Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T2 752013004 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Maluku1 merupakan bagian (provinsi) dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Memiliki

ribuan

pulau-pulau.

Sehingga

masyarakat

sering

menyebutkan daerah itu sebagai daerah kepulauan atau Provinsi Seribu Pulau.
Pulau-pulau tersebut didiami masyarakat dengan berbagai corak kebudayaan.

Baik dari segi agama, etnis, suku, bahasa, maupun

adat-istiadat.

Dengan

demikian corak masyarakat Maluku adalah corak masyarakat yang plural.
Pluralitas tersebut adalah suatu kenyataan sosial yang menarik untuk
dilihat karena dari pluralitas tersebut mengandung tantangan sekaligus peluang.
Keragaman suku, agama, ras dapat menjadi sumber bagi lahirnya konflik yang
bisa berlangsung secara desktruktif. Peluang, karena kalau keragaman itu bisa
dikelola secara tepat, kemungkinan konflik bisa berubah menjadi dukungan
moral, etis untuk membangun masyarakat yang bermartabat.2
Negeri Rumahtiga, adalah contoh menarik sejauh mana pluralitas
keagamaan itu berlangsung. Pluralitas masyarakat Negeri Rumahtiga kurang
dikelola secara baik. Sehingga menimbulkan konflik. Konflik Maluku 1999 telah
berimbas langsung ke Rumahtiga, yang kemudian hancur akibat eskalasi yang
semakin meluas dan tidak terbendung dan mengakibatkan seluruh penduduknya
1


Kata Maluku di sini juga menunjuk pada suatu etnisitas yang didalamnya terdapat
wilayah, manusia, dengan nilai dan segala sesuatu yang terdapat di dalam nya.
2
Bnd., John A. Titaley, Religiositas Alinea Tiga: Pluralisme, Nasionalisme dan
Transformasi Agama-Agama, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2003), 43.

1

terpaksa keluar [mengungsi] pada 4 Juli 2000. Konflik yang terjadi di Negeri
Rumahtiga telah mengakibatkan hancurnya pemukiman, jatuhnya korban jiwa
dan trauma psikologis, pengungsian besar-besaran, hancurnya infrakstruktur
fisik (ekonomi, agama, pendidikan dan lain-lain).3
Konflik tersebut juga merupakan pertanda terjadinya pergeseran
pemahaman bersama terhadap suatu nilai budaya masyarakat setempat.
Pergeseran nilai-nilai budaya masyarakat dapat disebabkan oleh pengaruh nilai
budaya masyarakat luar. Dalam proses sosial, hal tersebut normal terjadi. Sebab
pada dasarnya setiap orang dalam komunitasnya dapat saja berjumpa dengan
warga masyarakat lain.
Namun, perjumpaan budaya tersebut akan sangat berpotensi merubah
atau menghilangkan suatu sistem masyarakat. Hal itu mungkin saja terjadi jika

secara simultan nilai budaya

tidak diwariskan kepada generasi masyarakat

berikutnya, atau tidak terjadi dominasi nilai budaya. Apalagi ada pengaruh nilainilai budaya yang masuk melalui kekerasan dan paksaan.
Pergesaran nilai budaya menarik diperhatikan. Sebab dari sana
dimungkinkannya terjadi perubahan sistem masyarakat dari yang bersifat
tradisional sampai yang bersifat modern. Mengenai struktur sosial, Emile
Durkheim berpandangan bahwa struktur sosial itu terdiri dari norma-norma dan
nilai-nilai

yang

menghasilkan

solidaritas.4

Solidaritas

itulah


yang

3

Lambang Trijono dkk, Potret Retak Nusantara: Studi Kasus Konflik di Indonesia,
(Yogjakarta: CSPS Book, 2004), hlm. 85.
4
George Ritzer, Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 145.

2

memungkinkan anggota-anggota masyarakat menjalankan kehidupan sosial
mereka.
Ketika

berbicara

tentang


solidaritas

sosial,

Emile

Durkheim

membedakannya dalam dua tipe. Tipe pertama disebut tipe solidaritas mekanik.
Sedangkan tipe kedua disebut solidaritas organik. Solidaritas sosial mekanik
adalah hasil dari pembagian kerja yang sederhana. Suatu masyarakat yang
dicirikan oleh solidaritas sosial mekanik memandang semua orang adalah
generalis. Ikatan di antara orang-orang itu ialah karena mereka semua terlibat di
dalam kegiatan-kegiatan yang mirip dan mempunyai tanggung jawab yang
mirip. Solidaritas sosial mekanis dibentuk oleh hukum represif yang kuat di
mana anggota masyarakat jenis ini memiliki norma-norma, nilai-nilai dan
kepercayaan yang secara kolektif dianut bersama secara teguh.
Sebaliknya, solidaritas sosial organik dihasilkan oleh pembagian kerja
yang sangat kompleks. Ciri masyarakat organik dipersatukan oleh perbedaanperbedaan di antara orang-orang yaitu oleh fakta bahwa semuanya mempunyai

tugas-tugas dan tangung jawab yang berbeda-beda tetapi saling melengkapi.5
Dalam teori ini masyarakatnya cenderung bersifat industrial. Spesialisasi
yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan
ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak
lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri dan individu
memperoleh kebebasan yang jauh lebih luas. Masyarakat solidaritas sosial

5

Ibid.,146.

3

organik menganut hukum restitutif, yang bertujuan bukan untuk menghukum
melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang
kompleks.
Secara sederhana masyarakat solidaritas sosial mekanik memiliki
“kesadaran kolektif” yang kuat dan luas; di dalam kesadaran itu terdapat kata
sepakat tentang ketentuan yang benar dan yang salah dalam seluruh aspek
kehidupan mereka. Sebaliknya dalam masyarakat organik, yang menentukannya

adalah moral-individualisme. Mereka tetap membutuhkan sebuah landasan, basis
moral bagi seluruh masyarakat, namun karena kebebasan dan perbedaan
individu lebih diutamakan, maka cakupan “kesadaran kolektif” lebih kecil
dibanding masyarakat mekanik. Kesadaran tersebut hanya terbatas pada
beberapa bentuk hukum dan aturan moral saja.6
Adapun nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat Negeri Rumahtiga
yang juga dipahami oleh sebagian masyarakat Maluku sebagai moralitas
bersama adalah falsafah sagu salempeng patah dua. Ungkapan tersebut bukan
sekedar sebuah “tautologis” (permainan kata) tetapi merupakan impresi atau
“pernyataan hidup” tentang arti kehidupan beragama dan bermasyarkat yang
sesungguhnya. Kenyataan eksistensial tentang hidup basudara itu, bukan sekedar
peristiwa sosiologis atau kultural (socio-cultural) saja, tetapi justru sebuah
“peristiwa theologis” yang sangat mendasar.7

6

Daniel L Pals, Seven Theories of Religion, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012), 138.
Aholiab Watloly, Maluku Baru: Bangkitnya Mesin Eksistensi Anak negeri,
(Yogjakarta: Kanisius, 2005), 145.
7


4

Sagu salempeng patah dua, mencerminkan sikap batin orang Maluku itu
sendiri. Falsafah sagu salempeng patah dua merupakan energi budaya yang
menggerakkan orang Maluku untuk mampu membina hidup bersama yang
harmonis dalam perbedaan-perbedaan yang eksistensial. Hal inilah yang
membuat Maluku termaknai sebagai sebuah keluarga besar yang majemuk dan
kemajemukan itulah membuatnya besar. Sagu salempeng patah dua dimaknai
sebagai kehidupan yang saling peduli dan berbagi dengan hubungan-hubungan
batiniah yang terbangun dalam cara hidup orang Maluku.8
Ungkapan sagu salempeng patah dua dapat diartikan sebagai berikut :
1. Sagu (makanan tradisional orang Maluku) yang diwariskan oleh
para leluhur sejak dulu sampai saat ini dengan maksud agar tidak
dilupakan. Dalam artian bahwa masyarakat di Maluku memiliki
perbedaan tetapi Sagu dapat menjadi salah satu pemersatu
perbedaan itu.
2. Salempeng, bagi orang Maluku diartikan sebagai satu buah atau
hanya satu.
3. Patah dua, artinya adalah di bagi menjadi dua bagian.

Sagu adalah lambang hidup orang Maluku. Dan ketika ia dibagi dua, itu
sebenarnya menunjuk pada adanya krisis hidup. Tetapi krisis hidup itu kemudian
secara sadar membawa pada sebuah tindakan berbagi agar basudara lain juga
menikmati hidupnya bersama-sama.

8

Ibid.,115.

5

Dapat dikatakan bahwa sagu salempeng patah dua dimaknai sebagai
kehidupan yang saling peduli dan berbagi dalam hal ini semua hal dalam
kehidupan orang Maluku dilakukan atas dasar saling peduli dan berbagi. Secara
sederhana dapat pula dikatakan kesusahan satu orang merupakan kesusahan
semua orang oleh kerena itu harus ditanggung secara bersama atas dasar
kehidupan orang basudara di Maluku. Inilah eksistensi orang Maluku yang
berbeda dalam banyak hal dan merangkai perbedaan-perbedaan itu menjadi
kehidupan yang harmonis. Orang tatua (para leluhur), telah mewariskan
falsafah hidup orang basudara melalui falsafah sagu salempeng patah dua

sebagai gaya hidup yang menunjang terbinanya hidup yang harmonis dengan
mengelola banyak perbedaan yang dipandang sebagai anugerah.
Namun dalam berjalanannya waktu, ternyata nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam falsafah sagu salempeng patah dua kelihatannya tidak mampu
menjamin keberlangsungan hidup orang bersaudara. Maka persoalannya
sekarang adalah apakah generasi masyarakat Maluku pasca konflik secara
khusus masyarakat Negeri Rumahtiga saat ini telah mengalami pergesaran
aktualisasi nilai pemaknaan sagu salempeng patah dua? Sehingga ia sudah tidak
lagi menjadi nilai atau norma yang merangkul semua kepentingan? Lalu
bagaimanakah pandangan masyarakat Rumahtiga pasca konflik tentang falsafah
sagu salempeng patah dua saat ini?
Pertanyaan tersebut lalu mendorong dilakukankannya penelitian ini.
Penelitian dengan judul: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang
Kebersamaan dalam falsafah Sagu salempeng patah dua. Pasca konflik 1999.

6

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penelitian ini hendak
meneliti persoalan pokok: Bagaimana Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga

Tentang Kebersamaan dalam falsafah Sagu salempeng patah dua Pasca konflik
1999?

C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan dalam falsafah
Sagu salempeng patah dua Pasca konflik 1999.

D. Manfaat Penulisan
Diharapkan melalui penelitian ini dihasilkan karya ilmiah yang dapat
memberikan manfaat baik secara teoritis maupun empirik/praktis. Secara teoritis
memberikan sumbangan pemikiran teoritis untuk memperdalam kajian-kajian
sosial budaya. Khususnya yang berbasis pada kearifan lokal.
Secara empiris, sumbangan pemikiran teoritis tersebut diharapkan
memberi dampak langsung berupa kontribusi pemikiran terhadap Budaya Sagu
Salampeng Patah Dua terutama dalam penguatan karakter masyarakat di
Maluku. Khususnya dalam kehidupan beragama di Negeri Rumahtiga.

7

E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain–lain secara holistik9. Pendekatan kualitatif menghasilkan data
deskripsi berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dapat juga berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati10
Berkaitan dengan karakteristik seorang peneliti kualitatif, menurut
Bogdan & Biklen memiliki lima aspek penting yaitu: (1) setting dalam
pendekatan kualitatif merupakan suatu kondisi yang alami dan peneliti
merupakan instrument utama bagi pengumpulan dan analisa data, (2) penyusun
deskripsi, harus menekankan proses, makna dan pemahaman yang diperoleh
melalui kata-kata atau gambar, (3) lebih mengutamakan proses (aktivitas) dari
pada out come atau produk, (4) proses induktif, dalam arti peneliti membangun
abstraksi, konsep, hipotesis dan teori dari hal-hal yang detail di lapangang, (5)
lebih menekankan pada penemuan makna; di samping itu benar-benar terjun ke
lapangan.11
Dari ungkapan aspek-aspek yang dikemukakan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan ini membutuhkan pendekatan
kualitatif karena memerlukan pengamatan yang mendalam sesuai dengan latar
9

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2002), 6.
10
Robert C. Bogdan & Sari Bikien, Quality Research for Education: An Introduction to
Theory and Mathods, (Boston: Allyn and Bacon, 1985), 5.
11
Ibid, 27-30.

8

belakang yang dihadapi. Di sini peneliti sebagai intrumen utama, dan harus turun
langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data maupun menganalisanya sesuai
dengan pendapat Bogdan & Biklen tersebut.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara12 mendalam (depth interview) dengan para informan kunci yang
terdiri dari tua-tua adat, petinggi Negeri yang menjabat saat ini, beberapa
anggota masyarakat dan pendeta jemaat.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Jemaat GPM Rumahtiga, Kecamatan Teluk
Ambon, Kota Ambon, Propinsi Maluku. Lamanya penelitian akan berlangsung 1
bulan (Bulan Oktober sampai November).

3. Sumber Data
Sumber data primer penelitian ini adalah informan kunci dalam hal ini
para tua-tua adat, pemerintah Negeri yang menjabat sekarang ini dan beberapa
anggota masyarakat setempat (warga Kristen dan Islam) serta tokoh-tokoh
agama Negeri Rumahtiga.
Sumber data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah
sejumlah dokumen-dokumen negeri atau berupa hasil keputusan-keputusan
adat, sejumlah referensi lain berupa buku penunjang yang memadai.

12

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta,
Bumi Aksara, 2000). 90.

9

4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengamatan dan wawancara
mendalam. Data-data yang menunjang penulisan ini didapat melalui wawancara
dengan informan kunci yang terdiri dari tua-tua adat, petinggi Negeri yang
menjabat saat ini, beberapa anggota masyarakat dan pendeta jemaat serta
observasi.

5. Teknik Analisa Data
Proses analisa data berlangsung selama pengumpulan data dan sesudah
pengumpulan data, dimana komponen-komponen analisis data secara interaktif
saling berhubungan. Analisis data ini disebut model interaktif.13 Proses analisis
kualitatif14 ini meliputi: 1) Reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan,
penyederhanaan data, dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan
studi. 2) Penyajian data (data display), yaitu mendiskripsikan kumpulan
informasi yang tersusun dalam bentuk teks naratif. 3) Penarikan kesimpulan dan
verifikasi.

13

Faisal Sanipah, Format-Format Penelitian Sosial. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), 256-258.
14
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Buku Sumber untuk Penelitian
Kualitatif, Edisi kedua, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 2006), 22-23.

10

F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penelitian ini akan disusun dalam lima bab dengan
sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini dipaparkan latar belakang masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori :
Landasan teori dan konsep yang digunakan sebagai dasar analisa adalah
teori solidaritas.

Bab III Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan
Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik
1999 :
Dalam bab ini yang menjadi fokus adalah pemaparan hasil penelitian
yang dilakukan. Paparan ini berkisar pada bahasan mengenai letak geografi dan
kehidupan sosial di Jemaat GPM Rumahtiga, pelaksanaan Budaya Sagu
salempeng patah dua dalam jemaat tersebut.

11

Bab IV Analisa Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang
Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua
Pasca Konflik 1999 :
Dalam bab ini akan dipaparkan analisa hasil penelitian yang telah
digambarkan dalam bab tiga. Analisis ini akan diarahkan untuk melihat makna
nilai dari Budaya Sagu salempeng patah dua yang ditinjau secara sosio-kultural
dalam realitanya di Jemaat GPM Rumahtiga.
Bab V Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang telah
dilakukan.

12

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Sintuwu Maroso Pasca Konflik di Poso dalam Menciptakan Perdamaian T2 752012005 BAB I

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membangun Usaha Pasca Konflik T2 092010007 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membangun Usaha Pasca Konflik T2 092010007 BAB II

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membangun Usaha Pasca Konflik T2 092010007 BAB IV

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membangun Usaha Pasca Konflik T2 092010007 BAB V

0 2 57

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membangun Usaha Pasca Konflik T2 092010007 BAB VI

0 1 42

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T2 752013004 BAB II

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T2 752013004 BAB IV

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T2 752013004 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999

0 0 14