Perbedaan Kadar Prostaglandin F2α Cairan Darah Haid (Menstrual Fluid) Pada Dismenore Primer, Sekunder Dan Non Dismenore

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dismenore
2.1.1. Definisi
Dismenore merupakan kelainan ginekologi yang paling umum yang
dijumpai pada wanita yang bermenstruasi. Istilah dismenore berasal dari
bahasa yunani yaitu dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno yaitu bulan,
dan rrhea yaitu aliran.1,10 Ini dapat ditandai oleh nyeri kram perut bawah pada
saat menstruasi.1
Dismenore adalah suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak diperut
bagian bawah pada saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktifitas
sehari-hari.1,11 Dawood mendefinisikan dismenore sebagai nyeri saat haid
yang sedemikian beratnya sehingga memaksa penderita untuk meninggalkan
pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa
hari.4
2.1.2. Epidemiologi
Keluhan dismenore primer dijumpai pada 40-50% wanita dewasa
muda. Lima puluh persen dari seluruh penderita dismenore tersebut
mengalami dismenore berat yang dapat menyebabkan ketidakhadiran di
sekolah dan di tempat kerja. Sementara itu, 30% lainnya mengalami

dismenore ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau dapat diatasi

5
xxiii
Universitas Sumatera Utara

dengan analgesik yang dijual bebas.4 Dismenore tidak hanya berefek
signifikan pada kualitas hidup dan kesehatan pribadi tetapi juga memiliki efek
pada ekonomi secara global.12
2.1.3. Klasifikasi
Dismenore diklasifikasikan sebagai dismenore primer dan dismenore
sekunder.4,13,14,15,16
2.1.3.1. Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi yang tidak
disertai dengan kelainan pelvik.
Menurut dawood secara klinis dismenore primer dimulai 6 bulan setelah
menarche

karena dismenore primer hanya terjadi setelah siklus yang


berovulasi dimulai. Dismenore yang terjadi setahun setelah menarche
cenderung kearah dismenore sekunder.4
2.1.3.2. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri pada saat menstruasi yang disertai
dengan kelainan pada daerah pelvik seperti endometriosis, PID, perlengketan
pelvik, kista ovarium, malformasi kongenital, polip, dan mioma uteri.

2.1.4. Faktor Risiko
Sejumlah faktor telah dihubungkan dengan peningkatan risiko
dismenore primer (tabel 2.1).1

6
xxiv
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Faktor Risiko Dismenore

Faktor risiko dismenore
remaja
kecemasan/stress

indeks masa tubuh < 20 atau > 30 kg/m2
depresi terutama jika berhubungan dengan eating disorder
gangguan pada hubungan sosial
riwayat keluarga dismenore
menarche pada usia muda
nuliparitas
merokok

Charu dkk 2011 di India melaporkan adanya hubungan yang signifikan
antara usia menarche yang dini dengan kejadian dismenore dimana rata- rata
usia menarche adalah 12,67 ± 1,10 tahun, 82,69% responden penelitian
memiliki usia menarche 11 tahun. Responden yang memiliki usia menarche
11 tahun dan dibawahnya memiliki 23% kesempatan untuk mengalami
dismenore jika dibandingkan dengan responden dengan usia menarche
diatas 11 tahun.12 Tapi Charu dkk tidak bisa menjelaskan mengapa hal ini
terjadi. Faktor resiko usia menarche sendiri masih menjadi perdebatan
dikalangan peneliti. Beberapa penelitian menyatakan tidak ada hubungan
antara usia menarche yang dini dengan dismenore.17,18

xxv

7
Universitas Sumatera Utara

Sundel dkk pada tahun 1981 dan 1986 melakukan penelitian terhadap
wanita yang sama yang mengalami dismenore di Goteborg. Dia mendapati
penurunan prevalensi dismenore pada responden yang sama di tahun 1986
jika dibanding 5 tahun sebelumnya. Pada tahun 1981 dia mendapati
prevalensi wanita para yang menderita dismenore lebih kecil dibanding
wanita dismenore yang belum pernah melahirkan. Pada tahun 1986 dia
mendapati tidak ada perubahan prevalensi dismenore pada wanita nulipara
yang sama. Ini mungkin disebabkan oleh adanya perubahan neurotransmiter
dan noradrenalin diuterus wanita yang telah melahirkan. Hilangnya
persarafan adrenergik dan penurunan noradrenalin uterus tampak pada
kehamilan trimester terakhir. Setelah kehamilan aterm hanya ada perbaikan
parsial pada saraf terminal dan konsentrasi noradrenalin tidak pernah
mencapai nilai sebelum kehamilan.19
Laporan Parazzini dkk dari Italia pada tahun 1992 mengenai hubungan
merokok dengan dismenore. Dia menemukan wanita yang mengkonsumsi
kurang dari 10 batang rokok per hari beresiko 1,1 kali lebih besar mengalami
dismenore jika dibandingkan dengan yang tidak merokok. Sementara bagi

mereka yang mengkonsumsi rokok sebanyak 10-30 batang per hari beresiko
1,9 kali lebih besar untuk mengalami dismenore. Resiko dismenore ini akan
meningkat menjadi 1,3 kali jika kegiatan merokok tersebut dilakukan selama
10 tahun terakhir. Apabila kegiatan mengkonsumsi rokok ini dilakukan dalam

8
xxvi
Universitas Sumatera Utara

10-20 tahun terakhir maka resiko dismenore menjadi 2.8 kali. Hal ini mungkin
disebabkan merokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah. 20

2.1.5. Gejala Klinis
Dismenore primer muncul segera setelah menarche. Gejalanya
dimulai 6 bulan setelah menarche karena hanya terjadi setelah siklus yang
berovulasi dimulai. Walaupun demikian, kondisi ini dapat terjadi setahun
setelah menarche. Namun ini dapat terjadi juga setahun setelah menarche,
jika demikian ini cenderung kearah dismenore sekunder.4
Karakteristiknya


adalah:

nyeri

yang

berfluktuasi,

kram

yang

spasmodik, kadang-kadang disamakan dengan nyeri melahirkan, nyeri
dimulai beberapa jam sebelum atau saat menstruasi. Gejala dismenore
bertahan selama 2-3 hari. Nyeri yang paling hebat dirasakan pada hari
pertama atau kedua menstruasi atau lebih tepatnya 24-36 jam pertama
menstruasi. Hal ini konsisten dengan waktu pelepasan prostaglandin tertinggi
pada cairan menstruasi. Nyeri tersebut berlokasi pada daerah supra pubis
yang menjalar ke sisi dalam dari paha. Kram tersebut sering disertai dengan
nyeri punggung, mual, muntah, dan diare dengan persentase kasus yang

tinggi. Dalam bentuk yang berat, nyeri dapat timbul sebagai akut abdomen
yang menyerupai kehamilan ektopik. Pemeriksaan pelvik secara general
biasanya normal.4

9
xxvii
Universitas Sumatera Utara

2.1.6. Patofisiologi
Perkembangan pada 30 tahun terakhir dan pemahaman pada saat ini
menunjukkkan bahwa terdapat sekresi eicosanoid yang abnormal dan
meningkat. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal. Kontraksi
abnormal ini mengurangi aliran darah uterus dan menyebabkan hipoksia uteri
(gambar 2.1).
Peningkatan sekresi prostanoid bertanggung jawab terhadap etiologi
dismenore primer. Hal ini didukung oleh: 4
1. Kesamaan antara gejala klinis dismenore primer, kontraksi uterus,
dan efek samping dari prostaglandin yang digunakan pada induksi
abortus dan persalinan.
2. Bukti yang menunjukkan dan memberikan hubungan antara jumlah

prostanoid pada wanita dismenore primer dan wanita eumenorik
3. Banyak penelitian klinis yang memperlihatkan efikasi dari inhibitor
siklooksigenase (COX) dalam penyembuhan nyeri pada dismenore
primer melalui supresi prostaglandin dan penurunan secara
kuantitas dari prostaglandin cairan menstruasi.

10
xxviii
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Patofisiologi dismenore primer(sumber: Primary dysmenorrhea
consensus guideline, 2005)

2.1.6.1. Aliran Darah Uterus
Penelitian untuk menentukan aliran darah uterus pada wanita sulit
dilakukan

karena

metode


yang

sangat

invasif

dan

secara

teknis

membutuhkan persyaratan yang rumit dengan melibatkan pemanfaatan
hydrogen, nitrogen oksida, flowmeter elektromagnetik, dan metode mikrosfer.
Rekaman aliran darah termoelektrik yang didasarkan pada termodilusi telah
digunakan untuk menilai perubahan tekanan uterus dan variasi pada aliran
darah. Sebaliknya, kekuatan dan kelainan kontraksi uterus pada wanita
dismenore menurunkan aliran darah uterus dan menyebabkan iskemik pada
miometrium, menghasilkan nyeri. Perubahan ini dapat dihasilkan secara

farmakologis dengan menginduksi kontraksi uterus, yang jika berlebihan akan
menurunkan aliran darah dan menghasilkan nyeri yang menyerupai kram.

11
xxix
Universitas Sumatera Utara

Pemberian uterolitik seperti calsium channel blocker atau NSAID dapat
menurunkan hiperkontraktilitas dan mengembalikan aliran darah menjadi
normal.4
2.1.6.2. Kontraksi Uterus
Pada wanita eumenorik yang normal, uterus memiliki pola kontraksi
teratur yang dipengaruhi oleh hormon seks steroid, prostaglandin, dan zat
uterotonik lainnya selama siklus menstruasi. Selama menstruasi. pada wanita
yang normal, tekanan basal pada uterus minimal (kurang dari 10 mmHg),
dijumpai 2-4 kontraksi selama interval 10 menit dengan tekanan aktif pada
titik puncak kontraksi mencapai 120 mmHg (dibandingkan dengan tekanan
intrauteri selama kala dua persalinan), dan kontraksi ini sinkron dan ritmik.
Pada pasien dengan dismenore primer, dijumpai empat kelainan kontraksi,
baik sendiri maupun dengan kombinasi yakni: termasuk peningkatan tekanan

basal (lebih dari 10 mmHg), peningkatan tekanan aktif (lebih dari 120 mmHg,
sering lebih dari 150-180 mmHg), peningkatan jumlah kontraksi setiap 10
menit (lebih dari 4-5) dan kontraksi uterus yang yang tidak berirama atau
tidak terkoordinasi. Kelainan ini menyebabkan reperfusi dan oksigenasi
uterus rendah, menghasilkan peningkatan nyeri.4

xxx
12
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Mekanisme pembangkitan nyeri pelvik pada dismenore primer(Sumber:
Dawood, 1993, Dysmenorrhea, Current Obstetrics and Gynecology)

2.1.6.3. Prostanoid
Prostanoid adalah bagian dari lemak aktif yang diturunkan dari
siklooksigenasi atau prostaglandin sintase pada 20 asam lemak karbon
esensial

atau

eicosanoid.

Prostanoid

dapat

diklasifikasikan

menjadi:

prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan,9,21 masing masing berperan
pada respon inflamasi.9 Pada dismenore primer, dijumpai peningkatan
kontraktilitas uterus yang abnormal, yang mirip dengan kontraktilitas uterus
yang diinduksi oleh prostaglandin atau analognya pada persalinan atau
abortus.4,8 Gejala seperti mual, muntah, dan diare terjadi pada 60% kasus
dismenore, mirip dengan efek samping prostaglandin.4 Wanita dengan

xxxi
13
Universitas Sumatera Utara

dismenore memiliki level prostaglandin yang tinggi, hormon yang diketahui
sebagai penyebab nyeri kram abdominal, dan prostaglandin dipercaya
menyebabkan kontraksi uterus yang kuat untuk sementara sehingga
mengurangi atau memberhentikan suplai darah ke uterus, akhirnya terjadi
hipoksia dan nyeri.22
Pickles

dan

koleganya

menyatakan

terjadinya

peningkatan

prostaglandin pada ekstrak menstruasi dari wanita dengan dismenore primer
dibandingkan dengan wanita eumenorik. Pada sebagian besar wanita
dengan dismenore primer, didapati peningkatan sekresi prostaglandin F2α
oleh endometrium selama fase menstruasi. Pelepasan prostaglandin
kedalam

cairan

menstruasi

merupakan

proses

yang

terputus

dan

berkelanjutan, oleh karena itu jumlah dari prostaglandin bervariasi selama
window period4 Penelitian yang dilakukan oleh Powell dan Chan (1985) di
New York mendapatkan kadar prostaglandin F2α dalam cairan menstruasi
wanita non dismenore sebesar 0,14 µg/g dan kadar prostaglandin F 2α wanita
dismenore sebesar 0,36 µg/g. Dari penelitian tersebut didapati peningkatan
kadar prostaglandin F2α cairan menstruasi sebesar dua kali jika dibanding
dengan non dismenore.23 Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh
Bieglmayer, Hofer dkk(1993) di Austria mendapati kadar prostaglandin F 2α
cairanmenstruasi wanita yang dismenore sebesar 342,9 ng/g.24 Laporan
Dawood dkk (2007) dari Illinois USA mendapati kadar prostaglandin F2α
wanita dismenore sebesar 0.34 µg/ml.8

xxxii
Universitas Sumatera14Utara

2.2. Prostaglandin
Prostaglandin adalah hormon yang mengatur aktifitas fisiologis yang
luas,

termasuk

sirkulasi

darah,

pencernaan,

dan

reproduksi.25,26,27

Prostaglandin pertama kali diisolasi dari cairan semen, prostat dan vesika
seminalis oleh Goldblatt dan Von Euler pada tahun 1930an9,25,28 yang
menyebabkan penurunan tekanan darah dan kontraksi otot polos. Nama
prostaglandin sendiri diambil dari prostat dan gland yang berarti kelenjar
prostat.9,28,29 Bergstrom dan koleganya kemudian memurnikan isomer
prostaglandin yang pertama pada tahun 1950an dan 1960an. Pada tahun
1964, Van Dorp dkk serta Bergstrom dkk secara terpisah mengidentifikasi
asam arachidonat, suatu carbon 20 asam lemak tetraenoic (C20:4ω6)
sebagai precursor prostaglandin.28,29 Pada tahun 1982 Samuelsson, Vane
dan Bergstrom mendapatkan hadiah nobel atas penemuannya dibidang
prostaglandin. 9

xxxiii
15
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3
primer(Sumber:

siklooksigenase
Dawood

MY,

pathway

yang

2006,

Primary

berpengaruh

pada

dysmenorrhea

dismenore

advances

in

pathogenesis and management)

2.2.1. Struktur Kimia
Secara struktur, prostaglandin merupakan turunan dari asam lemak
jenuh C20, asam prostanoic, yang tidak tersedia di alam. Ciri-ciri utamanya
adalah cincin yang dikelilingi lima atom C 8 hingga 12 (gambar 2.4).9
Prostaglandin larut pada pelarut lemak dengan pH dibawah 3.0
khususnya yang diekstraksi dari larutan encer yang diasamkan dengan ether,

16
xxxiv
Universitas Sumatera Utara

kloroform/ methanol atau asam asetat. Turunan PGE, PGF, dan PGD relatif
stabil pH 4-9; diatas pH 10 baik PGE dan PGD mengalami dehidrasi. 30

Gambar

2.4Struktur

prostaglandin(Sumber:

Christie

WW.

Prostanoids-

prostaglandins, prostacyclins and tromboxanes: chemistry and biology)

2.2.2. Nomenklatur Prostaglandin
Nomenklatur prostaglandin yang telah diterima yaitu menggunakan
awalan „PG‟ dikuti oleh huruf A hingga K bergantung pada sifat dan posisi
atom pengganti pada cincinnya. Dengan demikian, PGA hingga PGE dan
PGJ memiliki kelompok keto di berbagai posisi pada cincin, dan selanjutnya
dibedakan oleh keberadaan atau hilangnya ikatan ganda atau kelompok
hidroksil di berbagai posisi pada cincin. PGF memiliki dua kelompok hidroksil
sementara PGK memiliki dua keto pengganti pada cincinnya. PGG dan PGH

17
xxxv
Universitas Sumatera Utara

merupakan endoperoksida bisiklik. Jembatan oksigen antara carbon 6 dan 9
membedakannnya dengan prostasiklin (PGI).
Tromboksan A (TXA) mengandung struktur cincin teroksigenasi bisiklik
yang tidak stabil, sementara tromboksan B (TXB) memiliki cincin oksan yang
stabil. Disamping itu, seluruh prostaglandin memiliki sekelompok hidroksil
pada carbon 15 dan ikatan trans ganda pada carbon 13 pada gugus alkil
pengganti (R2).9
2.2.3. Biosintesa Prostaglandin
Prostanoid tidak disimpan didalam sel, tetapi disintesa saat dibutuhkan
sebagai respon dari stimulus hormonal.9,29 Prostanoid dibentuk secara
denovo dari asam arachidonat yang dilepaskan dari membran plasma ketika
sel mengalami trauma atau oleh sitokin yang spesifik, faktor pertumbuhan,
dan stimulus lainnya. Sejumlah enzim secara khusus mengatur kadar asam
arachidonat, menjaganya tetap teresterifikasi hingga dimobilisasi oleh
phosfolipase (PLA).29
PG adalah rantai karbon 20 asam lemak tak jenuh yang di sintesa dari
asam arachidonat, yang diturunkan dari hidrolisa membran phospholipid,
dikatalisa oleh phospholipase A2 (PLA2). Asam arachidonate dikonversi
menjadi prostaglandin G2 (PGG2) kemudian menjadi prostaglandin H2 (PGH2)
oleh prostaglandin H synthase,31 juga dikenal sebagai siklooksigenase (COX)
atau prostaglandin-endoperoxide synthase (PTGS), yang dibedakan menjadi
dua subtipe yaitu: COX-1 (PTGS-1) dan COX-2 (PTGS-2). PGH2 merupakan

18
xxxvi
Universitas Sumatera Utara

prostaglandin intermediate yang tidak stabil yang segera diubah menjadi
prostanoid bioaktif; prostaglandin D (PGD2), E (PGE2), F (PGF2-), I (PGI2) dan
tromboksan (TXA2) oleh synthasenya masing-masing.27,32,33
Sel epitel dilimpahi dengan PG synthase dan menghasilkan PG in vivo.
Berbagai peran prostaglandin dalam memodulasi tekanan pada otot polos
telah diteliti. Tipe reseptor spesifik yang berbeda dari PGD, PGE, PGF,PGI,
TX telah diidentifikasi, dinamakan, prostanoid D (DP), prostanoid E (EP),
prostanoid F (FP), prostanoid I (IP), dan prostanoid T (TP) reseptor berturutturut. EP diklasifikasikan lagi menjadi empat subtipe: EP1, EP2, EP3, dan
EP4,27,34 didasarkan pada aksi yang berbeda dan sinyal pathway yang
diaktivasi sebagai respon terhadap PGE2 atau analognya. Delapan tipe atau
subtipe reseptor prostaglandin ditemukan sebagai pasangan G protein trans
membran

xxxvii
19
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5Biosintesa prostanoid dan mekanisme kerjanya(Sumber: Ruan Ye et al
2011 Regulation of smooth muscle contraction by the epithelium: role of
prostaglandins)

Diantara reseptor ini, aktivasi reseptor DP, EP2, EP4, atau IP meningkatkan
level cAMP intraseluler dan menyebabkan relaksasi otot polos. Reseptor EP 1,
FP dan TP berpasangan dengan ion Ca2+ dan menyebabkan kontraksi.
Isoform yang berbeda dari EP3 telah di kenali, dan aktivasi dari EP3 dapat
meningkatkan atau menurunkan cAMP intraseluler, atau meningkatkan ion
Ca2+ tapi biasanya menyebabkan kontraksi otot polos.27

20
xxxviii
Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Mekanisme Aksi Prostaglandin
Prostaglandin yang dilepaskan dari sel dengan transport terfasilitasi
prostaglandin transporter (PGT) yang berasal dari kelompok transporter
polipeptida amnion organik, dan oleh trasporter lain yang belum dikenali.
Karena sifat temporer tromboksan dan prostasiklin (yang memiliki waktu
paruh dalam beberapa detik hingga menit), komponen ini harus bekerja tidak
jauh dari tempat sintesisnya. Terdapat setidaknya 9 reseptor prostaglandin
yang telah diketahui pada tikus dan manusia, sejalan dengan beberapa
varian atas kabroksi termini yang berbeda. Empat dari seluruh subtipe
reseptor berikatan dengan PGE2 (EP1-EP4), 2 berikatan dengan PGD2 (DP1
dan DP2), dan reseptor yang mengikat PGF2α, PGI2, dan TXA2 (FP, IP, dan
TP) masing masing berasal dari satu gen. Reseptor prostaglandin merupakan
salah satu dari tiga kelompok dengan subkelompok yang berbeda pada
superkelompok GPCR (reseptor G-protein yang berpasangan) dari 7 protein
transmembran. Pengecualian pada DP2, yang merupakan anggota subgroup
reseptor penarikan kimiawi. Reseptor relaksan IP, DP, EP2, dan EP4 dari satu
kelompok, memberi sinyal melalui mediasi Gδ meningkatkan siklik adenosine
monofosfat (cAMP) intrasel. Reseptor kontraktil, EP1, FP, dan TP,
membentuk kelompok kedua yang memberi sinyal melalui mediasi G q
meningkatkan kalsium intrasel. Reseptor EP3 dikenali sebagai reseptor
penghambat pasangan tersebut menjadi G i dan mengurangi pembentukan

21
xxxix
Universitas Sumatera Utara

cAMP. Walaupun sebagian besar GPCR prostaglandin terletak di membran
plasma, beberapa yang lain terletak di membran inti. 29

Gambar 2.6 Biosintesis pathway prostanoid(sumber:Ricciotti E, 2011 Prostaglandins
and inflammation)

2.2.5. Reseptor Prostaglandin
Reseptor prostaglandin dibuat dengan huruf “P” dan awalan “D”, “E”,
“F”, “I” atau “T” untuk menandakan prostaglandin D, E, F, I, atau tromboksan
berturut-turut. Reseptor prostanoid terdiri atas delapan anggota: Empat
subtipe dari reseptor PGE telah diidentifikasi, yaitu EP1-EP4,27,28,29 PGD
reseptor (DP1), PGF reseptor (FP), PGI reseptor (IP) dan TX reseptor (TP).
Dua isoform tambahan dari TP manusia (TPα, TPβ) dan FP (FPA dan FPB)

22
xl
Universitas Sumatera Utara

dan delapan varian EP3 dihasilkan melalui sambungan alternatif, yang
berbeda rantai C terminal akhir.
2.3. Prostaglandin dan Saluran Reproduksi Wanita
Telah banyak didokumentasikan mengenai peran serta PG dalam
peristiwa reproduksi pada saluran reproduksi wanita dengan berperan besar
modulasi kontraktilitas otot polos. Pada uterus, endometrium, lapisan epitel
dari uterus, dipercaya merupakan sumber utama PG. Fakta bahwa
pelepasan endometrium selama menstruasi menghasilkan peningkatan
kontraksi dari miometrium, lapisan otot polos dari uterus, dalam kasus berat
memperlihatkan kram menstruasi atau dismenore, nyeri pada abdomen dan
area pelvik disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebih, mengindikasikan
tonus otot yang normal dari uterus dibawah pengaruh endometrium. Temuan
mengenai kadar prostaglandin di endometrium pada pasien dismenore lebih
tinggi

dibanding

dengan

non

dismenore.

Pengamatan

klinis

ini

mengindikasikan kemungkinan keterlibatan prostaglandin di endometrium
dan turunannya dalam pengaturan kontraksi otot polos uterus.

23
xli
Universitas Sumatera Utara

2.4. Kerangka Teori

Menstruasi
Estrogen
Progesteron

Fosfolipid

Fosfolipase A2
Rangsang fisik

Asam Arachidonat
Cyclooxygenase

Rangsangan biokimia
Endometriosis

Adenomiosis
Mioma

PGF2α, PGE2, di
endometrium

Infeksi
Inflamasi

Kontraksi Miometrium
Vasokonstriksi Pemb.darah

Hipoksia Jaringan Uterus

Iskemia Uterus

Dismenore

24
xlii
Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Konsep
variabel independent

Kadar PGF2α

variabel dependent

DISMENORE

25
xliii
Universitas Sumatera Utara