Gambaran Faal Paru pada Perokok Dikalangan Mahasiswa Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang

digunakan untuk pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran
yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi
pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Paru
merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat
respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk
terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Sistem
pernafasan terdiri atas paru, saluran napas dan sistem saraf yang mengatur otot
pernafasan dan dinding dada (Sherwood, 2007).

2.1.1

Anatomi Sistem Pernapasan


2.1.1.1 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:
a.

Lubang hidung (cavum nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago).

Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago
dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu
lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum).
Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring
(filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung
terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan
lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran
pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat
reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung
dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai jalan napas,
pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu,

Universitas Sumatera Utara


pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara (Somantri,
2007).

Gambar 2.1. Anatomi hidung dan sinus
Sumber : www.ghorayeb.com

b.

Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.

Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam
tulang wajah dan tengkorak.Ada empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Fungsi dari sinus paranasal
sendiri yaitu membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas,
kelembaban udara inspirasi, mendukung pertahanan imun, meningkatkan area
permukaan mucosa, meringankan volume tengkorak, memberi resonansi suara,
menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan masase muka (Anggraini,
2006).


Universitas Sumatera Utara

c.

Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,

yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian
anterior kolum vertebra (Joshi A, 2011).
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring)
(Joshi A, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa
blanket) dan otot (Rusmarjono, 2007).

d.

Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan

suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi

vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif
lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan (Sofyan, 2011).
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai jalan
respirasi yaitu pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk
memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang
sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka,sebagai proteksi jalan
napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk
(Sofyan, 2011).
Laring terdiri atas: 1) Epiglotis, katup kartilago yang menutup dan
membuka selama menelan; 2) Glotis, lubang antara pita suara dan laring; 3)
Kartilago tiroid, kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang
membentuk jakun; 4) Kartilago krikoid, cincin kartilago yang utuh di laring
(terletak di bawah kartilago tiroid).5) Kartilago aritenoid, digunakan pada
pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid;6) Pita suara, sebuah
ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan
menempel pada lumen laring (Somantri, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Laring
Sumber: www.dtc.pima.edu/~biology

2.1.1.2 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:
a.

Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre

torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut
carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm
dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Somantri, 2007).

b.

Bronkhus dan Bronkhiolus
Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua

trakeapada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur

serupadengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama (Pino, 2013)
Bronkus berjalan ke arah bawah dan samping menuju paru dan
bercabangmenjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan
mempunyaidiameter lumen lebih lebar, ukuran lebih pendek dan posisi lebih
vertikal. Letaksedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis serta mengeluarkan
sebuah cabangutamayang melintas di bawah arteri, yang disebut bronkus kanan

Universitas Sumatera Utara

lobus bawah. Sedangkan bronkus kiri memiliki ukuran lebih panjang,
diameterlumennya lebih sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di
bawah arteripulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas
dan bawah (Moore, 1999).
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkuslobaris, kernudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris ini
bercabang terusmenjadi bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang
disebutbronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru, dan bercabangcabangmenjadi 5-7 bronkiolus terminalis (Moore, 1999).

2.1.1.3 Saluran Pernapasan Terminal

Saluran pernapasan terminal terdiri atas:
a.

Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-

paru.

Parenkim

tersebut

mengandung

berjuta-juta

unit

alveolus.


Alveolimerupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan
akhir dari bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan
CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius,
duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit
alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan aveoli
(Somantri, 2007).

Gambar 2.3. Alveolus

Universitas Sumatera Utara

Sumber: www.mercksource.com/pp/us/cns

b.

Paru-paru
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru

sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus
medius dan obus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan

lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri
yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula
pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura
horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior
paru kiri terdapat fissura obliqua (Stranding, 2009).

Gambar 2.4. Paru-paru
Sumber: medicalterms.info

c.

Dada, Diafragma, dan Pleura
Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan

pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga

Universitas Sumatera Utara

(costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi
yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga

dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan
saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal(Somantri,
2007).
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura
ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada
(lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru.
Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang
memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama
respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paruparu. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap
cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura
(Sherwood, 2007).

Gambar 2.5. Pleura
Sumber: classconnection.com

d.

Sirkulasi Pulmoner
Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan


arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkhial menyediakan darah teroksigenasi dari
sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-

Universitas Sumatera Utara

paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding
posterior bronkhus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena
pulmonalis. Arteri pulmonallis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan
darah vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam
pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi
alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus
dan darah (Somantri, 2007).

2.1.2

Fisiologi Pernapasan
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti bernapas

lagi. Mempunyai peran atau fungsi menyediakan O2 serta mengeluarkan gas CO2
dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang
vital bagi kehidupan. O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di
pasok terus menerus O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di pasok
terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus segera
dikeluarkan dari tubuh. Bila tertumpuk didalam darah akan menurunkan pH
sehingga menimbulkan keadaan asidosis yang dapat menganggu faal badan
bahkan menyebabkan kematian (Ganong, 2010).
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: 1) Ventilasi, yaitu
pergerakan udara kedalam dan keluar paru; 2) Distribusi, yaitu udara yang telah
memasuki saluran napas diantar keseluruh paru, kemudian masuk kedalam
alveolus; 3) Perfusi, yaitu sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru; 4)
Difusi gas O2 dan CO2, yaitu perpindahan molekul oksigen dari rongga alveolus,
melewati membrane kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, dan
selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dimana akhirnya masuk ke
interior sel darah merah hingga berikatan dengan hemoglobin (Alsagaf, 1995).
Faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi,
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada
orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri

Universitas Sumatera Utara

(PaO2 dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan
ketika jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto, 2009).
Tekanan parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO 2 sekitar 96
mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan
dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu
saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban
kerja (exercise), 2000-3000 mL/menit (Djojodibroto, 2009).
Proses

pertukaran

gas

memerlukan 4

proses

yang

mempunyai

ketergantungan satu sama lain yaitu: 1) Proses yang berkaitan dengan volume
udara napas dan distribusi ventilasi; 2) Proses yang berkaitan dengan volume
darah di paru dan distribusi aliran darah; 3) Proses yang berkaitan dengan difusi
O2 dan CO2; 4) Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan (Djojodibroto,
2009).

2.1.3

Uji faal paru

2.1.3.1 KVP dan VEP1
Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang
individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya
dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk
menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi
rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan
mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru
obstruktif menahun, akan mengalami

anestasi

umum

sedangkan

yang

bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya
(Alsagaff, 2005).
Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi,
difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran
darah. Fungsi paru disebut normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2
kurang dari 50mmHg dan disebut gagal napas apabila PaCO 2 kurang dari
50mmHg dan PaCO2 lebih dari 50mmHg. Apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan

Universitas Sumatera Utara

PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung
normal (Alsagaff, 2005).
Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru
seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi
ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya
fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat
dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan
spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan
udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff, 2005).
Fungsi paru dapat diukur dengan menggunakan spirometri. Spirometri
adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, di mana
pasien diminta untuk meniup sekuatkuatnya melalui suatu alat yang dihubungkan
dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan menghitung kekuatan,
kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sehingga dengan demikian dapat
diketahui kondisi faal paru seseorang (Sherwood, 2007)
Kapasitas Vital Paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC), yaitu
jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi
maksimal. Pada gangguan obstruksi nilai KVP selalu lebih kecil dari nilai
kapasitas vital karena ada udara terperangkap atau air trapping di dalam paru.
Nilai air trapping pada keadaan normal kurang dari 6% (Guyton, 2008).
Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in one second (FEV1), yaitu volume udara ekspirasi detik pertama pada
pengukuran KVP. Nilai pada individu normal adalah 80% dari nilai VEP 1
prediksi. Perbandingan VEP1 dan KVP merupakan suatu parameter tersering
digunakan untuk menentukan derajat obstruksi. Nilai normal perbandingan ini
adalah lebih dari 75%. Reversibiliti suatu obstruksi dapat ditentukan dengan
perbandingan nilai ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator,
hasil >20% berarti reversibel dan