Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Ga (1)

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Delirium
Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Oleh kelompok 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Septina Wahyu N
Wahyu Wijanarko
Wahyu Galih S
Azhari A
Pricillia Maharani

Vivi Vitriana
Alma Tria A
Dicky Agung
Siti Umayah
Lilis Stiyani
Fatchtin

14612596
14612589
14612573
14612599
14612583
14612601
14612593
14612603
14612607
14612605
14612604

Program Studi DIII Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2016
KATA PENGANTAR

1

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan judul
“Keperawatan Gerontik” sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan yang
dibimbing oleh Rika Maya Sari,M.Kes
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
1.

Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

2.

Muhammadiyah Ponorogo.
Yayuk Dwi Rahayu, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku kaprodi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas


Muhammadiyah Ponorogo.
3. Rika Maya Sari, M.Kes selaku Dosen pembimbing mata kuliah Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
4. Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan
moral maupun material.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Ponorogo, Oktober 2016
Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
2

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Derilium ...............................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ............................................................................7
BAB III PENUTUP.............................................................................................................19
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................19
Daftar Pustaka .....................................................................................................................20
Lampiran..............................................................................................................................21

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk prosesmengingat,
menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif memberikan peran penting dalam
intilegensi seseorang, yang paling utama adalah mengingat, dimana proses tersebut
melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam dan memanggil ulang semua atau beberapa
kejadian yang pernahh dialami. Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses,

mempertahankan , dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif ini penting pada
kemapuan inidvidu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah, menginterpretasikan
lingkungan dan mempelajari informasi yang baru, untuk memberikan nama pada beberapa hal.
Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi otak yanglebih tinggi
dan dapat memeberikan efek yang merusak pada kemampuan individu untuk melakukan funsi
sehari hari sehingga individu tersebut lupa nama anggota keluarga atautidak mampu
melakukan tugas rumah tangga harian atau melakukan hygiene personal (Caine
& lyness,2000 dalam Aggraini, 2014). Gangguan kognitif yang paling sering ditemui meliputi
Demensia dan Delirium.Banyak orang mensalah artikan antara Demensia, Delirium dan
Depresi. Juga tentangrespon kognitif yang maladaptive pada seseorang. Hal ini merupaka
tugas perawatsebagai tenaga professional yang mencakup bio-psiko-sosial yang memberikan
asuhankeperawatan khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif yang akan dibahas olehkelompok
kali ini. Delirium dan demensia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasienpada
semua usia, namun kelainan ini paling sering ditemukan pada pasien usia lanjut.
Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang

dapat

disertaifluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi). Kelainan ini
dapatmenyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan medis atau neurologis lain

atauberhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau gejala putus obat. Demensi,
sebaliknya, merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif lain terganggusehingga
kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi terhambat. Sebagian besardemensia
merupakan hasil dari penyakit degenerasi otak namun stroke dan infeksi juga dapat
menimbulkan demensia Rara, (2016).

1.2 Rumusan Masalah
4

1. Apa pengertian dari Delirium?
2. Apa Epidemologi Delirium?
3. Manifestasi klinis Delirium?
4. Etiologi Delirium?
2. Apa saja macam-macam Delirium?
3. Apa perbedaan dari Delirium dan Demensia?
4. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi dari gangguan kognitif (demensia dandelirium?
5. Bagaimana proses pembuatan Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien dengan Demensia dan
Delirium?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah

1.3.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik pada semester 5.
Dandiharapkan untuk dapat memahami tentang asuhan keperawatan jiwa
khususnyapada klien dengan gangguan kognitif.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami tentang Delirium
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang macam-macam dari Delirium
3. Mahasiswa mampu memahami tentang perbedaan dari Delirium
4. Mahasiswa mampu memahami faktor apa saja yang mempengaruhi dariganggua
kognitif (delirium)
5. Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada pasien Delirium

5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Derilium
2.1.1 Definisi Delirium
Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara dari fungsi sistem
saraf pusat yang menyebabkan gangguan kesadaran dan perhatian (Allison dkk, 2004 dalam

Septian, 2015). Istilah delirium sama dengan keadaan bingung akut, secara tegas, hal ini
menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara klinis ditandai oleh periode
gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas dalam
memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba), halusinasi
visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi autonom. Gangguan
perhatian, penting pada keadaan bingung akut, terjadi meskipun kebingungan yang tampak.
Agitasi delirium secara khas berfluktuasi dan dapat berubah atau berlanjut menjadi keadaan
bingung yang redup. Gambaran klinis ditunjukkan oleh adanya halusinasi yang gembira dari
delirium tremens yang menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin
tampak pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher dkk, 1999 dalam
Aggraini, 2014).
Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran yang disertaidengan
perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam waktu singkat, kadang kadangtidak lebih
dari beberapa jam, dan berfluktuasi atau berubah sepanjang hari. Klien sulitmemberikan
perhatian, mudah terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguansensori seperti
ilusi,

salah

interpretasi atau


halusinasi.

Suara

keras

dari kereta

cucian

dilorong

dapat disalahartikan sebagai suara tembak (salah interpretasi), kabel listrik yang terletak di
lantai dapat terlihat seperti ular (ilusi) atau individu dapat melihat “malaikat”melayang
layang di udara ketika tidak ada sesuatu di sana ( halusinasi ). Kadang kadangindividu juga
mengalamai gangguan siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas psikomotor dangangguan
emosionalseperti ansietas, takut,iritabilitas, euforia, atau apati (DSM-IV-TR,2000 dalam
Septian, 2015).


6

2.1.2 Etiologi
Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi dibedakan dengan faktor
presipitasi. Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium,
sedangkan faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium. Faktor
predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, umur lanjut, kecelakaan otak
seperti

stroke,

penyakit

parkinson,

gangguan

penglihatan


dan

pendengaran,

ketidakmampuan fungsional, hidup dalam institusi, ketergantungan alkohol, isolasi sosial,
depresi, gangguan sensorik dan gangguan multiple lainnya, dan riwayat delirium postoperative sebelumnya.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium. Termasuk perubahan
lingkungan (perpindahan ruangan), pneumonia, infeksi, dehidrasi, hipoglikemia,
imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga
meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula
pasien lanjut usia yang dirawat di bagian ICU beresiko lebih tinggi Aggraini, (2014).
2.1.3 Gambaran Klinis
Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang mulainya sangat cepat
(biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi, dengan perubahan
tingkat kesadaran, ketidakmampuan berfokus, perhatian yang bertahan atau teralih, dan
perubahan kognitif (seperti gangguan memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau
terjadinya gangguan perseptual hanya dapat dijelaskan oleh demensia. Lebih lanjut,
terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratoris bahwa gangguan
tersebut disebabkan oleh konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum,
atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau karena berbagai penyebab (Popeo, 2011; Martins
dan Fernandes, 2012 dalam Aggraini, 2014).
Awal perjalanan yang tiba-tiba dan akut adalah gambaran sentral delirium. Oleh karena
itu, penting bagi kita untuk memastikan tingkat fungsi kognitif dasar pasien serta perjalanan
perubahan kognitifnya. Kesadaran sebagai fungsi otak memungkinkan kewaspadaan
terhadap dirinya sendiri serta kewaspadaan terhadap lingkungannya dan dicirikan oleh dua
aspek utama: tingkat dan isi kesadaran. Tingkat kesadaran mencerminkan bangkitan
7

kewaspadaan: bangun, tidur, atau koma. Isi kesadaran, atau bagiannya, dialami oleh subyek
sebagai kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta lingkungannya saat subyek bangun dan
sadar baik. Isi kesadaran dan kognitif hanya dapat diperiksa jika subyek minimal memiliki
tingkat kesadaran tertentu (Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012
dalam Septian, 2015).
Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi paling awal, yang
sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat stimulasi lingkungan berada pada titik
terendah. Tingkat kesadaran dapat berflukutasi pada yang paling ekstrim untuk pasien yang
sama, atau dapat muncul dengan tanda yang lebih ringan seperti mengantuk atau gangguan
tingkat perhatian. Faktanya, pasien dapat tampak benar benar mengantuk, letargi, atau
bahkan semi-koma pada kasus yang lebih berat.
2.1.4 Peranan Proses Penuaan pada Delirium
Proses penuaan yang disertai perubahan fisiologis pada penuaan merupakan faktor risiko
terjadinya delirium. Proses penuaan berhubungan perubahan pada otak misalnya
pengaturaran neurotransmiter yang berkaitan dengan stress metabolik, penurunan aliran
darah otak , penurunan densitas vaskuler, kehilangan sel saraf (terutama pada locus cereleus
dan substantia nigra) dan penurunan transduksi intraseluler.

Proses-proses ini yang

menjelaskan mengapa proses penuaan berkaitan dengan beberapa gangguan defisist
kognitif dan peningkatan risiko dementia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada
hubungan resiprokal antara delirium dan penurunan fungsi kognitif. Dementia merupakan
faktor risiko utama delirium pada pasien-pasien usia lanjut dan kelanjutan proses delirium
itu sendiri tampaknya meningkatkan risiko penurunan fungsi kognisi, termasuk dementia.
Penuaan itu sendiri menunjukkan peningkatan jumlah mediator inflamasi di dalam sirkulasi
yang menunjukkan bahwa proses neurodegenerasi kronik yang disebakan oleh respon
inflamasi mengaktivasi sel mikroglia SSP. Sel mikroglia ini menghasilkan respon inflamasi
yang berlebihan terhadap perubahan imunologi. Perubahan pada sistem imun yang
berkaitan dengan penuaan (immunosenescence) menyebabkan peningkatan sekresi sitokin
oleh jaringan adiposit. Hal ini merupakan penyebab utama inflamasi kronik, yang lebih
dikenal sebagai “inflammaging”. Proses inflamasi ini mungkin berkontribusi terhadap
progresifitas penyakit melalui produksi mediator inflamasi. Proses penuaan berhubungan
dengan peningkatan nilai baseline dua sampai empat kali mediator inflamasi termasuk
sitokin dan protein fase akut. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap delirium pada
8

pasien usia lanjut adalah lower cognitive reserves, kapasitas metabolik

yang rendah,

peningkatan sensitivitas terhadap obat-obatan dan rendahnya threshold terhadap efek obatobat antikoloinergik.
Beberapa mekanisme utama yang berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya delirium pada usai lanjut:
1. Kehilanagn sel saraf terutama pada lokus coereleus dan substantia nigra.
2. Perubahan pada berbagai sistem neurotransmitter.
3. Penurunan intergritas white matter yang berhubungan dengan usia.
4. Penurunan aliran darah otak, terutama pada gyrus cingulate anterior, basal
ganglia bilateral, bagian prefrontal kiri, bagian frontal lateral kiri dan bagian temporal
superior kiri, dan korteks insular.
5. Penurunan metabolisme oksigen pada otak.
6. Berkurangnya suplai oksigen (misalnya hipoksia).
7. Berkurangnya metabolism oksidatif otak Rara, (2016).

9

2.2

Konsep Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
1.

Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

2.

Keluhan utama
Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat (menurut
klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.

3.

Riwayat
Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis, alkohol, atau obat lain,
perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area ini. Perawat mungkin perlu
mendapatkan informasi dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan
data terganggu.

4.

Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan
tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat
menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala
psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan
pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan
jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat
bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri
kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan
oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan
oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan
pembuluh darah otak, tumor otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau
tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan
sebagainya).

5.

Fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia,
febris, berat badan menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.

6.

Psikososial
a. Genogram: minimal tiga generasi masalah yang terkait
1)

Interaksi di dalam keluarga
10

2)

Penentu kebijakan di dalam keluarga

b. Konsep diri
1) Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses
patologik penyakit.
2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian antara satu peran dengan
peran yang lain dan peran yang ragu deman individu tidak tahun dengan jelas
perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan
sumber yang cukup.
4) Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
5) Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga
dirinya rendah karena kegagalannya.
c. Hubungan social
Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan individu untuk
belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung
memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak
memerlukan kontrol orang lain. Keadaan ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial,
hubungan dangkal dan tergantung.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak atau kurang
mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
e. Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih sulit dimengerti
ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang-ulang satu topik atau bahasan,
berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, atau mengalami logorea yang cepat, terpaksa,
dan biasanya lebih keras dari normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau
menjerit, terutama pada malam hari (Burney-Puckett, 1996).
f.Aktivitas motoric
11

Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien mungkin gelisah
dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya bangun dari tempat tidur
secara mendadak dan tidak terkoordinasi. Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku
motorik yang lambat, tampak lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.
7. Alam perasaan dan afek
Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan tidak dapat diperkirakan.
rentang respons emosional yang luas mungkin terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas,
marah, euforia, dan apati. Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan
lingkungan klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin
melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.
8. Persepsi
Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien melihat bendabenda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti malaikat atau gambaran yang
mengerikan melayang di atas tempat tidur. Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa
klien dapat menyadari bahwa mereka mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi klien
lainnya benar-benar meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak
dapat diyakinkan hal yang sebaliknya.
9. Proses pikir
Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat
terpecah (tidak berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran
waham yang meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.
10. Tingkat kesadaran
Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah perubahan tingkat
kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi sepanjang hari. Klien biasanya
terorientasi pada orang, tetapi sering kali terdisorientasi terhadap waktu dan tempat. Klien
menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi dan dapat berfokus
pada stimulus yang tidak berkaitan, seperti warna seprai atau ruangan. Klien juga mudah
terdistraksi oleh suara, orang, atau mispersepsi sensorinya.
11. Memori
Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan atau mengubah perhatiannya secara
efektif, dan terdapat kerusakan memori yang baru dan yang sangat baru (DSM-IV12

TR,2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus menanyakan atau memberikan arahan secara
berulang-ulang; meskipun kemudian klien mungkin tidak mempu melakukan hal-hal yang
diminta.
12. Kemampuan penilaian
Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat menyadari situasi yang
potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak demi kepentingan terbaik mereka
sendiri. Misalnya, klien mungkin mencoba mencabut slang intravena atau keteter urine
secara berulang-ulang sehingga menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting.
13. Daya tilik diri
Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami delirium ringan
dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan sembuh.
Akan tetapi, klien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya tilik dalam
situasi ini.
14.

Kebutuhan klien sehari-hari
a. Tidur
Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadangkadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali. Tidurnya mungkin terganggu
sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan
Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karena putus asa,
merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang lebih sering dari biasanya,
karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu
pola makan.
d. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari
atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak
mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya
pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam
keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan
keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
13

II. Analisa Data
Data

Etiologi

Masalah

DS :
Keluarga
mengatakan
bahwa klien kadang melihat
bayangan yang mendekati
dirinya di setiap ruangan
yang bercahaya minimal.
Keluarga
kadang
memegangi klien dikala
sedang gelisah dan tidak
enak duduk dan tidur serta
berkeinginan
untuk
melepaskan jarum infus
yang terpasang

Harga diri rendah
Isolasi sosial : menarik
diri
Perubahan sensori
persepsi (halusinasi
penglihatan)
Disorganisasi dan tidak
masuk akal
Meyakini bahwa
perubahan persepsi
sensorinya adalah nyata
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan sekitar

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
sekitar

Putus asa
Merasa tidak berharga
Tidak nafsu makan
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh
14

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

DO :
Klien
ketika
didekati
perawat mengatakan bahwa
ditempat terpasangnya infus
ada kecoa yang hinggap.
Klien nampak gelisah,
berontak, ngomel-ngomel,
tidak enak duduk dan tidak
enak tidur, mata merah
Kontak mata klien saat
bertatap muka kurang dan
kadang salah mengucapkan
namanya
bila
diajak
berkenalan
Terdapat luka lecet pada
daerah dahi dan pelipis
bekas garukan
DS :
Keluarga mengatakan sudah
dua hari ini klien tidak mau
makan dan kalau mau
hanya bisa menghabiskan
makan dua atau tiga suap

nasi yang disajikan
DO :
Berat badan menurun,
membran mukosa kering
dan terjadi kelemahan
DS :
Keluarga mengatakan klien
kadang-kadang
berbicara
sendiri dengan nada yang
agak keras
Klien gelisah

Harga diri rendah
Kegagalan
mempertahankan
komunikasi dengan
orang lain
Isolasi Sosial : Menarik
Diri

Isolasi Sosial :
Menarik Diri

Gangguan perilaku
psikomotor (lesu dan
letargi dengan sedikit
gerakan)
Keterbatasan aktivitas
Kemauan perawatan
kebersihan diri menurun
Penampilan tidak rapi
Defisit perawatan diri

Defisit perawatan diri

DO :
Kurang rasa percaya pada
orang
lain,
sukar
berinteraksi dengan orang
lain, komunikasi yang tidak
realistik, kontak mata yang
kurang.
DS :
Keluarga mengatakan klien
sudah dua hari belum mandi
Klien kadang-kadang masih
ngompol dan kadang bilang
kalau ingin kencing dengan
menggunakan pispot
DO :
Kemauan yang menurun,
penampilan kurang rapi dan
muka agak kusut
Celana
basah

nampak

sedikit

III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama untuk klien yang mengalami delirium adalah:
15

1. Resiko tinggi mencederai diri,orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang
tidak adekuat dan harga diri yang rendah
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas
5. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system pendukung
yang tidak adekuat
IV. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
Diagnosa 2 : Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
TUK
:Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan
dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
TUM
:Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah
sakit.

INTERVENSI
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada
tingkat stimulus yang rendah (penyinaran
rendah, sedikit orang, dekorasi yang
sederhana dan tingakat kebisingan yang
rendah)
2. Ciptakan lingkungan psikososial :

3.

a.

Sikap perawat yang bersahabat,
penuh perhatian, lembuh dan hangat.

b.

Bina hubungan saling percaya
(menyapa
klien
dengan ramah,
memanggil nama klien, jujur , tepat
janji, empati dan menghargai).

c.

Tunjukkan sikap perawat yang
bertanggung jawab

Observasi secara ketat perilaku klien
(setiap 15 menit)

4.

Kembangkan orientasi kenyataan:
a.

Bantu kien untuk mengenal
persepsinya.
16

RASIONAL
Tingkat ansietas atau gelisah akan
meningkat dalam lingkungan yang
penuh stimulus.

Lingkungan
psikososial
yang
terapeutik
akan
menstimulasi
kemampuan perasaan kenyataan.

Observasi ketat merupakan hal
yang penting, karena dengan
demikian intervensi yang tepat
dapat diberikan segera dan untuk
selalu memastikan bahwa kien
berada dalam keadaan aman
Klien
perlu
dikembangkan
kemampuannya untuk menilai
realita secara adequat agar klien
dapat
beradaptasi
dengan

b.

Beri umpan balik tentang
perilaku klien tanpa menyokong atau
membantah kondisinya.

c.

Beri
kesempatan
untuk
mengungkapkan persepsi dan daya
orientasi
5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya
halusinasi:
a.

Kaji halusinasi klien

Lakukan tindakan pengawasan
ketat, upayakan tidak melakukan
pengikatan.
6. Tingkatkan peran serta keluarga pada
tiap tahap perawatan dan jelaskan
prinsip-prinsip
tindakan
pada
halusinasi.
7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai
dengan
program
terapi
(pantau
keefektifan dan efek samping obat).
b.

lingkungan.Klien yang berada
dalam keadaan gelisah, bingung,
klien tidak menggunakan bendabenda
tersebut
untuk
membahayakan diri sendiri maupun
orang lain.
Klien halusinasi pada faase berat
tidak
dapat
mengontrol
perilakunya. Lingkungan yang
aman dan pengawasan yang tepat
dapat mencegah cedera.
Klien yang sudah dapat mengontrol
halusinasinya
perlu
sokongan
keluarga untuk mempertahnkannya.
Obat
ini
dipakai
untuk
mengendalikan
psikosis
dan
mengurangi tanda-tanda agitasi.

Diagnosa 3: Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem
pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah
TUK
TUM

:Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang
dipercayai dalam 1 minggu
:Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam
aktivitas kelompok di unit rawat inap.

1.

INTERVENSI
Ciptakan lingkungan terapeutik:

RASIONAL

a. Bina hubungan saling percaya (menyapa
klien dengan ramah, memanggil nama
klien, jujur , tepat janji, empati dan
menghargai).

Lingkungan fisik dan psikososial yang
terapeutik akan menstimulasi
kemmapuan klien terhadap kenyataan.

b. Tunjukkan perawat yang bertanggung
jawab.
c. Tingkatkan kontak klien dengan
lingkungan sosial secara bertahap.

2.

Perlihatkan penguatan positif pada klien.
17

Hal ini akan membuat klien merasa

Temani klien untuk memperlihatkan
dukungan selama aktivitas kelompok yang
mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi
klien.
3.

Orientasikan klien pada waktu, tempat
dan orang.

4.

Berikan obat anti psikotik sesuai dengan
program terapi.

menjadi orang yang berguna.

Kesadaran diri yang meningkat dalam
hubungannya
dengan
lingkungan
waktu, tempat dan orang.
Obat ini dipakai untuk mengendalikan
psikosis dan mengurangi tanda-tanda
agitasi

Diagnosa 4: Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas
TUK : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam
1 minggu
TUM : Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemosntrasikan
suatu keinginan untuk melakukannya.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

INTERVENSI
Dukung klien untuk melakukan
kegiatan hidup sehari-hari sesuai
dengan tingkat kemampuan kien.
Dukung kemandirian klien, tetapi
beri bantuan klien saat kurang
mampu
melakukan
beberapa
kegiatan.
Berikan
pengakuan
dan
penghargaan
positif
untuk
kemampuan mandiri.
Perlihatkan
secara
konkrit,
bagaimana melakukan kegiatan yang
menurut
kien
sulit
untuk
dilakukaknya.
Jangan membiarkan klien memikul
tanggung jawab atas keputusan atau
tindakan apabila klien dalam
keadaan tidak aman.
Apabila
diperlukan
batasan
perilaku atau tindakan klien,
jelaskan batasan, konsekuensi, dan
alasannya dengan jelas dalam
batasan kemampuan klien untuk
memahaminya.

RASIONAL
Keberhasilan menampilkan kemandirian
dalam melakukan suatu aktivitas akan
meningkatkan harga diri.
Kenyamanan
dan
keamanan
klien
merupakan prioritas dalam keperawatan.
Penguatan positif akan meningkatkan harga
diri dan mendukung terjadinya pengulangan
perilaku yang diharapkan.
Karena berlaku pikiran yang konkrit,
penjelasan harus diberikan sesuai tingkat
pengetian yang nyata.
Keamanan klien merupakan suatu prioritas.
Klien mungkin tidak mampu membedakan
secara akurat tindakan atau situasi yang
potensial membahayakan
Klien mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentan restriksi dan alasan batasan
yang diperlukan
18

7.

8.

9.

Libatkan klien dalam membuat
rencana atau keputusan sesuai
kemampuannya untuk berpartisipasi.
Berikan umpan balik faktual
terhadap mispersepsi, waham, atau
halusinasi klien
Sampaikan kepada klien dengan
cara yang sesuai dengan fakta bahwa
orang lain tidak terlibat dalam
interpretasi klien.

10.

Kaji klien setiap hari atau lebih
sering apabila diperlukan untuk
mengetahui tingkat fungsinya
11. Izinkan klien untuk mengambil
keputusan
sesuai
dengan
kemampuannya.
12.

Bantu klien untuk menyusun
kegiatan
rutin
harian,
yang
mencangkup hygiene, aktivitas, dsb.

Kepatuhan terhadap terapi meningkat
apabila klien terlibat secara emosional
didalamnya.
Klien harus menyadari perilakunya sebelum
klien dapat mengambil tindakan untuk
memodivikasi perilaku tersebut.
Ketika diberikan umpan balik dengan cara
yang tidak menghakimi, klien dapat merasa
perasaannya tervalidasi , sementara bahwa
orang lain tidak berespon terhadap stimulus
yang sama dengan cara yang sama.
Klien yang mengalami masalah organik
cenderung sering mengalami fluktuasi
kemampuan.
Pengambilan keputusan mening-katkan
partisipasi, kemandirian, dan harga diri
klien.
Aktivitas yang rutin atau yang menjadi
kebiasaan klien yang tidak membutuhkan
keputusan yang terus-menerus tentang
apakah melakukan tugas tertentu atau tidak.

Diagnosa 5: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat
TUK : Klien dapat mencapai berat badan normal
Hasil laboratorium elektrolit serum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1
minggu.
TUM : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang.
INTERVENSI
RASIONAL
Informasi ini penting untuk membuat
1. Monitor masukan, haluaran dan
pengkajian nutrisi yang akurat dan
jumlah kalori sesuai kebutuhan.
mempertahankan keamanan klien.
Kehilangan berat badan merupakan
2. Timbang berat badan setiap pagi
informasi
penting
untuk
mengethui
sebelum bangun
perkembangan status nutrisi klien.
Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang
yang cukup atau akurat berkenaan dengan
cukup bagi kesehatan dan proses
kontribusi nutrisi yang baik untuk
penyembuhan.
kesehatan.
4. Kolaborasi
Kolaborasi :
a.
Klien lebih suka menghabiskan
makan yang disukai oleh klien.
a. Dengan
ahli
gizi
untuk
Cairan infus diberikan pada klien
menyediakan makanan dalam porsi b.
19

yang
cukup
kebutuhan.
b.

sesuai

dengan

Pemberian cairan perparenteral
(IV-line)
c.

yang tidak, kurang dalam mengintake
makanan.
Serum elektrolit yang normal
menunjukkan adanya homestasis dalam
tubuh.

c. Pantau hasil laboraotirum (serum
elektrolit)
5. Sertakan keluarga dalam memnuhi Perawat
bersama
keluarga
harus
kebutuhan sehari-hari (makan dan memperhatikan pemenuhan kebutuhan
kebutuhan fisiologis lainnya)
secara adekuat.

Menurut Sheila L. Videbeck (2008) pada pasien delirium selain dibutuhkan intervensi seperti
demikian juga dibutuhkan penyuluhan kepada klien atau keluarga antara lain:
1. Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat
2. Kunjungi dokter secara teratur
3.

Beritahukan semua dokter dan pemberi perawatan kesehatan tentang obat-obat yang
digunakan termasuk obat bebas, suplemen diet, dan sediaan herbal.

4.

Periksa ke dokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan.

5.

Hindari penggunaan alkohol dan obat penenang.

6.

Pertahankan diet yang bergizi

7.

Tidur yang cukup

8.

Gunakan tindakan kewaspadaan keamanan ketika bekerja dengan pelarut cair, insektisida
dan produk serupa.

20

V. Evaluasi
Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya mengembalikan klien ke
tingkat fungsi sebelumnya .klien dan pemberi perawatan atau keluarga perlu memahami
praktik perawatan kesehatan yang penting untuk mencegah rekurensi delirium. Hal ini dapat
mencakup pemantauan kondisi kesehatan yang kronis, penggunaan obat- obatan dengan
cermat atau berhenti menggunakan alkohol dan obat lain.
Hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup:
1. Klien akan bebas dari cedera.
2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi dan kontak realitas.
3.

Klien akan mempertahankan keseimbangan aktifitas dan istirahat yang adekuat.

4.

Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi yang adekuat.

5.

Klien akan kembali ke tingkat fungsi optimalnya Aggraini, (2014 )

21

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
1. Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi
yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium memiliki banyak penyebab yang
semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran
dan gangguan kognitif pasien.
2. Penyebab utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, serta
intoksikasi maupun keadaan putus zat psikoaktif.
3. Penegakan diagnosis delirium yang diinduksi zat psikoaktif dapat ditegakkan
berdasarkan criteria diagnosis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan EEG.
4. Tatalaksana dapat berupa non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis terdiri
dari memberikan dukungan fisik, sensorik, dan lingkungan. Tatalaksana farmakologis
dapat diberikan haloperidol ataupun benzodiazepine (kecuali pada delirium akibat
benzodiazepine).

22

DAFTAR PUSTAKA

Aggraini, Ratih H. 2014. Asuhan Keperawatan Delirium. www.scibd.com Diakses 18 Oktober
2016

Rara, Maisura. 2016. Konsep Asuhan Keperawatan. www.academia.edu Diakses 18 Oktober
2016

Septian, Rahmad. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Delirium. www.scribd.com Diakses
18 Oktober 2016

23

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65