Download Buletin Kiblat Edisi 1 Kiblat

Muslim Myanmar Kembali Diserang,
Satu Terbunuh
Ko n f l i k s e kt a r i a n ke mb a l i m el a n d a
Myanmar. Kelompok muslim Rohingya yang
menetap di wilayah Rakhine State kembali
diserang.
“Seorang nenek tewas saat kerusuhan.
Beberapa rumah juga dibakar massa,” ujar
seorang petugas kepolisian Myanmar yang
tidak disebut namanya, seperti dikutip AFP,
Rabu (2/10).
Petugas keamanan dillaporkan
memperketat keamanan di Rakhine.
Pasalnya, wilayah itu dijadwalkan akan
dikunjungi Presiden Thein Sein.
“(Thein Sein) akan memeriksa kerusuhan di
sini,” ujar petugas Myanmar yang lainnya.
Kerusuhan di Rakhine akhir-akhir ini telah
menelan setidaknya 250 jiwa, sebagian
besar korban berasal dari etnis muslim
Rohingya.

Penduduk Myanmar mayoritas beragama
Buddha. Minoritas Muslim di Myanmar
sebagian besar terdiri dari orang-orang

Rohingya dan keturunan imigran Muslim
dari India dan Cina (nenek moyang Cina
Muslim di Myanmar berasal dari provinsi
Yunnan), serta keturunan Arab sebelumnya
dan pemukim Persia.
Penindasan orang Buddha terhadap Muslim
muncul dari alasan agama, dan terjadi pada
masa pemerintahan Raja Bayinnaung,
1550-1589 M. Setelah menaklukkan Bago
pada tahun 1559, Raja Buddha melarang
praktik halal, khususnya, membunuh
hewan makanan dengan menyebut nama
Allah. Dia juga melarang Idul Adha.
Ketika Jenderal Ne Win meraih kekuasaan
(1962), status umat Islam berubah menjadi
buruk. Muslim diusir dan dengan cepat

terpinggirkan.
Ras Muslim Myanmar mirip dengan bangsa
Bangladesh. Namun sayang, di Bangladesh
ditolak penguasa, di tanah mereka sekarang
juga tidak diterima. (kiblat)
* Foto ilustrasi dari google Image

Siapakah Ghuraba Sejati
Rasulullah n telah menyebutkan bahwa Islam
akan kembali asing di akhir zaman. Muslim
menyebutkan bahwa beliau bersabda, “Islam muncul dalam keadaan asing dan ia akan kembali asing
sebagaimana ia muncul, maka beruntunglah bagi
orang-orang asing.”
Kaum muslimin ketika fase Makkah menjadi
minoritas dan tertindas. Jumlah mereka sangat
sedikit dan lemah. Namun mereka tegar dan
enggan bekerja sama atau meminta belas kasih
kepada kafir Quraisy.
Karena kerasnya cobaan yang diderita kaum muslimin, Rasulullah saw menyuruh para sahabat
beliau untuk berhijrah. Mereka rela meninggalkan

keluarga dan tempat tinggal yang bagi manusia
biasa berat ditinggalkan. Di samping itu, mereka

berhijrah dalam keadaan diasingkan oleh kaum
mereka. Inilah yang dimaksud Imam Al-Baghawi
tentang siapa itu Al-Ghuraba'.

Orang-orang yang masih berpegang kepada AlQur'an dan Sunnah dianggap kolot, tidak moderat,
kuno dan fundamental.

“Al-Ghuraba' ialah kaum Muhajirin yang berhijrah
dari negeri mereka karena Allah Ta'ala.” [1]

Menurut Al-Qari', “Yang paling jelas bahwa mereka
ialah orang-orang yang menghidupkan kembali
sunnah-sunnah Rasulullah saw yang telah dirusak
oleh manusia.”[3]

Imam Nawawi menjelaskan bahwa Ghuraba ialah
kaum muslimin yang di awal dan akhirnya sabar

atas segala cobaan.
Qadhi bin Iyadz berkata, “Secara umum hadits tersebut menyatakan bahwa Islam muncul melalui
sebagian kecil manusia, kemudian akan tersebar
dan menang. Tapi kemudian berkurang sehingga
tidak tersisa kecuali hanya sekelompok minoritas.”
[2]
Ya, Islam akan kembali asing setelah jaya. Ia akan
kembali menjadi suatu yang diabaikan dan dibenci.

Ia bersandar kepada hadits Zaid bin Milhah tadi,
yaitu sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya agama
ini muncul dalam keadaan asing dan akan kembali
asing, maka beruntunglah bagi yang asing. Yaitu
orang-orang yang memperbaiki sunnah-sunnahku
yang telah dirusak manusia.” Maksudnya mereka
menampakkan dan mengamalkannya menurut
kemampuan mereka.
Hadits Abdullah bin Amru, menjelaskan makna

Juli 2013


ghuraba, “Suatu hari Rasulullah n bersabda tentang “beruntunglah orang-orang asing” dan kami di sisi beliau, maka
dikatakan, “Siapakah Ghuraba wahai Rasulullah?” Rasulullah
saw bersabda, “Orang-orang yang saleh ketika banyak orangorang yang buruk, yang bermaksiat lebih banyak dari yang
taat.” (HR. Ahmad dan Thabrany di Al- Ausath). [4]
______________________
[1] Shohih Muslim Syarh An Nawawi 2/ 152
[2] Shohih Muslim Syarh An Nawawi 2/ 152
[3] Tuhfatul Ahwadzy 7/ 363
[4] Majmu' Az Zawa'id 7/ 277

Hadis-Hadis Amal Setara Haji dan Umrah;
yang Shahih dan Dhaif
Hari ini saudara-saudara kita mulai berangkat ke Tanah Suci untuk
menunaikan kewajiban mulia, ibadah haji.
Banyak orang mendambakan bisa menunaikan ibadah haji ini. Namun
sebagian belum diberikan rezeki untuk berangkat, sebagian lain sudah
mampu tetapi terkendala oleh kuota negaranya dan beberapa alasan
lain. Atau sebagian menggunakan bahasa iman, “Belum dipanggil
oleh-Nya.” Sebab bila Allah sudah memanggil, yang miskin pun bisa

berangkat.
Ala kulli hal, ada amal dan pahala dalam setiap keadaan bagi muslim
yang cerdas. Termasuk amalan yang pahalanya setara dengan pahala
haji dan umrah. Ya, banyak. Tetapi perlu diperhatikan manakah yang
shahih dan dhaif. Berikut kami sebutkan hadis-hadis yang
menunjukkan amal berpahala setara haji dan umrah itu.






“Sekelompok orang-orang fakir miskin datang kepada Rasulullah
SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah
memborong semua kedudukan yang tinggi serta kebahagiaan
yang abadi dengan harta memreka. Mereka shalat dan berpuasa
sebagaimana yang kami lakukan. Akan tetapi mereka mempunyai
harta untuk menunaikan haji; umrah dan bersedekah.” Lalu
Rasulullah SAW bersabda, “Sukakah kalian saya ajarkan sesuatu
yang dapat mengejar orang-orang yang terdahulu dan orangorang yang kemudian, dan tidak ada yang lebih utama dari kalian,

kecuali mereka melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka
menjawab, “Baiklah ya Rasulullah.” Rasulullah SAW lalu bersabda,
“Setiap selesai sholat bacalah olehmu Tasbih (Subhanallah);
Tahmid (Alhamdulillah) dan Takbir (Allahu Akbar) masing-masing
sebanyak 33 kali.” (Shahih; HR Bukhari).
“Barang siapa shalat Shubuh berjamaah, kemudian duduk berzikir
kepada Allah hingga matahari terbit, lalu shalat dua rakaat, maka
ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah secara
sempurna, sempurna, sempurna.” (Shahih; Shahih Al-Jami’ hadits
no. 6346).
“Barang siapa berjalan untuk shalat wajib berjamaah maka itu
pahalanya seperti pahala orang yang berhaji dan ihram. Barang
siapa berjalan untuk shalat sunnah maka itu seperti pahala
umrah.” (Hasan; Shahih Al-Jami’ hadits no. 6556).

seperti pahala umrah.” (Shahih; Shahih At-Targhib, 1181)


“Umrah pada bulan Ramadhan itu bagaikan haji bersamaku (Nabi
saw).” (Shahih; Shahih Al-Jami’ hadits no. 4098).




Rasulullah saw bersabda kepada seorang wanita Anshar, “Apa
yang menghalangimu untuk ikut berhaji bersama kami?” Ia
menjawab, “Kami tidak memiliki kendaraan kecuali dua ekor unta
yang dipakai untuk mengairi tanaman. Bapak dan anaknya
berangkat haji dengan satu ekor unta dan meninggalkan satu ekor
lagi untuk kami yang digunakan untuk mengairi tanaman.” Nabi
saw bersabda, “Apabila datang Ramadhan, berumrahlah. Karena
sesungguhnya umrah di dalamnya menyamai ibadah haji.”
(Shahih; Shahih At-Targhib, 1117).



“Siapa yang menyiapkan bekal untuk orang yang akan berjihad,
ibadah haji, mencukupi keluarga yang ditinggalkan atau memberi
makan orang yang buka puasa maka ia mendapatkan pahala
seperti pahala mereka tanpa mengurangi pahala mereka sedikit
pun.” (Shahih; Shahih At-Targhib, 1078).




”Siapa yang pergi ke masjid—dan tidak ada yang diinginkan selain
belajar tentang kebaikan atau mengajarkannya—maka ia
mendapatkan pahala seperti pahala haji yang sempurna.” (Hasan
Shahih; Shahih At-Targhib, 86).

Itulah hadis-hadis keutamaan amal yang pahalanya menyamai pahala
haji dan umrah. Beberapa catatan penting yang perlu kita pahami
adalah:


Sesuai kaidah “Ilmu sebelum amal”, maka tahapan setelah proses
pengetahuan shahih dan dhaif adalah mengamalkan, agar kita
tidak terjebak pada perdebatan saja tanpa pengamalan hadis.



Keutamaan itu juga berlaku bagi Muslim yang telah beribadah haji.

Perhatikan sabda beliau “Kecuali mereka mengerjakan seperti yang
kalian kerjakan.”
Tidak dipahami bahwa bila telah mampu, kita tidak perlu haji lagi
ke Tanah Suci karena pahalanya sudah kita dapatkan dengan
semua amal tersebut.



“Barang siapa berjalan untuk shalat wajib dalam keadaan sudah
suci (berwudhu di rumah), maka ia seperti mendapatkan pahala
orang yang berhaji dan ihram….” (Shahih; HR Ahmad).





“Shalat di masjid Quba’ itu seperti umrah.” (Shahih; Shahih AlJami’ hadits no. 3872).




“Siapa yang bersuci di rumahnya kemudian datang ke masjid
Quba’ dan shalat di dalamnya maka ia mendapatkan pahala

Terakhir, yang perlu kita perhatikan adalah menjaga stamina iman kita
agar istiqamah. Allah tidak akan bosan memberikan pahala selama kita
tidak bosan beramal. Berlanjut ke hadis-hadis dhaif terkait tema ini,
insya Allah.

Juli 2013