Komunikasi Lintas Budaya dalam Program Televisi

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Perspektif Paradigma Kajian

Paradigma atau paradigm (Inggris) atau paradigme (Perancis), istilah tersebut
berasal dari
bahasa latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para
berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang
berarti model, contoh, arketipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja
deiknymai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Berdasarkan
uraian tersebut, paradigma berarti di sisi model, di samping pola atau di sisi
contoh. Paradigma juga bisa berarti sesuatu yang menampakkan pola, model
atau contoh (Bagus dalam Pujileksono, 2015: 25).
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam
diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya
terhadap dunia.

R. Bailey berpendapat bahwa paradigma merupakan jendela


mental (mental window) seseorang untuk melihat dunia (Wibowo, 2011: 27).
Dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan suatu pola, model, atau
cara berpikir seseorang terhadap sesuatu.

Sedangkan paradigma penelitian

merupakan pola, model atau cara berpikir peneliti terhadap permasalahan yang
diteliti.
Paradigma penelitian merupakan perspektif penelitian yang digunakan oleh
peneliti tentang bagaimana peneliti: (a) melihat realitas (world views), (b)
bagaimana mempelajari fenomena, (c) cara-cara yang digunakan dalam penelitian,
dan

(d)

cara-cara

yang

digunakan


dalam

menginterpretasikan

temuan

(Pujileksono, 2015: 26).
Di

dalam

metode

penelitian,

terdapat

beberapa


jenis

paradigma

(Pujileksono, 2015: 26), yaitu:
a.
b.
c.

Menurut Neuman: paradigma positivistik, pos-positivistik, konstruktivistik
dan kristis
Menurut Habermas: instrumental knowledge, hermenetic knowledge dan
critical/emancipatory knowledge
Menurut Cresswell: pragmatisme paradigm, post-positivisme paradigm,
constructivisme paradigm, advocacy and participatory paradigm

18
Universitas Sumatera Utara

d.


Menurut Guba dan Lincoln: positivisme, post-positivisme, konstruktivisme
dan kritis
Perbedaan antar paradigma penelitian bisa dilihat melalui empat dimensi

(Wibowo, 2013: 36), yaitu:
a.

b.
c.
d.

Epitemologis: yang antara lain menyangkut asumsi mengenai hubungan
antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh
pengetahuan mengenai objek yang diteliti
Ontologis: berkaitan dengan asumsi mengenai objek atau realitas sosial
yang diteliti
Metodologis: yang berisi asumsi-asumsi mengenai bagaimana cara
memperoleh pengetahuan menganai suatu objek pengetahuan
Aksiologis: yang berkaitan dengan posisi value judgements, etika dan

pilihan moral peneliti dalam suatu penelitian

2.1.1 Paradigma Konstruktivis
Paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma
konstruktivis. Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang
teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Little
John mengatakan bahwa teori-teori aliran ini berlandaskan pada ide bahwa
realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses
interaksi dalam kelompok, masyarakat dan budaya (Wibowo, 2011: 28).
Di dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan peneliti adalah
paradigma konstruktivis. Hal ini dikarenakan di dalam penelitian semiotika yang
menjadi tujuan utama penelitian adalah untuk menganalisis tanda. Tanda
merupakan bagian dari komunikasi yang dikonstruks (dibentuk) untuk
menghasilkan makna tertentu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Fiske dalam
bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi (2012: 2):
“Saya berasumsi bahwa semua komunikasi melibatkan tanda dan kode. Tanda
adalah objek atau tindakan yang mengacu pada sesuatu selain tanda itu sendiri;
yang berarti, tanda tersebut dikonstruksi untuk memunculkan makna tertentu.
Kode adalah sistem di mana tanda diorganisasi dan menentukan bagaimana
tanda-tanda tersebut mungkin saling terkait satu sama lain.”

Paradigma konstruktivis
(Pujileksono, 2015: 28):
a.

memiliki

karakteristik

sebagai

berikut

Paradigma penelitian yang melihat suatu realita dibentuk oleh berbagai
macam latar belakang sebagai bentuk konstruksi realita tersebut. Realita
yang dijadikan sebagai objek penelitian merupakan suatu tindakan sosial
oleh aktor sosial.

19
Universitas Sumatera Utara


b.

c.
d.
e.
f.

g.

Latar belakang yang mengonstruksi realita tersebut dilihat dalam bentuk
konstruksi mental berdasarkan pengalaman sosial yang dialami oleh aktor
sosial sehingga sifatnya lokal dan spesifik.
Penelitiannya mempertanyakan ‘mengapa’ (why)?
Realita berada di luar peneliti namun dapat memahami melalui interaksi
dengan realita sebagai objek penelitian
Jarak antara peneliti dan objek penelitian tidak terlalu dekat, peneliti tidak
terlibat namun berinteraksi dengan objek penelitian
Paradigma penelitian konstrukstivistik sifatnya kualitatif, peneliti
memasukkan nilai-nilai pendapat ke dalam penelitiannya. Penelitian
dengan paradigma ini sifatnya subjektif

Tujuan untuk memahami apa yang menjadi konstruksi suatu realita. Oleh
karena itu peneliti harus dapat mengetahui faktor apa saja yang mendorong
suatu realita dapat terjadi dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor itu
merekonstruksi realita tersebut
Berdasarkan karakteristik paradigma konstruktivisme di atas, maka peneliti

melihat realitas di dalam komedi situasi Kelas Internasional sebagai konstruksi
yang dibentuk oleh tim kreatif berdasarkan asal negara dan latar belakang budaya
para aktornya. Kemudian peneliti harus mengetahui faktor apa saja menyebabkan
suatu realita dapat terjadi dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut
membentuk realita yang ada di dalam komedi situasi Kelas Internasional.

2.2

Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi
Mulyana (2008: 46), kata komunikasi atau communcation dalam bahasa
Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico,

communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make
common). Komunikator melakukan komunikasi kepada komunikan dengan tujuan
untuk merubah pengetahuan, sikap dan perilaku dari komunikan sesuai dengan
yang diinginkan oleh komunikator. Apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator dapat disamakan maknanya oleh komunikan maka komunikasi
berlangsung secara efektif.
Ada banyak pengertian komunikasi menurut para ahli. Menurut catatan
yang dibuat oleh Dance dan Larson dalam Cangara (2010: 18) bahwa sampai
tahun 1976 telah ada 126 definisi komunikasi. Mulyana (2008: 68) dalam

20
Universitas Sumatera Utara

bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar menuliskan beberapa pengertian
komunikasi menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
a.

b.

c.


d.

e.

f.

g.

h.

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner
Komunikasi: transmisi informas, gagasan, emosi, keterampilan, dan
sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur,
grafik,dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang
biasanya disebut komunikasi.
Theodore M. Newcomb
Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi,
terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.
Carl I. Hovland

Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain (komunikate).
Gerald R. Miller
Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan
kepada penerima dengan niat yang didasari untuk mempengaruhi perilaku
penerima.
Everret M. Rogers
Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka.
Raymond S. Ross
Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih dan
mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu
pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang
serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.
Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante
Komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi
khalayak.
Harold D. Laswell
“Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” atau
“Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh
bagaimana?” (Mulyana, 2008: 69).
Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi

yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:
a.

Sumber
Sumber

(source),

(sender),

penyandi

(encoder),

komunikator

(communicator), atau pembicara (speaker) adalah individu, kelompok atau
organisasi yang mengirimkan pesan kepada individu, kelompok, organisasi atau
masyarakat dengan atau tanpa media dengan tujuan untuk mengubah perilaku,
sikap dan tindakan mereka.
21
Universitas Sumatera Utara

b.

Pesan (message)
Pesan (message) adalah apa yang disampaikan oleh komunikator kepada

komunikan dapat berupa pesan verbal dan nonverbal. Pesan merupakan
seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai,
gagasan.

Simbol

merepresentasikan

terpenting
objek

adalah

(benda),

kata-kata

gagasan

dan

(bahasa),

yang

perasaan,

baik

dapat
ucapan

(percakapan, wawancara, diskusi, ceramah) ataupun tulisan (surat, esai, artikel,
novel, puisi, famflet). Pesan juga dapat dirumuskan secara nonverbal, seperti
melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, anggukan kepala,
senyuman, tatapan mata, dan sebagainya) juga melalui musik, lukisan, patung,
tarian dan sebagainya.
c.

Saluran
Saluran atau sering disebut media, yakni alat atau sarana yang digunakan

komunikator

untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Pada dasarnya

komunikasi manusia menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan suara. Saluran
juga merujuk pada cara penyajian pesan: apakah langsung (tatap-muka) atau lewat
media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (radio, televisi).
d.

Penerima
Penerima (receiver), penyandi-balik (decoder), khalayak (audience), atau

komunikan, yakni orang yang menerima pesan dari komunikator. Komunikan
merupakan orang yang memaknai pesan yang disampaikan oleh komunikator
sehingga perilaku, sikap, dan tindakan komunikan dapat berubah seseuai dengan
kehendak komunikator.
e.

Efek
Efek merupakan yang terjadi pada komunikan setelah menerima dan

memaknai pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat berupa penambahan
pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan keyakinan, perubahan
perilaku, dan tindakan.
Selain kelima unsur komunikasi menurut Laswell tersebut ada juga unsur
lain, seperti feedback (umpan balik) yang merupakan efek yang diterima oleh

22
Universitas Sumatera Utara

komunikator setelah pesan yang disampaikan oleh komunikator direspon oleh
komunikan yang kemudian menjadikan proses komunikasi yang telah berlangsung
sebagai referensi ketika akan melakukan komunikasi lagi. Feedback akan menjadi
acuan efektif atau tidaknya proses komunikasi.

Dari beberapa pengertian

komunikasi menurut para ahli dan kelima unsur komunikasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian komunikasi adalah suatu proses penyampaian
pesan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) yang terdiri
dari individu, kelompok ataupun masyarakat melalui media dengan efek tertentu
sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator.
2.2.1.2 Ruang Lingkup Komunikasi
Ruang lingkup komunikasi meliputi: bentuk/tatanan, sifat, metode, teknik,
fungsi, tujuan, model/pola dan bidang (Effendi dalam Pujileksono, 2015: 85).
a.

Bentuk Komunikasi

(1) Komunikasi Pribadi
Komunikasi pribadi terdiri atas komunikasi intrapribadi dan komunikasi
antarpribadi. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Communication)
adalah proses komunikasi seseorang yang terjadi dengan dirinya sendiri.
Sedangkan Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
adalah proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan
komunikan yang terdiri dari dua sampai tiga orang secara langsung/tatap
muka yang bersifat personal atau dekat.
(2) Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok terdiri atas komunikasi kelompok kecil dan
komunikasi kelompok besar. Komunikasi Kelompok Kecil adalah
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka antara komunikan dan
komunikator yang jumlahnya tiga orang atau lebih, seperti diskusi panel,
forum, simposium. Sedangkan Komunikasi Kelompok Besar (Public
Speaking) adalah komunikasi yang terjadi secara langsung antara
komunikator dengan komunikan dengan jumlah yang banyak, seperti pidato,
retorika, .
(3) Komunikasi Massa

23
Universitas Sumatera Utara

Komunikasi Massa adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
berupa lembaga ditujukan kepada komunikan yang merupakan khalayak
dengan menggunakan media massa baik cetak seperti surat kabar, majalah,
buku maupun berupa elektronik seperti radio, televisi, dan film.
(4) Komunikasi Budaya (Cultural Communication)
Komunikasi Budaya adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
dengan komunikan yang memiliki latar belakang budaya yang sama
(intrabudaya), budaya yang berbeda tetapi dalam kebangsaan yang sama
(antarbudaya), serta antara budaya dan bangsa yang berbeda (lintas budaya).
b.

Sifat-sifat komunikasi

(1) Komunikasi Verbal
Komunikasi Verbal adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
dengan komunikan di mana pesan yang disampaikan menggunakan katakata, baik secara lisan ataupun tulisan.
(2) Komunikasi Nir-verbal/Non-verbal
Komunikasi Nir-verbal atau biasa disebut sebagai Komunikasi Non-verbal
adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan baik
secara sengaja maupun tidak sengaja yang ditunjukkan melalui bahasa
tubuh, ekspresi wajah, sentuhan, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi
ruang dan jarak pribadi.
(3) Komunikasi Tatap Muka
Komunikasi Tatap Muka adalah komunikasi yang berlangsung antara
komunikator dan komunikan yang terjadi secara tatap muka di mana pesan
disampaikan secara langsung tanpa perantara.
(4) Komunikasi Bermedia
Komunikasi Bermedia adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
dengan komunikan di mana pesan disampaikan melalui media massa.
c.

Fungsi komunikasi

(1) Menginformasikan (to inform)
Komunikasi yang terjadi ketika komunikator menyampaikan suatu
informasi kepada komunikan agar komunikan menjadi lebih tahu.

24
Universitas Sumatera Utara

(2) Mendidik (to educate)
Komunikasi yang terjadi ketika komunikator menyampaikan pengetahuan
baru dan mengajarkannya kepada komunikan.
(3) Menghibur (to entertaint)
Komunikasi yang terjadi ketika pesan yang disampaikan oleh komunikator
ditujukan untuk menghibur komunikan.
(4) Mempengaruhi (to influence)
Komunikasi yang ditujukan oleh komunikator untuk mempengaruhi sikap
ataupun

perilaku

komunikan

atas

pesan

yang

disampaikan

oleh

komunikator.
d.

Tujuan komunikasi

(1) Mengubah sikap
(2) Mengubah opini
(3) Mengubah perilaku
(4) Mengubah masyarakat
e.

Teknik komunikasi

(1) Komunikasi Informatif
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikator memberikan
informasi kepada komunikan agar komunikan mengetahui suatu hal tertentu.
(2) Komunikasi Persuasif
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikator mampu
mengajak/membujuk komunikan untuk melakukan suatu hal.
(3) Komunikasi Pervasif
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikan menyerapi pesan
yang disampaikan oleh komunikator dalam jangka waktu tertentu.
(4) Komunikasi Koersi
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana pesan yang disampaikan oleh
komunikator bersifat paksaan kepada komunikan.
(5) Komunikasi Instruktif

25
Universitas Sumatera Utara

Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikator memberikan
perintah atau arahan kepada komunikan dan akan diberikan sanksi jika
perintah atau arahan tersebut dilanggar atau tidak dilakukan.
(6) Hubungan Manusiawi
Suatu cara dalam proses komunikasi yang dilakukan untuk menghilangkan
hambatan-hambatan komunikasi melalui komunikasi yang dilakukan secara
mendalam dan intens.
f.

Metode komunikasi
(1) Jurnalisme (Jurnalisme Cetak dan Jurnalisme Elektronik)
(2) Hubungan Masyarakat (Public Relations)
(3) Periklanan (Advertising)
(4) Propaganda
(5) Perang Urat Syaraf
(6) Perpustakaan

g.

Model Komunikasi
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam buku Human Communication

(Bungin, 2006: 253) menjelaskan tiga model komunikasi:
(1) Komunikasi Satu Arah
Komunikasi satu arah (one-way view of communication) atau model
komunikasi linier merupakan proses komunikasi di mana komunikator
mengirimkan pesan kepada komunikan dengan tujuan untuk mempersuasi
orang tersebut sehingga melakukan hal yang sesuai dengan kehendak oleh
komunikator.
(2) Komunikasi Dua Arah
Komunikasi dua arah atau model komunikasi interaksional merupakan
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan di mana
komunikator

akan

menerima

feedback

(umpan-balik)

dari

proses

komunikasi yang berlangsung. Dalam komunikasi dua arah ini, tidak hanya
komunikan yang mendapatkan efek komunikasi, tetapi juga komunikator.
(3) Komunikasi Banyak Arah
h.

Bidang komunikasi

26
Universitas Sumatera Utara

(1) Komunikasi Sosial
(2) Komunikasi Organisasi
(3) Komunikasi Bisnis
(4) Komunikasi Politik
(5) Komunikasi Internasional
(6) Komunikasi Antarbudaya
(7) Komunikasi Tradisional
(8) Komunikasi Pembangunan
2.2.2

Budaya

2.2.2.2 Pengertian Budaya
Dalam Lubis (2012: 10), “kata ‘budaya’ berasal dari bahasa sansekerta
buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau
akal. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai ‘hal-hal yang berkaitan dengan
budi atau akal”.
Baran (2008: 9), “budaya adalah suatu tingkah laku yang dipelajari oleh
anggota suatu kelompok sosial”. Sedangkan Lonner dan Malpass mengemukakan
pengertian budaya, “merupakan pemprograman pikiran” atau “budaya merupakan
yang dibuat manusia dalam lingkungan”.
Porter dan Samovar (Mulyana, Rakhmat, 2005: 18) memberikan definisi
budaya secara formal, “budaya sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
ruang,

konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh

sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok”.
Samovar, Porter, McDaniel (2010: 28) menjelaskan fungsi dasar dari budaya,
yaitu bahwa budaya merupakan pandangan yang bertujuan untuk
mempermudah hidup dengan mengajarkan orang-orang bagaimana cara
beradaptasi dengan lingkungannya. Mereka juga mengungkapkan tentang
karakteristik budaya yang diperoleh melaui studi perbandingan yang telah
disimpulkan oleh para ahli, yaitu:
a.

Budaya itu dipelajari

27
Universitas Sumatera Utara

b.

c.

d.

e.

f.

Salah satu karakter penting dari budaya adalah bahwa budaya itu perlu
dipelajari. Proses pembelajaran suatu budaya yang total disebut sebagai
enkulturasi. Budaya dapat dipelajari melalui pembelajaran formal maupun
informal.
Budaya itu dibagikan
Dengan berbagi sejumlah persepsi dan tingkah laku, anggota dari suatu
budaya dapat juga membagikan identitas budaya mereka.
Budaya itu diturunkan dari satu generasi ke generasi
Jika budaya itu ingin dipertahankan, harus dipastikan apakah pesan dan
elemen penting budaya tersebut tidak hanya dibagikan, tetapi juga
diturunkan pada generasi yang akan datang.
Budaya itu didasarkan pada simbol
Hubungan antara simbol dan budaya dalam pengertian yang dikemukakan
oleh Macionis, “simbol merupakan segala sesuatu yang mengandung makna
khusus yang diketahui oleh orang-orang yang menyebarkan budaya”.
Simbol budaya dapat dilihat dalam bentuk gerakan, pakaian, objek, bendera,
ikon keagamaan dan sebagainya.
Budaya itu dinamis
“Budaya merupakan proses penciptaan yang tidak pernah berakhir”, seperti
yang dituliskan oleh Ethington.
Budaya itu sistem yang terintegrasi
Budaya berfungsi sebagai kesatuan yang terintegrasi.
Dari pengertian budaya di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya

merupakan hasil pikiran manusia terhadap interaksinya dengan lingkungan sosial
dan alam. Hal ini dilakukan manusia karena manusia merupakan makhluk yang
mempunyai akal sehingga ketika berhadapan dengan lingkungannya, manusia
berpikir untuk bisa dapat bertahan hidup baik dalam memenuhi kebutuhan
pangan, papan dan sandang serta kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesama
manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa budaya merupakan cara
bagaimana manusia hidup.
Pada dasarnya budaya diajarkan oleh orangtua kepada anaknya semenjak
kecil dengan cara yang informal.
2.2.2.2 Pengertian Kebudayaan
Beberapa pengertian kebudayaan adalah sebagai berikut:
Dalam Surip (2011: 147), istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing
yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata “colere” yang artinya
adalah “mengolah atau mengerjakan”, yaitu dimaksudkan kepada keahlian
mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian
berubah menjadi culture diartikan sebagai “segala daya dan kegiatan manusia
untuk mengolah dan mengubah alam”.
28
Universitas Sumatera Utara

Pengertian kebudayaan didefinisikan juga oleh seorang Antropolog yang
bernama E.B. Taylor dalam Surip (2011: 147), bahwa kebudayaan adalah
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Beliau juga menyatakan
bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan dipelajari dari polapola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir,
merasakan dan bertindak.
Liliweri (2001: 4) mengatakan bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan simbol,
pemaknaan, penggambaran (image), struktur aturan, kebiasaan, nilai,
pemrosesan informasi dan pengalihan pola-pola konvensi pikiran, perkataan,
dan perbuatan/tindakan yang dibagikan di antara para anggota suatu sistem
sosial dan kelompok sosial dalam suatu masyarakat.
2.2.3 Komunikasi Lintas Budaya
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Pada dasarnya, sebutan komunikasi lintas budaya sering digunakan para ahli
menyebut makna komunikasi antarbudaya. Perbedaannya terletak pada wilayah
geografis (negara) atau dalam konteks rasial (bangsa) (Purwasito, 2003: 125).
Komunikasi lintas budaya merupakan komunikasi yang berlangsung di antara
pihak yang berbeda kebudayaan dan bangsa.
Beberapa pengertian komunikasi antarbudaya menurut para ahli yang dikutip
oleh Ilya Sunarwinadi (Muylana, Rakhmat, 2005: 148) antara lain adalah
sebagai berikut:
a.

b.

c.

d.

Sitaram (1970)
“Komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan saling
pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural
communication........the art of understanding and being understood by the
audience of another culture)”.
Samovar dan Porter (1972)
“Komunikasi antarbudaya terjadi manakala bagian yang terlibat dalam
kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya
pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut oleh
kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai (intercultural
communication obtains whenever the parties to a communications act to
bring with them different experiental backgrounds that reflect a longstanding deposit of group experience, knowledge and values)”.
Rich (1974)
“Komunikasi adalah antarbudaya ketika terjadi di antara orang-orang
yang berbeda kebudayaan (communication is intercultural when accuring
between peoples of different cultures)”.
Stewart (1974)

29
Universitas Sumatera Utara

e.

f.

g.

“Komunikasi antarbudaya yang mana terjadi di bawah suatu kondisi
kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat-istiadat dan
kebudayaan (intercultural communications which accurs underconditions
of cultural difference-language, customs, and habits)”.
Sitaram dan Cogdell (1976)
“Komunikasi antarbudaya.......interaksi antara para anggota kebudayaan
yang berbeda (intercultural communications.......interaction between
members of differing cultures)”.
Carley H. Dood (1982)
“Komunikasi antarbudaya adalah pengiriman dan penerimaan pesanpesan dalam konteks perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efekefek yang berbeda (intercultural communication is the sending and
receiving of message within a context of cultural differences producing
differential effects)”.
Young Yun Kim (1984)
“Komunikasi antarbudaya adalah suatu peristiwa komunikasi yang
merujuk di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya baik secara
langsung maupun tidak langsung memiliki latar belakang budaya yang
berbeda (intercultural communication.......refers to the communications
phenomenon in which participant, different in cultural background, come
into direct or indirect contact which one another)”.

Sedangkan Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss mendefinisikan komunikasi
antarbudaya, yaitu komunikasi antarbudaya yang terjadi di antara orang-orang
yang memiliki budaya yang berbeda (ras, etnik, sosio ekonomis, atau gabungan
dari semua perbedaan ini) (Lubis, 2012: 12).
Komunikasi antarbudaya lebih menekankan aspek utama, yakni komunikasi
antarpribadi di antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya
berbeda. Komunikasi antarbudaya adalah kegiatan komunikasi antarpribadi
yang dilangsungkan di antara para anggota kebudayaan yang berbeda. Namun,
dalam banyak studi dan kepustakaan tentang komunikasi antarbudaya selalu
dijelaskan seolah-olah yang dimaksudkan dengan antarbudaya adalah
antarbangsa. Jadi, komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi
antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda,
bahkan dalam satu bangsa sekalipun (Liliweri, 2001:13).
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan
komunikan yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda sehingga
pengetahuan, persepsi, perilaku, sikap, nilai dan norma yang dianut juga berbeda.
2.2.3.1 Pesan Verbal dan Nonverbal

30
Universitas Sumatera Utara

Dalam komunikasi terutama komunikasi lintas budaya, pesan verbal
maupun pesan nonverbal merupakan unsur komunikasi yang sangat penting. Hal
ini dikarenakan setiap komunikator dan komunikan yang melangsungkan proses
komunikasi memiliki budaya yang berbeda. Secara geografis para pelaku
komunikasi lintas budaya berasal dari negara yang berbeda sehingga pesan verbal
dan nonverbal yang disampaikan para pelaku komunikasi tampak jelas
perbedaannya.
a.

Pesan Verbal
Pesan verbal adalah bentuk informasi yang disampaikan oleh komunikator

kepada komunikan berupa kata-kata baik secara lisan maupun tulisan. Mulyana
(2008: 260) mengatakan bahwa simbol atau pesan verbal adalah semua jenis
simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Suatu sistem kode verbal disebut sebagai bahasa. Bahasa dapat didefinisikan
sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbolsimbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas (Mulyana,
2008: 260). Bahasa merupakan suatu sarana penyampaian pesan oleh
komunikator dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan tujuantujuan tertentu kepada komunikan. Hal ini seperti yang dikatakan dalam
Mulyana (2008: 261), “Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan
pikiran, perasaan, dan maksud kita.”
Namun, setiap orang memiliki latar belakang budaya dan pengalaman yang
berbeda-beda sehingga memiliki cara yang berbeda untuk menyatakan pikiran dan
perasaannya terutama bagi mereka yang berasal dari budaya dan negara yang
berbeda. Perbedaan bahasa di antara para pelaku komunikasi, terutama bagi
mereka yang berasal dari negara yang berbeda akan menyebabkan informasi yang
disampaikan oleh komunikator sulit dipahami oleh komunikan sehingga proses
komunikasi yang berlangsung tidak efektif. Akan mudah jika komunikasi terjadi
di antara para pelaku komunikasi yang berasal dari negara yang sama karena
menggunakan bahasa yang sama pula.
Bahasa sebagai sarana penyampaian pesan merupakan media bagi manusia
untuk berinteraksi. Bahasa juga memiliki beberapa fungsi lain, seperti
Dalam Mulyana (2008: 266) dikatakan bahwa bahasa mempunyai fungsi
yang mendasar, yaitu untuk menamai atau menjuluki orang, objek, dan

31
Universitas Sumatera Utara

peristiwa. Namun, menurut Larry L. Barker bahasa memiliki tiga fungsi
yang di antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Penamaan (naming atau labeling)
Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi
objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat
dirujuk dalam komunikasi.
(2) Interaksi
Barker menekankan berbagai gagasan dan emosi yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
(3) Transmisi
Melalui bahasa, informasi disampaikan kepada orang lain. Barker
berpandangan, keistimewaan bahasa sebagai transmisi yang lintas
waktu, yaitu dengan menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa
depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi.
b.

Pesan Nonverbal
Pesan nonverbal adalah bentuk informasi yang disampaikan secara sengaja

ataupun tidak sengaja oleh komunikator kepada komunikan melalui bahasa tubuh,
ekspresi wajah, sentuhan, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak
pribadi. Sama halnya dengan pesan verbal, pesan nonverbal juga memiliki
beberapa fungsi yang di antaranya adalah sebagai berikut.
Paul Ekman dalam Mulyana (2008: 349) mengatakan ada lima fungsi pesan
nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai
berikut.
(1) Emblem
Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan
dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “Saya tidak
sungguh-sungguh”.
(2) Ilustrator
Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.
(3) Regulator
Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan wajah
menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.
(4) Penyesuai
Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan.
Itu merupakan respons tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk
mengurangi kecemasan.
(5) Affect Display
Pembesaran pupil mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan emosi.
Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut atau senang.
Dalam

hubungannya

dengan

perilaku

verbal,

perilaku

nonverbal

mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut (Mulyana, 2008: 249).
32
Universitas Sumatera Utara

(1) Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya
menggelengkan kepala setelah ketika mengatakan “tidak”.
(2) Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya
melambaikan tangan ketika mengucapkan “Bye-bye”.
(3) Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, misalnya
menganggukkan kepala untuk menyatakan “iya”.
(4) Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal, misalnya seorang
mahasiswa yang melihat jam tangan ketika menjelang kuliah berakhir,
sehingga dosen segera menutup perjumpaan kuliahnya.
(5) Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku
verbal, misalnya seorang teman yang sedang marah kemudian ditanyai
oleh temannya yang lain “apakah kamu baik-baik saja ?”, kemudian dia
menjawab “ iya” tapi dengan mata yang sedikit terbelalak.
Beberapa jenis pesan nonverbal dalam Mulyana (2008: 353), di antaranya
adalah sebagai berikut.
(1) Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh (body language) atau disebut juga sebagai kinesika (kinesics)
merupakan suatu istilah yang diciptakan oleh Ray L. Birdwhistell yang
merupakan seorang ahli di bidang bahasa nonverbal (Mulyana, 2008: 353).
Bahasa tubuh (kinesika) terdiri dari:
(a) Isyarat tangan, seperti mengangkat tangan ke udara, menunjuk arah,
mengacungkan ibu jari, melambaikan tangan, tepuk tangan dan
sebagainya.
(b) Gerakan kepala, seperti menganggukkan kepala dan menggelengkan
kepala.
(c) Postur tubuh dan posisi kaki
Postur tubuh seperti cara duduk dan cara berjalan seperti tubuh
diteggakkan, membungkuk atau bersandar, berjalan secara cepat atau
lambat. Sedangakan posisi kaki dapat dilihat dari cara duduknya,
apakah kakinya bersilang ketika sedang duduk atau mengangkat satu
kaki dan diletakkan di kaki yang lain.
(d) Ekspresi wajah dan tatapan mata
Ekspresi wajah dapat berupa tersenyum, sedih, marah, terkejut, dan
tertawa. Sedangkan tatapan mata dapat dilihat dari pupil mata
seseorang apakah orang tersebut marah, senang, sedih, berbohong
ataupun tertarik pada suatu objek.

33
Universitas Sumatera Utara

(2) Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu bentuk pesan nonverbal yang sulit untuk
dimaknai karena sangat kompleks seperti yang dikatakan oleh Judee
Burgoon yang mengatakan bahwa sentuhan adalah perilaku nonverbal yang
paling provokatif, tetapi paling sedikit dipahami (Mulyana, 2008: 387).
Sentuhan dapat berupa berjabat tangan, merangkul, pelukan, pukulan, dan
sebagainya.
(3) Parabahasa
Parabahasa (paralanguage) atau disebut juga vokalika (vocalics) merujuk
pada aspek-aspek selain mengucapkan kata, seperti kecepatan berbicara,
nada (tinggi rendah suara), intensitas

suara (volume), intonasi, dan

sebagainya.
(4) Penampilan Fisik
Penampilan fisik mencakup busana (cara berpakaian) dan karakteristik fisik
seperti daya tarik, warna kulit, rambut, kumis, jenggot, dan lipstik
(Mulyana, 2008: 397).
(5) Bau-bauan
Bau-bauan yang menyenangkan (wewangian) seperti parfum, deodoran,
cologne yang digunakan seseorang biasanya memiliki pesan yang ingin
disampaikan kepada orang lain, baik untuk memberi kesan bahwa yang
bersangkutan berasal dari kelas atas, ingin menunjukkan femininitas dan
maskulinitas seseorang.
(6) Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Orientasi ruang dan jarak pribadi biasa disebut dengan proksemika
(proxemics) yang merupakan suatu istilah yang diciptakan oleh Edward
T. Hall. Proksemika merupakan bidang studi yang menelaah persepsi
manusia atas ruang (pribadi dan sosial), cara manusia menggunakan
ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi. Beberapa pakar lainnya
memperluas konsep proksemika dengan memperhitungkan seluruh
lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi,
termasuk iklim (temperatur), pencahayaan dan kepadatan penduduk
(Mulyana, 2008: 405).
Empat kategori wilayah yang digunakan manusia dalam perspektif Lyman
dan Scott dalam Mulyana (2008, 407) adalah sebagai berikut.
(a) Wilayah tubuh (body territory), yaitu ruang pribadi kita

34
Universitas Sumatera Utara

(b) Wilayah publik (public territory), yaitu tempat yang secara bebas
dimasuki dan ditinggalkan oleh orang dari kalangan tertentu atau
dengan syarat tertentu
(c) Wilayah rumah (home territory), yaitu wilayah publik yang bebas
dimasuki dan digunakan oleh orang yang mengakui memilikinya.
(d) Wilayah interaksional (interactional territory), yaitu tempat
pertemuan yang memungkinkan semua orang berkomunikasi secara
informal.
Edward T. Hall dalam Mulyana (2008: 408) mengemukakan empat zona
spasial dalam interaksi sosial di Amerika Serikat, yaitu sebagai berikut.
(a) Zona intim (0 – 18 inci), yaitu zona interaksi dengan orang yang
paling dekat
(b) Zona pribadi (18 inci – 4 kaki), yaitu zona interaksi dengan temanteman dekat
(c) Zona sosial (4 – 10 kaki), yaitu zona interaksi yang digunakan untuk
kegiatan bisnis
(d) Zona publik (lebih dari 10 kaki), yaitu zona yang digunakan ketika
berhadapan dengan orang-orang yang tidak dikenal
(7) Konsep Waktu
Studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan disebut kronemika
(chronemics). Pola hidup manusia dalam waktu ditentukan oleh budayanya
sehingga menunjukkan sebagian jati diri manusia (Mulyana, 2008: 416).
Edward T. Hall dalam Mulyana (2008: 416) membedakan konsep waktu
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
(a) Waktu monokronik (M)
Penganut waktu mokronomik cenderung mempersepsi waktu sebagai
sesuatu yang berharga sehingga selalu tepat waktu dan menepati
jadwal serta disiplin. Waktu M dianut oleh orang-orang yang berasal
dari Barat (Eropa Utara, Amerika Utara dan Australia) (Mulyana,
2008: 417).
(b) Waktu polikronik (P)
Penganut waktu polikronik cenderung mempersepsi waktu sebagai
sesuatu yang dapat terulang kembali sehingga lebih santai. Waktu P
dianut oleh orang-orang yang berasal dari budaya Timur, Eropa
Selatan (Italia, Yunani, Spanyol, Portugal) dan Amerika Latin
(Mulyana, 2008: 417).
(8) Diam
Diam merupakan salah satu bentuk pesan nonverbal yang sangat sulit untuk
dimaknai dan sering terjadi kesalahan persepsi dalam pemaknaanya. Hal ini
dkarenakan ada berbagai macam arti dari diam. Diam bisa berarti sesuatu
yang baik, seperti peribahasa dalam bahasa Indonesia “Diam itu Emas”
35
Universitas Sumatera Utara

yang berarti orang yang diam dan tidak banyak bicara menunjukkan bahwa
orang tersebut baik dan tidak banya bicara. Banyak bicara dikatakan dalam
konteks membicarakan segala sesuatu yang dianggap tidak bermanfaat. Arti
lain dari diam, yaitu sedang sakit, marah, atau memang karena tidak
mendengar pembicaraan.
(9) Warna
Warna merupakan bentuk pesan nonverbal yang biasanya diterapkan dalam
busana, aksesoris, maupun barang-barang yang dimiliki oleh seseorang.
Warna merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan suasana hati
seseorang. Dalam Mulyana (2008: 429) ada beberapa uraian suasana hati
yang diasosiasikan dengan warna, yaitu:
(a) Merah menggambarkan suasana hati menggairahkan, merangsang
(b) Biru menggambarkan suasana hati aman, nyaman
(c) Oranye menggambarkan suasana hati tertekan, terganggu, bingung
(d) Biru menggambarkan lembut, menenangkan
(e) Merah, coklat, biru ungu, dan hitam menggambarkan suasana hati
melindungi, mempertahankan
(f)

Hitam dan coklat menggambarkan suasana hati sangat sedih, patah
hati, tidak bahagia, murung

(g) Biru dan hijau menggambarkan suasana hati kalem, damai, tenteram
(h) Ungu menggambarkan suasana yang berwibawa dan agung
(i)

Kuning menggambarkan suasana hati menyenangkan, riang, gembira

(j)

Merah, oranye dan hitam menggambarkan suasana hati menantang,
melawan, memusuhi

(k) Hitam menggambarkan suasana hati berkuasa, kuat dan bagus sekali
(10) Artefak
Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan oleh kecerdasan manusia.
Benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
dan dalam innteraksi manusia sering mengandung makna-makna
tertentu. Benda-benda ini berupa rumah, kendaraan, perabot rumah
tangga, dan benda-benda lain yang ada dalam lingkungan kita yang dapat
diberi makna (Mulyana, 2008: 433).
Setiap orang yang berasal dari negara dan budaya yang berbeda memiliki
perbedaan dalam memaknai pesan-pesan nonverbal sehingga akan menimbulkan
36
Universitas Sumatera Utara

reaksi tertentu ketika dihadapkan dengan orang-orang yang berasal dari negara
dan budaya yang berbeda pula. Hal ini dikarenakan setiap negara dan budaya
memiliki ciri khas masing-masing dalam menyampaikan pesan nonverbalnya.
Tak jarang banyak orang yang beranggapan bahwa pesan nonverbal yang
disampaikan oleh orang lain memiliki makna yang sama dengan makna pesan
nonverbal yang dimilikinya, padahal belum tentu pesan tersebut sama
maknanya. Hal ini bisa terjadi dikarenakan minimnya pengetahuan seseorang
terhadap budaya lain.
2.2.3.2 Persepsi
Beberapa pengertian persepsi menurut para ahli (Mulyana, 2008: 180)
antara lain sebagai berikut:
a.

b.

c.

d.

Brian Fellows
Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima
dan menganalisis informasi.
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken
Persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran
akan sekeliling dan lingkungan kita.
Philip Goodacre dan Jennifer Follers
Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali
rangsangan.
Joseph A. Devito
Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya
stimulus yang mempengaruhi indra kita.

Selain pengertian menurut para ahli di atas, Mulyana (2008: 179) mengartikan
persepsi sebagai proses internal yang memungkinkan kita untuk memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan
proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti dari
komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang
identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini
jelas tampak pada definisi John R. Wenburg dan William W. Wilmot:
“Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna”,
Rudolph F. Verderber: “Persepsi adalah proses menafsirkan informasi
indrawi”, dan J. Cohen: “Persepsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna
atau sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan
yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana”.
Persepsi adalah proses seseorang merespon stimulus yang ada di
lingkungannya sesuai dengan budaya di mana orang tersebut berasal. Stimulusstimulus tersebut direspon seseorang melalui sistem pengindraan yang berupa

37
Universitas Sumatera Utara

indra penglihat, pencium, pendengar, pengecap, dan peraba yang kemudian
diproses di otak. Namun, setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam hal
merespon stimulus-stimulus tersebut sesuai dengan pengalaman dan latar
belakang budaya yang dimilikinya. Persepsi akan melahirkan perilaku. Perbedaan
persepsi menyebabkan setiap orang memliki perilaku yang berbeda-beda pula.
Mulyana (2008: 181) mengatakan bahwa persepsi meliputi penginderaan
(sensasi) melalui alat-alat indra

kita (indra peraba, indra penglihat, indra

pencium, indra pengecap, dan indra pendengar), atensi, dan interpretasi. Sensasi
merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak melalui penglihatan, pendengaran,
sentuhan, penciuman, dan pengecapan. Atensi merupakan proses ketika seseorang
memperhatikan stimulus sebelum meresponnya. Proses yang terakhir adalah
interpretasi, yaitu ketika seseorang menafsirkan makna dari stimulus yang ada.
Hopper dan Whitehead, Jr. dalam Mulyana (2008: 184) membagi persepsi
manusia menjadi dua, yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan
persepsi terhadap manusia (lingkungan sosial). Perbedaan keduanya mencakup
hal-hal berikut.
a.
b.

c.

Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan
persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan non-verbal.
Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan persepsi
terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif,
harapan dan sebagainya). Kebanyakan objek tidak mempersepsi manusia
ketika manusia mempersepsi objek-objek itu. Akan tetapi seseorang
mempersepsi orang yang mempersepsinya. Dengan kata lain persepsi
terhadap manusia bersifat interaktif.
Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain,
objek bersifat statis, sedangkan manusia bersifat dinamis. Oleh karena itu,
persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, lebih cepat
persepsi terhadap objek sehingga persepsi terhadap manusia lebih berisiko
daripada persepsi terhadap objek.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan pula bahwa persepsi

merupakan cara seseorang untuk merespon stimulus yang ada di lingkungannya,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan
segala sesuatu yang berasal dari alam ataupun hasil ciptaan manusia yang bersifat
benda mati yang mempengaruhi manusia untuk dapat bertahan hidup seperti

38
Universitas Sumatera Utara

udara, air, tanah, cuaca, suhu, tempat tinggal, kantor, tanaman, dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan sosial merupakan lingkungan manusia
Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) berarti bahwa proses seseorang
merespon stimulus yang ada di lingkungannya yang berasal dari alam ataupun
benda mati sehingga objek-objek tersebut ketika dipersepsi oleh seseorang tidak
merespon balik. Persepsi sosial (Mulyana, 2008: 191) adalah proses menangkap
arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan
kita. Ketika seseorang mempersepsi orang lain maka orang yang dipersepsi akan
mempersepsi balik orang yang mempersepsinya. Hal ini dikatakan juga oleh R.D.
Laing dalam Mulyana (2008: 191), “Manusia selalu memikirkan orang lain dan
apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, dan apa yang orang lain pikirkan
mengenai apa yang ia pikirkan mengenai orang lain itu, dan seterusnya”.
Dalam Mulyana dan Rakhmat (2005: 26) terdapat tiga unsur sosio-budaya
yang mempunyai pengaruh yang besar dan langsung terhadap makna-makna yang
dibangun dalam persepsi. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.
a.

Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap
Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan-

kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa
memiliki karakteristik tertentu; Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari sistemsistem kepercayaan, nilai dan sikap. Aspek evaluatif ini meliputi kualitas-kualitas
seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan
kesenangan. Terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya yang
dinamakan sebagai nilai-nilai budaya. Nilai budaya adalah seperangkat aturan
terorganisasikan untuk membuat pilihan-pilihan dan mengurangi konflik dalam
suatu masyarakat. Nilai-nilai ini akan menampakkan diri dalam perilaku para
anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut yang disebut sebagai nilainilai normatif. Melalui nilai normatif di suatu masyarakat, maka para anggota
masyarakat dituntut untuk mematuhinya dan apabila dilanggar maka akan ada
hukuman atau sanksi; Sikap merupakan suatu kecenderungan yang diperoleh
seseorang dengan cara belajar untuk merespon suatu objek secara konsisten dalam

39
Universitas Sumatera Utara

konteks budaya sehingga suatu budaya akan membentuk sikap seseorang, maka
melalui sikap tersebut akan melahirkan perilaku.
b.

Pandangan Dunia (World View)
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal

seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah-masalah filosofis
lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pandangan dunia yang
menentukan peran dan posisi kita dalam alam semesta.
c.

Organisasi Sosial
Organisasi sosial dalam konteks ini terbagi menjadi dua, yaitu organisasi

sosial yang bersifat informal (keluarga) dan yang bersifat formal (sekolah).
Keluarga merupakan organisasi sosial yang terjadi karena ada hubungan darah.
Keluarga terdiri dari Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik. Interaksi sosial seseorang
pertama kali terjadi di dalam keluarga, di mana keluarga yang akan membentuk
sikap dan perilaku seseorang sesuai dengan budaya yang dimilikinya. Sedangkan
sekolah merupakan organisasi sosial yang bersifat formal di mana seseorang akan
dididik secara formal melalui ajaran-ajaran mengenai ilmu pengetahuan dengan
standar cara mengajar yang ditentukan oleh budaya di tempat sekolah tersebut
berada.
2.2.4 Media Massa
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan
pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen.
Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah itu bisa
mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan
pesan hampir seketika kepada waktu yang tidak terbatas (Nurudin, 2007: 9).
Vivian (2008: 35) menyatakan bahwa media massa adalah sarana yang
membawa pesan ke audien yang luas. Media-media ini adalah buku, majalah,
koran, musik, film, televisi, dan internet.
McQuail (2010: 4) mengartikan media massa sebagai alat untuk
berkomunikasi secara terbuka yang terorganisir dalam jarak jauh dan kepada
banyak orang dalam waktu singkat. Media massa awal (surat kabar, majalah,

40
Universitas Sumatera Utara

fonogram, film dan radio) berkembang dengan pesat hingga menjadi seperti
sekarang yang kita kenali bentuknya pada saat ini dengan perubahan utama pada
skala dan diversivitas, ditambah dengan munculnya televisi pada pertengahan
abad ke- 20.
2.2.4.1 Televisi
Media Massa terbagi menjadi media massa cetak seperti surat kabar,
majalah dan buku, serta media massa elektronik seperti radio, televisi, dan film.
Salah satu media yang paling banyak konsumennya saat ini adalah televisi.
Televisi merupakan media penyampai pesan yang ditampilkan dalam bentuk
audio-visual. Konsumen televisi berasal dari berbagai macam lapisan masyarakat
tergantung pada segmentasi pasar dari program televisi tersebut.
Namun, salah satu aspek yang penting dalam produksi televisi adalah teknik
pengambilan gambar. Fachruddin dalam bukunya Dasar-Dasar Produksi
Televisi (2012: 147) mengatakan bahwa prinsip pengambilan gambar pada
kamera televisi adalah pastikan bahwa kamera seolah-olah mewakili mata
penonton untuk melihat suatu adegan di lokasi peristiwa. Oleh sebab itu,
persiapan yang harus dilakukan sebelum perekaman/taping adalah pastikan
objek dalam keadaan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Fokus (gambar harus tajam tidak blur)
Irish (terang tampak alamiah)
Shot size (ukuran gambar)
Komposisi gambar
Stabil, tidak goyang
Gerakan kamera jika diperlukan
Continuity (kesinambungan gambar)
Motivasi atau alasan yang kuat

Bahasa gambar yang muncul di produksi televisi harus dimaknai sama oleh
seluruh kru televisi. Dalam bahasa visual, dasar-dasar pembingkaian gambar
dikenal sebagai The Grammar of The Shot oleh Roy Thomson. Pemilihan
gambar tidak dilakukan secara acak, tetapi merupakan pemilihan yang telah
diperhitungkan segala kemungkinannya, keindahan dan ruang seni yang
diciptakannya (Fachruddin, 2012: 148).
Desi K. Bognar dalam Fachruddin (2012: 148) mengatakan shoot adalah “the
single continous take by camera in one set up” dengan kata lain “shoot
merupakan bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang, yang hanya
direkam dengan satu take saja”...............
Shoot atau pengambilan gambar merupakan

41
Universitas Sumatera Utara

Beberapa aspek dalam pengambilan gambar televisi dalam Fachruddin
(2012: 148) adalah sebagai berikut:
a.

Ukuran Gambar Televisi
Fachruddin (2012: 148) mengatakan ada sembilan ukuran gambar (shot size)

televisi yang antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Extreme Long Shot (ELS)
Ukuran gambar ELS merupakan pengambilan gambar suatu objek yang
sangat jauh sehingga tampak luas dan biasanya digunakan dengan tujuan
untuk menunjukkan keindahan alam.
(2) Very Long Shot (VLS)
Gambar-gambar opening scene atau bridging scene di mana pemirsa
divisualkan adegan kolosal, kota metropolitan dan sebagainya (Fachruddin,
2012: 149).
(3) Long Shot (LS)
Ukuran gambar LS merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya dari kepala hingga kakinya.
(4) Medium Long Shot (MLS)
Ukuran gambar MLS merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya dari kepala hingga lutut.
(5)