Sintesis Dan Karakterisasi Baja Feritik Ods (Oxide Dispersion Strengthened) Dengan Variasi Komposisi Cr Dan Waktu Milling Chapter III V

18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pada Proses penelitian, pembuatan sampel dan pengujian/karakterisasi
dilakukan di PSTBM (Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju) Badan Tenaga Nuklir
Nasional Serpong, Tanggerang Selatan Banten. Proses penelitian ini, dari pembuatan
sampel, pengujian sampel dan pengolahan data. Data hasil pengujian dilakukan pada
bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2017.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1.

Neraca digital BOSCH SAE 200.

2.

Spatula.


3.

Kertas Timbang.

4.

Plastik clipt.

5.

Kertas Label.

6.

Tissue.

7.

High Energy Milling (HEM) PW 700i Mixer Mill.


8.

Vial dan bola milling.

9.

Alat Pembersih Ultrasonik cleaner merk branson tipe 1510.

10. Hair dryer.
11. Beaker Glass sebanyak 1 buah.
12. Alat kompaksi merek Carver yang digunakan untuk proses kompaksi.
13. Cetakan Kompaksi.
14. Mesin Amplas Grider Polisher.
15. Alat sintering Arc Plasma Sintering.
16. Kacamata.
17. Mikroskop Optik.
18. SEM (Scanning Electron Microscope) Merk Jeol SM-6510LA.
19. Hardness Tester.

Universitas Sumatera Utara


19

20. XRD (X-Ray Diffraction) PHILLIPS Panalytical Empyrean PW1710
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1.

Serbuk Fe, serbuk besi dproduksi oleh sigma Aldrich, memiliki ukuran 325
mesh dengan kemurnian > 99%. Serbuk Fe digunakan pada proses pemaduan
mekanik.

2.

Serbuk Cr, serbuk Chromium diproduksi oleh sigma Aldrich, memiliki ukuran
325 mesh dengan kemurnian > 99%. Serbuk Cr digunakan pada proses
pemaduan mekanik .

3.

Serbuk ZrO2, serbuk Chromium diproduksi oleh sigma Aldrich, memiliki ukuran

325 mesh dengan kemurnian > 99%.

4.

Nital 3%

5.

Alkohol

Universitas Sumatera Utara

20

3.3 Diagram Alir
Mulai
Penentuan Komposisi Unsur dalam Sampel Fe-15Cr1/2ZrO2 ; Fe-20Cr-1/2ZrO2 ; Fe-25Cr-1/2ZrO2

Penimbangan Sampel


Milling selama 3 jam

Milling selama 5 jam

Milling selama 7 jam

Kompaksi 20 ton
Sintering Dengan APS, T = 900°C

Padatan FeCrZrO2
Polishing
Etsa
Tidak

Etsa sudah
baik?

Ya
Karakterisasi Struktur Mikro
dengan Mikroskop Optik dan SEM


Karakterisasi XRD
(Fasa)

Karakterisasi Hardness
Vickers (Uji Kekerasan)

Analisis
Laporan
Selesai

Gambar 13. Diagram Alir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

21

3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Komposisi Bahan
Bahan yang digunakan adalah Fe, Cr dan ZrO2. Bahan dibuat 3 variasi

sampel dengan jumlah dan komposisi sebagai berikut:
- Sampel I dengan komposisi 84,5%Fe-15%Cr-0.5% ZrO2 dengan jumlah 4
buah.
- Sampel II dengan komposisi 79,5%Fe-20%Cr-0.5% ZrO2 dengan jumlah 4
buah.
- Sampel III dengan komposisi 74,5%Fe-25%Cr-0.5%ZrO2 dengan jumlah 4
buah.
dengan berat total masing-masing sampel 20 gram. sehingga bahan timbangan:
- sampel I : Fe 16,9 gr, Cr 3 gr, dan ZrO2 0,1 gr
- sampel II : Fe 15,9 gr, Cr 4 gr, dan ZrO2 0,1 gr
- sampel III : Fe 14,9 gr, Cr 5 gr dan ZrO2 0,1 gr
Kemudian ambil bola milling yang berukuran kecil sebanyak 20 buah yang
memliki berat 2,1046 gram per buah. Total dari berat bola kecil sebanyak ±
42,0819 gram. Lalu bola milling dibersihkan dengan menggunakan alkohol
yang dijadikan satu dalam beaker glass beserta vial dan dimasukkan kedalam
Alat pembersih Ultrasonic cleaner merk Branson tipe 1510 untuk dibersihkan
selama 10 menit, setelah itu bola milling dan vial dikeringkan menggunakan
hair dryer, sehingga bola milling dan vial dapat digunakan untuk proses milling
bersama paduan besi, chromium dan zirconium. Bubuk paduan besi, chromium
dan zirconium beserta bola milling dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 14. (a) serbuk zirkonium, (b) serbuk besi, (c) serbuk chromium, (d) bola
milling

Universitas Sumatera Utara

22

3.4.2 Proses Milling dengan HEM
Milling dilakukan menggunakan High Energy Milling PW 700i Mixer Mill.
Milling bertujuan untuk mendapatkan serbuk paduan dalam ukuran kecil. Sebelum
proses milling yang harus dilakukan pertama adalah bola milling dimasukkan

kedalam vial dan diberi serbuk fe, chrom, dan zirconium sebanyak 20 gram.
Kemudian ambil bola milling yang berukuran kecil sebanyak 20 buah yang memliki
berat 2,1046 gram per buah. Total dari berat bola kecil sebanyak ± 42,0819 gram.
Perbandingan antara serbuk dan bola milling yaitu 1 : 2. Sampel serbuk yang telah
tercampur di dalam vial berlangsung selama 3 jam, 5 jam dan 7 jam dengan
kecepatan 1000 rpm dengan running alat 30 menit. Proses milling tersebut dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

1. Proses Milling Selama 3 jam
a. Masukkan kedalam vial serbuk fe, chrom dan zirconium sebanyak 20 gram
beserta bola milling.
b. Setelah serbuk dan bola milling dimasukkan ke dalam vial lalu dipasang ke
HEM dengan menggunakan kunci inggris hingga kuat.
c. Kemudian HEM dihidupkan dengan menekan tombol hijau atau on dan
HEM akan bergerak selama 30 menit sampai HEM mati sendiri selama 3
jam.
d. Setelah selesai ambil vial yang terpasang di HEM dengan menggunakan
kunci inggris, lalu buka vial dan ambil bubuk kemudian ditimbang menjadi
4 bagian bubuk yang sudah di milling (dapat dilihat pada gambar 15).


Gambar 15. Proses Milling Sampel Baja Oxide Dispersion Strengthened

Universitas Sumatera Utara

23

2. Proses Milling Selama 5 jam
a. Masukkan kedalam vial serbuk fe, chrom dan zirconium sebanyak 20 gram
beserta bola milling.
b. Setelah serbuk dan bola milling dimasukkan ke dalam vial lalu dipasang ke
HEM dengan menggunakan kunci inggris hingga kuat.
c. Kemudian HEM dihidupkan dengan menekan tombol hijau atau on dan
HEM akan bergerak selama 30 menit sampai HEM mati sendiri selama 5
jam.
d. Setelah selesai ambil vial yang terpasang di HEM dengan menggunakan
kunci inggris, lalu buka vial dan ambil bubuk kemudian ditimbang menjadi
4 bagian bubuk yang sudah di milling (dapat dilihat pada gambar 15).

3. Proses Milling Selama 7 jam
a. Masukkan kedalam vial serbuk fe, chrom dan zirconium sebanyak 20 gram

beserta bola milling.
b. Setelah serbuk dan bola milling dimasukkan ke dalam vial lalu dipasang ke
HEM dengan menggunakan kunci inggris hingga kuat.
c. Kemudian HEM dihidupkan dengan menekan tombol hijau atau on dan
HEM akan bergerak selama 30 menit sampai HEM mati sendiri selama 7
jam.
d. Setelah selesai ambil vial yang terpasang di HEM dengan menggunakan
kunci inggris, lalu buka vial dan ambil bubuk kemudian ditimbang menjadi
4 bagian bubuk yang sudah di milling (Lihat gambar 15)

3.4.3 Proses Kompaksi
Proses kompaksi atau pemadatan merupakan salah satu cara untuk
memadatkan serbuk menjadi bentuk yang diinginkan. Penekanan terhadap serbuk
dilakukan agar serbuk dapat menempel satu dengan yang lainnya sebelum
ditingkatkan ikatannya dengan proses sintering. Sampel serbuk yang telah di
timbang, selanjutnya dibuat padatan atau pellet menggunakan Alat kompaksi merek
Carver. Dengan berat masing-masing 5 gram, sampel dikompaksi dengan mesin
press dengan beban tekan 20 ton menggunakan dais dan waktu tekan selama 1 menit

Universitas Sumatera Utara

24

untuk menghasilkan bahan berbentuk koin dengan diameter 15 mm. Masing-masing
sampel yang telah dikompaksi diberi label Sampel I, II, III, IV, dan V.

Gambar 16. Proses Kompaksi Baja Oxide Dispersion Strengthened

3.4.4 Proses Sintering dengan Arc Plasma Sinterring
Proses sintering merupakan perlakuan sampel pada temperatur tinggi ±
900°C. Proses sintering juga dapat diartikan sebagai pengikatan massa partikel pada
serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu
sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Melalui proses
sintering ini terjadi proses perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan
ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang
menetukan proses dan mekanisme sintering adalah jenis bahan dan ukuran partikel.
Sintering yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Arc Plasma
Sintering yaitu sampel pelet disintering menggunakan gas argon selama 2 menit
dengan suhu ± 900°c, dengan tegangan 220 V AC inverter ke 12 V DC dengan Arus
40 A. Prinsip kerja dari alat sintering ini yaitu sampel diletakkan diatas piringan yang
terbuat dari tembaga, kemudian gas argon ditembakkan diatas permukaan sampel.
Gas argon ini berfungsi untuk memproteksi adanya oksidasi pada sampel.

Universitas Sumatera Utara

25

Gambar 17. Proses Sintering Baja Oxide Dispersion Strengthened

3.4.5 Proses Polishing
Sampel yang telah disinter, diamplas menggunakan Grider polisher
menggunakan kertas amplas hingga tingkat kekasaran 5000, kemudian sampel
diamplas menggunakan pasta autosol dan alumina (APD Suspension) untuk
memperoleh permukaan sampel yang halus dan bersih.

Gambar 18. Mesin Amplas Grider Polisher

3.4.6 Proses Etsa
Padatan FeCrZrO2 dietsa dengan cairan nital 3%, yaitu cairan etsa 3 ml
asam nitrat (HNO3) dan 97 ml methyl alkohol dalam waktu 10-30 detik. Tujuan
dilakukannya etsa yaitu untuk mengetahui bentuk partikel dan batas butir pada
padatan FeCrZrO2.

Universitas Sumatera Utara

26

Gambar 19. Cairan Nital 3%

3.5 Karakterisasi Sampel
3.5.1 SEM (Scanning Electron Microscope)
Pengujian sampel menggunakan perangkat Scanning Electron Microscope
(SEM) JEOL JSM-650 LA dengan percepatan energi sebesar 20 keV yang
dilengkapi dengan detektor dispersi energi Energy-Dispersive Spectrometry (EDX)
untuk mengidentifikasi komposisi unsur dan melihat sebaran unsur-unsur paduan.
Sampel ditempatkan pada hand blower. Banyaknya sampel yang dapat dianalisa
maksimum adalah empat sampel. Kemudian sampel diberi tanda agar pada saat
dilihat pada layar monitor sampel tidak tertukar dan mempermudah ketika
melakukan pengamatan. Pengambilan gambar dilakukan dengan perbesaran 500x,
1000x, 2000x, dan 3500x pada permukaan sisi kiri, kanan, dan tengah sampel.
3.5.2 Mikroskop Optik
Karakterisasi sampel menggunakan Mikroskop Optik Olympus. Pengamatan
morfologi padatan FeCrZO2 setelah dietsa menggunakan larutan Nital 3% dilakukan
menggunakan perangkat Mikroskop Optik masing-masing dengan perbesaran 200x,
500x, dan 1000x, pada permukaan sisi kiri, kanan, dan tengah sampel. Hal ini dilakukan
untuk melihat struktur permukaan baja ODS dalam skala mikro di laboratorium Optik

Gedung 71 BATAN Serpong, Tanggerang Selatan.
3.5.3 XRD
Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan di PSTBM BATAN. Alat
yang diguanakan yaitu PANanalytical Philips EMPYREAN. Karakterisasi ini
bertujuan

untuk

mengetahui

struktur

kristal

yang

terbentuk

dan

untuk

mengidentifikasi fasa yang terbentuk pada paduan. Pengukuran pola difraksi

Universitas Sumatera Utara

27

dilakukan

menggunakan

difraktometer

sinar-X

(PANanalytical

Philips

EMPYREAN) dengan sumber radiasi berupa Cu-Kα yang mempunyai panjang
gelombang λ = 1,54056 Å. Sampel berupa pelet (koin) diletakkan pada tempat
pengujiannya yang kemudian siap diuji coba sebagai sampel uji pada mesin XRD.
3.5.4 Hardness Vickers
Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan Micro Hardness Vickers di
laboratorium Mekanik Gedung 71. Pada pengujian ini diambil 5 titik pada
permukaan sampel yaitu kiri, tengah, kanan, atas dan bawah dengan beban kristal
sebesar 200 gram dan perbesaran lensa 40 dengan lama waktu penekanan 10 detik.

Universitas Sumatera Utara

28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Struktur Mikro Menggunakan Mikroskop Optik
4.1.1 Sebelum disintering
b

a

c

Gambar 20. Hasil Mikroskop Optik pada Sampel FeCrZrO 2 dengan variasi
komposisi Cr dengan Perbesaran 500x: (a). 15Cr, (b). 20Cr, (c). 25Cr
Pada gambar 20, menunjukkan morfologi dari paduan FeCrZrO2 dimana
unsur fe berwana abu-abu, chrom berwarna hijau pekat, dan zirkonia berwarna putih
berdasarkan hasil uji struktur mikro paduan baja ODS dengan komposisi 12Cr yang
sudah dilakukan sebelumnya. Sebelum disinter, morfologi dari sampel berbentuk
seperti agregat-agregat yang tidak beraturan serta masih dapat dilihat perbedaan
setiap unsurnya dan belum terbentuk paduan (Bandriyana, 2016).

Universitas Sumatera Utara

29

4.1.2 Setelah disintering
a

b

c

Gambar 21. Hasil Mikroskop Optik pada Sampel FeCrZrO2 di milling selama 3 jam
dengan variasi Chrom dengan Perbesaran 500x: (a). 15%Cr , (b). 20%Cr, (c). 25%Cr
Pada gambar 21, menunjukkan morfologi dari paduan FeCrZrO2 dimana
butiran-butiran putih semakin banyak ketika persentase chromnya dinaikkan. Jika
dilihat pada struktur mikro, indikasi fasa ferit dapat terlihat (warna putih) pada
Gambar 21 (Babakr, 2008).

Universitas Sumatera Utara

30

b

a

c

Gambar 22. Hasil Mikroskop Optik pada Sampel Fe20CrZrO2 dengan variasi milling
dengan Perbesaran 500x: (a). 3 jam, (b). 5 jam, (c). 7 jam
Pada gambar 22. menunjukkan morfologi dari sampel paduan FeCrZrO 2
dengan variasi milling 3 jam, 5 jam, 7 jam yang berbentuk seperti agregat-agregat
dengan bentuk tidak beraturan. Semakin lama waktu milling butirannya semakin
halus.
Dapat disimpulkan, mikrostruktur paduan FeCrZrO2 sebelum disintering
masih terlihat perbedaan antara butiran Fe, Cr dan ZrO 2. Sedangkan paduan
FeCrZrO2 setelah disintering butiran-butiran antara Fe, Cr dan ZrO2 semakin rapat.
Komposisi Cr mempengaruhi banyaknya sebaran kromium pada paduan
(terbentuknya fasa ferit). Semakin besar persentase kromnya maka semakin banyak
butiran-butiran putih pada morfologi sampel. Semakin lama waktu milling maka
akan memperkecil dan memperhalus ukuran butiran pada morfologi sampel. Sampel
dengan waktu milling lebih lama memiliki homogenitas partikel Fe dan Cr yang
lebih tinggi, yang menyebabkan homogenitas paduan ini didukung oleh mapping
pada EDS.

Universitas Sumatera Utara

31

4.2 Hasil Pengujian SEM-EDX
b

a

Gambar 23. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering (a) Fotomikro SEM dengan
perbesaran 2000 kali untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area
Tabel 1. Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe15Cr0.5ZrO2 milling 3 jam
Elemen

Komposisi awal

Area Keseluruhan

Posisi 1

Posisi 2

(mass%)

(mass%)

(mass%)

(mass%)

Fe

84.5%

75.79

72.70

80.96

Cr

15%

12.81

14.80

12.55

Zr

0.5%

0.80

0.16

0.82

O

0

2.18

2.24

0

C

0

1.11

1.37

0

F

0

1.04

1.62

2.10

Cu

0

7.06

5.14

4.39

Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.4 (a)
untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa
morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada
Gambar 23 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 1 untuk analisis detil setiap elemen
pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian
butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 2). Hal
ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian
besi dan kromium berpadu secara merata. Diprediksi bahwa telah terjadi proses

Universitas Sumatera Utara

32

pengisian sebagian atom kromium pada atom besi yang disebut mekanisme solid
solution yang terjadi ketika proses milling (A.K. Rivai, 2016).
b
a

Gambar 24. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering (a) Fotomikro SEM dengan
perbesaran 2000 kali untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area
Tabel 2. Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe20Cr0.5ZrO2 milling 3 jam
Elemen

Komposisi awal

Area Keseluruhan

Posisi 1

Posisi 2

(mass%)

(mass%)

(mass%)

(mass%)

Fe

79.5%

74.36

81.10

74.85

Cr

20%

20.47

9.27

21.16

Zr

0.5%

0

0.16

0.15

O

0

3.05

1.90

0.91

C

0

2.12

3.06

1.77

Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.5 (a)
untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa
morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada
Gambar 24 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 2 untuk analisis detil setiap elemen
pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian
butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 1)
maupun paduan FeCr dengan Cr yang tinggi diatas komposisi awal (posisi 2). Hal ini
menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian besi
dan kromium berpadu secara merata namun ada sebagian kromium yang mengisi
lebih banyak pada paduan. Diprediksi bahwa telah terjadi proses pengisian sebagian

Universitas Sumatera Utara

33

atom kromium pada atom besi yang disebut mekanisme solid solution yang terjadi
ketika proses milling.
a

b

Gambar 25. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering (a) Fotomikro SEM dengan
perbesaran 2000 kali untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk seluruh area
Tabel 3 Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe25Cr0.5ZrO2 milling 3 jam
Elemen

Komposisi awal

Area Keseluruhan

Posisi 1

Posisi 2

(mass%)

(mass%)

(mass%)

(mass%)

Fe

74.5%

67.03

70.08

81.59

Cr

25%

20.89

20.71

17.39

Zr

0.5%

0.61

1.73

0

O

0

5.33

5.33

0

C

0

1.67

2.15

1.02

F

0

2.02

0

0

Cu

0

2.45

0

0

Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.6 (a)
untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa
morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada
Gambar 25 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 3 untuk analisis detil setiap elemen
pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian
butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 2). Hal
ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian
besi dan kromium berpadu secara merata.

Universitas Sumatera Utara

34

b

a

Gambar 26. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering milling 5 jam (a) Fotomikro
SEM dengan perbesaran 2000 x untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk
seluruh area
Tabel 4 Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe20Cr0.5ZrO2 milling 5 jam
Elemen

Komposisi awal

Area Keseluruhan

Posisi 1

Posisi 2

(mass%)

(mass%)

(mass%)

(mass%)

Fe

79.5%

72.11

67.75

79.62

Cr

20%

19.96

21.26

18.66

Zr

0.5%

0.75

0.30

0.64

O

0

3.25

6.90

0

C

0

1.03

1.28

1.08

F

0

2.89

0

0

Al

0

0

2.52

0

Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.7 (a)
untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa
morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada
Gambar 26 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 4 untuk analisis detil setiap elemen
pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian
butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 2)
maupun paduan FeCr dengan Cr yang tinggi diatas komposisi awal (posisi 1). Hal ini
menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada sebagian besi
dan kromium berpadu secara merata namun ada sebagian kromium yang mengisi

Universitas Sumatera Utara

35

lebih banyak pada paduan. Diprediksi bahwa telah terjadi proses pengisian sebagian
atom kromium pada atom besi yang disebut mekanisme solid solution yang terjadi
ketika proses milling.
b

a

Gambar 27. Analisis SEM-EDS pelet hasil sintering milling 7 jam (a) Fotomikro
SEM dengan perbesaran 2000 x untuk seluruh area, (b) Pola spectrum EDS untuk
seluruh area
Tabel 5 Analisis Data EDS pelet hasil sintering Fe20Cr0.5ZrO2 milling 7 jam
Elemen

Komposisi awal

Area Keseluruhan

Posisi 1

Posisi 2

(mass%)

(mass%)

(mass%)

(mass%)

Fe

79.5%

76.04

81.73

82.19

Cr

20%

19.54

16.57

16.30

Zr

0.5%

0.61

0

0

O

0

0

0

0

C

0

1.11

1.70

1.51

F

0

2.70

0

0

Hasil analisis SEM pelet hasil sintering ditunjukkan pada gambar 4.8 (a)
untuk keseluruhan area. Secara umum, pelet hasil sintering menunjukkan beberapa
morfologi yang kemudian dianalisis menggunakan EDS seperti ditunjukkan pada
Gambar 27 (a) untuk keseluruhan area dan Tabel 5 untuk analisis detil setiap elemen
pada setiap posisi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelet hasil sintering ada bagian
butiran yang di dominasi oleh paduan FeCr mendekati komposisi awal (posisi 1 dan
2). Hal ini menunjukkan selama proses pemaduan mekanik maupun sintering ada
sebagian besi dan kromium berpadu secara merata.

Universitas Sumatera Utara

36

Berikut ini, persebaran warna-warna unsur paduan pada permukaan sampel,
terlihat bahwa secara kualitatif tampak ketersebaran serbuk semakin merata seiring
dengan penambahan waktu milling. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan persebaran
warna unsur-unsur Fe, Cr, Zr, dan O pada hasil mapping SEM-EDS pada gambar.
a

b

c

d

e

Gambar 28. Distribusi unsur-unsur Fe15Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam
Pada gambar diatas untuk sampel Fe15Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3
jam, terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur
Fe ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru
tua, dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah, hijau, biru dan

Universitas Sumatera Utara

37

hitam. Pada gambar d unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e
unsur O ditandai oleh warna merah, hijau, biru dan hitam.
a

b

c

d

e

Gambar 29. Distribusi unsur-unsur Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam
Pada gambar diatas untuk Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam,
terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe
ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, hijau, biru muda, biru tua, dan
hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah, hijau, biru dan hitam.
Pada gambar c terdapat persebaran unsur kromium belum merata ditandai dengan
masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel. Pada gambar d unsur Zr ditandai
oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh warna merah,
hijau, biru dan hitam. Pada gambar e terdapat persebaran unsur oksigen yang belum
merata ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel.

Universitas Sumatera Utara

38

a. Fe25Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam
a

b

c

d

e

Gambar 30. Distribusi unsur-unsur Fe25Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam
Pada gambar diatas untuk Fe25Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 3 jam,
terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe
ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru tua,
dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah muda, merah, hijau,
biru tua dan hitam. Pada gambar c terdapat persebaran unsur kromium belum merata
ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel. Pada gambar d
unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh
warna merah, hijau, dan hitam. Pada gambar e terdapat persebaran unsur oksigen
yang belum merata ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan
sampel.

Universitas Sumatera Utara

39

b

a

c

d

e

Gambar 31. Distribusi unsur-unsur Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 5 jam
Pada gambar diatas untuk Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 5 jam,
terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe
ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru tua,
dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah muda, merah, hijau,
biru tua dan hitam. Pada gambar c terdapat persebaran unsur kromium belum merata
ditandai dengan masih terlihatnya rongga pada permukaan sampel. Pada gambar d
unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam. Pada gambar e unsur O ditandai oleh
warna merah, hijau, dan hitam.

Universitas Sumatera Utara

40

a

b

c

d

e

Gambar 32. Distribusi unsur-unsur Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 7 jam
Pada gambar diatas untuk Fe20Cr0.5ZrO2 dengan waktu milling 7 jam,
terlihat persebaran warna-warna pada permukaan sampel. Pada gambar b unsur Fe
ditandai oleh warna merah muda, merah, orange, kuning, hijau, biru muda, biru tua,
dan hitam. Pada gambar c unsur Cr ditandai oleh warna merah muda, merah, hijau,
biru tua dan hitam. Pada gambar d unsur Zr ditandai oleh warna hijau dan hitam.
Pada gambar e unsur O ditandai oleh warna merah, hijau, dan hitam.

Universitas Sumatera Utara

41

4.3 Hasil Pengujian XRD

Gambar 33. Hasil Uji XRD pelet: a). Fe15Cr0.5ZrO2- 3jam, b). Fe20Cr0.5ZrO2
3jam, c). Fe25Cr0.5ZrO2- 3jam
Dalam penelitian ini, analisis lebih detail dari pola difraksi ini menunjukkan
bahwa pelet Fe20Cr0.5ZrO2 dengan variasi waktu milling 3 jam, 5 jam dan 7 jam
secara umum telah teridentifikasi fasa FeCr. Keterangan ini diperoleh dari analisis
hasil difraksi sinar X dengan menggunakan Program Match 3 dan di Refinement
menggunakan software Fullprof berdasarkan data Crystallography Open Data Base
no. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr dengan Space group I m -3 m
(229) untuk 15%Cr. No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr dengan
Space group I m -3 m (229) untuk 20%Cr dan No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å)
untuk bcc-FeCr, no. 96-901-3475 (a=b=c=2.8780 Å) untuk bcc-Fe dengan Space
group I m -3 m (229) untuk 25%Cr. Hal ini menunjukkan secara umum baja ODS
didominasi oleh fasa FeCr walaupun masih teridentifikasi puncak rendah dari fasa Fe
(Abu Khalid, 2012).

Universitas Sumatera Utara

42

Gambar 34. Hasil Uji XRD pelet Fe20Cr0.5ZrO2 dengan variasi waktu milling 3 jam,
5 jam, dan 7 jam
Dalam penelitian ini, analisis lebih detail dari pola difraksi ini menunjukkan
bahwa pellet Fe20Cr0.5ZrO2 dengan variasi waktu milling 3 jam, 5 jam dan 7 jam
secara umum telah teridentifikasi fasa FeCr. Keterangan ini diperoleh dari analisis
hasil difraksi sinar X dengan menggunakan Program Match 3 dan di Rifinement
menggunakan software Fullprof berdasarkan data Crystallography Open Data Base
No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr dengan Space group I m -3 m
(229) untuk 20%Cr - 3 jam. No. 96-152-4270 (a=b=c=2.8720 Å) untuk bcc-FeCr, no.
96-901-3475 (a=b=c=2.8780 Å) untuk bcc-Fe dengan Space group I m -3 m (229)
untuk 20%Cr 5 jam dan 7 jam. Pada gambar 30 terlihat bahwa semakin
bertambahnya waktu milling intensitas puncak semakin berkurang .
Gambar 35 memperlihatkan grafik hubungan antara ukuran kristal terhadap
waktu milling. Semakin lama waktu milling semakin kecil ukuran kristal yang
terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa waktu milling dapat memperkecil ukuran
partikel suatu material, sehingga ukuran kristal juga menjadi kecil.

Universitas Sumatera Utara

43

Gambar 35. Ukuran kristal masing-masing struktur fasa yang terbentuk terhadap
variasi waktu milling dari pellet Fe20Cr0.5ZrO2
Dari data difraksi sinar x dilakukan pula analisis dengan menggunakan
program Fullprof digunakan dalam proses fitting paduan yang terbentuk, program ini
berbasis pendekatan metode rietveld sehingga semua parameter di-refine dengan
meminimalkan iterasi pangkat terkecil dari parameter residu. Semakin mendekati 1
maka GOF/kualitas refinement semakin baik/ideal.
Tabel 6 Data kualitas refinement pola difraksi Fe-Cr terhadap waktu milling
Sampel

Waktu Milling

GOF*

Fe15Cr0.5ZrO2

3 jam

1.1

Fe20Cr0.5ZrO2

3 jam

1.2

Fe25Cr0.5ZrO2

3 jam

1.6

Fe20Cr0.5ZrO2

5 jam

1.6

Fe20Cr0.5ZrO2

7 jam

1.5

*GOF (Goodness of fit): kualitas refinement program fullprof

4.4 Hasil Pengujian Kekerasan
Hasil uji kekerasan ditunjukkan pada Gambar 36 sampel dengan variasi
komposisi dan waktu milling. Pengujian nilai kekerasan bahan dilakukan untuk
mengetahui properti mekanik dengan menggunakan Vickers Hardness Tester. Pelet
hasil sintering diukur kekerasannya menggunakan Hardness Vickers HV dengan

Universitas Sumatera Utara

44

beban 200 gram. Nilai vickers memberikan nilai yang plausible bahwa dengan
lamanya waktu milling nilai kekerasan semakin meningkat. Pada milling 5 jam
kekerasannya lebih meningkat dibandingkan dengan milling 3 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa proses pembentukan paduan dipercepat akibat proses milling
(Bandriyana, 2016).
Sampel dengan milling lebih lama memiliki homogenitas partikel Fe dan Cr
yang lebih tinggi, yang menyebabkan homogenitas pembentukan paduan. Sehingga
secara keseluruhan meningkatkan kekerasan. Penambahan partikel oksida zirkonia
dengan sebaran unsur pada kisi bahan yang homogen dapat meningkatkan kekerasan
baja paduan.

Grafik Nilai Kekerasan
250

184.3953

200

210.5084

230.809

168.149
142.4811

Nilai
Kekerasan

150

100

50

0
15Cr-3jam

20Cr-3jam

25Cr-3jam

15Cr-5jam

25Cr-5jam

Gambar 36. Grafik Hardness Vickers Sampel
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu milling
dan penambahan komposisi chromium maka akan meningkatkan kekerasan. Nilai
kekerasan meningkat seiring bertambahnya waktu milling yaitu sebesar 168.1494
HV pada milling 3 jam, 210.5084 HV pada milling 5 jam dan 230.8093 HV pada
milling 5 jam. Sedangkan untuk variasi kromiumnya nilai Vickers yang didapatkan
yaitu sebesar 142.4811 HV pada 15%Cr, 168.1494 HV pada 20%Cr, 184.3953 HV
pada 25%Cr.

Universitas Sumatera Utara

45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Komposisi Cr mempengaruhi banyaknya sebaran kromium pada paduan, dimana
butiran-butiran putih semakin banyak ketika persentase chromnya dinaikkan
(terbentuknya fasa ferit). Sampel dengan waktu milling lebih lama memiliki
homogenitas partikel Fe dan Cr yang lebih tinggi, yang menyebabkan
homogenitas paduan ini dilihat dari hasil mapping pada EDS.
2. Nilai kekerasan meningkat seiring bertambahnya waktu milling yaitu sebesar
168.1494 HV pada milling 3 jam, 210.5084 HV pada milling 5 jam dan
230.8093 HV pada milling 7 jam. Sedangkan untuk variasi kromiumnya nilai
Vickers yang didapatkan yaitu sebesar 142.4811 HV pada 15%Cr, 168.1494 HV
pada 20%Cr, 184.3953 HV pada 25%Cr. Dapat disimpulkan bahwa lamanya
waktu milling dan penambahan komposisi chromium maka akan meningkatkan
kekerasan.
3. Semakin lama waktu milling semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk. Hal
ini menunjukkan bahwa waktu milling dapat memperkecil ukuran partikel suatu
material, sehingga ukuran kristal juga menjadi kecil. Adapun nilai ukuran kristal
dengan variasi waktu milling 3 jam, 5 jam dan 7 jam yaitu 54.45 µm, 54.46 µm,
dan 40.834 µm.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengujian lanjut seperti AFM untuk melihat sebaran partikel
oksida maupun TEM untuk melihat endapan yang ditimbulkan oleh pengaruh
partikel oksida nano zirkonia.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu adanya penambahan lama waktu sintering.
3. Perlu dilakukan pengujian partikel dari bahan dasar (Fe dan Cr) dengan ukuran
yang kecil dan berukuran sama serta waktu milling dilakukan lebih lama.

Universitas Sumatera Utara