :
1. Suatu perbuatan manusia
2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang

12

Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (delik) , (Sinar Grafika:
Jakara, 1991), hal.4

Universitas Sumatera Utara

3. Perbuatan

itu

dilakukan

oleh

seseorang

yang

dapat

dipertanggungjawabkan13
Menurut doktrin, unsur-unsur tindak pidana terdiri atas unsur subjektif dan
unsur objektif, yakni :
(1) Unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas
hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau

tidak ada

kesalahan” (An act does not make a person guilty unless the mind is guilty
or actus non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud disini
adalah

kesalahan

yang

diakibatkan

oleh

kesengajaan

(intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld). Pada
umumnya para pakar telah menyetujui bahwa “kesengajaan” terdiri atas 3
(tiga) bentuk, yakni :
a. Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)
b. Kesengajaan

dengan

keinsafan

pasti

(opzet

als

zekerheidsbewustzijn)
c. Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus
eventualis)
Dolus dalam bahasa Belanda disebut opzet dan dalam bahasa
inggris disebut intention yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sengaja atau kesengajaan. Pertama-tama perlu kita ketahui dalam kitab
13

Ibid, hal. 4

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak merumuskan apa
yang dimaksud dengan opzet. Walaupun pengertian opzet ini sangat
penting, oleh karena dijadikan unsur sebagian pidana disamping peristiwa
yang mempunyai unsur culpa.
KUHP sendiri tidak menjelaskan pengertian kesengajaan dan
kealpaan itu. Oleh Memori van Toeliching dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kesengajaan adalah willens en watens yang artinya
adalah menghendaki atau menginsyafi atau mengetahui akibat yang
mungkin akan terjadi karena perbuatannya. Mengenai kealpaan, hanya
sekedar dijelaskan bahwa kealpaan atau culpa adalah kebalikan dari dolus
disatu pihak dan kebalikan dari kebetulan dipihak lain. Unsur kesengajaan
dan kealpaan ini hanya berlaku untuk kejahatan dan tidak untuk
pelanggaran. Mengenai pengertian menghendaki tersebut, kehendak itu
dapat ditujukan kepada :
1. Perbuatannya yang dilarang
2. Akibatnya yang dilarang
3. Keadaan yang merupakan unsure tindak pidana
Ditinjau dari sikap batin pelaku, terdapat tiga corak kesengajaan :
1. Kesengajaan Sebagai Maksud (dolus directus)
Corak kesengajaan ini adalah yang paling sederhana, yaitu
perbuatan pelaku memang dikehendaki dan ia juga menghendaki

Universitas Sumatera Utara

(atau membayangkan) akibatnya yang dilarang. Kalau akibat yang
dikehendaki atau dibayangkan ini tidak ada, ia tidak akan
melakukan perbuatan itu.
Contoh : dengan pistolnya X dengan sengaja mengarahkan dan
menembakkan pistol itu kepada Y dengan kehendak matinya Y.
a) Ditinjau dari delik formal hal ini berarti bahwa ia sudah
melakukan perbuatan itu dengan sengaja, sedang perbuatan itu
memang dikehendaki atau dimaksud demikian.
b) Ditinjau dari delik materil hal ini berarti bahwa akibat kematian
orang lain ini memang dikehendaki atau dimaksudkan agar
terjadi.
2. Kesengajaan dengan Sadar Kepastian
Corak kesengajaan dengan sadar kepastian bersandar pada
akibatnya. Akibat itu dapat merupakan delik tersendiri ataupun
tidak. Tetapi disamping akibat tersebut ada akibat lain yang tidak
dikehendaki yang pasti akan terjadi.
3. Kesengajaan dengan Sadar Kemungkinan (dolus eventualis)
Corak kesengajaan dengan sadar kemungkinan ini kadangkadang disebut sebagai kesengajaan dengan syarat. Pelaku berbuat
dengan menghendaki atau membayangkan akibat tertentu sampai
disini hal itu merupakan kesengajaan sebagai maksud tetapi

Universitas Sumatera Utara

disamping itu mungkin sekali terjadi akibat lain yang dilarang yang
tidak dikehendaki atau dibayangkan.
Dalam bahasa Belanda istilah untuk kesengajaan atau opzet ini
tidak seragam tetapi terdapat berbagai cara merumuskan kesengajaan
antara lain :
1. Optezettelijk

= dengan sengaja

2. Wetende dat

= sedangkan ia mengetahui

3. Waarvan huj weet

= yang diketahuinya

4. Van wie hij weet

= yang diketahuinya

5. Kennis dragende van

= yang diketahuinya

6. Met het oogmerk

= dengan maksud

7. Waarvan hij bekend is

= yang diketahuinya

8. Waarvan hij kent

= yang diketahuinya

9. Tegen beter wetenin hiu = bertentangan dengan yang
Diketahuinya
10. Met het kennelijk doel

= dengan tujuan yang diketahuinya

Dalam ilmu hukum dikenal beberapa jenis kesengajaan yaitu
(C.S.T Kansil 1999: 287) :
1. Dolus premeditates
Yaitu dolus yang direncanakan, sehingga dirumuskan
dengan istilah dengan rencana lebih dahulu (meet
voorbedachte raad) untuk ini perlu ada waktu untuk

Universitas Sumatera Utara

memikirkan dengan tenang, pembuktiannya disimpulakan
dari keadaan yang objektif.
2. Dolus determinatus dan dolus interdeminatus
Yang pertama adalah kesengajaan dengan tujuan yang
pasti, misalnya menghendaki matinya orang tertentu,
sedang yang kedua kesengajaan yang tanpa tujuan tertentu
atau tujuan acak (random), misalnya menembakkan senjata
kearah sekelompok orang, memasukkan racun kedalam
reservoir air.
3. Dolus alternatives
Yaitu kesengajaan menghendaki sesuatu tertentu atau yang
lainnya (alternatifnya) juga akibat yang lain.
4. Dolus indirectus
Yaitu

kesengajaan

melakukan

perbuatan

yang

menimbulkan akibat yang tidak diketahui oleh pelakunya
misalnya,

didalam

perkelahian

seseorang

memukul

lawannya tanpa maksud untuk membunuh.
5. Dolus directus
Yaitukesengajaan yang ditujukan bukan hanya kepada
perbuatannya saja, meainkan juga pada akibatnya.
6. Dolus generalis
Yaitu kesengajaan dimana pelaku menghendaki akibat
tertentu, dan untuk itu ia telah melakukan beberapa

Universitas Sumatera Utara

tindakan, misalnya untuk melakukan pembunuhan, mulamula lawannya dicekik, kemudian dilemparkan ke sungai,
karena mengira lawannya telah mati.
(2) Unsur Objektif
Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri
atas (Simons 1992: 138) :
a. Perbuatan manusia, berupa :
1. Act, yakni berupa aktif atau perbuatan positif
2. Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative,
yaitu perbuatan yang membiarkan atau mendiamkan
b. Akibat (result) perbuatan manusia
Akibat

tersebut

membahayakan

atau

merusak,

bahkan

menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan
oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik,
kehormatan dan sebagainya.
c. Keadaan-keadaan (circumstances)
Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain :
1. Keadaan pada saat perbuatan dilakukan
2. Keadaan setelah perbuatan dilakukan
d. Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alas an-alasan yang
membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan
hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan
hukum, yakni berkenan dengan larangan atau perintah.

Universitas Sumatera Utara

KUHP

juga memeiliki beberapa pengertian mengenai unsure-

unsur tindak pidana. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam
KUHP, maka dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana, yaitu :
a. Unsur tingkah laku
b. Unsur melawan hukum
c. Unsur kesalahan
d. Unsur akibat konstitutif
e. Unsur keadaan yang menyertai
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
g. Unsur syarat tambahan untuk mempererat pidana
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
Dari 8 unsur itu, diantaranya dua unsur yakni kesalahan dan
melawan hukum adalah termasuk unsure subjektif, sedangkan selebihnya
adalah berupa unsur objektif.14
2.

Narkotika
a. Pengertian Narkotika
Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia dari sisi tata bahasa berasal dari

bahasa Inggris, yaitu “Narcotics” yang berarti obat bius, yang sama artinya
dengan kata Narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau
membiuskan. Secara umum

14

narkotika diartikan suatu zat yang dapat

Adam Chazawi, Op.cit, hal.81

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan/ penglihatan karena zat
tersebut mempengaruhi susunan zat syaraf pusat.15
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika dikatakan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undangundang ini. 16 Narkotika membawaefek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada
tubuh si pemakai, yaitu :
a. Mempengaruhi kesadaran;
b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku
manusia;
c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:
1) Penenang;
2) Perangsang (bukan rangsangan sex)
3) Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan
antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu
dan tempat)

15

Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh
Anak, (UMM Press: Malang, 2009), hal.12
16
Tim redaksi nuansa aulia, Narkotika dan psikotropika, ( Nuansa Aulia: Bandung, 2010),
hal.4

Universitas Sumatera Utara

Narkotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata
“Narkoties”, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Sifat
zat tersebut terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan
pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, halusinasi, disamping dapat
digunakan untuk pembiusan. Di Malaysia benda berbahaya ini disebut dengan
dadah. Dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.
Jenis-jenis narkotika yang perlu diketahui dalam kehidupan sehari-hari
karena mempunyai dampak sebgaimana disebut diatas, terutama terhadap kaum
remaja yang dapat menjadi sampah masyarakat bila terjerumus ke jurangnya,
adalah sebagai berikut:17
1. Candu atau disebut juga dengan Opium
Berasal dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang dinamakan Papaver
Somniferium, nama lain dari candu selain opium adalah madat, di Jepang
disebut “ikkanshu”, di Cina dinamakan “Japien”. Banyak ditemukan di
Negara-negara, seperti Turki, Irak, Iran, India, Mesir, Cina, Thailand dan
beberapa tempat lain. Bagian yang dapat dipergunakan dari tanaman ini
adalah getahnya yang diambil dari buahnya, narkotika jenis candu ini
termasuk jenis depressants yang mempunyai pengaruh hypnotics dan
tranglizers. Depressants, yaitu merangsang system saraf parasimpatis,
dalam dunia kedokteran dipakai sebagai pembunuh rasa sakit yang kuat.

17

Moh. Taufiq Makarao, Tindak Pidana Narkotika, ( Ghalia Indonesia: Jakarta, 2003),

hal.21

Universitas Sumatera Utara

2. Morphine
Adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu
„mentah, diperoleh dengan jalan mengolah secara kimia. Morphine
termasuk jenis narkotika yang membahayakan dan memiliki daya
ekskalasi yang relative cepat, dimana seseorang pecandu untuk
memperoleh rangsangan yang diingini selalu memerlukan penambahan
dosis yang lambat laun membahayakan jiwa.
3. Heroin
Berasal dari tumbuhan

papaver somniferum, sepertitelah disinggung

diatas bahwa tanaman ini juga menghasilkan codeine, morphine, dan
opium. Heroin disebut juga dengan sebutan putau, zat ini sangat berbahaya
bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa mati seketika.
4. Cocaine
Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut erythroxylon coca. Untuk
memperoleh cocaine yaitu dengan memetik daun coca, lalu dikeringkan
dan diolah dipabrik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Serbuk
cocaine bewarna putih, rasanya pahit dan lama-lama serbuk tadi menjadi
basah. Ciri-ciri cocaine antara lain adalah :
a. Termasuk golongan tanaman perdu atau belukar
b. Di Indonesia tumbuh didaerah Malang atau Besuki Jawa timur
c. Tumbuh sangat tinggi kira-kira dua meter;

Universitas Sumatera Utara

d. Tidak berduri, tidak bertangkai, berhelai daun satu, tumbuh satusatu pada cabang atau tangkai;
e. Buahnya berbentuk lonjong berwarna kuning-merah atau merah
saja apabila sudah dimasak;
5. Ganja
Berasal dari bunga dan daun sejenis tumbuhan rumput bernama cannabis
sativa. Sebutan lain dari ganja yaitu mariyuana, sejenis dengan mariyuana
adalah hashis yang dibuat dari dammar tumbuhan cannabis sativa. Efek
dari hashis lebih kuat dari pada ganja. Ganja di Indonesia pada umumnya
banyak terdapat di daerah Aceh, walau di daerah lain bisa tumbuh.
6. Narkotika Sintesis atau buatan
Adalah sejenis narkotika yang dihasilkan dengan melalui proses kimia
secara farmakologi yang sering disebut dengan istilah Napza, yaitu
kependekan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Napza tergolong zat psikoaktif, yaitu zat yang terutama berpengaruh pada
otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran,
persepsi, dan kesadaran.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 penggolongan Narkotika
dibagi atas:
1. Narkotika Golongan I

Universitas Sumatera Utara

Dalam penggolongan Narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai
potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Oleh karena itu
didalam penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi. Pengertian
pengembangan

ilmu

pengetahuan,

termasuk

didalamnya

untuk

kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta
pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan
medis yang sangat terbatas.

2. Narkotika Golongan II
Narkotika pada golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat terhadap
pengobatan

dan

digunakan

sebagai

pilihan

terakhir

dan

dapat

dipergunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan.

Narkotika

golongan

ini

mempunyai

potensi

tinggi

mengakibatkan ketergantungan.
3. Narkotika Golongan III
Narkotika golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat dalam
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
menyebabkan ketergantungan.
b.

Penyalahgunaan Narkotika

Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salah guna” yang
artinya tidak sebagaimana mestinya atau berbuat keliru. Jadi, penyalahgunaan

Universitas Sumatera Utara

narkotika dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan yang menyeleweng
terhadap narkotika.
Djoko Prakoso, Bambang R.L, dan Amir M. menjelaskan yang dimaksud
dengan penyalahgunaan narkotika adalah:
1. Secara terus-menerus/ berkesinambungan;
2. Sekali-sekali/ kadang-kadang;
3. Secara berlebihan;
4. Tidak menurut petunjuk dokter (non medik)18
Secara yuridis pengertian dari penyalah guna narkotika diatur dalam Pasal 1
butir 15 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah :
“..Penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak
atau melawan hukum”
Bentuk perbuatan penyalahgunaan narkotika yang paling sering dijumpai
adalah perbuatan yang mengarah kepada pecandu narkotika. Adapun pengertian
pecandu narkotika adalah seperti termuat didalam Pasal 1 butir 12 Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 trntang Narkotika, yaitu :
“..Pecandu

Narkotika

adalah

orang

yang

menggunakan

atau

menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada
narkotika, baik secara fisik maupun psikis”

18

Djoko Prakoso, Kejahatan-kejahatan yang merugikan dan membahayakan Negara.
(Bina Aksara: Jakarta, 2005)

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan ketergantungan pada diri
pecandu narkotika sebagaimana diatur didalam pasal 1 butir 14 Undang-undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :
“..Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan
untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaanya
dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menibulkan gejala fisik dan
psikis yang khas”
Menurut Rachman Hermawan, Pemakaian narkotika secara terus-menerus
akan mengakibatkan orang itu bergantung pada narkotika, secara mental maupun
fisik, yang dikenal dengan istilah kebergantungan fisik dan mental. Seseorang bisa
disebut mengalami kebergantungan mental bila ia selalu terdorong oleh hasrat dan
nafsu ynag besar untuk menggunakan narkotika, karena terpikat oleh
kenikmatannya. Kebergantungan mental ini dapat mengakibatkan perubahan
perangai dan tingkah laku. Seseorang bisa disebut mengalami kebergantungan
fisik bila ia tidak dapat melepaskan diri dari cengkeraman narkotika tersebut
karena, apabila tidak memakai narkotika, akan merasakan siksaan badaniah,
seakan-akan dianiaya. Kebergantungan fisik ini dapat mendorong seseorang untuk
melakukan kejahatan-kejahatan, untuk memeperoleh uang guna membeli
narkotika. Kebergantungan fisik dan mental lambat-laun dapat menimbulkan
gangguan pada kesehatan.19

19

Rachman Hermawan, Penyalahgunaan Narkotika oleh para remaja, (Eresco: Bandung,
1987) hal. 10

Universitas Sumatera Utara

Penyalahgunaan narkotika merupakan jenis kejahatan yang mempunyai
(potensi) dampak social yang sangat luas dan kompleks, lebih-lebih ketika yang
melakukan adalah anak-anak. Dampak social penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan anak-anak itu bukan hanya disebabkan oleh karena akibat yang
ditimbulkan akan melahirkan penderitaan dan kehancuran fisik maupun mental
yang teramat panjang, tetapi juga oleh karena kompleksitas di dalam
penanggulangannya terutama ketika pilihan jatuh pada penggunaan hukum pidana
sebagai sarananya.
Dalam konsideran undang-undang narkotika pada huruf c, disebutkan
bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan
di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan
apabila dipergunakan tanpa pengawasan yang ketat dan seksama.
Sebagaimana

yang diamanatkan undang-undang Narkotika, bahwa

ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat
dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun di sisi
lain mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dan tingkat bahaya yang ada
apabila digunakan tanpa pengawasan dokter secara tepat dan ketat maka harus
dilakukan

tindakan

pencegahan

dan

pemberantasan

terhadap

bahaya

penyalahgunaan narkotika.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, dilakukan pengaturan narkotika dalam bentuk UndangUndang Narkotika secara tegas menyebutkan tujuannya, dan dituangkan dalam
Pasal 3 Undang-Undang Narkotika, sebagai berikut,
Pengaturan narkotika bertujuan untuk :
1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan;
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika;
3. Memberantas peredaran gelap narkotika.

3.

Kejahatan Anak
a.

Pengertian Kejahatan Anak

Dalam konsep baku psikologi kejahatan anak disebut juga dengan istilah
Juvenile Deliquency yang secara etimologis dijabarkan bahwa Juvenile berarti
anak sedangkan Deliquency berarti kejahatan. Dengan demikian pengertian secara
etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subyek/pelakunya, maka
menjadi Juvenile Deliquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat.20
Perluasan kualifikasi anak nakal (juvenile delinquency) termasuk tindakan
kenakalan semu atau status offences , merupakan konsekuensi dari asas Parent
Patrie. Asas yang berarti Negara berhak mengambil alih peran orangtua apabila

20

Drs. Sudarsono, S.H,M.Si, Op Cit ., hal.10

Universitas Sumatera Utara

ternyata orangtua/ wali/ pengasuhnya dianggap tidak menjalankan perannya
sebagai orangtua.21
Anak remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat
dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social dan
kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan
yang teerjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan
timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dewasa dinilai perbuatan nakal.22
Menurut beberapa ahli pengertian Juvenile Deliquency sebagai kejahatan
anak dapat diinterprestasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak
yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung semacam
menjadi trade-mark. Seperti Drs. B. Simanjuntak, S.H dalam bukunya Latar
Belakang Kenakalan Anak menegaskan lebih suka menggunakan istilah
kenakalan anak. Sehingga secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan
tetapi hanya menyangkut aktivitasnya, yakni istilah kejahatan menjadi kenakalan.
Dalam perkembangan selanjutnya pengertian subyek/pelakunya pun mengalami
pergeseran.
Istilah kejahatan anak dirasakan terlalu tajam karna memiliki konotasi
negatif secara kejiwaan terhadap anak, sehingga di perhalus dengan istilah
Kenakalan Anak. Sementara istilah Kenakalan anak sering disalah tafsirkan
dengan kenakalan yang tertuang dalam pasal 489 KUHP.penjelasan pasal tersebut

21
22

Ibid. Hal 210
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Djambatan: Jakarta, 2007), hal. 4

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya menerangkan serta memperinci beberapa perbuatan yang dapat
dimasukkan kedalam perngertian umum dan dapat pula terjadi pada anak-anak.23
Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja
dalam arti kenakalan remaja dilakukan
mendefinisikan

oleh M. Gold dan J. Petronio yang

bahwa kejahatan anak adalah tindakan oleh seseorang yang

belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu
sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa
dikenai hukuman24
Anak- anak ini pada umumnya memiliki kelompok-kelompok tertentu
(gang) dan memiliki kebiasaan memakai seragam atau pakaian yang khas, aneh
dan mencolok, dengan gaya rambut yang khusus, punya lagak
Tingkah laku yang khas, suka mendengar jenis lagu-lagu tertentu, senang
mengunjungi tempat-tempat hiburan atau kesenangan, suka minum-minuman
sampai mabuk, suka berjudi dan sebagainya. Pada umumnya mereka senang
mencari gara-gara, membuat jengkel hati orang lain, dan mengganggu orang
dewasa serta objek lainnya yang menjadi sasaran buruannya.
Remaja yang melakukan kejahatan itu pada umumnya kurang memiliki
kontrol diri atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut, dan suka
menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan
orang lain. Kejahatan yang mereka lakukan tersebut pada umumnya disertai

23
24

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Polites: Bogor 1965), hal.249
Sarlito W Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta 2012, hal. 12

Universitas Sumatera Utara

unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu
objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Pada umumnya anak-anak
remaja tadi sangat egoistis dan suka sekali menyalahkan atau melebih-lebihkan
harga dirinya.
b. Klasifikasi Kejahatan Anak
Kejahatan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang
lazim terjadi. Tidak seorang pun yang tidak melewati tahap/fase negatif ini atau
sama sekali tidak melakukan perbuatan kejahatan. Masalah ini tidak hanya
menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah tertentu saja.
Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan
masyarakat.
Bentuk kejahatan anak terbagi mengikuti tiga kriteria, yaitu : “kebetulan,
kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat
penyesuaian dengan titik patahan yang tinggi, medium dan rendah.klasifikasi yang
lain menggunakan penggolongan tripartite, yaitu: historis, instinctual, dan mental.
Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab musabab
terjadinya kejahatan instinktual, bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas,
seksualitas,

kepecahan

keluarga

dan

anomali-anomali

dalam

dorongan

berkelompok.”25
Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi mental dan hasilnya menampilkan
suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek piker, sangat
25

Kartini kartono, Patologi Sosial Buku 1,(Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2003), hal.47

Universitas Sumatera Utara

emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk
menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.
Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak
dibedakan menjadi beberapa macam:
1.

Kenakalan Biasa

2.

Kenakalan yang menjurus pada tingkat kriminal

3.

Kenakalan khusus26

Ad. 1 Kenakalan Biasa
Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berbohong, pergi keluar
rumah tanpa pamit kepada kedua orangtuanya, keluyuran, berkelahi dengan
teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, membuang
sampah sembarangan dan lain sebagainya.
Ad. 2 Kenakalan yang menjurus pada tingkat criminal
Adalah suatu bentuk kenakalan anak jalanan yang merupakan perbuatan
pidana, berupa kenakalan yang meliputi: mencuri, menganiaya, menodong,
mencopet, menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi,
menonton dan mengedarkan film porno atau menggandakannya serta
mengedarkan obat-obat terlarang dan sebagainya.

26

Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, cetakan pertama, kenakalan Anak Suatu
Tinjauan dari Psikologi dan umum, (Liberti: Yogyakarta, 1985)

Universitas Sumatera Utara

Ad. 3 Kenakalan khusus
Kenakalan khusus adalah kenakalan yang datur dalam undang-undang
pidana khusus seperti kenakalan narkotika, psikotropika, kenakalan di
internet (cyber crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya. Bentuk
lain dari kenakalan anak adalah berdasarkan ciri kepribadian yang defek,
yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol. Anak-anak muda ini
pada umumnya bersifat labil, sangat emosional, agresif, tidak mampu
mengenal nilai-nilai etis dan cenderung suka menceburkan diri dalam
perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir tidak dapat di gugah,
beku.
E.

Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan (library research) khususnya

di lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, terhadap judul “Tindak
PidanaPenyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh anak (Studi Putusan No.
06/PID.SUS-ANAK/2015/PN.KPH )” ini, belum pernah ada judul dan
permasalahan yang sama.
Pada

prinsipnya dalam penulisan skripsi ini penulis memperolehnnya

berdasarkan literature yang ada, baik dari perpustakaan, media masa cetak
maupun elektronik, ditambahkan pemikiran penulis. Oleh karena itu skripsi ini
adalah

asli

merupakan

karya

ilmiah

milik

penulis

dan

dapat

dipertanggungjawabkan moral maupun akademik.

Universitas Sumatera Utara

F.

Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian
bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan
konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi
terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.27 Agar suatu penelitian dapat
berjalan dengan baik, maka dibutuhkan suatu metode penelitian yang tepat.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.

Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian normatif. Dimana penelitian ini

merupakan suatu penelitian yang meneliti tentang penerapan undangundang ke dalam putusan hakim. Dalam hal ini, putusan hakim yang telah
ada dianalisis oleh peneliti dengan mengkaitkan dengan norma-norma
yang ada yang berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika
oleh anak terhadap suatu perkara pidana. Penelitian ini dikatakan sebagai
penelitian normatif karena bahan yang dipakai adalah berasal dari data
sekunder.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Metode penelitian yuridis normatif disebut juga sebagai
penelitian doctrinal ( doctrinal research ) yaitu suatu penelitian yang
menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku ( law as it is written

27

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2001), halaman 1.

Universitas Sumatera Utara

in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses
pengadilan ( law is decided by the judge through judicial process).28
2.

Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang suatu gejala atau fenomena. Penelitian deskriptif sangat berguna
untuk mempertegas suatu hipotesa, agar dapat membantu dalam
memperkuat teori-teori yang sudah ada atau mencoba merumuskan suatu
teori yang baru.
Penelitian

deskriptif

tidak

hanya

terbatas

pada

masalah

pengumpulan dan penyusunan data, tapi juga meliputi analisis dan
interpretasi tentang arti data tersebut. Oleh karena itu, penelitian deskriptif
mungkin saja mengambil bentuk penelitian komparatif, yaitu suatu
penelitian yang membandingkan satu fenomena atau gejala dengan
fenomena atau gejala lain, atau dalam bentuk studi kuantitatif dengan
mengadakan klasifikasi, penilaian, menetapkan standar, dan hubungan
kedudukan satu unsur dengan unsur yang lain.
Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara lengkap dan
sistematis keadaan objek yang diteliti, yang dalam hal ini adalah meneliti
apakah putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap kasus pada
Pengadilan negeri Sukabumi ini, apakah sudah sesuai dengan hukum yang
berlaku.
28

Amiruddin dan Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Grafitti Press:
Jakarta, 2006), halaman 118.

Universitas Sumatera Utara

3.

Bahan Hukum
Bahan Hukum adalah tempat dimana diperoleh data sesuai dengan

jenis data. Sebagaimana umumnya penelitian yuridis normatif dilakukan
dengan pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari
bahan pustaka atau data sekunder. Adapun sumber data sekunder ini ada
beberapa jenis yaitu :
(a) Bahan hukum primer, adalah merupakan bahan hukum yang
bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas,29 bahan hukum
yang mengikat, dan terdiri dari kaidah dasar, peraturan dasar,
peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, traktat, bahan
hukum yang tidak dikodifikasikan. Adapun bahan hukum
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Kitab
Undang- undang Hukum Pidana, Kitab Undang- undang
Hukum Acara Pidana, dan peraturan lain yang relevan.
(b) Bahan hukum sekunder, adalah yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil
karya ilmiah para sarjana. Bahan hukum sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah buku- buku atau literatur
yang berkaitan dengan judul yang dibahas.
(c) Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, misalnya kamus.

29

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ( Kencana: Jakarta, 2010), halaman 141.

Universitas Sumatera Utara

4.

Teknik pengumpulan data
Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (library

research), yakni melakukan penelitian menggunakan data dari berbagai
sumber, melakukan penelitian menggunakan data dari berbagai sumber
bacaan seperti peraturan perundang – undangan, buku – buku, majalah dan
internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas
penulis dalam skripsi ini.
5.

Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data dari bahan
hukum

yang

telah

disebutkan

sebelumnya,

mengkualifikasikan,

menghubungkannya dengan masalah yang dibahas, kemudian menarik
kesimpulan dari penelitian.
6.

Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus (case

approach). Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami
oleh penulis adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang
digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya.

30

Menurut

Goodheart, ratio decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan
fakta materil. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu, serta
segala hal yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Dalam
pendekatan kasus, putusan pengadilan merupakan bahan yang digunakan

30

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

dalam penelitian.31 Selanjutnya akan dilihat ketentuan asas dan norma yang
berlaku dan terkandung dalam ketentuan per

Dokumen yang terkait

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Dan Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No:770/Pid.Su

1 85 157

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06/Pid.Sus-Snak/2015/PN.KPH)

0 21 114

TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK TERHADAP ANAK Tindak Pidana Persetubuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Terhadap Anak(studi terhadap putusan pengadilan negeri karanganyar No. 02/Pid.Sus-Anak/2014/PN Krg).

0 3 19

SKRIPSI Tindak Pidana Persetubuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Terhadap Anak(studi terhadap putusan pengadilan negeri karanganyar No. 02/Pid.Sus-Anak/2014/PN Krg).

0 5 13

PENDAHULUAN Tindak Pidana Persetubuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Terhadap Anak(studi terhadap putusan pengadilan negeri karanganyar No. 02/Pid.Sus-Anak/2014/PN Krg).

0 2 13

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06 Pid.Sus-Snak 2015 PN.KPH)

0 0 10

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06 Pid.Sus-Snak 2015 PN.KPH)

0 0 1

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06 Pid.Sus-Snak 2015 PN.KPH)

0 0 32

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang No. 06 Pid.Sus-Snak 2015 PN.KPH)

0 0 3

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MAKASSAR

1 6 104