Sinergi Antar Komunitas Dalam Melestarikan Sungai Deli
BAB II
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
2.1.
Letak Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 2 lokasi penelitian yaitu Kampung Badur,
Kelurahan Hamdan dan Avros, Kelurahan Kampung Baru. Lokasi penelitian ini
berada dalam Kecamatan yang sama yaitu Kecamatan Maimun. Kecamatan
Medan Maimun memiliki luas wilayah sekitar 3.345 Km² dengan 27 meter diatas
permukaan laut, terletak diantara 3º – 32º LU dan 98º- 39º BT. Secara
administratif Kecamatan Medan Maimun berbatasan dengan :
- Di sebelah Timur dengan Kecamatan Medan Barat
- Di sebelah Barat dengan Kecamatan Medan Polonia
- Di sebelah Selatan dengan Kecamatan Medan Johor
- Di sebelah Utara dengan Kecamatan Medan Kota.
2.2.
Gambaran Umum
Lingkungan X Kampung Badur, Kelurahan
Hamdan Dan Lingkungan XIV Avros, Kelurahan Kampung Baru
2.2.1. Deskripsi Lokasi Kampung Badur
Penelitian ini dilakukan di Kampung Badur lingkungan X Kelurahan
Hamdan Kecamatan Medan Maimun. Kampung Badur memiliki luas wilayah 4
Km². Kampung Badur secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Madra Hulu
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Aur
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Jati
Universitas Sumatera Utara
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Petisah Tengah
2.2.2. Deskripsi Lokasi Jalan Avros
Penelitian ini dilakukan di Jalan Avros Lingkungan XIV Kelurahan
Kampung Baru. Penelitian ini dilakukan tepatnya di Taman Edukasi Avros. Avros
secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Polonia
Sebelah Timur berbatasan dengan Lingkungan XV
Sebelah Selatan berbatasan dengan Lingkungan XIII
Sebelah Utara berbatasan dengan Lingkungan XVI
Jalan Avros berada di Kelurahan Kampung Baru yang daerahnya di
tengah-tengah kota. Avros sendiri memiliki luas wilayah ± 4 ha. Penelitian yang
saya lakukan ini di Taman Edukasi Avros. Tanah milik sebuah perusahaan kelapa
sawit PPKS di pinggiran sungai jalan Avros, menjadi salah satu destinasi
pembuangan sampah warga medan. Namun sejak tahun 2011, PPKS melalui
koperasinya bersama berbagai pihak yang peduli terhadap lingkungan berhasil
menyulap tempat tersebut menjadi taman edukasi. Taman edukasi tersebut
kemudian dikelola oleh Bumi Outdoors yang terkenal pengelolahnya yaitu Bang
Meeng. Taman edukasi ini terbuka untuk umum dan masuk tidak dipungut biaya.
Tempatnya asri, indah, banyak pepohonan yang mmembuat taman ini menjadi
sejuk. Taman edukasi ini banayak dijadikan pihak luar untuk tempat berekreasi.
Pengelola taman edukasi ini yaitu Bumi Outdoor memberikan fasilitas-fasilitas
seperti permainan flying fox, memanah, paint ball, arum jeram di taman ini dan
Universitas Sumatera Utara
terkadang tempat ini digunakan untuk kegiatan ngecamp yang biasanya
dilaksanakan saat weekend.
2.2.3. Pemerintahan Lingkungan X Kampung Badur
Pemerintahan lingkungan X Kampung Badur dipimpin oleh Kepala
Lingkungan (Kepling). Proses pemilihan Kepala Lingkungan, warga mencalonkan
diri ke Kelurahan kemudian Lurah yang memilih. Masa jabatan Kepala
Lingkungan tidak ada batasan sesampai ia mampu memimpin masyarakatnya.
Adapun Kepala Lingkungan yang pernah menjabat, yaitu :
Tabel 2.1
Daftar Nama Kepala Lingkungan dan Masa Jabatan di Lingkungan X
Kampung Badur
NO Nama Kepala Lingkungan
Masa Jabatan
1
Abdul Rauf
1990-2000
2
Amir
2000-2007
3
Dt.Muas
2007-2014
4
Emil
2014-sekarang
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur
2.2.4. Pemerintahan Lingkungan XIV Jalan Avros
Pemerintahan lingkungan XIV Avros dipimpin oleh Kepala Lingkungan
(Kepling). Proses pemilihan Kepala Lingkungan dicalonkan oleh lurah kemudia
dipilih oleh warga lingkungan tersebut.mMasa jabatan Kepala Lingkungan tidak
ada batasan sesampai ia mampu memimpin masyarakatnya. Adapun Kepala
Lingkungan yang pernah menjabat, yaitu :
Tabel 2.2
Universitas Sumatera Utara
Daftar Nama Kepala Lingkungan dan Masa Jabatan di Lingkungan XIV
Jalan Avros
No
Nama Kepala Lingkungan
Masa Jabatan
1
M. Tohir
1986-1998
2
Suyadi
1998-2008
3
M. Sofian
2008-2017
Sumber : Data Kepala Lingkungan XIV Avros
2.3.
Kependudukan
2.3.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kampung Badur dan Jalan
Avros
No
Nama Lokasi
Jenis Kelamin
Jumlah
Penelitian
Laki-Laki
Perempuan
(Jiwa)
1
Kampung Badur
451
632
1.083
2
Jalan Avros
571
611
1.182
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan XIV Jalan Avros
Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk Lingkungan X Kampung
Badur berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Kepala Lingkungan X
berjumlah 1.0853. Jika dilihat dari jenis kelamin penduduk maka jumlah laki-laki
sebesar 451 jiwa dan perempuan 632 jiwa. Jumlah penduduk Lingkungan XIV
Avros berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Kepala Lingkungan XIV
berjumlah 1.182 jiwa . Jika dilihat dari jenis kelamin penduduk maka jumlah
laki-laki sebesar 571 jiwa dan perempuan 611 jiwa.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Setiap orang memiliki kebebasan dan hak untuk memeluk agama dan
kepercayaan menurut dirinya sendiri. Kebebasan untuk memeluk agama dan
kepercayaan telah dijamin oleh negara sehingga setiap orang bebas untuk
menentukan agama yang akan dianutnya. Hal ini juga yang dirasakan oleh
masyarakat yang berada di Kampung Badur dan Jalan Avros.
Tabel 2.4
Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kampung Badur dan Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No
Agama
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Islam
567
997
2
Kristen Protestan
89
116
3
Kristen Katolik
52
53
4
Budha
367
16
5
Hindu
8
-
1.083
1.182
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan XIV Kampung Badur dan Lingkungan X
Avros
Berdasarkan tabel diatas mayoritas penduduk di Lingkungan X Kampung
Badur beragama Islam sebesar 567 jiwa. Lalu disusul oleh yang memeluk agama
Budha sebesar 367 jiwa kemudian disusul oleh agama Kristen Protestan sebesar
89 jiwa, Kristen Katolik sebesar 62 jiwa dan yang paling terendah memeluk
agama hindu sebesar 8 jiwa. Berdasarkan tabel diatas mayoritas penduduk di
Lingkungan XIV Jalan Avros beragama Islam sebesar 997 jiwa. Lalu disusul oleh
yang memeluk agama Kristen Potestan sebesar 116 jiwa kemudian disusul oleh
agama Kristen Katolik sebesar 53 jiwa, dan yang paling terendah memeluk agama
Universitas Sumatera Utara
Budha sebesar 16 jiwa. Terlihat pada tabel diatas mayoritas penduduk di
Kampung Badur dan Jalan Avros memeluk agama Islam.
2.3.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis dan Suku Bangsa
Tabel 2.5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis dan Suku Bangsa di Kampung Badur
dan Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No Etnis dan Suku Bangsa
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Minang
443
453
2
Jawa
282
554
3
Melayu
66
91
4
Batak
99
68
5
Nias
13
-
6
Tionghoa
-
16
7
Lain-lain
180
-
1.083
1.182
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
Berdasarkan tabel di atas penduduk Kampung Badur mayoritas suku
Minang sebanyak 443 jiwa, suku jawa sebanyak 281 jiwa, suku melayu 55 jiwa,
Batak 99 jiwa, Nias 12 jiwa sedangkan penduduk yang berjumlah 180 jiwa
merupakan penduduk yang bersuku bangsa Tionghoa dan Tamil. Penduduk di
Universitas Sumatera Utara
Jalan Avros mayoritas suku Jawa sebanyak 554 jiwa, kemudian disusul oleh suku
minang sebanyak 453 jiwa, kemudian diurutan ketiga dan urutan keemapat yaitu
suku melayu sebesar 91 jiwa dan batak sebanyak 68 jiwa dan yang terendah etnis
tionghoa sebanyak 16 orang.
2.3.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan sumber dasar dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Masyarakat yang tinggal di Kampung Badur dan Jalan Avros
memiliki sumber mata pencaharian yang beragam dari berbagai sektor. Adapun
data yang diperoleh mengenai mata pencaharian Lingkungan X Kampung Badur
dan Lingkungan XIV Jalan Avros sebagai berikut :
Tabel 2.6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kampung Badur dan
Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No
Mata Pencaharian
Kampung Badur
Jalan Avros
1
PNS/POLRI/TNI
2
55
2
Wiraswasta
224
120
3
Pedagang
315
85
4
Buruh
367
65
908
325
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
Masyarakat di Lingkungan X Kampung Badur kebanyakan bermata
pencaharian sebagai Buruh yang berjumlah 367 jiwa dan yang paling terendah
bermata pencaharian Polri sebanyak 2 jiwa. Masyarakat di Lingkungan XIV Jalan
Universitas Sumatera Utara
Avros kebanyakan bermata pencaharian sebagai wiraswasta yang berjumlah 120
jiwa, kemudian disusul bermata pencaharian sebagai pedagang 85 jiwa. Kemudian
buruh sebanyak 62 orang dan yang paling terendah yang bekerja sebagai
PNS/Polri/TNI sebanyak 55 jiwa.
2.3.5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk kualitas penduduk.
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik kualitas SDM yang dihasilakan.
Masyarakat Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV Jalan Avros
tergolong dari berbagai kelompok dari yang belum sekolah sampai yang tidak
sekolah terdapat pada Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV Jalan
Avros. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.7
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kampung Badur dan
Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No
Tingkat Pendidikan
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Belum Sekolah
30
-
2
TK/PAUD
35
-
3
SD
235
236
4
SMP
253
636
5
SMA
478
188
6
D3
23
52
7
S1
29
48
8
S2
-
22
Universitas Sumatera Utara
Jumlah
1.083
1.182
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi
masyarakat di Kampung Badur adalah tamatan SMA sebanyak 478 Jiwa,
kemudian disusul oleh tamatan SMP sebanyak 253 jiwa, tamatan SD 235 jiwa dan
TK/PAUD sebanyak 35 Jiwa. Masyarakat di Kampung Badur ada juga yang
berpendidikan sampai taraf Mahasiswa yang terdiri dari tamatan D3 sebanyak 23
jiwa dan tamatan S1 sebanyak 29 jiwa dan yang belum sekolah sebanyak 30 jiwa.
Tingkat pendidikan tertinggi masyarakat di Jalan Avros adalah tamatan SMP
sebesar 636 Jiwa, kemudian disusul oleh tamatan SD sebesar 236 jiwa, tamatan
SMA 188 jiwa . Masyarakat di Avros Lingkungan XIV ada juga yang
berpendidikan sampai taraf Mahasiswa yang terdiri dari tamatan D3 sebanyak 52
jiwa, tamatan S1 sebanyak 248 jiwa dan tamatan S2 sebanyak 22 jiwa.
2.4.
Sarana dan Prasarana
2.4.1. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang tersedia di Lingkungan X Kampung Badur tidak
ada biasanya untuk bersekolah mereka ke daerah Kelurahan Aur yang tidak terlalu
jauh dari Kampung Badur atau biasanya mereka bersekolah di daerah sungai mati,
Jl.Teratai dikarenakan di daerah ini banyak terdapat sekolah. Salah satu sekolah
SD yang sering mereka pilih yaitu SDS Dwi Warna yang terletak di Jl. Teratai,
Universitas Sumatera Utara
SDN 060904. Untuk yang bersekolah di tingkat SMP dan SMA biasanya mereka
bersekolah ke daerah Kelurahan Jati, Kampung Baru dan Suka Raja.
Sarana pendidikan juga tidak terdapat di daerah Lingkungan XIV Jalan
Avros. Biasanya mereka akan bersekolah di daerah Jl.Brigend Katamso. Biasanya
untuk anak-anak yang menempuh SMP biasanya mereka bersekolah di SMP N 2
Medan dan untuk jenjang SMA mereka bisa bersekolah di SMA N 2 Medan yang
tidak terlalu jauh dari Jalan Avros.
2.4.2. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan merupakan satu hal yang wajib ada di setiap wilayah. Di
Kampung Badur terdapat Klinik Bidan yang berizin dan biasanya untuk
mendapatkan penanganan yang lebih intensive mereka langsung berobat ke
Puskesmas Kampung Baru yang letaknya lumayan jauh dari Kampung Badur.
Tidak hanya klinik bidan yang terdapat di Kampung Badur tetapi terdapat
Posyandu yang terdiri dari Posyandu anak-anak dan Posyandu Lansia yang
berjumlah satu.
Masyarakat di Jalan Avros untuk berobat biasanya langsung mendatangi
Puskesmas Kampung Baru karena pelayanan di Puskesmas ini sudah bisa
dikatakan baik. Jika penyakit-penyakit ringan masih bisa ditangani tetapi kalau
sudah berat biasanya puskesmas ini akan merujuk ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan lebih intensive.
2.4.3. Sarana Ibadah
Universitas Sumatera Utara
Setiap agama memiliki sarana ibadah masing-masing untuk melayani
Tuhannya, tetapi tidak setiap agama di Kampung Badur dan Jalan Avros memiliki
rumah ibadah. Di Kampung Badur sendiri terdapat Mesjid dan Musholah
sedangkan di Jalan Avros terdapat Mesjid Ah-Rahman dan Vihara Mahastri.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
No
Tabel 2.8
Sarana Ibadah di Kampung Badur dan Jalan Avros
(Dalam Satuan Unit)
Sarana Ibadah
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Mesjid
1
1
2
Mushola
1
-
3
Vihara
-
1
2
2
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
2.4.4. Sarana Air Bersih
Keberadaan wilyah Kampung Badur terdiri dari 2 bagian wilayah yaitu
Badur atas dan Badur bawah. Badur atas merupakan wilayah kawasan elit yang
rumahnya sudah dilengkapi oleh fasilitas air PDAM dan masih ada juga
menggunakan air sumur atau sumur bor. Badur bawah merupakan wilayah yang
berada di sepanjang aliran Sungai Deli. Masyarakat Badur bawah masih
menggunakan air sungai untuk aktivitas mereka sehariannya seperti mencuci dan
mandi. Tetapi untuk memasak, minum biasanya mereka membeli air galon dan
sebagian rumah yang difasilitasi oleh air PAM.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Lingkungan XIV Jalan Avros dalam hal sarana air bersih
sudah memadai dikarenakan wilayah ini sudah berada di tengah-tengah kota.
Masyarakat di Avros Lingkungan XIV sebagian sudah menggunakan air PDAM
di rumah mereka dan masih ada menggunakan air sumur atau sumur bor
dikarenakan air di daerah ini sering mati. Bukan karena masalah itu juga tetapi
sebagian masyarakat ingin menghemat tidak menggunakan air dari PAM.
Terkadang kualitas air sumur lebih bersih asalkan dilakukan penyaringan terlebih
dahulu.
2.4.5. Pola Pemukiman
Pola pemukiman penduduk di Kampung Badur dan Jalan Avros
mengelompok. Rumah penduduk setempat memiliki pintu depan yang saling
berhadapan dengan rumah penduduk setempat lainnya. Tak hanya itu biasanya
mereka tinggal mengelompok dekat dengan saudara atau keluarga
Jika dilihat dari bentuk rumah, pola pemukiman di Lingkungan X
Kampung Badur dan Lingkungan XIV Jalan Avros dapat dikategorikan menjadi
tiga kategori yaitu tipe rumah permanen, tipe rumah semi permanen dan tipe
rumah kumuh.
Rumah tipe permanen, merupakan bangunan rumah yang keselurahan
dinding dari rumah tersebut telah terbuat dari batu bata atau beton, yang memiliki
pintu, jendela, ruang kamar, dapur dan juga halaman, rumah ini biasanya sudah
milik pribadi, sudah memiliki aliran listrik dan atap rumah terbuat dari seng.
Rumah tipe semi permanen, ditandai dengan sepertiga badan rumah bagian bawah
Universitas Sumatera Utara
terbuat dari bahan semen dan dua pertiga badan rumah bagian atas terbuat dari
bahan papan yang baik, sedangkan atap rumah pada umumnya telah memakan
bahan dari seng. Rumah tipe kumuh, ditandai dengan rumah yang terbuat dari
bahan-bahan bekas dan tidak layak yang merupakan rumah darurat serta di
tempati secara ilegal atau status hukum tanah yang tidak jelas.
Pada lingkungan X Kampung Badur ketiga bentuk rumah ini ditemukan.
Pada wilayah lingkungan Badur atas maka ditemukan rumah dengan tipe
permanen dan tipe semi permanen dimana pada wilayah ini berada di tengahtengah kota dan bisa dikatakan orang yang menepatinya orang menengah ke atas.
Pada wilayah Badur bagian bawah maka ditemukan bentuk rumah tipe kumuh
dimana wilayah ini berada di pinggiran Sungai Deli. Bisa dikatakan rumah-rumah
mereka rumah-rumah yang darurat dan tidak laya huni sebenarnya. Rumah
mereka terbuat dari papan-papan dan dibuat seperti rumah panggung yang tinggi
karena mencegah kalau banjir naik tidak mengenai rumah mereka.
Pada lingkungan XIV Jalan Avros ketiga tipe rumah ini ditemukan tetapi
kebanyakan rumah di daerah ini tipe rumah permanen dan semi permanen
dikarenakan lokasi dari Jalan Avros ini di tengah-tengah kota. Tetapi masih ada
ditemukan bebarapa rumah yang kondisinya yang tidak layak huni, yang
rumahnya terbuat dari papan yang rumahnya ini berada di belakang aliran Sungai
Deli.
2.5.
Sejarah Kampung Badur
Universitas Sumatera Utara
Sejarah mengenai berdirinya Kampung Badur sampai saat ini belum ada
secara tertulis, hanya saja berdasarkan informasi yang didaptakan oleh penulis
melalui wawancara dengan masyarakat sekitar yaitu Bang Hendra, yang
merupakan masyarakat yang sudah lama tinggal di Kampung Badur dan
merupakan pengurus Sanggar Pendidikan Silaturahmi. Beliau mengatakan bahwa
kampung ini dulunya sebuah lahan kosong yang tidak terpakai sehingga mereka
membuka lahan menjadi pemukiman sampai saat ini dikenanl dengan Kampung
Badur. Masyarakat badur dibedakan menjadi dua golongan yang dikenal dengan
masyarakat Badur bawah dan masyarakat Badur atas. Masyarakat Badur atas
dikenal dengan masyarakat-masyarakat elite yang rumahnya berbahan dasar batu,
berdinding tembok serta berpagar sedangkan masyarakat Badur bawah mereka
yang mendirikan rumah di tepi atau pinggiran sungai yang berbahan dasar kayu,
papan dan setengah batu, serta memilih tangga. .
Mayoritas etnis yang menempati kawasan bawah kebanyakan terdiri dari
suku minang, jawa, batak dan campuran sedangkan masyarakat atas terdiri dari
etnis Tionghoa, india dan beberapa suku minang, jawa dan lainnya. Tetapi
kebanyakan yang menempati kampung badur masyarakat minang. Perbedaan suku
atau etnis menciptakan adanya keberagaman kebudayaan di Kampung Badur,
masing-masing anggota masyarakat harus memahami akan perbedaan nilai dan
kebudayaan yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat yang ada di Badur agar
terbentuk kesatuan dalam keberagaman di Kampung Badur.
2.6.
Sejarah Avros
Universitas Sumatera Utara
Jalan Avros berada di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan
Maimun. Jalan Avros berada ditengah-ditengah kota. Kondisi geografis Avros
dapat dikatakan cukup baik terletak diantara 9º-27º LU dan 98º-25º BT dengan
kisaran 27 m diatas permukaan laut. Jalan Avros memiliki tanah dengan kualitas
yang cukup baik dengan terdiri dari banyak bebatuan. Disamping itu terdapat
sungai yang melintas yakni bagian dari Sungai Deli. Suhu terendah adalah 23ºC
dan suhu tertinggi adalah 28ºC.
Jalan ini terkenal dengan peninggalan perusahan Kelapa Sawit
dan
bangunan-bangunan tua bersejarah dari peninggalan Belanda. Keberadaan jalan
Avros yang ditengah-tengah kota tetapi masih saja ada pemukiman kumuh yaitu
masih ada masyarakat yang tinggal di sekitaran pinggiran Sungai. Masyarakat
yang berada dikampung baru rata-rata suku Jawa dan orang-orang Tionghoa. Hal
ini nampak dari kegiatan mereka yaitu berdagang dan bentuk-bentu rumah di
sekitaran Avros ini berbentuk ruko karena penduduknya mayorita Tionghoa yang
pekerjaannya sebagai pedagang. Meskipun etnis di daerah ini banyak tetapi
mereka saling akur tidak pernah percecokan terjadi diantara mereka.
Jalan Avros juga terkenal dengan Taman Edukasi Avros yang menjadi
tempat edukasi alam bagi semua kalangan masyarakat. Taman Edukasi Avros
tidak hanya menawarkan sarana edukasi tetapi permainan sepeti outboand,
tracking, memamah, Paint Ball dan arum jeram. Areal ini sebelumnya tempat
pembuangan sampah dan dari pihak PPKS bekerja sama dengan pihak Bumi
Outdoor yang mengolah tempat ini saat ini dan Komunitas Go river pula
Universitas Sumatera Utara
menjadikan tempat ini sebagai taman edukasi dan areal terbuka hijau dimana
seluruh masyarakat bebas untuk masuk ke tempat ini.
2.7.
Kawasan Daerah Aliran Sungai Deli
Sungai Deli merupakan salah satu induk sungai pada Satuan Wilayah
Sungai (SWS) Belawan/Belumai Ular dengan lima anak sungai. Panjang sungai
sekitar 73 km dengan luas basin 402 km². Sungai Deli beserta anak dan ranting
sungainya mengalir dari Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan melintasi
Kota Medan sebelum bermuara ke Selat Malaka. Bagian hulu sungai pada
umumnya berada di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang, sedangkan
bagiam tengah berada di Kota Medan.
Induk Sungai
Sungai
Tabel 2.9
Anak dan Ranting Sungai Deli
Anak sungai
Daerah
Ranting
Pengaliran
Sungai
Sei Sikambing Kota Medan
D
Sei Babura
Kota Medan
Daerah
Pengaliran
Sei Putih
Kota Medan
Sei Selayang
Kota Medan
Sei Batua
Kota Medan
Sei Bekala
Kota Medan
Pancur Batu*
E
Lau Kelimut
Sibolangit*
Namorambe*
Lau Petani
L
Namorambe*
Sei Betimus
Sibolangit*
Deli Tua*
Simpang
Universitas Sumatera Utara
Empat**
Sei Simai-mai
Namorambe*
I
Lau Bewaci
Namorambe*
Lau Simantri
Sibiru-biru*
Lau Bekusah
Sibiru-biru*
Sumber : Dokumen laporan pemantauan kualitas Sungai Deli, Bapedalda Sumut
Keterangan : *Kecamatan pada Kabupaten Deli Serdang
**Kecamatan pada Kabupaten Karo
Sungai Deli dapat digolongkan atas tiga bagian yakni, daerah hulu, tengah
dan daerah hilir.
Tabel 2.10
Pengolongan Sungai Deli
Lokasi
Luas DTA
(Km²)
Bagian
Sungai
Panjang
(Km)
Hulu
Kaki G.Sibayak sampai
pertemuan dengan anak
sungai mei-mei
159
30
Tengah
Sampai
pertemuan
dengan Sungai Sikambing
188
20
Sampai ke muara sungai
55
20
402
73
Hilir
Total
Sumber: Dokumen laporan kualitas Sungai Deli Bapedalda
Daerah pengaliran sungai di Kabupaten Karo
terdapat di Kecamatam
Simpang Empat Desa Semangat Gunung dan Desa Doulu sedangkan di
Kabupaten Deli Serdang meliputi lima kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Pancur Batu
4. Kecamatan Deli Tua
2. Kecamatan Sibolangit
5. Kecamatan Sibiru-biru
3. Kecamtan Namorambe
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan di Kota Medan meliputi 14 kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Medan Tuntungan
8. Kecamatan Medan Sunggal
2. Kecamatan Johor
9. Kecamatan Medan Petisah
3. Kecamatan Selayang
10. Kecamatan Medan Barat
4. Kecamatan Polonia
11. Kecamatan Medan Deli
5. Kecamatan Medan Maimun
12. Kecamatan Medan Labuhan
6. Kecamatan Medan Kota
13. Kecamatan Medan Marelan
7. Kecamatan Medan Baru
14. Kecamatan Medan Belawan
Pada beberapa kecamatan sungai ini menjadi bagian batas administrasi.
a. Daerah Hulu
Pada daerah hulu, Sungai Deli mengalir melalui daerah perbukitan dengan
topografi yang beragam, antara landai, terjal dan curam sehingga terdapat
beberapa terjunan. Pemanfaatan lahan daerah pengaliran sungai di hulu antara lain
sebagai daerah pertanian, perikanan dan pemukiman serta hutan. Air sungai
dimanfaatkan untuk irigasi, rekreasi air serta air minum.
Kegiatan yang berpotensi menurunkan kualitas air sungai dan lingkungan
sekitarnya antara lain, penambangan pasir dan batu dari badan air, pengunungan
pestisida dan pupuk di daerah pertanian, pengambilan humus serta konservasi
hutan menjadi pemukiman dan lahan pertanian.
b. Deaerah Pertengahan
Pada daerah pertengahan topografi daerah pengaliran Sungai Deli
cendrung landai dengan kemiringan 0,31%. Hal ini menyebabkan laju air sungai
Universitas Sumatera Utara
lebih lambat dibandingkan daerah hulu. Pada laju air yang lebih lambat, proses
aerasi juga berkurang dengan demikian self purification juga menurun.
Di daerah pertengahan pemanfaatan lahan di sekitar daerah pengaliran
sungai adalah untuk pemukiman, perkantoran dan industri. Daerah pertengahan
merupakan pusat kota, sentral jasa dan perdagangan. Terdapat banyak kegiatan
yang menimbulkan pemukiman kumuh pada bantaran sungai, pembuangan limbah
domestik dan industri, pembuangan sampah, pengubahan alur sungai, pengerasan
benteng sungai dengan beton dan lainnya.
c. Daerah Hilir
Topografi daerah hilir Sungai Deli semakin landai dengan kemiringan 0,2% laju
air pada daerah ini semakin lambat, terutama kearah muara. Daerah hilir
merupakan sentral industri, terdapat lebih dari 54 kegiatan/industri di sepanjang
Sungai Deli, termasuk hotel dan rumah sakit, banyak diantara industri ini yang
membuang limbahnya ke Sungai Deli tangapa pengolahan terlebih dahulu7.
Iklim
Iklim di daerah air Sungai Deli menunjukkan sedikit perbedaan antara
musim kemarau dan musim hujan. Suhu udara antara 21ºC-33ºC dan suhu ratarata tahunan adalah 26ºC.
a. Curah Hujan
Curah hujan disebelah selatan daerah pegunungan dan sebelah utara
daerah pantai diperkirakan masing-masing berkisar 2.800 mm/tahun dan 1.700
7
Sumber : Laporan pemantauan kualitas dan upaya pencemaran Sungai Deli. Dokumen Bappeda,
2006
Universitas Sumatera Utara
mm/tahun. Dari catatan hujan sepanjang tahun, diketahui bahwa curah hujan
terendah pada bulan Februari dan tertinggi pada bulan September. Pada daerah
yang lebih tinggi, curah hujan juga lebih tinggi.
Rata-rata curah hujan tahunan diperkirakan 2.337 mm/tahun. Musim hujan
mulai bulan Januari sampai bulan Juli sedangkan musim kemarau mulai bulan Juli
sampai Desember. Namun demikian, hujan dapat terjadi set iap bulan, sehingga
perbedaan antara musim hujan dan kemarau kurag jelas.
b. Panjang dan Kemiringan DAS Deli
Debit air sungai dan kemiringan pada DAS Deli seluas 32,581 ha dengan
kemiringan lereng 50%.
c. Debit Air Sungai Deli
Debit air Sungai Deli dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini terutama
karena konservasi hutan yang terjadi pada daerah hulu sungai. Pada saat ini
terdapat dua stasiun pengukuran debit air Sungai Deli yakni di Helvetia pada
koordinat 03º37’39.1’’ LU, 098º39’53.6” m dpl serta di Simei-mei pada koordinat
03º28’33.6”LU. 098º.40’36.0” BT dan 59 m dpl.
2.7.1
Sungai Deli Dalam Perspektif Sejarah
Dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991),
dituliskan bahwa menurut “Hikayat Aceh”, Medan sebagai pelabuhan telah ada
pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin
Universitas Sumatera Utara
Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa
dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan deli. Sejak
akhir abad ke-16, nama Haru berubah menjadi Ghuri, dan akhirnya pada awal
abad ke-17 menjadi Deli. Pertempuran terus-menerus antara Haru dengan Aceh
mengakibatkan jumlah penduduk Haru jauh berkurang, sebagai daerah taklukan,
banyak warganya yang dipindahkan ke Aceh untuk dijadikan pekerja kasar.
Nama Deli mulanya berasal dari nama seorang anak raja satu kerajaan di
India yang bernama Muhammad Dalik, perahunya tenggelam di dekat Kuala Pasai
sehingga ia terdampar di Pasai, daerah Aceh sekarang. Tidak lama sesudah ia
datang di Aceh, Sultan Aceh mengalami kesulitan untuk menaklukkan tujuh lakilaki dari Kekaisaran Romawi Timur yang membuat kekacauan. Dalik berhasil
membunuh
para
pengacau
tersebut
satu
persatu.
Penghargaan
atas
keberhasilannya membunuh para pengacau tersebut, Sultan memberinya gelar
Laksamana Kud Bintan dan menunjuknya sebagai Laksamana Aceh. Atas
berbagai keberhasilannya dalam pertempuran akhirnya ia diangkat sebagai Gocah
Pahlawan, pemimpin para pemuka Aceh dan raja-raja taklukkan Aceh.
Beberapa tahun kemudian, Dalik meninggalkan Aceh dan membuka
negeri baru di Sungai Lalang-Percut. Posisinya di daerah baru adalah sebagai
wakil Sultan Aceh di wilayah bekas Kerajaan Haru (dari batas Tamiang sampai
Sungai Rokan Pasir Ayam Denak) dengan misi, menghancurkan sisa-sisa
pemberontak Haru yang didukung Portugis, menyebarkan Islam hingga ke dataran
tinggi, serta mengorganisir administrasi sebagai bagian dari Kesultanan Aceh.
Universitas Sumatera Utara
Berdirinya kesultanan Deli ini juga salah satu cikal berdirinya Kota
Medan. Nama Deli sesungguhnya muncul dalam “Daghregister” VOC di Malaka
sejak April 1641, yang dituliskan sebagai Dilley, Dilly, Delli atau Delhi.
Mengingat asal Gocah Pahlawan dari India, ada kemungkinan nama Deli itu
berasal dari Delhi, nama kota di India. Belanda tercatat pertama kali masuk di
Deli tahun 1641, ketika sebuah kapal yang dipimpin Arent Patter merapat untuk
mengambil budak. Selanjutnya, hubungan Deli dengan Belanda semakin mulus.
Tahun 1863 Kapal Josephine yang membawa orang perkebunan tembakau dari
Jawa Timur, salah satunya Jacobus Nienhujis, dari Firma Van Den Arend
Surabaya mendarat di Kesultanan Deli.
Menurut bahasa Melayu, Medan berarti tempat berkumpul, karena sejak
zaman kuno di situ sudah merupakan tempat bertemunya masyarakat dari
hamparan Perak, Sukapiring, dan lainnya untuk berdagang, berjudi, dan
sebagainya. Desa Medan dikelilingi berbagai desa lain seperti Kesawan, Binuang,
Tebing Tinggi dan Merbau. Medan sebagai embrio sebuah kota secara kronologis
berawal dari peristiwa penting tahun 1918, yaitu saat Medan menjadi Gemeente
(Kota Administratif), tetapi tanpa memiliki wali kota sehingga wilayah tersebut
tetap di bawah kewenangan penguasa Hindia Belanda.
Pada tahun 1640 Tuanku Gocah Pahlawan telah menjadikan Kampung
Deli yang terletak di daerah sekitar delta Sungai Deli dengan muara Sungai
Belawan sebagai pusat Kerajaan Deli. Dari catatan beberapa narasumber bahwa
kawasan ini telah menjadi wilayah Bandar Lama yang sangat penting sejak abad
ke 13, karena sudah menjadi pelabuhan besar dan Bandar dari Kerajaan Haru serta
Universitas Sumatera Utara
pusat perdagangan bagi pedagang dari Cina ke India. Labuhan Deli telah menjadi
mutiara Tanah Deli sejak wilayah ini menjadi tujuan investasi di bidang
perkebunan oleh bangsa Eropa dan dijadikan pelabuhan ekspor untuk melayani
arus perdagangan dan pengiriman hasil-hasil perkebunan. Pelabuhan Belawan
yang pada masa itu masih berupa pelabuhan kecil sudah mulai menyainginya.
Kota Medan yang pada awalnya merupakan sebuah kampung belantara yang
dikenal sebagai Kampung Medan Puteri telah memperoleh imbas dari posisi
strategisnya di Tanah Deli dan telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
kawasan yang secara perlahan-lahan mulai menyaingi Labuhan Deli.
Labuhan Deli yang terletak di muara Sungai Deli tercatat sebagai
pelabuhan yang sibuk dan punya peran penting sebagai pintu gerbang
perdagangan kerajaan Haru dengan pedagang asing. Sungai Deli yang
menghubungkan pusat kerajaan ini di Deli Tua dengan Labuhan Deli adalah
sungai yang sangat ramai dilayari. Bahkan, sudah menjadi urat nadi hubungan
dagang maupun sosial politis antara kerajaan Haru dengan dunia luar. Pamor
Labuhan Deli sebagai sebuah Bandar dan kota penting makin bersinar semasa
Kesultanan Deli memusatkan roda pemerintahannya disana. Semasa itu,
pedagang-pedagang Melayu, Cina, Jepang dan India turut meramaikan suasana
kehidupan sosial dan ekonomi sehari-hari di Labuhan Deli, yang umumnya
berpusat dideretan ruko-ruko Cina dan dermaga. Sebagai pusat kekuasaan
kesultanan, Istana Deli, Balai Kerapatan Adat dan Mesjid Al-Osmani berdiri
megah di Labuhan Deli.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya Tanah Deli pada masa itu adalah kawasan yang terisolir
dari dunia luar, kecuali melalui Sungai Deli. Memilik masa lalunya, kini Labuhan
Deli bernasib tragis. Perannya sebagai pelabuhan telah lama disingkirkan oleh
Belawan. Pusat kehidupan ekonomi dan pusat pemerintahan Kesultanan Deli,
Medan telah mengambil alihnya. Perkembangan Belawan menjadi pelabuhan
yang makin sibuk dan modern serta pertumbuhan Medan yang menggebu- gebu
menuju
metropolitan
makin
menenggelamkan
Labuhan
Deli,
sekaligus
menjatuhkannya dari hiruk pikuk pembangunan.
2.7.2
Perilaku Masyarakat Dalam Pemanfaaan Sungai Deli.
Sungai sebagai sumber daya alam merupakan ekosistem perairan yang
sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Sungai pada umumnya
merupakan sumber daya penting bagi masyarakat Indonesia, sungai biasanya
digunakan untuk keperluan aktivitas rumah tangga seperti mandi, mencuci, kakus,
bahan baku air minum, rekreasi, pertanian, perikanan, penambangan pasir,
transportasi bahkan untuk perindustrian dalam skla kecil maupun besar. Selain itu,
sungai menjadi media tempat hidup berbagai jenis tumbuhan, air, ikan, plankton
dan invertebrata yang melekat di dasar sungai (Soemarwoto,2001).
Sungai deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di kota
Medan yang cukup terkenal. Pada masa zaman pemerintahan kolonial Belanda
Sungai Deli merupakan jalur transportasi dan urat nadi perdagangan ke daerah
lain, pada masa itu keadaan sungai deli masih bersih, air jernih belum tercemar
seperti saat ini dan bebas dari sampah-sampah. Semakin padatnya penduduk kota,
Universitas Sumatera Utara
lahan untuk tempat tinggal semakin sempit mengharuskan masyarakat yang
melakukan urbanisasi mendirikan tempat tinggal di pinggiran sungai.
Telaah tentang pemukiman kumuh, pada umumnya mencakup tiga hal,
pertama kondisi fisik, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang
bermukim di pemukiman tersebut, ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut.
Kondisi fisik bisa dilihat dari segi bangunan yang sangat rapat dengan kualitas
konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi
umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah yang belum dikelola dengan
baik. Kondisi sosial ekonomi yang berada di kawasan kumuh mencakup tingkat
pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang
mewarnai kehidupannya yang tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi
tersebut
sering mengakibatkan kondisi
kesehatah
yang buruk, sumber
pencemaran, sumber penyebaran penyakit, perilaku menyimpang dan terjadi
bencana alam seperti banjir. Secara sederhana pemukiman kumuh lebih mengarah
kepada aspek lingkungan suatu komunitas tersebut tinggal yang tidak layak.
Secara keruangan, pemukiman kumuh berada di pusat kota yang dekat dengan
daerah pusat usaha dan merupakan pemukiman penduduk pribumi pada masa
kolonial, daerah bantaran sungai, sepanjang rel kereta api, daerah sekitar industri
dan pergudangan (Arsalan, 2006).
Masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai adalah masyarakat yang
memiliki keretanan sosial, yakni suatu keadaan penurunan ketahanan akibat
pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, matapencahrian, sumber daya
alam,
infrastruktur,
produktivitas,
ekonomi,
dan
kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
(Wignyosukarto,2009). Keretanan sosial berkaitan erat dengan pendidikan,
dimana tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan dan
pendapatan. Ikatan sosial berkaitan dengan hubungan kekerabatan yang dimiliki
seseorang yang masih dalam satu wilayah dan interaksi sosial berkaitan dengan
hubungan kemasyarakatan yang ada di dalam masyarakat tersebut, hubungan
kemasyarakatan dapat dilihat dengan banyaknya perkumpulan atau organisasi
kemasyarakatan yang diikuti oleh masyarakat tersebut. Ketidakadaan kerentanan
dalam hal ikatan sosial dan interaksi sosial juga dapat mempengaruhi seseorang
untuk tetap bermukim di daerah rawan bencana, seperti di daerah aliran sungai
yang rawan dengan bencana banjir. Kerentanan ekonomi berkaitan dengan mata
pencahrian dan tingkat pendapatan seseorang juga menjadi alasan mayarakat
bermukim dipinggaran sungai.
Suripin (2002) menyatakan bahwa daerah aliran sungai merupakan suatu
ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor
biotik, non biotik dan manusia. Aktivitas dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang menyebabkan perubahan ekosistem pada guna lahan, khususnya di daerah
hulu dapat memberikan dampak pada daerah hilir berupa perubahan fluktuasi
debit air dan kandungan sedimen dan material terlarut lainnya. Bermukim di
bantaran Sungai Deli dimanfaatkan masyarakat bantaran Sungai Deli sebagai
tempat mandi, cuci, kakus pada umumnya. Walaupun semua rumah sudah
memiliki kamar mandi yang layak pakai dan ketersediaan air PAM tercukupi,
namun kegiatan seperti ini sudah menjadi kebiasaan dari masyarakat yang berada
Universitas Sumatera Utara
di pinggiran Sungai Deli. Seperti pernyataan salah satu informan yang peneliti
temui di Kampung Badur yaitu ibu Saida, 24 tahun :
“Kalau bagi kami Sungai Deli sebagai kehidupan kami. Di Sungai Deli ini
kami mandi, mencuci baju, nyuci piring bahkan untuk buang hajat kami
lakukan di sungai ini. Kami tidak merasa jijik karena sudah terbiasa bagi
kami karena dari kecil kami tinggal di daerah Sungai Deli ini. Saya setiap
harinya nyuci baju disini sama ibu-ibu lainnya, kami sambil berceritacerita biasanya disini”
Pernyataan seperti diatas diperjelas juga oleh kak sri , warga yang tinggal
di Sukaraja
yang memanfaatkan Sungai Deli untuk kesehariannya seperti di
bawah ini :
“Kakak setiap harinya mencuci baju disini karena kamar mandi kakak
kecil jadi kakak ngak puas kalau nuci baju disana, air di rumah kakak
juga kecil terkadang mati kalau mencuci di sungai ini kan air melimpah.
Biasanya kakak siap mencuci dari sungai kalau tidak malas kakak
bersihin lagi di rumah karena kami dari kecil memang kayak gini
melakukan aktivitas mencuci baju, piring, mandi, buang hajat disini
karena lebih enak aja bisa sambil cerita-cerita sama ibu-ibu yang lain.”
Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa mandi,
mencuci dan membuang hajat sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat yang berada di pinggiran Sungai Deli. Kebiasaan ini seperti turun
temurun yang sudah diwariskan dari orang yang lebih tua dari mereka dulu.
Masyarakat sekitar yang bermukiman di pinggiran Sungai Deli tidak memikirkan
bahwa air sungai tersebut tidak layak sebenarnya untuk dipergunakan untuk
aktivitas keseharian mereka. Masyarakat yang berada di pinggiran sungai masih
mempergunakan air untuk keseharian mereka seperti mandi, mencuci dikarenakan
keterpaksaan dari keadaan mereka yang terbatas, mereka sudah merasa kebal
dengan yang terjadi pada mereka seperti penyakit yang akan menyerang mereka.
Universitas Sumatera Utara
Sungai bagi masyarakat yang berada di pinggiran sungai tidak hanya
sebagai aktivitas mereka saja tetapi sungai bagi mereka sebagai tempat mereka
bertemu dan kejenuhan aktivitas yang mereka lakukan dalam satu hari. Bagi ibuibu sungai dijadikan mereka untuk mencuci baju dan disana mereka saling
bercerita dengan ibu-ibu lainnya. Bagi kaum bapak-bapak, anak-anak sungai
dijadikan mereka untuk aktivitas berenang, memancing . Di sekitar sungai setiap
sorenya bisa kita lihat banyak bapak-bapak, anak remaja laki-laki sedang
memancing ikan di sungai. Ada beberapa jenis ikan di sungai ini, seperti ikan
sapu kaca, udang lobster, ikan mujair dan ikan nila walaupun tidak banyak.
Diantara kesemua jenis ikan yang ada, jenis ikan yang paling banyak dan mudah
didapatkan adalah ikan sapu kaca. Ikan yang sudah didapat biasanya dibawa ke
rumah dan dimasak di rumah untuk makan malam. Kegiatan mancing setiap sore
sudah menjadi hobi dan kesenangan bagi masyarakat sekitar Sungai Deli. Hal ini
disampaikan oleh salah satu informan yaitu Bapak Sukiman yang setiap sore
memancing ikan di sungai.
“Saya memancing ikan setiap sore sampai menjelang maghrib sepulang
kerja. Memancing ini iseng-iseng saya saja karena capek bekerja. Kalau
lagi beruntung saya dapat ikan dan kemudian saya bawa pulang untuk
saya makan kalaupun tidak dapat saya merasa senang tersendiri juga
karena bisa bercerita-cerita dengan kawan-kawan saya yang lain”
Universitas Sumatera Utara
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
2.1.
Letak Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 2 lokasi penelitian yaitu Kampung Badur,
Kelurahan Hamdan dan Avros, Kelurahan Kampung Baru. Lokasi penelitian ini
berada dalam Kecamatan yang sama yaitu Kecamatan Maimun. Kecamatan
Medan Maimun memiliki luas wilayah sekitar 3.345 Km² dengan 27 meter diatas
permukaan laut, terletak diantara 3º – 32º LU dan 98º- 39º BT. Secara
administratif Kecamatan Medan Maimun berbatasan dengan :
- Di sebelah Timur dengan Kecamatan Medan Barat
- Di sebelah Barat dengan Kecamatan Medan Polonia
- Di sebelah Selatan dengan Kecamatan Medan Johor
- Di sebelah Utara dengan Kecamatan Medan Kota.
2.2.
Gambaran Umum
Lingkungan X Kampung Badur, Kelurahan
Hamdan Dan Lingkungan XIV Avros, Kelurahan Kampung Baru
2.2.1. Deskripsi Lokasi Kampung Badur
Penelitian ini dilakukan di Kampung Badur lingkungan X Kelurahan
Hamdan Kecamatan Medan Maimun. Kampung Badur memiliki luas wilayah 4
Km². Kampung Badur secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Madra Hulu
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Aur
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Jati
Universitas Sumatera Utara
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Petisah Tengah
2.2.2. Deskripsi Lokasi Jalan Avros
Penelitian ini dilakukan di Jalan Avros Lingkungan XIV Kelurahan
Kampung Baru. Penelitian ini dilakukan tepatnya di Taman Edukasi Avros. Avros
secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Polonia
Sebelah Timur berbatasan dengan Lingkungan XV
Sebelah Selatan berbatasan dengan Lingkungan XIII
Sebelah Utara berbatasan dengan Lingkungan XVI
Jalan Avros berada di Kelurahan Kampung Baru yang daerahnya di
tengah-tengah kota. Avros sendiri memiliki luas wilayah ± 4 ha. Penelitian yang
saya lakukan ini di Taman Edukasi Avros. Tanah milik sebuah perusahaan kelapa
sawit PPKS di pinggiran sungai jalan Avros, menjadi salah satu destinasi
pembuangan sampah warga medan. Namun sejak tahun 2011, PPKS melalui
koperasinya bersama berbagai pihak yang peduli terhadap lingkungan berhasil
menyulap tempat tersebut menjadi taman edukasi. Taman edukasi tersebut
kemudian dikelola oleh Bumi Outdoors yang terkenal pengelolahnya yaitu Bang
Meeng. Taman edukasi ini terbuka untuk umum dan masuk tidak dipungut biaya.
Tempatnya asri, indah, banyak pepohonan yang mmembuat taman ini menjadi
sejuk. Taman edukasi ini banayak dijadikan pihak luar untuk tempat berekreasi.
Pengelola taman edukasi ini yaitu Bumi Outdoor memberikan fasilitas-fasilitas
seperti permainan flying fox, memanah, paint ball, arum jeram di taman ini dan
Universitas Sumatera Utara
terkadang tempat ini digunakan untuk kegiatan ngecamp yang biasanya
dilaksanakan saat weekend.
2.2.3. Pemerintahan Lingkungan X Kampung Badur
Pemerintahan lingkungan X Kampung Badur dipimpin oleh Kepala
Lingkungan (Kepling). Proses pemilihan Kepala Lingkungan, warga mencalonkan
diri ke Kelurahan kemudian Lurah yang memilih. Masa jabatan Kepala
Lingkungan tidak ada batasan sesampai ia mampu memimpin masyarakatnya.
Adapun Kepala Lingkungan yang pernah menjabat, yaitu :
Tabel 2.1
Daftar Nama Kepala Lingkungan dan Masa Jabatan di Lingkungan X
Kampung Badur
NO Nama Kepala Lingkungan
Masa Jabatan
1
Abdul Rauf
1990-2000
2
Amir
2000-2007
3
Dt.Muas
2007-2014
4
Emil
2014-sekarang
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur
2.2.4. Pemerintahan Lingkungan XIV Jalan Avros
Pemerintahan lingkungan XIV Avros dipimpin oleh Kepala Lingkungan
(Kepling). Proses pemilihan Kepala Lingkungan dicalonkan oleh lurah kemudia
dipilih oleh warga lingkungan tersebut.mMasa jabatan Kepala Lingkungan tidak
ada batasan sesampai ia mampu memimpin masyarakatnya. Adapun Kepala
Lingkungan yang pernah menjabat, yaitu :
Tabel 2.2
Universitas Sumatera Utara
Daftar Nama Kepala Lingkungan dan Masa Jabatan di Lingkungan XIV
Jalan Avros
No
Nama Kepala Lingkungan
Masa Jabatan
1
M. Tohir
1986-1998
2
Suyadi
1998-2008
3
M. Sofian
2008-2017
Sumber : Data Kepala Lingkungan XIV Avros
2.3.
Kependudukan
2.3.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kampung Badur dan Jalan
Avros
No
Nama Lokasi
Jenis Kelamin
Jumlah
Penelitian
Laki-Laki
Perempuan
(Jiwa)
1
Kampung Badur
451
632
1.083
2
Jalan Avros
571
611
1.182
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan XIV Jalan Avros
Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk Lingkungan X Kampung
Badur berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Kepala Lingkungan X
berjumlah 1.0853. Jika dilihat dari jenis kelamin penduduk maka jumlah laki-laki
sebesar 451 jiwa dan perempuan 632 jiwa. Jumlah penduduk Lingkungan XIV
Avros berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Kepala Lingkungan XIV
berjumlah 1.182 jiwa . Jika dilihat dari jenis kelamin penduduk maka jumlah
laki-laki sebesar 571 jiwa dan perempuan 611 jiwa.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Setiap orang memiliki kebebasan dan hak untuk memeluk agama dan
kepercayaan menurut dirinya sendiri. Kebebasan untuk memeluk agama dan
kepercayaan telah dijamin oleh negara sehingga setiap orang bebas untuk
menentukan agama yang akan dianutnya. Hal ini juga yang dirasakan oleh
masyarakat yang berada di Kampung Badur dan Jalan Avros.
Tabel 2.4
Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kampung Badur dan Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No
Agama
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Islam
567
997
2
Kristen Protestan
89
116
3
Kristen Katolik
52
53
4
Budha
367
16
5
Hindu
8
-
1.083
1.182
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan XIV Kampung Badur dan Lingkungan X
Avros
Berdasarkan tabel diatas mayoritas penduduk di Lingkungan X Kampung
Badur beragama Islam sebesar 567 jiwa. Lalu disusul oleh yang memeluk agama
Budha sebesar 367 jiwa kemudian disusul oleh agama Kristen Protestan sebesar
89 jiwa, Kristen Katolik sebesar 62 jiwa dan yang paling terendah memeluk
agama hindu sebesar 8 jiwa. Berdasarkan tabel diatas mayoritas penduduk di
Lingkungan XIV Jalan Avros beragama Islam sebesar 997 jiwa. Lalu disusul oleh
yang memeluk agama Kristen Potestan sebesar 116 jiwa kemudian disusul oleh
agama Kristen Katolik sebesar 53 jiwa, dan yang paling terendah memeluk agama
Universitas Sumatera Utara
Budha sebesar 16 jiwa. Terlihat pada tabel diatas mayoritas penduduk di
Kampung Badur dan Jalan Avros memeluk agama Islam.
2.3.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis dan Suku Bangsa
Tabel 2.5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis dan Suku Bangsa di Kampung Badur
dan Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No Etnis dan Suku Bangsa
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Minang
443
453
2
Jawa
282
554
3
Melayu
66
91
4
Batak
99
68
5
Nias
13
-
6
Tionghoa
-
16
7
Lain-lain
180
-
1.083
1.182
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
Berdasarkan tabel di atas penduduk Kampung Badur mayoritas suku
Minang sebanyak 443 jiwa, suku jawa sebanyak 281 jiwa, suku melayu 55 jiwa,
Batak 99 jiwa, Nias 12 jiwa sedangkan penduduk yang berjumlah 180 jiwa
merupakan penduduk yang bersuku bangsa Tionghoa dan Tamil. Penduduk di
Universitas Sumatera Utara
Jalan Avros mayoritas suku Jawa sebanyak 554 jiwa, kemudian disusul oleh suku
minang sebanyak 453 jiwa, kemudian diurutan ketiga dan urutan keemapat yaitu
suku melayu sebesar 91 jiwa dan batak sebanyak 68 jiwa dan yang terendah etnis
tionghoa sebanyak 16 orang.
2.3.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan sumber dasar dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Masyarakat yang tinggal di Kampung Badur dan Jalan Avros
memiliki sumber mata pencaharian yang beragam dari berbagai sektor. Adapun
data yang diperoleh mengenai mata pencaharian Lingkungan X Kampung Badur
dan Lingkungan XIV Jalan Avros sebagai berikut :
Tabel 2.6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kampung Badur dan
Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No
Mata Pencaharian
Kampung Badur
Jalan Avros
1
PNS/POLRI/TNI
2
55
2
Wiraswasta
224
120
3
Pedagang
315
85
4
Buruh
367
65
908
325
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
Masyarakat di Lingkungan X Kampung Badur kebanyakan bermata
pencaharian sebagai Buruh yang berjumlah 367 jiwa dan yang paling terendah
bermata pencaharian Polri sebanyak 2 jiwa. Masyarakat di Lingkungan XIV Jalan
Universitas Sumatera Utara
Avros kebanyakan bermata pencaharian sebagai wiraswasta yang berjumlah 120
jiwa, kemudian disusul bermata pencaharian sebagai pedagang 85 jiwa. Kemudian
buruh sebanyak 62 orang dan yang paling terendah yang bekerja sebagai
PNS/Polri/TNI sebanyak 55 jiwa.
2.3.5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk kualitas penduduk.
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik kualitas SDM yang dihasilakan.
Masyarakat Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV Jalan Avros
tergolong dari berbagai kelompok dari yang belum sekolah sampai yang tidak
sekolah terdapat pada Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV Jalan
Avros. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.7
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kampung Badur dan
Jalan Avros
(Dalam Satuan Jiwa)
No
Tingkat Pendidikan
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Belum Sekolah
30
-
2
TK/PAUD
35
-
3
SD
235
236
4
SMP
253
636
5
SMA
478
188
6
D3
23
52
7
S1
29
48
8
S2
-
22
Universitas Sumatera Utara
Jumlah
1.083
1.182
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi
masyarakat di Kampung Badur adalah tamatan SMA sebanyak 478 Jiwa,
kemudian disusul oleh tamatan SMP sebanyak 253 jiwa, tamatan SD 235 jiwa dan
TK/PAUD sebanyak 35 Jiwa. Masyarakat di Kampung Badur ada juga yang
berpendidikan sampai taraf Mahasiswa yang terdiri dari tamatan D3 sebanyak 23
jiwa dan tamatan S1 sebanyak 29 jiwa dan yang belum sekolah sebanyak 30 jiwa.
Tingkat pendidikan tertinggi masyarakat di Jalan Avros adalah tamatan SMP
sebesar 636 Jiwa, kemudian disusul oleh tamatan SD sebesar 236 jiwa, tamatan
SMA 188 jiwa . Masyarakat di Avros Lingkungan XIV ada juga yang
berpendidikan sampai taraf Mahasiswa yang terdiri dari tamatan D3 sebanyak 52
jiwa, tamatan S1 sebanyak 248 jiwa dan tamatan S2 sebanyak 22 jiwa.
2.4.
Sarana dan Prasarana
2.4.1. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang tersedia di Lingkungan X Kampung Badur tidak
ada biasanya untuk bersekolah mereka ke daerah Kelurahan Aur yang tidak terlalu
jauh dari Kampung Badur atau biasanya mereka bersekolah di daerah sungai mati,
Jl.Teratai dikarenakan di daerah ini banyak terdapat sekolah. Salah satu sekolah
SD yang sering mereka pilih yaitu SDS Dwi Warna yang terletak di Jl. Teratai,
Universitas Sumatera Utara
SDN 060904. Untuk yang bersekolah di tingkat SMP dan SMA biasanya mereka
bersekolah ke daerah Kelurahan Jati, Kampung Baru dan Suka Raja.
Sarana pendidikan juga tidak terdapat di daerah Lingkungan XIV Jalan
Avros. Biasanya mereka akan bersekolah di daerah Jl.Brigend Katamso. Biasanya
untuk anak-anak yang menempuh SMP biasanya mereka bersekolah di SMP N 2
Medan dan untuk jenjang SMA mereka bisa bersekolah di SMA N 2 Medan yang
tidak terlalu jauh dari Jalan Avros.
2.4.2. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan merupakan satu hal yang wajib ada di setiap wilayah. Di
Kampung Badur terdapat Klinik Bidan yang berizin dan biasanya untuk
mendapatkan penanganan yang lebih intensive mereka langsung berobat ke
Puskesmas Kampung Baru yang letaknya lumayan jauh dari Kampung Badur.
Tidak hanya klinik bidan yang terdapat di Kampung Badur tetapi terdapat
Posyandu yang terdiri dari Posyandu anak-anak dan Posyandu Lansia yang
berjumlah satu.
Masyarakat di Jalan Avros untuk berobat biasanya langsung mendatangi
Puskesmas Kampung Baru karena pelayanan di Puskesmas ini sudah bisa
dikatakan baik. Jika penyakit-penyakit ringan masih bisa ditangani tetapi kalau
sudah berat biasanya puskesmas ini akan merujuk ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan lebih intensive.
2.4.3. Sarana Ibadah
Universitas Sumatera Utara
Setiap agama memiliki sarana ibadah masing-masing untuk melayani
Tuhannya, tetapi tidak setiap agama di Kampung Badur dan Jalan Avros memiliki
rumah ibadah. Di Kampung Badur sendiri terdapat Mesjid dan Musholah
sedangkan di Jalan Avros terdapat Mesjid Ah-Rahman dan Vihara Mahastri.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
No
Tabel 2.8
Sarana Ibadah di Kampung Badur dan Jalan Avros
(Dalam Satuan Unit)
Sarana Ibadah
Kampung Badur
Jalan Avros
1
Mesjid
1
1
2
Mushola
1
-
3
Vihara
-
1
2
2
Jumlah
Sumber : Data Kepala Lingkungan X Kampung Badur dan Lingkungan XIV
Avros
2.4.4. Sarana Air Bersih
Keberadaan wilyah Kampung Badur terdiri dari 2 bagian wilayah yaitu
Badur atas dan Badur bawah. Badur atas merupakan wilayah kawasan elit yang
rumahnya sudah dilengkapi oleh fasilitas air PDAM dan masih ada juga
menggunakan air sumur atau sumur bor. Badur bawah merupakan wilayah yang
berada di sepanjang aliran Sungai Deli. Masyarakat Badur bawah masih
menggunakan air sungai untuk aktivitas mereka sehariannya seperti mencuci dan
mandi. Tetapi untuk memasak, minum biasanya mereka membeli air galon dan
sebagian rumah yang difasilitasi oleh air PAM.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Lingkungan XIV Jalan Avros dalam hal sarana air bersih
sudah memadai dikarenakan wilayah ini sudah berada di tengah-tengah kota.
Masyarakat di Avros Lingkungan XIV sebagian sudah menggunakan air PDAM
di rumah mereka dan masih ada menggunakan air sumur atau sumur bor
dikarenakan air di daerah ini sering mati. Bukan karena masalah itu juga tetapi
sebagian masyarakat ingin menghemat tidak menggunakan air dari PAM.
Terkadang kualitas air sumur lebih bersih asalkan dilakukan penyaringan terlebih
dahulu.
2.4.5. Pola Pemukiman
Pola pemukiman penduduk di Kampung Badur dan Jalan Avros
mengelompok. Rumah penduduk setempat memiliki pintu depan yang saling
berhadapan dengan rumah penduduk setempat lainnya. Tak hanya itu biasanya
mereka tinggal mengelompok dekat dengan saudara atau keluarga
Jika dilihat dari bentuk rumah, pola pemukiman di Lingkungan X
Kampung Badur dan Lingkungan XIV Jalan Avros dapat dikategorikan menjadi
tiga kategori yaitu tipe rumah permanen, tipe rumah semi permanen dan tipe
rumah kumuh.
Rumah tipe permanen, merupakan bangunan rumah yang keselurahan
dinding dari rumah tersebut telah terbuat dari batu bata atau beton, yang memiliki
pintu, jendela, ruang kamar, dapur dan juga halaman, rumah ini biasanya sudah
milik pribadi, sudah memiliki aliran listrik dan atap rumah terbuat dari seng.
Rumah tipe semi permanen, ditandai dengan sepertiga badan rumah bagian bawah
Universitas Sumatera Utara
terbuat dari bahan semen dan dua pertiga badan rumah bagian atas terbuat dari
bahan papan yang baik, sedangkan atap rumah pada umumnya telah memakan
bahan dari seng. Rumah tipe kumuh, ditandai dengan rumah yang terbuat dari
bahan-bahan bekas dan tidak layak yang merupakan rumah darurat serta di
tempati secara ilegal atau status hukum tanah yang tidak jelas.
Pada lingkungan X Kampung Badur ketiga bentuk rumah ini ditemukan.
Pada wilayah lingkungan Badur atas maka ditemukan rumah dengan tipe
permanen dan tipe semi permanen dimana pada wilayah ini berada di tengahtengah kota dan bisa dikatakan orang yang menepatinya orang menengah ke atas.
Pada wilayah Badur bagian bawah maka ditemukan bentuk rumah tipe kumuh
dimana wilayah ini berada di pinggiran Sungai Deli. Bisa dikatakan rumah-rumah
mereka rumah-rumah yang darurat dan tidak laya huni sebenarnya. Rumah
mereka terbuat dari papan-papan dan dibuat seperti rumah panggung yang tinggi
karena mencegah kalau banjir naik tidak mengenai rumah mereka.
Pada lingkungan XIV Jalan Avros ketiga tipe rumah ini ditemukan tetapi
kebanyakan rumah di daerah ini tipe rumah permanen dan semi permanen
dikarenakan lokasi dari Jalan Avros ini di tengah-tengah kota. Tetapi masih ada
ditemukan bebarapa rumah yang kondisinya yang tidak layak huni, yang
rumahnya terbuat dari papan yang rumahnya ini berada di belakang aliran Sungai
Deli.
2.5.
Sejarah Kampung Badur
Universitas Sumatera Utara
Sejarah mengenai berdirinya Kampung Badur sampai saat ini belum ada
secara tertulis, hanya saja berdasarkan informasi yang didaptakan oleh penulis
melalui wawancara dengan masyarakat sekitar yaitu Bang Hendra, yang
merupakan masyarakat yang sudah lama tinggal di Kampung Badur dan
merupakan pengurus Sanggar Pendidikan Silaturahmi. Beliau mengatakan bahwa
kampung ini dulunya sebuah lahan kosong yang tidak terpakai sehingga mereka
membuka lahan menjadi pemukiman sampai saat ini dikenanl dengan Kampung
Badur. Masyarakat badur dibedakan menjadi dua golongan yang dikenal dengan
masyarakat Badur bawah dan masyarakat Badur atas. Masyarakat Badur atas
dikenal dengan masyarakat-masyarakat elite yang rumahnya berbahan dasar batu,
berdinding tembok serta berpagar sedangkan masyarakat Badur bawah mereka
yang mendirikan rumah di tepi atau pinggiran sungai yang berbahan dasar kayu,
papan dan setengah batu, serta memilih tangga. .
Mayoritas etnis yang menempati kawasan bawah kebanyakan terdiri dari
suku minang, jawa, batak dan campuran sedangkan masyarakat atas terdiri dari
etnis Tionghoa, india dan beberapa suku minang, jawa dan lainnya. Tetapi
kebanyakan yang menempati kampung badur masyarakat minang. Perbedaan suku
atau etnis menciptakan adanya keberagaman kebudayaan di Kampung Badur,
masing-masing anggota masyarakat harus memahami akan perbedaan nilai dan
kebudayaan yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat yang ada di Badur agar
terbentuk kesatuan dalam keberagaman di Kampung Badur.
2.6.
Sejarah Avros
Universitas Sumatera Utara
Jalan Avros berada di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan
Maimun. Jalan Avros berada ditengah-ditengah kota. Kondisi geografis Avros
dapat dikatakan cukup baik terletak diantara 9º-27º LU dan 98º-25º BT dengan
kisaran 27 m diatas permukaan laut. Jalan Avros memiliki tanah dengan kualitas
yang cukup baik dengan terdiri dari banyak bebatuan. Disamping itu terdapat
sungai yang melintas yakni bagian dari Sungai Deli. Suhu terendah adalah 23ºC
dan suhu tertinggi adalah 28ºC.
Jalan ini terkenal dengan peninggalan perusahan Kelapa Sawit
dan
bangunan-bangunan tua bersejarah dari peninggalan Belanda. Keberadaan jalan
Avros yang ditengah-tengah kota tetapi masih saja ada pemukiman kumuh yaitu
masih ada masyarakat yang tinggal di sekitaran pinggiran Sungai. Masyarakat
yang berada dikampung baru rata-rata suku Jawa dan orang-orang Tionghoa. Hal
ini nampak dari kegiatan mereka yaitu berdagang dan bentuk-bentu rumah di
sekitaran Avros ini berbentuk ruko karena penduduknya mayorita Tionghoa yang
pekerjaannya sebagai pedagang. Meskipun etnis di daerah ini banyak tetapi
mereka saling akur tidak pernah percecokan terjadi diantara mereka.
Jalan Avros juga terkenal dengan Taman Edukasi Avros yang menjadi
tempat edukasi alam bagi semua kalangan masyarakat. Taman Edukasi Avros
tidak hanya menawarkan sarana edukasi tetapi permainan sepeti outboand,
tracking, memamah, Paint Ball dan arum jeram. Areal ini sebelumnya tempat
pembuangan sampah dan dari pihak PPKS bekerja sama dengan pihak Bumi
Outdoor yang mengolah tempat ini saat ini dan Komunitas Go river pula
Universitas Sumatera Utara
menjadikan tempat ini sebagai taman edukasi dan areal terbuka hijau dimana
seluruh masyarakat bebas untuk masuk ke tempat ini.
2.7.
Kawasan Daerah Aliran Sungai Deli
Sungai Deli merupakan salah satu induk sungai pada Satuan Wilayah
Sungai (SWS) Belawan/Belumai Ular dengan lima anak sungai. Panjang sungai
sekitar 73 km dengan luas basin 402 km². Sungai Deli beserta anak dan ranting
sungainya mengalir dari Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan melintasi
Kota Medan sebelum bermuara ke Selat Malaka. Bagian hulu sungai pada
umumnya berada di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang, sedangkan
bagiam tengah berada di Kota Medan.
Induk Sungai
Sungai
Tabel 2.9
Anak dan Ranting Sungai Deli
Anak sungai
Daerah
Ranting
Pengaliran
Sungai
Sei Sikambing Kota Medan
D
Sei Babura
Kota Medan
Daerah
Pengaliran
Sei Putih
Kota Medan
Sei Selayang
Kota Medan
Sei Batua
Kota Medan
Sei Bekala
Kota Medan
Pancur Batu*
E
Lau Kelimut
Sibolangit*
Namorambe*
Lau Petani
L
Namorambe*
Sei Betimus
Sibolangit*
Deli Tua*
Simpang
Universitas Sumatera Utara
Empat**
Sei Simai-mai
Namorambe*
I
Lau Bewaci
Namorambe*
Lau Simantri
Sibiru-biru*
Lau Bekusah
Sibiru-biru*
Sumber : Dokumen laporan pemantauan kualitas Sungai Deli, Bapedalda Sumut
Keterangan : *Kecamatan pada Kabupaten Deli Serdang
**Kecamatan pada Kabupaten Karo
Sungai Deli dapat digolongkan atas tiga bagian yakni, daerah hulu, tengah
dan daerah hilir.
Tabel 2.10
Pengolongan Sungai Deli
Lokasi
Luas DTA
(Km²)
Bagian
Sungai
Panjang
(Km)
Hulu
Kaki G.Sibayak sampai
pertemuan dengan anak
sungai mei-mei
159
30
Tengah
Sampai
pertemuan
dengan Sungai Sikambing
188
20
Sampai ke muara sungai
55
20
402
73
Hilir
Total
Sumber: Dokumen laporan kualitas Sungai Deli Bapedalda
Daerah pengaliran sungai di Kabupaten Karo
terdapat di Kecamatam
Simpang Empat Desa Semangat Gunung dan Desa Doulu sedangkan di
Kabupaten Deli Serdang meliputi lima kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Pancur Batu
4. Kecamatan Deli Tua
2. Kecamatan Sibolangit
5. Kecamatan Sibiru-biru
3. Kecamtan Namorambe
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan di Kota Medan meliputi 14 kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Medan Tuntungan
8. Kecamatan Medan Sunggal
2. Kecamatan Johor
9. Kecamatan Medan Petisah
3. Kecamatan Selayang
10. Kecamatan Medan Barat
4. Kecamatan Polonia
11. Kecamatan Medan Deli
5. Kecamatan Medan Maimun
12. Kecamatan Medan Labuhan
6. Kecamatan Medan Kota
13. Kecamatan Medan Marelan
7. Kecamatan Medan Baru
14. Kecamatan Medan Belawan
Pada beberapa kecamatan sungai ini menjadi bagian batas administrasi.
a. Daerah Hulu
Pada daerah hulu, Sungai Deli mengalir melalui daerah perbukitan dengan
topografi yang beragam, antara landai, terjal dan curam sehingga terdapat
beberapa terjunan. Pemanfaatan lahan daerah pengaliran sungai di hulu antara lain
sebagai daerah pertanian, perikanan dan pemukiman serta hutan. Air sungai
dimanfaatkan untuk irigasi, rekreasi air serta air minum.
Kegiatan yang berpotensi menurunkan kualitas air sungai dan lingkungan
sekitarnya antara lain, penambangan pasir dan batu dari badan air, pengunungan
pestisida dan pupuk di daerah pertanian, pengambilan humus serta konservasi
hutan menjadi pemukiman dan lahan pertanian.
b. Deaerah Pertengahan
Pada daerah pertengahan topografi daerah pengaliran Sungai Deli
cendrung landai dengan kemiringan 0,31%. Hal ini menyebabkan laju air sungai
Universitas Sumatera Utara
lebih lambat dibandingkan daerah hulu. Pada laju air yang lebih lambat, proses
aerasi juga berkurang dengan demikian self purification juga menurun.
Di daerah pertengahan pemanfaatan lahan di sekitar daerah pengaliran
sungai adalah untuk pemukiman, perkantoran dan industri. Daerah pertengahan
merupakan pusat kota, sentral jasa dan perdagangan. Terdapat banyak kegiatan
yang menimbulkan pemukiman kumuh pada bantaran sungai, pembuangan limbah
domestik dan industri, pembuangan sampah, pengubahan alur sungai, pengerasan
benteng sungai dengan beton dan lainnya.
c. Daerah Hilir
Topografi daerah hilir Sungai Deli semakin landai dengan kemiringan 0,2% laju
air pada daerah ini semakin lambat, terutama kearah muara. Daerah hilir
merupakan sentral industri, terdapat lebih dari 54 kegiatan/industri di sepanjang
Sungai Deli, termasuk hotel dan rumah sakit, banyak diantara industri ini yang
membuang limbahnya ke Sungai Deli tangapa pengolahan terlebih dahulu7.
Iklim
Iklim di daerah air Sungai Deli menunjukkan sedikit perbedaan antara
musim kemarau dan musim hujan. Suhu udara antara 21ºC-33ºC dan suhu ratarata tahunan adalah 26ºC.
a. Curah Hujan
Curah hujan disebelah selatan daerah pegunungan dan sebelah utara
daerah pantai diperkirakan masing-masing berkisar 2.800 mm/tahun dan 1.700
7
Sumber : Laporan pemantauan kualitas dan upaya pencemaran Sungai Deli. Dokumen Bappeda,
2006
Universitas Sumatera Utara
mm/tahun. Dari catatan hujan sepanjang tahun, diketahui bahwa curah hujan
terendah pada bulan Februari dan tertinggi pada bulan September. Pada daerah
yang lebih tinggi, curah hujan juga lebih tinggi.
Rata-rata curah hujan tahunan diperkirakan 2.337 mm/tahun. Musim hujan
mulai bulan Januari sampai bulan Juli sedangkan musim kemarau mulai bulan Juli
sampai Desember. Namun demikian, hujan dapat terjadi set iap bulan, sehingga
perbedaan antara musim hujan dan kemarau kurag jelas.
b. Panjang dan Kemiringan DAS Deli
Debit air sungai dan kemiringan pada DAS Deli seluas 32,581 ha dengan
kemiringan lereng 50%.
c. Debit Air Sungai Deli
Debit air Sungai Deli dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini terutama
karena konservasi hutan yang terjadi pada daerah hulu sungai. Pada saat ini
terdapat dua stasiun pengukuran debit air Sungai Deli yakni di Helvetia pada
koordinat 03º37’39.1’’ LU, 098º39’53.6” m dpl serta di Simei-mei pada koordinat
03º28’33.6”LU. 098º.40’36.0” BT dan 59 m dpl.
2.7.1
Sungai Deli Dalam Perspektif Sejarah
Dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991),
dituliskan bahwa menurut “Hikayat Aceh”, Medan sebagai pelabuhan telah ada
pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin
Universitas Sumatera Utara
Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa
dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan deli. Sejak
akhir abad ke-16, nama Haru berubah menjadi Ghuri, dan akhirnya pada awal
abad ke-17 menjadi Deli. Pertempuran terus-menerus antara Haru dengan Aceh
mengakibatkan jumlah penduduk Haru jauh berkurang, sebagai daerah taklukan,
banyak warganya yang dipindahkan ke Aceh untuk dijadikan pekerja kasar.
Nama Deli mulanya berasal dari nama seorang anak raja satu kerajaan di
India yang bernama Muhammad Dalik, perahunya tenggelam di dekat Kuala Pasai
sehingga ia terdampar di Pasai, daerah Aceh sekarang. Tidak lama sesudah ia
datang di Aceh, Sultan Aceh mengalami kesulitan untuk menaklukkan tujuh lakilaki dari Kekaisaran Romawi Timur yang membuat kekacauan. Dalik berhasil
membunuh
para
pengacau
tersebut
satu
persatu.
Penghargaan
atas
keberhasilannya membunuh para pengacau tersebut, Sultan memberinya gelar
Laksamana Kud Bintan dan menunjuknya sebagai Laksamana Aceh. Atas
berbagai keberhasilannya dalam pertempuran akhirnya ia diangkat sebagai Gocah
Pahlawan, pemimpin para pemuka Aceh dan raja-raja taklukkan Aceh.
Beberapa tahun kemudian, Dalik meninggalkan Aceh dan membuka
negeri baru di Sungai Lalang-Percut. Posisinya di daerah baru adalah sebagai
wakil Sultan Aceh di wilayah bekas Kerajaan Haru (dari batas Tamiang sampai
Sungai Rokan Pasir Ayam Denak) dengan misi, menghancurkan sisa-sisa
pemberontak Haru yang didukung Portugis, menyebarkan Islam hingga ke dataran
tinggi, serta mengorganisir administrasi sebagai bagian dari Kesultanan Aceh.
Universitas Sumatera Utara
Berdirinya kesultanan Deli ini juga salah satu cikal berdirinya Kota
Medan. Nama Deli sesungguhnya muncul dalam “Daghregister” VOC di Malaka
sejak April 1641, yang dituliskan sebagai Dilley, Dilly, Delli atau Delhi.
Mengingat asal Gocah Pahlawan dari India, ada kemungkinan nama Deli itu
berasal dari Delhi, nama kota di India. Belanda tercatat pertama kali masuk di
Deli tahun 1641, ketika sebuah kapal yang dipimpin Arent Patter merapat untuk
mengambil budak. Selanjutnya, hubungan Deli dengan Belanda semakin mulus.
Tahun 1863 Kapal Josephine yang membawa orang perkebunan tembakau dari
Jawa Timur, salah satunya Jacobus Nienhujis, dari Firma Van Den Arend
Surabaya mendarat di Kesultanan Deli.
Menurut bahasa Melayu, Medan berarti tempat berkumpul, karena sejak
zaman kuno di situ sudah merupakan tempat bertemunya masyarakat dari
hamparan Perak, Sukapiring, dan lainnya untuk berdagang, berjudi, dan
sebagainya. Desa Medan dikelilingi berbagai desa lain seperti Kesawan, Binuang,
Tebing Tinggi dan Merbau. Medan sebagai embrio sebuah kota secara kronologis
berawal dari peristiwa penting tahun 1918, yaitu saat Medan menjadi Gemeente
(Kota Administratif), tetapi tanpa memiliki wali kota sehingga wilayah tersebut
tetap di bawah kewenangan penguasa Hindia Belanda.
Pada tahun 1640 Tuanku Gocah Pahlawan telah menjadikan Kampung
Deli yang terletak di daerah sekitar delta Sungai Deli dengan muara Sungai
Belawan sebagai pusat Kerajaan Deli. Dari catatan beberapa narasumber bahwa
kawasan ini telah menjadi wilayah Bandar Lama yang sangat penting sejak abad
ke 13, karena sudah menjadi pelabuhan besar dan Bandar dari Kerajaan Haru serta
Universitas Sumatera Utara
pusat perdagangan bagi pedagang dari Cina ke India. Labuhan Deli telah menjadi
mutiara Tanah Deli sejak wilayah ini menjadi tujuan investasi di bidang
perkebunan oleh bangsa Eropa dan dijadikan pelabuhan ekspor untuk melayani
arus perdagangan dan pengiriman hasil-hasil perkebunan. Pelabuhan Belawan
yang pada masa itu masih berupa pelabuhan kecil sudah mulai menyainginya.
Kota Medan yang pada awalnya merupakan sebuah kampung belantara yang
dikenal sebagai Kampung Medan Puteri telah memperoleh imbas dari posisi
strategisnya di Tanah Deli dan telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
kawasan yang secara perlahan-lahan mulai menyaingi Labuhan Deli.
Labuhan Deli yang terletak di muara Sungai Deli tercatat sebagai
pelabuhan yang sibuk dan punya peran penting sebagai pintu gerbang
perdagangan kerajaan Haru dengan pedagang asing. Sungai Deli yang
menghubungkan pusat kerajaan ini di Deli Tua dengan Labuhan Deli adalah
sungai yang sangat ramai dilayari. Bahkan, sudah menjadi urat nadi hubungan
dagang maupun sosial politis antara kerajaan Haru dengan dunia luar. Pamor
Labuhan Deli sebagai sebuah Bandar dan kota penting makin bersinar semasa
Kesultanan Deli memusatkan roda pemerintahannya disana. Semasa itu,
pedagang-pedagang Melayu, Cina, Jepang dan India turut meramaikan suasana
kehidupan sosial dan ekonomi sehari-hari di Labuhan Deli, yang umumnya
berpusat dideretan ruko-ruko Cina dan dermaga. Sebagai pusat kekuasaan
kesultanan, Istana Deli, Balai Kerapatan Adat dan Mesjid Al-Osmani berdiri
megah di Labuhan Deli.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya Tanah Deli pada masa itu adalah kawasan yang terisolir
dari dunia luar, kecuali melalui Sungai Deli. Memilik masa lalunya, kini Labuhan
Deli bernasib tragis. Perannya sebagai pelabuhan telah lama disingkirkan oleh
Belawan. Pusat kehidupan ekonomi dan pusat pemerintahan Kesultanan Deli,
Medan telah mengambil alihnya. Perkembangan Belawan menjadi pelabuhan
yang makin sibuk dan modern serta pertumbuhan Medan yang menggebu- gebu
menuju
metropolitan
makin
menenggelamkan
Labuhan
Deli,
sekaligus
menjatuhkannya dari hiruk pikuk pembangunan.
2.7.2
Perilaku Masyarakat Dalam Pemanfaaan Sungai Deli.
Sungai sebagai sumber daya alam merupakan ekosistem perairan yang
sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Sungai pada umumnya
merupakan sumber daya penting bagi masyarakat Indonesia, sungai biasanya
digunakan untuk keperluan aktivitas rumah tangga seperti mandi, mencuci, kakus,
bahan baku air minum, rekreasi, pertanian, perikanan, penambangan pasir,
transportasi bahkan untuk perindustrian dalam skla kecil maupun besar. Selain itu,
sungai menjadi media tempat hidup berbagai jenis tumbuhan, air, ikan, plankton
dan invertebrata yang melekat di dasar sungai (Soemarwoto,2001).
Sungai deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di kota
Medan yang cukup terkenal. Pada masa zaman pemerintahan kolonial Belanda
Sungai Deli merupakan jalur transportasi dan urat nadi perdagangan ke daerah
lain, pada masa itu keadaan sungai deli masih bersih, air jernih belum tercemar
seperti saat ini dan bebas dari sampah-sampah. Semakin padatnya penduduk kota,
Universitas Sumatera Utara
lahan untuk tempat tinggal semakin sempit mengharuskan masyarakat yang
melakukan urbanisasi mendirikan tempat tinggal di pinggiran sungai.
Telaah tentang pemukiman kumuh, pada umumnya mencakup tiga hal,
pertama kondisi fisik, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang
bermukim di pemukiman tersebut, ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut.
Kondisi fisik bisa dilihat dari segi bangunan yang sangat rapat dengan kualitas
konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi
umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah yang belum dikelola dengan
baik. Kondisi sosial ekonomi yang berada di kawasan kumuh mencakup tingkat
pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang
mewarnai kehidupannya yang tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi
tersebut
sering mengakibatkan kondisi
kesehatah
yang buruk, sumber
pencemaran, sumber penyebaran penyakit, perilaku menyimpang dan terjadi
bencana alam seperti banjir. Secara sederhana pemukiman kumuh lebih mengarah
kepada aspek lingkungan suatu komunitas tersebut tinggal yang tidak layak.
Secara keruangan, pemukiman kumuh berada di pusat kota yang dekat dengan
daerah pusat usaha dan merupakan pemukiman penduduk pribumi pada masa
kolonial, daerah bantaran sungai, sepanjang rel kereta api, daerah sekitar industri
dan pergudangan (Arsalan, 2006).
Masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai adalah masyarakat yang
memiliki keretanan sosial, yakni suatu keadaan penurunan ketahanan akibat
pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, matapencahrian, sumber daya
alam,
infrastruktur,
produktivitas,
ekonomi,
dan
kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
(Wignyosukarto,2009). Keretanan sosial berkaitan erat dengan pendidikan,
dimana tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan dan
pendapatan. Ikatan sosial berkaitan dengan hubungan kekerabatan yang dimiliki
seseorang yang masih dalam satu wilayah dan interaksi sosial berkaitan dengan
hubungan kemasyarakatan yang ada di dalam masyarakat tersebut, hubungan
kemasyarakatan dapat dilihat dengan banyaknya perkumpulan atau organisasi
kemasyarakatan yang diikuti oleh masyarakat tersebut. Ketidakadaan kerentanan
dalam hal ikatan sosial dan interaksi sosial juga dapat mempengaruhi seseorang
untuk tetap bermukim di daerah rawan bencana, seperti di daerah aliran sungai
yang rawan dengan bencana banjir. Kerentanan ekonomi berkaitan dengan mata
pencahrian dan tingkat pendapatan seseorang juga menjadi alasan mayarakat
bermukim dipinggaran sungai.
Suripin (2002) menyatakan bahwa daerah aliran sungai merupakan suatu
ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor
biotik, non biotik dan manusia. Aktivitas dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang menyebabkan perubahan ekosistem pada guna lahan, khususnya di daerah
hulu dapat memberikan dampak pada daerah hilir berupa perubahan fluktuasi
debit air dan kandungan sedimen dan material terlarut lainnya. Bermukim di
bantaran Sungai Deli dimanfaatkan masyarakat bantaran Sungai Deli sebagai
tempat mandi, cuci, kakus pada umumnya. Walaupun semua rumah sudah
memiliki kamar mandi yang layak pakai dan ketersediaan air PAM tercukupi,
namun kegiatan seperti ini sudah menjadi kebiasaan dari masyarakat yang berada
Universitas Sumatera Utara
di pinggiran Sungai Deli. Seperti pernyataan salah satu informan yang peneliti
temui di Kampung Badur yaitu ibu Saida, 24 tahun :
“Kalau bagi kami Sungai Deli sebagai kehidupan kami. Di Sungai Deli ini
kami mandi, mencuci baju, nyuci piring bahkan untuk buang hajat kami
lakukan di sungai ini. Kami tidak merasa jijik karena sudah terbiasa bagi
kami karena dari kecil kami tinggal di daerah Sungai Deli ini. Saya setiap
harinya nyuci baju disini sama ibu-ibu lainnya, kami sambil berceritacerita biasanya disini”
Pernyataan seperti diatas diperjelas juga oleh kak sri , warga yang tinggal
di Sukaraja
yang memanfaatkan Sungai Deli untuk kesehariannya seperti di
bawah ini :
“Kakak setiap harinya mencuci baju disini karena kamar mandi kakak
kecil jadi kakak ngak puas kalau nuci baju disana, air di rumah kakak
juga kecil terkadang mati kalau mencuci di sungai ini kan air melimpah.
Biasanya kakak siap mencuci dari sungai kalau tidak malas kakak
bersihin lagi di rumah karena kami dari kecil memang kayak gini
melakukan aktivitas mencuci baju, piring, mandi, buang hajat disini
karena lebih enak aja bisa sambil cerita-cerita sama ibu-ibu yang lain.”
Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa mandi,
mencuci dan membuang hajat sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat yang berada di pinggiran Sungai Deli. Kebiasaan ini seperti turun
temurun yang sudah diwariskan dari orang yang lebih tua dari mereka dulu.
Masyarakat sekitar yang bermukiman di pinggiran Sungai Deli tidak memikirkan
bahwa air sungai tersebut tidak layak sebenarnya untuk dipergunakan untuk
aktivitas keseharian mereka. Masyarakat yang berada di pinggiran sungai masih
mempergunakan air untuk keseharian mereka seperti mandi, mencuci dikarenakan
keterpaksaan dari keadaan mereka yang terbatas, mereka sudah merasa kebal
dengan yang terjadi pada mereka seperti penyakit yang akan menyerang mereka.
Universitas Sumatera Utara
Sungai bagi masyarakat yang berada di pinggiran sungai tidak hanya
sebagai aktivitas mereka saja tetapi sungai bagi mereka sebagai tempat mereka
bertemu dan kejenuhan aktivitas yang mereka lakukan dalam satu hari. Bagi ibuibu sungai dijadikan mereka untuk mencuci baju dan disana mereka saling
bercerita dengan ibu-ibu lainnya. Bagi kaum bapak-bapak, anak-anak sungai
dijadikan mereka untuk aktivitas berenang, memancing . Di sekitar sungai setiap
sorenya bisa kita lihat banyak bapak-bapak, anak remaja laki-laki sedang
memancing ikan di sungai. Ada beberapa jenis ikan di sungai ini, seperti ikan
sapu kaca, udang lobster, ikan mujair dan ikan nila walaupun tidak banyak.
Diantara kesemua jenis ikan yang ada, jenis ikan yang paling banyak dan mudah
didapatkan adalah ikan sapu kaca. Ikan yang sudah didapat biasanya dibawa ke
rumah dan dimasak di rumah untuk makan malam. Kegiatan mancing setiap sore
sudah menjadi hobi dan kesenangan bagi masyarakat sekitar Sungai Deli. Hal ini
disampaikan oleh salah satu informan yaitu Bapak Sukiman yang setiap sore
memancing ikan di sungai.
“Saya memancing ikan setiap sore sampai menjelang maghrib sepulang
kerja. Memancing ini iseng-iseng saya saja karena capek bekerja. Kalau
lagi beruntung saya dapat ikan dan kemudian saya bawa pulang untuk
saya makan kalaupun tidak dapat saya merasa senang tersendiri juga
karena bisa bercerita-cerita dengan kawan-kawan saya yang lain”
Universitas Sumatera Utara