PROFIL NILAI HEMATOKRIT ULAR PITON (Phyton reticulatus)

LAPORAN MINI RISET FISIOLOGI HEWAN
NILAI HEMATOKRIT ULAR PITON (Phyton reticulatus) BETINA

OLEH :
JOHANNES S MANURUNG
4153220009
BIOLOGI NON KEPENDIDIKAN 2015 B

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017

NILAI HEMATOKRIT ULAR PITON (Phyton reticulatus) BETINA
Johannes S Manurung*
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan
*johannesmanurung1597@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil fisiologis nilai hematokrit pada ular piton (Phyton reticulatus).
Penelitian ini menggunakan hewan coba ular piton (Phyton reticulatus) jenis kelamin betina berjumlah 1 ekor . Darah ular diambil

melalui vena ventralis . Darah diperiksa terhadap nilai hematokrit. Hasil pengukuran tinggi eritrosit setelah disentrifus untuk
tabung pertama 2,4 cm, tabung kedua 2,6 cm dan tabung ketiga adalah 2,4 cm. Hasil studi menunjukkan rata-rata nilai hematokrit
sebesar 24,66%. Secara umum hasil pengamatan nilai hematokrit ular piton betina yang dalam penelitian ini termasuk dalam
kisaran nilai darah reptil yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Kata kunci : reptil, eritrosit, hematokrit, ular piton.

PENDAHULUAN
Reptil
Reptil sudah dikenal sebagai satu diantara hewan purba yang masih bertahan hidup sampai sekarang.
Penyu dan kura-kura merupakan hewan reptil yang disinyalir hidup paling tua dan dikenal sejak Periode
Permian atau sekitar 250 juta tahun yang lalu. Reptil diklasifikasikan dalam 3 ordo dan 4 subordo. Ada
sekitar 3000 spesies kadal, 2700 spesies ular, 200 spesies kura-kura dan penyu, 140 jenis kadal tak berkaki
dan satu jenis tuatara (Soehartono dan Ani 2003). Ular adalah salah satu hewan reptil yang bertubuh gilik,
panjang, ramping, dan termasuk hewan berdarah dingin yang memiliki suhu tubuh mendekati suhu
lingkungan serta merupakan hewan yang tidak memiliki kelopak mata. Ular dapat dibedakan menjadi
beberapa famili dan spesies, salah satu spesiesnya adalah Phyton reticulatus yang di Indonesia lebih dikenal
dengan nama ular sanca batik (Wahyu 2014).
Phyton reticulatus
Ular sanca batik memiliki corak sisik yang merupakan perpaduan antara warna coklat, emas, hitam
dan putih. Selama masa hidup ular sanca, panjang tubuhnya dapat mencapai 11 meter dan bobot badan

mencapai 158 Kg. Ular sanca batik menyukai habitat hutan tropis, banyak ditemukan di dekat sungai
(Matswapati, 2009).

1

Gambar 1. 1 Phyton reticulatus (Matswapati, 2009)

Ular sanca batik termasuk satwa ektotermik, sehingga untuk mencukupi kebutuhan panasnya, satwa
ini harus mengambil panas dari lingkungan. Perilaku berjemur di bawah sinar matahari langsung yang biasa
disebut basking adalah untuk mendapatkan panas. Satwa buruan ular sanca sangat bervariasi dari mamalia
dan unggas / burung. Berbeda dengan ular-ular yang mampu membunuh mangsanya dengan bisa, ular sanca
membelit untuk melumpuhkan mangsanya (Matswapati, 2009).
Ular sanca batik memiliki corak sisik yang sangat unik dan indah yang merupakan perpaduan antara
warna coklat, emas, hitam dan putih . Ular sanca batik merupakan ular terpanjang di dunia bersaing dengan
Anaconda (Eunectes murinus) dalam rekor ular terbesar yang pernah hidup . Selama masa hidup ular sanca,
panjang tubuhnya dapat mencapai 11 meter dan bobot badan dapat mencapai 158 Kg (Matswapati, 2009).
Darah
Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah
merupakan bagian tubuh yang jumlahnya 6-8% berat badan total. Darah terdiri atas sel-sel darah, terutama
eritrosit. Leukosit dan trombosit, walaupun secara fungsional sangat esensial hanya merupakan sebagian

kecil saja dari darah.Fungsi utama darah adalah sebagai media transportasi, memelihara suhu dan
keseimbangan cairan, asam dan basa. Eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam darah, sel-sel ini secara
efektif mampu mengangkut oksigen tanpa meninggalkan pembuluh darah serta cabang-cabangnya.
Sebaliknya leukosit melaksanakan fungsinya di dalam jaringan, demikian pula trombosit yang melakukan
fungsinya pada dinding pembuluh darah (Arifin, 2013).
Hematopoesis
Proses pembentukan darah pada reptil sedikit berbeda dengan kebanyakan hewan mamalia yang
berasal dari sumsum tulang. Awal masa perkembangan eritrosit pada ular juga berasal dari sumsum tulang.
Tetapi jika dalam kondisi stres dan pendarahan kronis, eritrosit dapat aktif membelah di luar sumsum tulang
atau extramedullary sites yang memiliki stem sel untuk pembentukan darah terutama pada hati dan limpa.
Pembentukan sel darah juga bisa didapatkan melalui proses mitosis eritrosit yang memiliki morfologi yang
matang yang berada di dalam vaskular dengan syarat hemoglobinnya cukup atau berlebih. Pembentukan
yang lain adalah berasal dari trombosit yang pluripoten di dalam darah yang berubah menjadi eritrosit secara
mitosis maupun amitosis (Wahyu, 2014).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa proses hematopoiesis pada reptil memiliki keunikan.
Kantung kuning telur berperan dalam proses pembentukan organ erythropoietic primer pada masa embrional
sampai dengan proses penetasan telur. Setelah embrio menetas maka peran pembentukan darah diambil oleh
sumsum tulang. Seperti pada ungags, proses eritropoiesis dan granulopoiesis pada reptil juga terjadi pada
sumsum tulang meskipun hati dan limpa memiliki fungsi hematopoietik pada tahap awal perkembangan.
Limfosit yang telah terbentuk di sumsum tulang akan berlanjut pada proses kolonisasi dan diferensiasi

menjadi sel T di dalam timus. Seiring bertambahnya umur, maka proses tersebut akan berkurang. Bursa
fabrisius tidak ditemukan pada reptil sehingga limfosit B tidak ditemukan pada reptil (Claver dan Quaglia,
2009).
Eritrosit
Eritrosit pada reptil memiliki kesamaan dengan unggas baik secara morfologi maupun fungsi tetapi
memiliki variasi ukuran yang sangat beragam antar berbagai spesies reptil (Claver dan Quaglia, 2009). Sel
eritrosit pada reptil secara umum berbentuk oval berinti bulat dan sitoplasma yang bersifat basofilik.
Berdasarkan penelitian yang telah dipublikasikan bahwa eritrosit pada reptil memiliki siklus hidup antara
600 sampai 800 hari. Hal tersebut disebabkan reptil memiliki rasio metabolisme yang rendah (Claver dan
Quaglia, 2009). Pada umumnya volume plasma darah reptil selain bangsa kura-kura (nonchelonian) secara
normal berkisar antara 60 sampai 75 ml/kg berat badan sedangkan untuk total keseluruhan volume darah
(padatan dan cairan) berkisar antara 70 hingga 110 ml/kg berat badan (Wahyu, 2014). Eritrosit memiliki
fungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida. Kesanggupan eritrosit mengangkut gas-gas tersebut
tergantung pada hemoglobin (Eroschenko, 2003).

2

Hematokrit
Hematocrit (HCT) merupakan salah satu pemeriksaan hematologi untuk mengetahui volume eritrosit
dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persen. Pemeriksaan hematokrit dengan menggunakan metode

sediaan darah yang diberi antikoagulan. Antikoagulan yang dapat digunakan pada darah ular adalah lithium
heparin atau ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) (Wahyu, 2014).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat nilai hematokrit pada ular piton (Phyton reticulatus) yang
dapat digunakan sebagai data dasar dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung mikrohematokrit, tabung antikoagulan
yang sudah diisi dengan ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) dan sentrifus. Bahan yang digunakan
yaitu darah ular piton (Phyton reticulatus) yang diambil melalui vena ventralis.
Persiapan
Penelitian ini menggunakan hewan coba ular piton (Phyton reticulatus) jenis kelamin betina
berjumlah 1 ekor. Ular yang digunakan adalah ular dengan bobot badan 2500 gr dan panjang tubuh antara
kepala hingga kloaka ular yang digunakan ± 180 cm ditambah panjang ekor antara ± 30 cm. Ular didapatkan
dari daerah Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.
Koleksi Darah
Teknik pengambilan darah pada reptil dapat dilakukan pada vena ventralis yang terletak di leher
dengan menggunakan pisau untuk menyayat. Darah yang telah dikoleksi kemudian dimasukkan ke dalam
tabung yang sudah diberi antikoagulan EDTA di dalamnya. Setelah itu darah dimasukkan ke dalam termos es
dan dibawa ke Laboratorium Fisiologi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Analisis hematokrit

Langkah yang dilakukan dalam pemeriksaan hematokrit adalah memasukkan sampel darah yang
diberi antikoagulan EDTA ke dalam mikrokapiler sampai menyisakan sedikit bagian dan kemudian ditutup
menggunakan karet sumbat atau disebut critoseal. Berikutnya tahap pemusingan menggunakan
mikrosentifuge dengan kecepatan 2000 sampai 3000 rpm selama 10 sampai 15 menit (Theml et al. 2004).
Tujuan pemusingan yaitu memisahkan komponen darah antara padatan benda darah dan cairan plasma
(Wahyu, 2014).
Dalam penelitian ini untuk menganalisis nilai hematokrit ular piton , hal pertama yang harus
dilakukan adalah memasukkan sampel darah yang akan diuji kedalam 3 tabung mikrohematokrit masingmasing setinggi 5 cm lalu disentrifus selama 60 detik dengan kecepatan 11.500 rpm, dan angka hematokrit
dicatat (Wajiah, 2013). Tinggi eritrosit pada tabung mikrohematokrit diurur menggunakan mistar skala 0 – 30
dengan ketelitian 0,1 cm.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan yaitu menggunakan metode statistik dinyatakan dalam rataan. Data
yang diperoleh merupakan hasil rataan dari nilai hematokrit ular piton yang didapat dalam penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Ular yang digunakan pada penelitian ini merupakan satwa liar hasil tangkapan pemburu dan
diperoleh dari pengepul satwa di wilayah Lubuk Pakan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara . Hasil
pengukuran panjang tubuh antara kepala hingga kloaka ular yang digunakan ± 180 cm ditambah panjang
ekor ± 30 cm sedangkan bobot badan ular 2500 gram. Menurut Auliya (2010) berdasarkan survei dan
pengamatan, ular sawah dikatakan dewasa apabila memiliki panjang sekitar 120 cm untuk jenis kelamin

jantan dan 125 cm untuk jenis kelamin betina.
Hasil yang diperoleh dari percobaan untuk tabung pertama tinggi eritrosit 1,2 cm, tabung kedua 1,3
cm dan tabung ketiga 1,2 cm.
3

Gambar 1. 2 Hasil Sentrifus

Hasil tinggi eritrosit dalam tabung mikrohematokrit yang telah diperoleh dihitung menggunakan rumus

Nilai hematorkrit =

tinggi eritrosit
100
tinggi total sampel darah

Hasil penelitian mengenai nilai hematokrit ular piton disajikan dalam tabel 1
Tabung
I
II
II

Rata-rata

Tinggi Eritrosit
2,4 cm
2,6 cm
2,4 cm

Nilai Hematokrit
24%
26%
24%
24,66%

Tabel 1. 1 Nilai Hematokrit Ular Piton (Phyton reticulatus)

Untuk tabung pertama nilai hematokrit yang diperoleh adalah 24%, tabung kedua 26% dan tabung
ketiga 24%. Dari hasil yang telah diperoleh maka didapatkan rata-rata nilai hematorkrit ular piton adalah
24,66%.
Pembahasan
Menurut Rovira (2010), jumlah eritrosit, nilai hemoglobin dan hematokrit individu hewan

dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kondisi fisiologis yang meliputi jenis kelamin, umur,
lingkungan, dan status nutrisi. Secara umum reptil memiliki jumlah eritrosit lebih rendah dibandingkan
dengan yang dimiliki unggas dan mamalia. Wakenell (2010) melaporkan bahwa jumlah eritrosit pada unggas
seperti ayam dan kalkun yaitu berkisar antara 2.5 dan 3.5 juta sel/mm3. Pada mamalia seperti kuda memiliki
jumlah eritrosit sekitar 6.8 sampai 12.9 juta sel/mm3 (Grondin dan Dewitt 2010), sedangkan domba memiliki
jumlah eritrosit sekitar 8 sampai 15 juta sel/mm3, kambing sekitar 9 sampai 18 juta sel/mm3 (Byer dan
Kramer 2010). Reidarson (2010) juga melaporkan bahwa jumlah eritrosit pada mamalia laut seperti lumbalumba berkisar antara 3.6 dan 6.0 juta sel/mm3.
Rata-rata nilai hematokrit diperoleh 24.66%. Nilai normal haematokrit pada reptil berkisar antara 20
dan 35% (Wahyu, 2014), sedangkan menurut Saggese (2009) berkisar antara 20 dan 45%. Profil nilai
hematokrit disajikan pada Table 1. Perbedaan nilai hematokrit tersebut diduga akibat kondisi fisiologis
masing-masing individu ular yang berbeda.
Laporan Strik et al. (2007) bahwa reptil memiliki jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai
hematokrit yang lebih rendah dibandingkan dengan mamalia dan unggas sehingga memperlihatkan ada
keterkaitan yang sejalan antara jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit normal. Nilai
hematokrit mencapai 24,66% diduga karena ular mengalami dehidrasi ringan akibat suhu lingkungan yang
terik walaupun tidak parah karena ular dikurung dalam karung sehari sebelum dilakukan pengambilan darah.
Hal tersebut menyebabkan penurunan kadar plasma dalam darah sehingga nilai hematokrit meningkat.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai hematokrit antara lain variasi genetik dan kondisi fisiologis
seperti muntah, polisitemia, eksudasi plasma (Saggese 2009). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah dan ukuran sel eritrosit (Schalm dan Jain 1995).

4

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai hematokrit sebesar 24,66%.
Diperoleh dari hasil pengukuran tinggi eritrosit setelah disentrifus untuk tabung pertama 2,4 cm, 2,6 cm, 2,4
cm. Hasil studi menunjukkan rata-rata secara umum hasil pengamatan nilai hematokrit ular piton termasuk
dalam kisaran nilai darah reptil yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Wahyu, 2014. Profil eritrosit dan leukosit pada ular sawah (Ptyas korros). Skripsi Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor
Arifin, Helmi, Agustina dan Zet Rizal, 2013. Pengaruh Pemberian Jus Jambu Biji Merah (Psidiumguajava
L.) Terhadap Jumlah Sel Eritrosit, Hemoglobin, Trombosit dan Hematokrit Pada Mencit Putih.
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 1410-0177.
Byer SR, Kramer JW. 2010. Normal Hematology of Sheeps and Goats. Di dalam Weiss DJ, Wardrop KJ,
editors, Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. Ames (US): Blackwell Pub.
Claver JA, Quaglia AIE. 2009. Comparative morphology, development, and fungtion of blood cell in non
mamalian vertebrates. J Exot Pet Med. 18 (2): 87-97.
Eroschenko VP. 2003. Atlas Histologi Di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Penerjemah; Jan Tambayong,
Editor edisi bahasa indonesia Dewi Anggraini. Jakarta (ID): Penerbit EGC. Terjemahan dari: Di
Fiore’s atlas of Histology with functional correlations. Ed ke-9

Grondin TM, Dewitt SF. 2010. Normal Hematology of the Horse and Donkey. Di dalam Weiss DJ, Wardrop
KJ, editors, Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. Ames (US): Blackwell Pub.
Matswapati, Dwi, 2009. Biologi Reproduksi Ular Sanca Batik (Phyton reticulatus) . Skripsi Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor
Reidarson TH. 2010. Hematology of Marine Mamals. Di dalam Weiss DJ, Wardrop KJ, editors, Schalm’s
Veterinary Hematology. Ed ke-6. Ames (US): Blackwell Pub.
Rovira AI. 2010. Hematology of Reptiles. Di dalam Weiss DJ, Wardrop KJ, editors, Schalm’s Veterinary
Hematology. Ed ke-6. Ames (US): Blackwell Pub.
Theml H, Diem H, Haferlach T. 2004. Color Atlas of Hematology Practical Microscopic and Clinical
Diagnosis. “2nd ed”. New York (US).
Saggese MD. 2009. Clinical approach to the anemic reptile. J Exot Pet Med. 18 (2):98-111.
Soehartono T, Ani M. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Jakarta
Stahl SJ, 2006. Reptile hematology and serum chemistry. Di dalam: Proceedings of The North American
Veterinary Conference; 2006 Jan 7-11; Orlando America. Florida (US): NAVC. Hlm 1673-1676.
Strik NI, Alleman AR, Harr KE. 2007. Circulating and Inflamatory Cell. Di dalam Elliot TJ, editor,
Infectious Disease and Pathology of Reptiles-Color and Atlas Text. Ed-1. Boca Raston, Florida (US):
CRC Pr.
Wakenell PS. 2010. Hematology of Chicken and Turkeys. Di dalam Weiss DJ, Wardrop KJ, editors, Schalm’s
Veterinary Hematology. Ed ke-6. Ames (US): Blackwell Pub.
Wajizah, Sitti, Komang G., Wiryawan, Wasmen Manalu, dan Dwi Setyaningsih, 2013. Profil Lemak Plasma
dan Nilai Hematologi Tikus Sprague Dawley dengan Suplementasi Amida Minyak Ikan. Jurnal
kedokteran hewan, 1978-225X.

5

6