Gambaran Faal Paru pada Perokok Dikalangan Mahasiswa Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

(1)

Lampiran 1

CURRICULUM VITAE

Nama : M Yusuf Adhira Putra

NIM : 120100256

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 19 Mei 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr. Mansyur Baru I Dalam No.4 Medan, 20122 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat Email : yusufadira@gmail.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Siti Hajar Medan 1999 – 2000

2. SDIT Siti Hajar Medan 2000 – 2006

3. SMPN 7 Medan 2006 – 2009

4. SMA Swasta Harapan 1 Medan 2009 – 2012 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2012 – Sekarang Riwayat Organisasi :


(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

“Gambaran Faal Paru Pada Perokok Di Kalangan Mahasiswa Angkatan

2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015”

Assalamualaikum Wr. Wb.

Perkenalkan nama sayaM Yusuf Adhira Putra, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor induk mahasiswa 120100256. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Judul penelitian saya adalah Gambaran Faal Paru Pada Perokok Di Kalangan Mahasiswa Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faal paru pada perokok di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2014. Adapun manfaat dari penelitian ini bagi saudara adalah hasil penelitian dapat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh merokok terhadap kapasitas vital paru dan dapat digunakan sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat sehat dengan mencegah, mengurangi atau bahkan menghentikan kebiasaan merokok.

Untuk itu saya mohon kesediaan saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai subjek dalam penelitian saya. Melalui pertanyaan yang saya ajukan dan pemeriksaan faal paru menggunakan spirometri. Pemeriksaan faal paru ini tidak menimbulkan cedera ataupun bahaya kepada saudara. Adapun hasil pemeriksaan ini akan di rahasiakan identitasnya. Hasil dari pemeriksaan ini hanya dipergunakan untuk penelitian. Sebagai kompensasi saya akan memberikan cenderamata kepada saudara.


(3)

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesedian saudara, saya ucapkan terima kasih. Semoga partisipasi saudara dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2015 Peneliti


(4)

Lampiran 3

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

NIM :

Umur :

Alamat :

Dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian

tentang “Gambaran Faal Paru Pada Perokok Di Kalangan Mahasiswa Angkatan

2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015” dan

mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Demikianlah lembar pernyataan persetujuan setelah penjelasan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Medan, 2015 Yang menyetujui


(5)

Lampiran 4

KUISIONER

1. Identitas Responden

Nama :

Fakultas :

Angkatan :

Jenis Kelamin : Tanggal Lahir :

Alamat :

No.Telp/HP : Berat Badan : Tinggi Badan :

2. Kebiasaan Merokok

1. Apakah Anda Merokok? Jawab: a) Ya

b) Tidak

2. Sudah berapa lama anda merokok? Jawab: ... tahun

3. Berapa banyak batang rokok yang anda hisap 1 hari? Jawab ... batang

Derajat berat merokok (Indeks Brinkman)


(6)

3. KecanduanNikotin (Fagerstroom)

1 Berapa banyak rokok yang anda hisap dalam satu hari?

1-10...(0)

11-20...(1)

21-30...(2)

31 atau lebih...(3)

2 Seberapa cepat anda menyalakan rokok pertama anda setelah anda terjaga? Dalam 5 menit...(3)

6 hingga 30 menit...(2)

31 hingga 60 menit...(1)

Setelah 60 menit...(0)

3 Rokok mana yang paling anda tidak relakan untuk dihentikan? Rokok pertama pada pagi hari...(1)

Lainnya...(0)

4 Rokok jenis apa yang anda gunakan? Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)...(1)

Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)...(2)

Kadar nikotin tinggi (1,3 mg atau lebih) ...(3)

5 Seberapa sering anda menghirup asap dari rokok anda? Tidak pernah...(0)

Kadang...(1)

Selalu...(2)

6 Apakah anda merokok lebih banyak dalam dua jam pertama hari anda daripada sisa hari anda? Tidak...(0)

Ya...(1)

7 Apakah anda kesulitan menahan rasa ingin merokok di tempat yang dilarang seperti bangunan umum, pesawat terbang atau di tempat kerja? Tidak...(0)


(7)

8 Apakah anda masih merokok ketika anda sakit berat sehingga anda harus berbaring dalam sebagian besar waktu anda?

Tidak...(0) Ya...(1) POIN TOTAL

4. Spirometri

KVP


(8)

(9)

(10)

Lampiran 6

OUTPUT SPSS Statistics

Periode Merokok N

Valid 24

Missing 0

Mean 3,54

Median 3,00

Mode 3

Std. Deviation 1,474

Variance 2,172

Skewness ,356

Std. Error of Skewness ,472

Kurtosis ,143

Std. Error of Kurtosis ,918

Minimum 1

Maximum 7

Periode Merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

1 2 8,3 8,3 8,3

2 3 12,5 12,5 20,8

3 8 33,3 33,3 54,2

4 5 20,8 20,8 75,0

5 4 16,7 16,7 91,7

6 1 4,2 4,2 95,8

7 1 4,2 4,2 100,0


(11)

Statistics

Banyak Batang Rokok Di Konsumsi per Hari

N

Valid 24

Missing 0

Mean 15,63

Median 16,00

Mode 20

Std. Deviation 7,240

Variance 52,418

Skewness 1,463

Std. Error of Skewness ,472

Kurtosis 4,581

Std. Error of Kurtosis ,918

Minimum 3

Maximum 40

Banyak Batang Rokok Di Konsumsi per Hari

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

3 1 4,2 4,2 4,2

10 8 33,3 33,3 37,5

12 2 8,3 8,3 45,8

16 3 12,5 12,5 58,3

20 9 37,5 37,5 95,8

40 1 4,2 4,2 100,0


(12)

Statistics

Klasifikasi Perokok N

Valid 24

Missing 0

Klasifikasi Perokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Perokok Ringan 23 95,8 95,8 95,8

Perokok Sedang 1 4,2 4,2 100,0

Total 24 100,0 100,0

Statistics

Jenis rokok yang digunakan N

Valid 24

Missing 0

Jenis rokok yang digunakan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Kadar nikotin rendah (0.9

mg atau kurang) 6 25,0 25,0 25,0

Kadar nikotin sedang (1

hingga 1,2 mg) 17 70,8 70,8 95,8

Kadar nikotin tinggi (1,3 mg

atau lebih) 1 4,2 4,2 100,0


(13)

Statistics

Tingkat Ketergantungan Nikotin N

Valid 24

Missing 0

Tingkat Ketergantungan Nikotin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Ketergantungan rendah 15 62,5 62,5 62,5

Ketergantungan sedang 8 33,3 33,3 95,8

Ketergantungan tinggi 1 4,2 4,2 100,0

Total 24 100,0 100,0

Klasifikasi FVC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Cukup Baik 19 79,2 79,2 79,2

Baik 4 16,7 16,7 95,8

Sangat Baik 1 4,2 4,2 100,0

Total 24 100,0 100,0

Statistics

Nilai FVC N

Valid 24

Missing 0

Mean 86,63

Median 84,50

Mode 81

Std. Deviation 6,619

Variance 43,810

Skewness 1,819

Std. Error of Skewness ,472

Kurtosis 3,797


(14)

Minimum 80

Maximum 108

Nilai FVC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

80 1 4,2 4,2 4,2

81 4 16,7 16,7 20,8

82 2 8,3 8,3 29,2

83 3 12,5 12,5 41,7

84 2 8,3 8,3 50,0

85 1 4,2 4,2 54,2

86 2 8,3 8,3 62,5

87 1 4,2 4,2 66,7

88 2 8,3 8,3 75,0

89 1 4,2 4,2 79,2

91 1 4,2 4,2 83,3

92 1 4,2 4,2 87,5

95 1 4,2 4,2 91,7

99 1 4,2 4,2 95,8

108 1 4,2 4,2 100,0

Total 24 100,0 100,0

Klasifikasi FEV1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Cukup Baik 10 41,7 41,7 41,7

Baik 10 41,7 41,7 83,3

Sangat Baik 4 16,7 16,7 100,0


(15)

Statistics

Nilai FEV1

N Valid 24

Missing 0

Mean 95,21

Median 92,00

Mode 89

Std. Deviation 9,860

Variance 97,216

Skewness 1,770

Std. Error of Skewness ,472

Kurtosis 2,751

Std. Error of Kurtosis ,918

Minimum 87

Maximum 124

Nilai FEV1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

87 3 12,5 12,5 12,5

88 3 12,5 12,5 25,0

89 4 16,7 16,7 41,7

91 2 8,3 8,3 50,0

93 1 4,2 4,2 54,2

94 2 8,3 8,3 62,5

95 2 8,3 8,3 70,8

97 1 4,2 4,2 75,0

98 1 4,2 4,2 79,2

99 1 4,2 4,2 83,3

106 1 4,2 4,2 87,5

109 1 4,2 4,2 91,7


(16)

124 1 4,2 4,2 100,0

Total 24 100,0 100,0

Klasifikasi FEV1/FVC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Cukup Baik 4 16,7 16,7 16,7

Baik 19 79,2 79,2 95,8

Sangat Baik 1 4,2 4,2 100,0

Total 24 100,0 100,0

Statistics

Nilai FEV1/FVC N

Valid 24

Missing 0

Mean 93,29

Median 92,00

Mode 92a

Std. Deviation 6,836

Variance 46,737

Skewness 3,809

Std. Error of Skewness ,472

Kurtosis 16,845

Std. Error of Kurtosis ,918

Minimum 86

Maximum 123

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Nilai FEV1/FVC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

86 1 4,2 4,2 4,2

88 2 8,3 8,3 12,5

90 1 4,2 4,2 16,7

91 3 12,5 12,5 29,2

92 7 29,2 29,2 58,3

93 7 29,2 29,2 87,5


(17)

123 1 4,2 4,2 100,0

Total 24 100,0 100,0

Crosstab

Count

Klasifikasi FVC

Total

80 -90 90 - 100 > 100

Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 18 4 1 23

Perokok Sedang 1 0 0 1

Total 19 4 1 24

Crosstab

Count

Klasifikasi FEV1

Total

80 -90 90 - 100 > 100

Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 9 10 4 23

Perokok Sedang 1 0 0 1

Total 10 10 4 24

Crosstab

Count

Klasifikasi FEV1/FVC

Total

80 -90 90 - 100 > 100

Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 4 18 1 23

Perokok Sedang 0 1 0 1


(18)

Klasifikasi Perokok * Tingkat Ketergantungan Nikotin Crosstabulation

Count

Tingkat Ketergantungan Nikotin

Total Ketergantungan

rendah

Ketergantungan sedang

Ketergantungan tinggi

Klasifikasi Perokok Perokok Ringan 15 8 0 23

Perokok Sedang 0 0 1 1


(19)

Lampiran 7

DATA INDUK Inisial Umur Lama Banyak Indeks

brinkman

Klasifikasi Batang rokok Rokok pertama Rokok tidak dapat dihentikan

Jenis rokok Menghirup asap rokok

Merokok saat bangun

Sulit menahan di tempat umum Merokok saat sakit Skor fagerstorm Tingkat kecanduan

FVC FEV1 FVC/ FEV1 HSP 20 4 12 48 Perokok

Ringan

11-20 6 hingga 30 menit

Lainnya Kadar nikotin tinggi (1,3 mg atau lebih)

Selalu Tidak Ya Tidak 9 Ketergantung an sedang

99 109 91

MAFA 21 4 20 80 Perokok Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Tidak Tidak 4 Ketergantung an rendah

108 118 91

WS 21 5 16 72 Perokok Ringan

11-20 6 hingga 30 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Ya Tidak 7 Ketergantung an sedang

81 87 92

SAAH 20 3 20 60 Perokok Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)

Selalu Tidak Tidak Tidak 4 Ketergantung an rendah

86 94 93

LWI 19 3 10 30 Perokok Ringan

1-10 31 hingga 60 menit

Rokok pertama pada pagi hari

Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Selalu Tidak Tidak Tidak 6 Ketergantung an sedang

91 98 93

UARL 19 6 20 120 Perokok Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Rokok pertama pada pagi hari

Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah

83 91 93

FMN 19 3 20 60 Perokok Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Rokok pertama pada pagi hari

Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Selalu Tidak Ya Tidak 7 Ketergantung an sedang

84 87 88

MRHN 19 2 10 20 Perokok Ringan

1-10 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)

Kadang Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah

85 124 123

RPDK 19 4 12 48 Perokok Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Selalu Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah

83 91 93

AD 19 7 40 280 Perokok Sedang

31 atau lebih

Dalam 5 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Ya Ya 11 Ketergantung an tinggi

81 88 92

RS 19 2 16 32 Perokok Ringan

1-10 Setelah 60 menit

Rokok pertama pada pagi hari

Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Tidak Tidak 4 Ketergantung an rendah

81 94 98

RCGS 19 3 10 30 Perokok Ringan

1-10 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)

Kadang Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah

82 89 92

AAT 19 2 10 20 Perokok Ringan

1-10 Dalam 5 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Ya Tidak 7 Ketergantung an sedang

92 99 92

TMF 19 5 20 100 Perokok Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Selalu Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah

88 95 92

RPB 19 5 16 80 Perokok Ringan

11-20 6 hingga 30 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Ya Tidak 7 Ketergantung an sedang

84 89 90

AS 20 3 20 60 Perokok Ringan

11-20 Dalam 5 menit

Rokok pertama pada pagi hari

Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Selalu Tidak Tidak Tidak 9 Ketergantung an sedang

82 89 93


(20)

Ringan menit hingga 1,2 mg) an rendah RJ 19 5 20 100 Perokok

Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Tidak Pernah

Tidak Tidak Ya 4 Ketergantung an rendah

81 88 93

LA 19 1 10 10 Perokok Ringan

1-10 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Tidak Tidak 3 Ketergantung an rendah

87 88 86

HI 19 1 3 3 Perokok Ringan

1-10 Dalam 5 menit

Rokok pertama pada pagi hari

Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)

Tidak Pernah

Tidak Tidak Tidak 5 Ketergantung an rendah

89 106 98

MCAN 19 3 20 60 Perokok Ringan

11-20 6 hingga 30 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Selalu Tidak Ya Ya 9 Ketergantung an sedang

86 93 92

HIW 19 4 10 40 Perokok Ringan

1-10 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)

Kadang Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah

83 89 92

AWI 19 3 20 60 Perokok Ringan

11-20 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin rendah (0.9 mg atau kurang)

Tidak Pernah

Tidak Tidak Tidak 2 Ketergantung an rendah

95 97 88

MF 19 3 10 30 Perokok Ringan

1-10 Setelah 60 menit

Lainnya Kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg)

Kadang Tidak Tidak Tidak 3 Ketergantung an rendah


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H., &Mukty A. (eds), 2005. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Ketiga. Surabaya: Airlangga University Press.p.15-56

Alsagaff, H., 1995. Kanker paru dan terapi paliatif. Surabaya: Airlangga University press.p.(1,93,129)

Anggraini, D.R., 2006. Anatomi dan Fungsi Sinus Paranasal. Medan: Repository USU. Available from: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3526/1/ 06001191.pdf

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Bandung (BBKPMB),2007. Sejarah Rokok.Bandung.Available from: http://www.bbkpm bandung.org /artikel.php?id=7

Blonshine, S., &Fink, J.B., 2000. Spirometry: Asthma and COPD Guidelines Creating Opportunities for RTs. AARC Times. p.43-7

Djojodibroto, D., 2009. Respirologi : Respiratory Medicine. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. p.127-128

Fawzani, N.,& Triratnawati, A., 2005. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Makara Kesehatan, 9(1). p.15-22

Francis, C., 2008. Perawatan respirasi.Edisi Pertama.Jakarta: Erlangga.p. 17

Ganong, W.F., 2010. Review of Medical Physiology,Ganong’s. 23rd edition. New York: The McGraw-Hill Companies.Inc. p. 785-809

Gondodiputro, S., 2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk SediaanTembakau. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Available from: http://www.scribd.com/doc/142366268/


(22)

Guyton, A.C., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th edition. Jakarta: EGC. p. 471-489

Jaya, M., 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. 1st ed. Yogyakarta: Riz’ma.p.15-45

Joshi, A.S., 2011. Pharynx Anatomy, George Washington University School of Medicine and Health Sciences . Available From: http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#showall

Komasari, D. & Helmi, AF. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja, Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada, 2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Mackay, J., & Eriksen, M., 2002. The tobacco atlas. Switzerland: Myriad. Available from: www.who.int/tobacco/media/en/title.pdf

Mayasari, R. A. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok Dan Hubungannya Dengan Status Penyakit Periodontal Remaja Di Kota Medan Tahun 2007. Medan: Repository USU. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6703/3/09E02236.pdf.txt

Mila, S.M., 2006. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan Masker Pada Tenaga Kerja Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent House Pecangaan Jepara. Semarang: Skripsi UNNES. Available from: www.skripsi.unnes.ac.id

Moore, K.L. & Arthur, F.D., 1999. Clinically Oriented Anatomy. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 288-295

Mulyawati, Y., 2004. Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut. Departemen Kesehatan RI. Available from: bpk.litbang.depkes.go.id


(23)

Nurlailah, N. 2010. Hubungan Antara Persepsi Tentang

Dampakmerokok Terhadap Kesehatan Dengan Tipe

Perilaku Merokok Mahasiswa. Jakarta: Repository UIN. Abailable from: http//repository.uinjkt.ac.id/dspace/.../93537-Neneng%20Nurlailah-FPS.pdf

Pino, P., 2013. Pengaruh Lama Waktu Kematian Terhadap Kemampuan Pergerakan Silia Bronkus Hewan Coba Post Mortem Yang Diperiksa Pada Suhu Kamar Dan Suhu Dingin. Yogyakarta : Undergraduate thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University. Available from: http://eprints.undip.ac.id/44023/

Poerwadarminta, W.J.S., 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Available from:http://kbbi.web.id/

Prihatin, A. 2012. Kebiasaan Merokok Pada Mahasiswa. Yogyakarta: Lumbung Pustaka UNY. Available from: http://eprints.uny.ac.id/6443/

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Available from: http://www.ino.searo.who.int/LinkFiles/ Tobacco_Initiative_Bab_1-Rokok_dan_Prevalensi_Merokok.doc.doc

Rosita, R. Dkk. 2012. Penentu Keberhasilan Berhenti Merokok Pada Mahasiswa. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Kemas 8 (1). Available from:

http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/file_unduh/26/2252/2252-5777-2-PB.pdf

Rusmarjono, Hermani, B., 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam: Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th edition. Jakarta. p. 212-215, 217-218.

Sherwood, L., 2007. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 6th edition. Jakarta: EGC. p. 497-510


(24)

Sitepoe, M., 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Edisi pertama. Jakarta: Grasindo. p.13-34

Sitepoe, M., 1997. UsahaMencegah Bahaya Merokok. Edisi pertama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. p. 15-20

Skurnik, Y., & Shoenfeld Y., 1998. Health Effects Of Cigarette Smoking. Clinic in dermatology; 16(5): 545-556

Soerojo, W., 2008. Konsumsi Rokok Masyarakat Miskin Tinggi. Jakarta : Koran Tempo 12 Juni 2008. Available from: http://www.ino.searo.who.int /LinkFiles/Tobacco_Initiative_Bab_1-Rokok_dan_Prevalensi_Merokok.doc

Sofyan, F., 2011. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Laring. Medan: Repository USU. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28894

Somantri, I., 2007. Asuhan Keperawatan pd Pasien dgn Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Salemba medika. p. 5-9

Stranding, S., 2009. Gray’s Anatomy. 40th Edition. London: Churchill Livingstone. p. 18-19

Sukendro, S., 2007. Filosofi Rokok. Edisi pertama. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. p. 31-34, 80-85

Sukmaningsih, A.A., 2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Spermatid Tubulus Seminiferus Testis Pada Mencit (Mus musculus) Yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Biologi; 13(2): 31-35

Susanto, A.S., et all., 2011. Berhenti Merokok. Edisi pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. p. 7-20

Tandra, H., 2003. Merokok dan Kesehatan, Kompas. Jakarta: 30 Juni 2003. Available from: www.domeclinic.com/lifestyle/merokok-a-kesehatan.pdf.


(25)

Tortora, G.J., & Derrickson, B., 2006. Principles of Anatomy and Physiology:11th Edition. printed by Biological Sciences Textbooks, Inc. and Bryan

Derrickson. USA. p. 1077-1080

World Health Organisation (WHO), 2002. The Effect of Cigarette Smoking on Hindfoot Fusions. Available from: http://fai.sagepub.com/content/ 23/11/996.short

World Health Organisation (WHO), 2006. Indonesian Global Health Professional Survey (GHPS). Available from:http://www.ino.searo.who.int /LinkFiles/Tobacco_Initiative_Bab_1-rokok_dan_Prevalensi_Merokok.doc

World Health Organisation (WHO), 2008. Report on the Global Tobacco Epidemic. Available from: http://www.who.int/tobacco/mpower/mpowerr epotforwardsummary2008.pdf.

Wilson, M. L., &Price, A. S., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Volume 1. Jakarta: EGC. p. 852-861

Winstanley, M.H. & Scollo, M.M., 2008. Tobacco in Australia: Facts and Issues. Third Edition. Melbourne: Cancer Council Victoria. Available from: www.tobaccoinaustralia.org.au.


(26)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian Mahasiswa

Fakultas Kedokteran

USU Stambuk 2014

Yang Merokok

 Kapasitas vital paksa (KVP)  Volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1)

 Kebiasaan merokok  Periode merokok

 Konsumsi batang rokok per hari

 Indeks brinkman

 Jenis rokok yang dikonsumsi  Tingkat kecanduan nikotin


(27)

3.2 Definisi Operasional

VARIABEL DEFINISI CARA

UKUR ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA UKUR Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Stambuk 2014 Yang Merokok Mahasiswa FK USU yang mempunyai kebiasaan merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya

Wawancara Kuisioner Perokok atau tidak perokok Nominal Kapasitas vital paksa (KVP) Jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal

Spirometri Spirometri Normal dan tidak normal Nominal Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

Volume udara ekspirasi detik pertama pada pengukuran KVP

Spirometri Spirometri Normal dan tidak normal


(28)

Kebiasaan merokok Mempunyai kebiasaan merokok setiap hari selama 6 bulan

Wawancaa Kuisioner Ya atau tidak Nominal Periode merokok Waktu lama responden mulai merokok sampai dengan sekarang

Wawancara Kuisioner 1-3 tahun: jangka pendek; >3 tahun: jangka panjang Ordinal Konsumsi batang rokok per hari Jumlah banyaknya batang rokok yang dikonsumsi responden dalam satu hari

Wawancara Kuisioner Angka jumlah batang rokok Nominal Indeks brinkman Menunjukkan kategori perokok responden

Wawancara Kuisioner Ringan: <200; sedang: 200-600; berat: >600 Ordinal


(29)

Jenis rokok yang dikonsumsi Jumlah nikotin yang terdapat di rokok responden

Wawancara Kuisioner Kadar nikotin rendah: 0,9 mg atau kurang; kadar nikotin sedang: 1 hingga 1,2 mg; kadar nikotin tinggi: 1,3 mg atau lebih Ordinal Tingkat kecanduan nikotin Derajat kecanduan nikotin yang didapati dengan menggunaka n kuisioner fagerstroom

Wawancara Kuisioner fagerstroo m Ketergant ungan rendah; ketergantu ngan sedang; ketergantu ngan tinggi Ordinal


(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif cross sectional, dengan tujuan untuk mengetahui nilai faal paru pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) stambuk 2014yang memiliki kebiasaan merokok. Pada penelitian ini pendekatan atau pengumpulan data dilakukan dalam suatu waktu.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan mulai bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun 2015.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran USU yang beralamat di Jl. Dr.Mansur No.5 Medan 20155, Indonesia.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2014 yang berjumlah 270 orang.

4.3.1 Populasi Target

Populasi target dari penelitian ini adalah Mahasiswa FK USU angkatan 2014 yang merokok.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah Mahasiswa FK USU yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi subyek penelitian.


(31)

4.3.2.1 Kriteria Inklusi

1. Mahasiswa yang terdaftar di FK USU angkatan 2014.

2. Memiliki kebiasaan merokok setiap hari selama 6 bulan dalam hidupnya. 3. Bersedia menandatangani surat perjanjian mengikuti penelitian..

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi

1. Gagal dalam melakukan percobaan.

2. Memiliki riwayat penyakit asma, TB paru, efusipleura dan/atau penyakit paru lain.

3. Memiliki kelebihan berat badan.

4. Memiliki kelainan tulang belakang atau toraks.

4.3.3 Cara Sampling

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling.

4.4 Teknik Pengambilan Data

Responden penelitian deskriptif ini adalah Mahasiswa FK USU stambuk 2014 yang merokok. Responden di berikan beberapapertanyaan untuk mengetahui derajat adiksi rokok dan kategori perokoknya. Instrumen yang digunakan untuk mengukur faal paru adalah spirometri.Responden diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian dilonggarkan. Kemudian diberikan instruksi kepada responden, bila mouth piece telah dimasukkan ke mulut responden, kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali, kemudian inspirasi dalam dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik. Setelah itu, dipasang nose clip pada hidung responden dan disuruh responden melaksanakan manuver. Manuver diulang sebanyak 2 kali lagi. Hasil yang terbaik diambil sebagai hasil spirometri melalui spirogram. Nilai variabel yang diukur adalah kapasitas vital paksa (KVP) dan Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)dengan skala numerik dalam bentuk persentase.


(32)

4.5 Pengolahan Dan Analisis Data

Data yang diperoleh dikumpulkan, diolah secara manual dengam langkah-langkah editing, coding, dan entry. Selanjutnya diolah secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dengan menggunakan program SPSS 21,0.


(33)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) yang terletak di Jl. Dr. T. Mansyur No. 5 Medan. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno pada tanggal 20 November 1957. Fakultas Kedokteran merupakan fakultas tertua di USU dan memiliki beberapa ruang kelas, ruang laboratorium, ruang tutorial, dan beberapa ruang akademik serta administratif lainnya. Fakultas Kedokteran USU juga mempunyai fasilitas musholla, aula, perpustakaan, toko buku, dan beberapa kantin.

5.1.2 Karateristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki angkatan 2014Fakultas Kedokteran USU yang berjumlah 86 orang. Setelah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi didapati responden sebanyak 24 orang.

Tabel 5.1. Distribusi Jumlah Mahasiswa Perokok Angkatan 2014

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Perokok 24 27,9

Bukan perokok 62 72,1

Total 86 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 86 mahasiswa laki-laki Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran USU terdapat 24 orang yang mempunyai kebiasaan merokok dan sebanyak 62 orang tidak memiliki kebiasaan merokok.


(34)

5.1.2.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Periode Merokok Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Periode Merokok

Periode Merokok (Tahun) Frekuensi Persentase (%)

1 2 8,3

2 3 12,5

3 8 33,3

4 5 20,8

5 4 16,7

6 1 4,2

7 1 4,2

Total 24 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah merokok selama 3 tahun yaitu sebanyak 8 orang (33,3%). Selanjutnya, periode merokok tertinggi kedua adalah selama 4 tahun yaitu 5 orang (20,8%). Sebanyak 4 orang (16,7%) sudah merokok selama 5 tahun dan 3 orang (12,5%) selama 2 tahun. Sisa 4 orang sudah merokok selama 1 tahun (8,3%), 6 tahun (4,2%), dan 7 tahun (4,2%). Rata-rata responden sudah merokok selama 3,54 tahun dengan minimum 1 tahun dan maksimum 7 tahun.


(35)

5.1.2.2.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Rokok per Hari

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Rokok per Hari

Konsumsi Rokok (Batang) Frekuensi Persentase (%)

3 1 4,2

10 8 33,3

12 2 8,3

16 3 12,5

20 9 37,5

40 1 4,2

Total 24 100,0

Tabel diatas menunjukkan 9 responden (37,5%) mengkonsumsi 20 batang dan 8 responden (33,3%) mengkonsumsi 10 batang rokok setiap harinya. 3 responden (12,5%) mengkonsumsi 16 batang rokok setiap harinya dan sisa 4 responden merokok sebanyak 12 batang (8,3%), 3 batang (4,2%), dan 40 batang (4,2%) rokok setiap harinya. Setelah di rata-rata, responden mengkonsumsi sebanyak 16 batang rokok per hari yaitu setara dengan 1 bungkus rokok ukuran sedang.

5.1.2.3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Brinkman Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Brinkman

Klasifikasi Perokok Frekuensi Persentase (%)

Perokok Ringan 23 95,8

Perokok Sedang 1 4,2

Perokok Berat 0 0


(36)

Berdasarkan tabel diatas hampir semua responden merupakan perokok ringan berdasarkan indeks brinkman yaitu sebanyak 23 responden (95,8%) dan hanya 1 responden perokok sedang. Tidak ada responden yang di klasifikasikan sebagai perokok berat.

5.1.2.4.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Rokok Yang Di Konsumsi

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Rokok Yang Di Konsumsi

Rokok Yang Di Konsumsi Frekuensi Persentase (%) Kadar Nikotin Rendah

(0,9 mg atau kurang)

6 25

Kadar Nikotin Sedang (1 hingga 1,2 mg)

17 70,8

Kadar Nikotin Tinggi (1,3 mg atau lebih)

1 4,2

Total 24 100,0

Berdasarkan tabel diatas sebagian besar responden mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin sedang yaitu sebanyak 17 responden (70,8%). 6 responden (25%) mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin rendah dan hanya 1 responden (4,2%) yang mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin tinggi.


(37)

5.1.2.5.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kecanduan Nikotin (Fagerstorm)

Tabel 5.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kecanduan Nikotin (Fagerstorm)

Tingkat Ketergantungan Frekuensi Persentase (%)

Ketergantungan Rendah 15 62,5

Ketergantungan Sedang 8 33,3

Ketergantungan Tinggi 1 4,2

Total 24 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden masih berada di tingkat ketergantungan rendah yaitu sebanyak 15 responden (62,5%). 8 responden (33,3%) mempunyai tingkat ketergantungan sedang dan hanya ada 1 responden (4,2%) yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi.

5.1.2.6.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Faal Paru Tabel 5.7 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Faal Paru

FVC FEV1 FEV1/FVC

Nilai Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

< 80 0 0 0 0 0 0

80 - 90 19 79,2 10 41,7 4 16,7

90 - 100 4 16,7 10 41,7 19 79,2

>100 1 4,2 4 16,7 1 4,2

Total 24 100 24 100 24 100

Tabel diatas menyatakan bahwa nilai faal paru seluruh responden masih dalam keaadan normal karena tidak ada satu pun responden yang memiliki nilai faal paru dibawah ambang batas. Nilai FVC responden sebagian besar berada di


(38)

nilai 80 - 90 yaitu sebanyak 19 responden (79,2%). Nilai FEV1 setelah di rata-rata mendapat hasil berada di nilai90 - 100. Sedangkan nilai FEV1/FVC mayoritas responden mendapat nilai 90 – 100 yaitu sebanyak 19 responden (79,2%).

5.1.2.7.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok dan Nilai Faal Paru

Tabel 5.8Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok dan Nilai Faal Paru

FVC FEV1 FEV1/FVC

Klasifikasi Perokok 80 -90

90 - 100

> 100

80 -90

90 - 100

> 100

80 -90

90 - 100

> 100

Perokok Ringan 18 4 1 9 10 4 4 18 1

Perokok Sedang 1 0 0 1 0 0 0 1 0

Total 19 4 1 10 10 4 4 19 1

Tabel diatas menunjukkan bahwa klasifikasi perokok yang lebih tinggi yaitu perokok sedang, nilai faal parunya menunjukkan di kategori yang paling rendah, yaitu dengan nilai 80 – 90 pada FVC dan FEV1 sedangkan nilai FEV1/FVC berada di kategori 90 -100. Tabel diatas juga menyatakan bahwa kategori perokok yang lebih berat yaitu perokok sedang, nilai faal paru responden memang berada di kategori paling minimal.


(39)

5.1.2.8.Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok danTingkat Ketergantungan Nikotin

Tabel 5.9Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokok dan Tingkat Ketergantungan Nikotin

Tingkat Ketergantungan Nikotin

Total Ketergantungan

rendah

Ketergantungan sedang

Ketergantungan tinggi

Perokok Ringan 15 8 0 23

Perokok Sedang 0 0 1 1

Total 15 8 1 24

Tabel diatas menyatakan bahwa seluruh responden dalam kelompok perokok ringan masih berada di tingkat ketergantungan nikotin ringan-sedang. Responden dengan kategori perokok sedang sudah memiliki tingkat ketergantungan nikotin tinggi. Hal ini menyatakan bahwa kategori perokok yang lebih berat berada di tingkat ketergantungan yang lebih berat juga.

5.2. Pembahasan

Menurut hasil penelitian ini, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2014 yang mempunyai kebiasaan merokok adalah sebanyak 24 orang atau 27,9%. Hasil penelitian ini juga mendekati dengan hasil survey WHO (2006) yang dilakukan oleh Indonesia Global Health Professional Survey (GHPS) yaitu 21,1%, survey tersebut dilakukan di salah satu Fakultas Kedokteran di Jawa.


(40)

Apabila distribusi responden dinilai berdasarkan periode merokok, mayoritas responden sudah merokok selama 3 tahun yaitu sebanyak 8 responden(33,3%) dengan rata-rata periode merokok keseluruhan responden adalah 3,54 tahun. Hal ini mengungkapkan bahwa sebagian besar responden memulai kebiasaan merokok pada saat menduduki bangku SMA. Hasil ini sesuai dengan survey yang dilakukan RISKESDAS (2010) tentang umur mulai merokok terbanyak adalah 15-19 tahun yaitu 33,1%. Periode merokok terkecil responden adalah 1 tahun yaitu sebanyak 2 orang atau 8,3%, angka tersebut menyatakan bahwa responden tersebut mulai merokok pada saat masuk kuliah. Periode merokok terlama yang tercatat pada penelitian ini adalah 7 tahun yaitu satu responden (4,2%). Kebiasaan merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan dari faktor lingkungan. Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erickson (Komasari & Helmi, 2000) berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya, perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasidari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis.

Berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya, sebanyak 9 responden (37,5%) mengkonsumsi 20 batang rokok per hari yang merupakan frekuensi terbanyak. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Prihatin (2012) di FIP UNY yang menyatakan mahasiswa sebagian besar mengkonsumsi 11-20 batang rokok setiap hari. Akantetapi hasil penelitian ini berbeda denganhasil penelitian yang dilakukan Nurlailah (2010) di Universitas Islam Negeri yang menyatakan 60,8% responden penelitian tersebut mengkonsumsi 1-10 batang rokok setiap harinya. Perbedaan ini terjadi kemungkinan karena lokasi, jumlah sampeldan karateristik responden yang berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. Konsumsi batang rokok pada responden penelitian ini setelah keseluruhannya di rata-rata, menunjukkan responden mengkonsumsi paling tidak 16 batang setiap hari.Hal ini menyatakan bahwa responden harus membeli 1 bungkus rokok ukuran sedang setiap hari.Walaupun demikian didapati 10


(41)

responden yang mengkonsumsi rokok setiap harinya lebih dari 16 batang yang berarti bahwa responden harus membeli lebih dari 1 bungkus rokok setiap harinya.

Dalam penelitian ini, daripada 24 responden yang diteliti, 23 responden atau 95,8% merupakan perokok ringan, hanya 1 responden (4,2%) yang diklasifikasikan sebagai perokok sedang dan tidak ada responden yang diklasifikasikan sebagai perokok berat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Mayasari (2009) yang dilakukan terhadap perokok remaja Kota Medan di tahun 2007 dan mendapatkan hasil bahwa 89,43% perokok remaja di kategorikan perokok ringan. Kedua penelitian ini menggunakan klasifikasi perokok yang sama yaitu indeks brinkman. Perhitungan klasifikasi perokokindeks brinkman didapat dengan cara melihatperkalian antara lama periode merokok dan jumlah batang rokok yang dikonsumsi setiap harinya, dikatakan ringan jika hasilnya <200, sedang 200-600 dan berat jika >600.

Jika dilihat dari jenis rokok yang dikonsumsi oleh responden, sebagian besar responden mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin sedang (1 hingga 1,2 mg) yaitu sebanyak 17 responden (70,8%) dan kadar nikotin rendah (0,9 mg atau kurang) sebanyak 6 responden (25%). Hanya ada 1 responden (4,2%) yang mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Mayasari (2009) yang menyatakan jenis rokok yang dihisap sebagian besar remaja adalah rokok putih atau rokok dengan kadar nikotin sedang (70,73%). Semakin tinggi kadar nikotin berarti semakin mudah membuat seseorang kecanduan karena nikotin memegang peranan penting dalam ketagihan nikotin (Sitepoe, 2000).

Berdasarkan hasil skor fagerstorm didapati tingkat ketergantungan nikotin responden. Lebih dari setengah responden baru memiliki tingkat ketergantungan rendah yaitu sebanyak 15 responden (62,5%), 8 responden (33,3%) memiliki tingkat ketergantungan sedang dan sudah ada 1 responden (4,2%) yang sudah memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap nikotin. Hal ini sesuai dengan


(42)

penelitian yang dilakukan oleh Sultan (2014) yang menyatakan bahwa ketergantungan nikotin pada perokok remaja masih berada di tingkat ketergantungan rendah (60%).Menurut Rosita (2012) nikotin mampu menimbulkan perasaan menyenangkan yang membuat perokok ketagihan ingin merokok lebih banyak dan akan menambah jumlah batang rokok yang dihisap per harinya. Bisa dikatakan bahwa perokok yang awalnya baru coba-coba nantinya akan menjadi perokok berat yang semakin sulit untuk meninggalkan rokok. Sehingga semakin ketergantungan seseorang maka semakin sulit orang tersebut untuk berhenti.

Gambaran faal paru seluruh responden yang tampak dari hasil pemeriksaan spirometri masih dalam batas normal. Nilai KVP yang didapati yaitu sebagian besar responden sebanyak 19 responden (79,2%)mendapatnilai 80 - 90, 4 responden (16,7%) berada di nilai 90 - 100 dan 1 responden mendapat nilai > 100 (4,2%).Nilai KVP tersebut menyatakan bahwa seluruh responden tidak mempunyai kelainan restriksi. Sedangkan untuk nilai VEP1, sebanyak 10 responden (41,7%) mendapatnilai 80 - 90, 10 responden (41,7%) berada di nilai 90 - 100 dan 4 responden (16,7%) mendapat nilai > 100. Untuk menilai apakah ada kelainan obstruksi maka dapat di lakukan perhitungan VEP1/KVP. Hasil VEP1/KVP yang didapati yaitu 4 responden (16,7%) mendapatnilai 80 - 90, 19 responden (79,2%) berada di nilai 90 - 100, dan 1 responden (4,2%) mendapat nilai > 100. Hasil pemeriksaan ini menyatakan bahwa pada seluruh responden belum ada kelainan paru khususnya kelainan restriksi ataupun obstruksi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prokhorov (1996) tentang respon pernapasan terhadap kebiasaan merokok di kalangan perokok remaja yang menyatakan belum adanya kelainan yang tampak pada faal paru, akantetapi jika dibandingkan dengan nilai faal paru bukan perokok, nilai prediksi normal faal paru perokok mengalami penurunan walaupun masih di atas nilai normal. Pada buku Berhenti Merokok yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menyatakan bahwa hampir 60% partikel yang terhisap dari asap


(43)

utama (mainstream smoke) terdeposit pada paru yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan fungsi parenkim paru.

Hal ini dapat terjadi dikarenakan berkaitan dengan usia seluruh responden yang masih muda dimana seluruh sistem pertahanan tubuh dan sistem imun masih dalam keadaan yang optimal.


(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa perokok Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Angkatan 2014 didapati bahwa faal paru seluruh responden masih dalam batas normal.

6.2 Saran

Dari seluruh proses penelitian yang dijalani oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan peneliti adalah:

1. Kepada Mahasiswa/Responden

a. Walaupun faal paru masih dalam batas normal tetapi bahaya rokok bukan hanya terhadap paru, tetapi juga terhadap organ lain. Maka sebaiknya berhentilah merokok.

b. Penyakit akibat rokok biasanya bersifat kronik, jadi belum ada efeknya terhadap perokok ringan-sedang. Akantetapi, jika kebiasaan merokok dilanjutkan terus maka kemungkinan besar penyakit akibat rokok akan muncul.

c. Sebagai calon dokter masa depan, sebaiknya kita menjadi contoh bagi masyarakat dan mencanangkan hidup sehat yang dimulai dari hidup bebas asap rokok.

2. Kepada Institusi

a. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur agar membuat atau merevisi ulang kebijakan kampus bebas rokok

b. Sebaiknya sebagai fakultas yang mengasilkan dokter-dokter terbaik di masa depan fakultas dapat menjadi refleksi lingkungan yang sehat untuk dilihat oleh masyarakat sekitar ataupun fakultas lain.


(45)

3. Kepada Pemerintah

a. Diharapkan lebih sering membuat program penyuluhan tentang bahaya merokok dan membuat program untuk berhenti merokok bagi masyarakat.

b. Mengkaji ulang tentang peraturan merokok di tempat umum. 4. Kepada Peneliti Selanjutnya

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi. b. Penelitian selanjutnya dapat meneliti dengan variabel yang lebih


(46)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Sistem

pernafasan terdiri atas paru, saluran napas dan sistem saraf yang mengatur otot pernafasan dan dinding dada (Sherwood, 2007).

2.1.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2.1.1.1 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:

a. Lubang hidung (cavum nasalis)

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu,


(47)

pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara (Somantri, 2007).

Gambar 2.1. Anatomi hidung dan sinus Sumber : www.ghorayeb.com

b. Sinus paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam tulang wajah dan tengkorak.Ada empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Fungsi dari sinus paranasal sendiri yaitu membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas, kelembaban udara inspirasi, mendukung pertahanan imun, meningkatkan area permukaan mucosa, meringankan volume tengkorak, memberi resonansi suara, menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan masase muka (Anggraini, 2006).


(48)

c. Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum vertebra (Joshi A, 2011).

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring) (Joshi A, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot (Rusmarjono, 2007).

d. Laring

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan (Sofyan, 2011).

Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai jalan respirasi yaitu pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka,sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk (Sofyan, 2011).

Laring terdiri atas: 1) Epiglotis, katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan; 2) Glotis, lubang antara pita suara dan laring; 3) Kartilago tiroid, kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang membentuk jakun; 4) Kartilago krikoid, cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).5) Kartilago aritenoid, digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid;6) Pita suara, sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring (Somantri, 2007).


(49)

Gambar 2.2. Laring

Sumber: www.dtc.pima.edu/~biology

2.1.1.2 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas: a. Trakhea

Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Somantri, 2007).

b. Bronkhus dan Bronkhiolus

Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua trakeapada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupadengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama (Pino, 2013)

Bronkus berjalan ke arah bawah dan samping menuju paru dan bercabangmenjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan mempunyaidiameter lumen lebih lebar, ukuran lebih pendek dan posisi lebih vertikal. Letaksedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis serta mengeluarkan sebuah cabangutamayang melintas di bawah arteri, yang disebut bronkus kanan


(50)

lobus bawah. Sedangkan bronkus kiri memiliki ukuran lebih panjang, diameterlumennya lebih sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di bawah arteripulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas

dan bawah (Moore, 1999).

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkuslobaris, kernudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris ini bercabang terusmenjadi bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang disebutbronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru, dan bercabang-cabangmenjadi 5-7 bronkiolus terminalis (Moore, 1999).

2.1.1.3 Saluran Pernapasan Terminal Saluran pernapasan terminal terdiri atas: a. Alveoli

Parenkim paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolimerupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan

CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius,

duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan aveoli

(Somantri, 2007).


(51)

Sumber: www.mercksource.com/pp/us/cns

b. Paru-paru

Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan obus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua (Stranding, 2009).

Gambar 2.4. Paru-paru Sumber: medicalterms.info

c. Dada, Diafragma, dan Pleura

Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga


(52)

(costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal(Somantri, 2007).

Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura (Sherwood, 2007).

Gambar 2.5. Pleura Sumber: classconnection.com

d. Sirkulasi Pulmoner

Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkhial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan


(53)

paru-paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkhus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis. Arteri pulmonallis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus dan darah (Somantri, 2007).

2.1.2 Fisiologi Pernapasan

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti bernapas lagi. Mempunyai peran atau fungsi menyediakan O2 serta mengeluarkan gas CO2

dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang

vital bagi kehidupan. O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di

pasok terus menerus O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di pasok

terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus segera

dikeluarkan dari tubuh. Bila tertumpuk didalam darah akan menurunkan pH sehingga menimbulkan keadaan asidosis yang dapat menganggu faal badan bahkan menyebabkan kematian (Ganong, 2010).

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: 1) Ventilasi, yaitu pergerakan udara kedalam dan keluar paru; 2) Distribusi, yaitu udara yang telah memasuki saluran napas diantar keseluruh paru, kemudian masuk kedalam alveolus; 3) Perfusi, yaitu sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru; 4) Difusi gas O2 dan CO2, yaitu perpindahan molekul oksigen dari rongga alveolus,

melewati membrane kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, dan selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dimana akhirnya masuk ke interior sel darah merah hingga berikatan dengan hemoglobin (Alsagaf, 1995).

Faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi, distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri


(54)

(PaO2 dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan

ketika jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto, 2009).

Tekanan parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO2 sekitar 96

mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan

dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban kerja (exercise), 2000-3000 mL/menit (Djojodibroto, 2009).

Proses pertukaran gas memerlukan 4 proses yang mempunyai ketergantungan satu sama lain yaitu: 1) Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi; 2) Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran darah; 3) Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan CO2; 4) Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan (Djojodibroto,

2009).

2.1.3 Uji faal paru 2.1.3.1 KVP dan VEP1

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya (Alsagaff, 2005).

Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran

darah. Fungsi paru disebut normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2

kurang dari 50mmHg dan disebut gagal napas apabila PaCO2 kurang dari


(55)

PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung

normal (Alsagaff, 2005).

Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff, 2005).

Fungsi paru dapat diukur dengan menggunakan spirometri. Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, di mana pasien diminta untuk meniup sekuatkuatnya melalui suatu alat yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan menghitung kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sehingga dengan demikian dapat diketahui kondisi faal paru seseorang (Sherwood, 2007)

Kapasitas Vital Paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC), yaitu jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal. Pada gangguan obstruksi nilai KVP selalu lebih kecil dari nilai kapasitas vital karena ada udara terperangkap atau air trapping di dalam paru. Nilai air trapping pada keadaan normal kurang dari 6% (Guyton, 2008).

Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) atau Forced Expiratory

Volume in one second (FEV1), yaitu volume udara ekspirasi detik pertama pada pengukuran KVP. Nilai pada individu normal adalah 80% dari nilai VEP1

prediksi. Perbandingan VEP1 dan KVP merupakan suatu parameter tersering

digunakan untuk menentukan derajat obstruksi. Nilai normal perbandingan ini adalah lebih dari 75%. Reversibiliti suatu obstruksi dapat ditentukan dengan perbandingan nilai ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator, hasil >20% berarti reversibel dan <20% berarti irreversibel melalui spirometri (Guyton, 2008).


(56)

2.1.3.2 Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah

volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi

paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, 2005).

Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi,sumbatan dan restriksi atau pengembangan paru (Blondshine,2000).


(57)

2.2 Rokok

2.2.1 Defenisi Rokok

Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah (Poerwadarminta, 2002). Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Fawzani, 2005). Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat tetapi kebiasaan merokok sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk (Mulyawati, 2004). Sementara, alasan utama merokok adalah cara untuk bisa diterima secara sosial, melihat orang tuanya merokok, menghilangkan rasa jenuh, ketagihan dan untuk menghilangkan stress (Fawzani, 2005).

2.2.2 Sejarah Rokok

Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut Spanyol di bawah pimpinan Christopher Colombus, melihat bangsa Indian mempergunakan daun kering dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka, menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan (Sukendro, 2007).

Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan Portugis bersama menanam tembakau di Hindia Barat dan Brasil. Perancis mengenal tembakau lewat Jean Nicot dijumpai istilah Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau) yang dimaksud. Pada abad XVIII orang Rusia mengenal cara baru menikmati tembakau dengan menggunakan pipa air, yang sebelumnya telah populer di kalangan orang Turki. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual dan pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata (BBKPMB, 2007).


(58)

Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok (Sitepoe, 1997).

2.2.3 Kandungan rokok

Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih dari 4000 bahan kimia beracun yang berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Dengan ini, setiap isapan itu menyerupai satu isapan maut. Racun yang paling utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Di antara kandungan asap rokok termasuklah aceton (bahan pembuat cat), naftalene (bahan kapur barus), arsen, tar (bahan karsinogen penyebab kanker), methanol (bahan bakar roket), vinyl chloride (bahan plastik PVC), phenol butane (bahan bakar korek api), potassium nitrate (bahan baku pembuatan bom dan pupuk), polonium-201 (bahan radioaktif), ammonia (bahan pencuci lantai), dan sebagainya (Jaya, 2009).

Berikut merupakan penjelasan lebih jelas untuk beberapa jenis bahan yang terkandung dalam rokok antara lain:

1. Nikotin

Komponen ini terdapat di dalam asap rokok dan juga di dalam tembakau yang tidak dibakar. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami peningkatan. Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh koroner bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolesterol LDL, dan meningkatkan agregasi sel pembekuan darah. Nikotin memegang peran penting dalam ketagihan merokok (Sitepoe, 2000).


(59)

2. Tar

Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Eugenol atau minyak cengkeh juga diklasifikasikan sebagai tar. Di dalam tar, dijumpai zat-zat karsinogen seperti polisiklik hidrokarbon aromatis, yang dapat menyebabkan terjadinya kanker paru-paru. Selain itu, dijumpai juga N nitrosamine di dalam rokok yang berpotensi besar sebagai zat karsinogenik terhadap jaringan paru-paru (Sitepoe, 2000). Tar juga dapat merangsang jalan nafas, dan tertimbun di saluran nafas, yang akhirnya menyebabkan batuk-batuk, sesak nafas, kanker jalan nafas, lidah atau bibir (Jaya, 2009).

3. Karbon Monoksida

Gas ini bersifat toksik dan dapat menggeser gas oksigen dari transport hemoglobin. Dalam rokok, terdapat 2-6% gas karbon monoksida pada saat merokok, sedangkan gas karbon monoksida yang diisap perokok paling rendah 400 ppm (part per million) sudah dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Seiring berjalannya waktu, terjadinya polisitemia yang akan mempengaruhi saraf pusat (Sitepoe, 2000). 4. Timah Hitam

Timah hitam merupakan partikel asap rokok. Setiap satu batang rokok yang diisap mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Apabila seseorang mengisap 1 bungkus rokok perhari, 10 mikrogram timah hitam akan dihasilkan, sedangkan batas bahaya kadar timah hitam di dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari (Sitepoe, 2000).


(60)

Gambar 2.6.Zat berbahaya pada rokok Sumber: pptm.depkes.go.id

2.2.4 Jenis Rokok

Bahan baku rokok hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Sitepoe, 2000).

Berikut merupakan penjelasan lebih jelas untuk beberapa jenis rokok yaitu:

1. Cigaret

Cigaret merupakan salah satu bentuk rokok yang berbentuk silinder dan dibungkus oleh kertas, mempunyai filter diujungnya untuk tempat hisapan. Jenis ini sangat populer di Negara-negara Eropa. Rokok


(61)

cigaret mengandung 60 jenis zat karsinogen yang berbeda, zat polutan yang meningkatkan resiko kanker. Dalam jumlah besar juga ditambahkan zat adiktif, zat ini juga untuk sebagai penambah rasa.

2. Cigar (kretek)

Cigar adalah jenis rokok yang berbentuk silinder. Tersedia dalam banyak bentuk dan jenis, kebanyakan juga disebut corona. Rokok ini pertama sekali dari Caribia seperti Republik Dominica, Jamaika, dan Cuba.

3. Pipa

Rokok pipa terdiri dari ruang kecil (seperti mangkuk) untuk pembakaran zat yang diisap dengan sebuah gagang yang tipis yang berakhir dibagian tempat untuk mulut menghisap. Pipa-pipa ini terbuat dari berbagai material (beberapa tidak dikenal): Briar, Corncob, Meerschaum, tanah liat, kayu, kaca, labu manis dan bambu, dan berbagai material lainnya seperti logam.

4. Hookah (Sheesha)

Hookah (Sheesa) merupakan jenis pipa air tradisional dari timur tengah dan asia selatan, pipa ini memakai filtrasi air dan pemanasan tidak langsung. Hookah kadang diisi dengan hashih atau opium. Mitos yang populer merokok ini adalah untuk keselamatan. Meskipun air tidak efektif untuk menghilangkan zat beracun, seperti hydrocarbon carcinogen yang tidak larut dalam air. Suatu penelitian menunjukkan CO lebih tinggi pada Hookah dibandingkan rokok cigaret.

2.2.5 Prevalensi Perokok

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganggap perilaku merokok telah menjadi masalah yang penting bagi seluruh dunia sejak satu dekade yang lalu. Salah satu bentuk nyatanya adalah WHO (World Health Organization)


(62)

menetapkan tanggal 31 Mei 1988 sebagai hari tanpa tembakau sedunia dan untuk seterusnya diperingati setiap tahun ditanggal 31 Mei. Menurut Soamole pada tahun 2004, setiap tahun ada empat juta orang yang meninggal akibat kebiasaan merokok. Dikhawatirkan, apabila penanganan yang tidak memadai maka di tahun 2030 diperkirakan proporsi perokok sebesar 1,6 miliar perokok, diantaranya sekitar 770 juta anak yang menjadi perokok pasif dan 85% terdapat di negara berkembang. Diperkirakan juga proporsi kematian akibat merokok sebesar 10 juta kematian yang mana 70% di antaranya terjadi di negara berkembang.

Berdasarkan total batang rokok yang dikonsumsi per tahunnya,pada tahun 2002 Indonesia mengkonsumsi 182 milyar batang rokok, menduduki peringkat ke 5 konsumsi rokok terbesar setelah China (1.697 milyar batang), Amerika Serikat (464 milyar batang), Rusia (375 milyar batang) dan Jepang (299 milyar batang). Tobacco Atlas 2009 menunjukkan bahwa peringkat Indonesia pada tahun 2007 tetap pada posisinya yaitu peringkat ke 5 (Mackay, 2009).

Selama kurun waktu 1970-2000, konsumsi rokok di Indonesia meningkat 7 kali lipat dari sekitar 33 milyar menjadi 217 milyar batang. Selanjutnya, dari tahun 2000 hingga tahun 2002 terjadi penurunan konsumsi rokok karena terjadi peningkatan harga riil rokok pada tahun 1998. Akan tetapi penurunan tersebut sebenarnya semu karena Departemen Keuangan mendeteksi adanya rokok ilegal dan pemalsuan cukai. Dengan adanya penurunan konsumsi rokok tersebut maka Departemen Keuangan membekukan peningkatan cukai tahunan selama tahun 2003-2004 yang bertujuan untuk “menyehatkan industri”. Dampak dari kebijakan pembekuan ini, pada data tahun 2008 menunjukkan konsumsi rokok sebesar 240 milyar batang, meningkat tajam setelah tahun 2005 sebesar 214 milyar batang (Soerojo, 2009).

Berdasarkan jumlah perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008).

Sumatra Utara sendiri merupakan provinsi ke-10 dengan prevalensi perokok tertinggi di Indonesia (34,9%) dan melebihi angka nasional sebesar 34,2%. Dibandingkan hasil survei tahun 1995 dan 2007, Sumatra Utara menunjukkan kenaikan prevalensi merokok sebanyak 6% (RIKESDAS, 2007).


(63)

Berdasarkan kelompok umur, hasil temuan 2007 menunjukkan prevalensi perokok meningkat dengan bertambahnya umur, sampai kelompok umur 55-59 tahun, kemudian menurun pada kelompok umur berikutnya. Peningkatan pada kelompok umur 15-19 tahun, dari 7,1% (1995) menjadi 19,9% (2007) atau naik 180% selama tahun 1995 – 2007. Prevalensi merokok meningkat dari tahun ke tahun berdasarkan kelompok umur. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok umur yang paling muda yaitu 10-14 tahun dari 0,3% menjadi 2,0% atau meningkat hampir 7 kali lipat selama 12 tahun terakhir (RIKESDAS, 2007).

Pada tahun 2007, prevalensi merokok remaja umur 15-19 tahun adalah 18,8%. Pada laki-laki 37,3% dan remaja perempuan 1,6%. Prevalensi merokok remaja umur 15-19 tahun meningkat terus pada laki-laki sejak tahun 1995 sampai tahun 2007. prevalensi perokok meningkat pada laki-laki kelompok umur 15-19 tahun meningkat sebesar hampir 3 kali lipat dan pada perempuan meningkat 5 kali lipat (RIKESDAS, 2007).

Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi remaja perokok di Jakarta tahun 2001 adalah 20,4% (laki-laki 36,7%; perempuan 4.4%), dan tahun 2004 sebesar 16,6% (laki-laki 28,4%; perempuan 3,0%). GYTS tahun 2006 yang digunakan sebagai angka nasional adalah sebesar 12,6% (laki-laki 24,5%; perempuan 2,3%). Tiga dari sepuluh pelajar (30,9%) ditemukan merokok pertama kali sebelum mereka mencapai usia 10 tahun. Di antara pelajar yang merokok, sebesar 3,2 % telah kecanduan dengan indikator hal pertama yang diinginkan pada pagi hari adalah rokok. GYTS nasional Indonesia 2006 juga memperlihatkan bahwa lebih dari 14,4% pelajar menyatakan pernah mendapat

tawaran rokok “gratis” dari industri rokok, yaitu 21,6% laki-laki dan 7,4% perempuan (WHO, 2006).

Tahun 2006 Indonesia melakukan GHPS dengan menggunakan mahasiswa kedokteran tingkat ketiga sebagai responden dalam survei. Mahasiswa kedokteran diharapkan akan berperan penting untuk menurunkan kebiasaan merokok, sekaligus memberikan informasi dampak merokok terhadap kesehatan, termasuk membantu berhenti merokok dan memberi contoh gaya hidup bebas rokok. Hampir setengah (48,4%) dari mahasiswa kedokteran pernah merokok. GHPS


(64)

2006 mendapatkan prevalensi merokok mahasiswa kedokteran adalah 9,3%, laki-laki 21,1% dan perempuan 2,3%. Sepertiganya (33%) sudah merasa ingin merokok kurang dari 30 menit setelah bangun tidur di pagi hari, pada perempuan 39,4%, lebih tinggi dari laki-laki sebesar 31,9%. Ini menunjukkan tingkat kecanduan merokok yang tinggi (WHO, 2006).

2.2.6 Efek Rokok Terhadap Tubuh

Secara keseluruhan, tubuh manusia mempunyai 11 jenis sistem, dan semuanya terintegrasi dalam menjalankan fungsi tubuh, sehingga tubuh mampu beraktivitas secara optimal antara lain adalah sistem integumentari, sistem skeletal, sistem otot, sistem saraf, sistem endokrin, sistem limfatik dan imunitas, sistem kardiovaskular, sistem respiratori, sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, dan sistem genitourinaria (Tortora dan Derrickson, 2006). Rokok dapat mempengaruhi beberapa sistem tubuh tersebut.

Efek Rokok Pada Sistem Respiratori

Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru, serta penyakit paru-paru lain yang bersifat kronis dan obstruktif, seperti bronkitis dan emfisema. Sekitar 85% dari penderita penyakit ini disebabkan oleh rokok. Gejala yang ditimbulkan berupa batuk kronik, berdahak, dan gangguan pernafasan. Apabila diadakan tes fungsi paru-paru, maka hasil tes pada perokok lebih buruk berbanding dengan bukan perokok. Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Perokok lebih mudah terserang influenza dan radang paru-paru lainnya berbanding yang bukan perokok. Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma karena asap rokok akan meyempitkan lagi saluran pernafasan (Sitepoe, 2000). Kematian umumnya bukan terjadi akibat kesulitan bernafas karena membesarnya kanker, tetapi posisi paru-paru dalam sistem peredaran darah yang membuat kanker mudah menyebar ke seluruh tubuh. Metastase kanker ke otak dan bagian kritis lainnya menjadi penyebab kematian (Jaya, 2009).


(1)

1.1.3 Uji Faal Paru ... 14

2.1.3.1 KVP dan VEP1 ... 14

2.1.3.2 Spirometri ... 16

2.2 Rokok ... 17

2.2.1 Definisi Rokok ... 17

2.2.2 Sejarah Rokok ... 17

2.2.3 Kandungan Rokok ... 18

2.2.4 Jenis Rokok ... 20

2.2.5 Prevalensi Perokok ... 21

2.2.6 Efek Rokok Terhadap Tubuh ... 24

2.2.7 Efek Rokok Terhadap Faal Paru ... 30

BAB 3 KERANGKA KONSEP... 33

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 33

3.2 Definisi Operasional... 34

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 37

4.1. JenisPenelitian ... 37

4.2. Waktudan Tempat Penelitian ... 37

4.2.1 WaktuPenelitian ... 37

4.2.2 Tempat Penelitian... 37

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

4.3.1 Populasi Target... 37

4.3.2 Sampel Penelitian ... 37

4.3.2.1 Kriteria Inkusi ... 38

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi... 38

4.3.3 Cara Sampling ... 38

4.4. Teknik Pengambilan Data ... 38


(2)

BAB 5HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

5.1. Hasil Penelitian ... 40

5.1.1 Deskripsi LokasiPenelitian... 40

5.1.2 Karakteristik Responden ... 40

5.1.2.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Periode Merokok ... 41

5.1.2.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Rokok per Hari ... 42

5.1.2.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Brinkman ... 42

5.1.2.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Rokok Yang Di Konsumsi ... 43

5.1.2.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kecanduan Nikotin (Fagerstorm) ... 44

5.1.2.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai Faal Paru ... 44

5.1.2.7 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Klasifikasi Perokokdan Nilai Faal Paru ... 45

5.1.2.8 Distribusi Karakteristik Responden BerdasarkanKlasifikasiPerokokdan Tingkat Ketergantungan Nikotin ... 46

5.2. Pembahasan ... 46

BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

6.1. Kesimpulan ... 51

6.1. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 KelainanParuAkibatRokok... 31 Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Mahasiswa Perokok Angkatan 2014 ... 40 Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Periode

Merokok ... 41 Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Rokok per Hari ... 42 Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks

Brinkman ... 42 Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Rokok

Yang Di Konsumsi ... 43 Tabel 5.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Kecanduan Nikotin (Fagerstorm) ... 44 Tabel 5.7 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Nilai

Faal Paru ... 44 Tabel 5.8 Distribusi Karakteristik Responden BerdasarkanKlasifikasi

Perokok dan Nilai Faal Paru... 45 Tabel 5.9 Distribusi Karakteristik Responden BerdasarkanKlasifikasi


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1.Anatomi Hidung dan Sinus ... 7

Gambar 2.2.Laring ... 9

Gambar 2.3.Alveolus ... 10

Gambar 2.4.Paru-paru ... 11

Gambar2.5.Pleura ... 12

Gambar2.6.Zat Berbahaya Pada Rokok ... 20


(5)

DAFTAR SINGKATAN

BBKPMB Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Bandung

CO2 Karbondioksida

FEV1 Forced Expiratory Volume in one second

FSH Follicle-stimulating Hormone

FVC Forced Vital Capacity

GHPS Global Health Professional Survey

GnRH Gonadotropin-releasing Hormone

GYTS Global Youth Tobacco Survey

KVP Kapasitas Vital Paru

LH Luteinizing Hormone

O2 Oksigen

Ppm Part per Million

PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronis

PVC Polivinil Klorida

RIKESDAS Riset Kesehatan Dasar

SPSS Statistical Package for the Social Sciences

USA United States of America

VEP1 Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Currriculum Vitae

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Pernyataan Persetujuan

Setelah Penjelasan

Lampiran 4 Kuisioner

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 Output SPSS