Pengaruh Penyinaran Sinar Ultraviolet C (UV-C) Sebagai Elisitor Untuk Meningkatkan Produksi Katekin Melalui Kultur Kalus Pucuk Daun Teh (Camellia sinensis L.)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Teh (Camellia sinensis L.) mengandung komponen bioaktif polifenol, berperan
besar dalam pencegahan berbagai macam penyakit. Polifenol teh dalam mencegah
berbagai penyakit bekerja dalam tiga cara. Pertama, polifenol mencegah radikal
bebas merusak DNA dan menghentikan perkembangan sel-sel liar yang akan
berkembang menjadi kanker dan meningkatkan sistem imun. Kedua, polifenol
mengontrol

pertumbuhan

sel-sel

yang tak

terkendali

dan


menghambat

perkembangan kanker. Ketiga, polifenol tertentu dapat menghancurkan kanker
tanpa merusak sel-sel di sekitarnya (Dewi, 2008).
Selain itu, teh dipercaya dapat memperbaiki fungsi imun, membantu
detoksifikasi, dan memperpanjang umur (Brannon, 2007). Teh juga mampu
mencegah penyakit jantung dan stroke, menstimulisir sistem sirkulasi, memperkuat
pembuluh darah, menurunkan kolesterol dalam darah, dan anti diabetes. Manfaat
teh bagi kesehatan manusia diyakini akibat kandungan komponen bioaktif utama
yaitu polifenol jenis katekin dan turunannya yang berperan sebagai antioksidan.
Senyawa polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil (OH)
sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein dan Deoxyribosa Nucleic Acid (DNA)
dalam sel. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100 kali lebih efektif
dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E (Yang
and Landau, 2000).
Semakin meningkatnya permintaan teh untuk bidang kosmetik dan farmasi
yang membutuhkan senyawa aktif berupa polifenol yaitu katekin sehingga semakin
dibutuhkan banyak teh. Tetapi, kendala ketersediaan polifenol teh dari tanaman
dipengaruhi oleh musim, curah hujan, suhu 24.4ÂșC (Williges, 2004) sehingga teh
tidak dapat tumbuh disemua daerah, memerlukan lahan yang luas, memerlukan

pemeliharaan intensif seperti penyiangan, pemangkasan, pemberantasan gulma,
pemberantasan hama penyakit sehingga biaya pembudidayaan akan mahal. Oleh

Universitas Sumatera Utara

2

karena itu produksi metabolit sekunder bioaktif polifenol perlu dikembangkan
dengan teknik kultur in vitro dengan pemberian elisitor baik abiotik dan biotik.
Teknik kultur in vitro mempunyai keuntungan dalam produksi metabolit
dibandingkan dengan tanaman utuh karena kecepatan pertumbuhan sel dan
biosintesis dalam kultur yang diinisiasi dari eksplan sangat tinggi dan dalam
periode yang sangat singkat. Beberapa keuntungan dari pemakaian teknik kultur in
vitro untuk produksi metabolit sekunder antara lain tidak tergantung musim, sistem

produksi dapat diatur sesuai kebutuhan, lebih konsisten dan mengurangi
penggunaan lahan (Watimena, 1992). Kultur in vitro juga lebih ekonomis untuk
tanaman yang memerlukan waktu lama untuk mencapai kemasakan fisiologis.
Dalam penelitian Sutini (2008) diperoleh hasil bahwa media yang paling baik
digunakan untuk menumbuhkan dan memproduksi


Epigallocatechin gallate

(EGCG) pada kultur kalus teh Camellia sinensis yaitu dengan kombinasi media
2, 4 - D 1 ppm dan kinetin 1 ppm.
Penelitian untuk meningkatkan metabolit sekunder dari tanaman dengan
menggunakan elisitor berupa sinar UV-C dan UV-A telah dilakukan pada Vitis
vinifera . untuk memproduksi trans-resveratrol. Sinar UV-C dan UV-A mampu

meningkatkan produksi trans-resveratrol. Sinar UV-C dengan lama penyinaran 15
menit meningkatkan produksi trans-resveratrol paling tinggi. Sedangkan sinar UVA dengan lama penyinaran 30 menit memproduksi trans-resveratrol paling tinggi
(Adrian et al., 2000; Versari et al., 2001; Cantos et al., 2003; Gonzalez-Barrio et
al., 2006).

Almagro et al. (2010)

juga melakukan penelitian

pada kultur


Catharantus roseus untuk memproduksi ajmalisin dan kultur Daucus carota untuk

memproduksi phytosterol dengan elisitor sinar UV. Sinar UV yang mampu
meningkatkan produksi ajmalisin paling tinggi pada Catharantus roseus adalah
sinar UV-C dengan lama penyinaran 30 menit sedangkan sinar UV yang mampu
meningkatkan produksi phytosterol pada Daucus carota adalah sinar UV-A dengan
lama penyinaran 30 menit. Hingga saat ini penelitian penyinaran sinar UV-C untuk
meningkatkan

produksi

metabolit

sekunder

katekin

pada

teh


( Camellia sinensis L. ) belum dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

3

1.2 Permasalahan
Semakin meningkatnya permintaan katekin di dunia farmasi dan industri
sehingga diperlukan penelitian untuk meningkatkan produksi katekin melalui
kultur jaringan dengan penambahan elisitor abiotik berupa sinar ultraviolet C (UVC).

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh sinar ultraviolet C (UV-C) terhadap produksi katekin dari
teknik kultur jaringan pucuk daun teh (Camellia sinensis L.).
b. Mengetahui lama penyinaran sinar ultraviolet C (UV-C) yang paling baik untuk
meningkatkan produksi katekin pada kultur kalus pucuk daun teh (Camellia
sinensis L.).


1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a. Sinar UV-C mempunyai pengaruh terhadap produksi katekin dan pertumbuhan
kalus pucuk daun teh (Camellia sinensis L.).
b. Pemberian sinar UV-C dengan lama penyinaran 30 menit menghasilkan katekin
paling tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk menyediakan informasi bagi pihak-pihak
yang memerlukan tentang produksi katekin dengan metode kultur jaringan
menggunakan kalus dari pucuk daun teh (Camellia sinensis L.) dengan elisitor
sinar UV-C.

Universitas Sumatera Utara