BUDAYA POLITIK INDONESIA BAB VI

BUDAYA POLITIK INDONESIA
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai ragam suku dan budaya,
kehidupan masyarakatnya yang terdiri dari berbagai tingkatan ikut menambah kibinekaan
yang ada di indonesia. Konsep kebinekaan ini juga terpancar dalam dunia perpolitikan
indonesia, mulai dari masa Repubik Indonesia I (1945-1959) atau yang lebih dikenal dengan
era Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer, masa Republik Indonesia II (1959-1965)
atau yang lebih dikenal dengan era Orde Lama atau Demokrasi Terpimpin, masa Republik
Indonesia III (1965-1998) atau yang lebih dikenal dengan era Orde Baru atau Demokrasi
Pancasila, dan yang terakhir yang berlaku sampai saat ini adalah masa Republik Indonesia IV
(1998-sekarang) atau yang lebih dikenal dengan era Reformasi.
Saat ini perkembangan budaya politik di indonesia sangat kental terasa, berbagai
macam problematika politik saat ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya sistem
politik di indonesia yang memunculkan berbagai macam budaya politik dikalangan
msyarakat kita dan seakan-akan memudarkan etika dan makna terbesak dari politik itu
sendiri, yaitu kepentingan dan kemakmuran rakyat diatas segalanya.
Hal yang paling di ingat masyarakat jika kita membahas mengenai budaya politik
iyalah budaya KKN yang semakin kuat dan mengakar didalam sistem perpolitikan indonesia
saat ini. Jika kita mengkaji lebih dalam budaya politik KKN itu berakar dari Sistem Politik itu
sendiri. Dimulai dari pemilu, semua partai membutuhkan dana besar untuk memenangkan
pemilu. Dana tersebut berasal dari anggota partai itu sendiri maupun pengusaha simpatisan
mereka. Bila partai itu memenangkan pemilu maka anggota-anggotanya yang duduk dalam

pemerintahan, baik eksekutif maupun legislatif, akan mencari segala cara untuk mendapatkan
dana untuk mengganti dana yang telah mereka keluarkan, dan pastinya mendapatkan dana
yang lebih banyak lagi demi memuaskan partai dan anggotanya. Dana itu mereka peroleh dari
anggaran negara. Sering kita dengar anggota partai penguasa tertangkap melakukan korupsi

dari proyek-proyek yang diselenggarakan berbagai kementerian. Ada juga isu-isu yang
menyebutkan Badan Anggaran DPR melakukan suatu tawar menawar untuk memberikan
keuntungan finansial bagi pihak-pihak tertentu. Ada lagi tender proyek-proyek kementerian
tertentu jatuh kepada pengusaha yang dekat dengan partai penguasa. Selain itu ada juga kasus
yang tentunya masih hangat terasa dan masih membekas dikalangan masyarakat kita adalah
kasus terungkapnya dinasti Ratu Atut Chosiah.
Pertanyaannya tentu mengapa bisa demikian? mengapa budaya politik kita saat ini
begitu

mudah

ternodai

oleh


oknum-oknum

yang

tidak

bermoral

yang

hanya

mengatasnamakan kepentingan individual dan kelompoknya.Budaya politik yang mencuat
mulai dari beberpa tahun silam dan memunculkan berbagai macam problematika serta
merugikan rakyat dan negara yang seolah-olah kini menjadi seperti bola salju yang kian hari
kian membesar.
Jika kita ingin mencari penyebabnya, tentu semua kita menyalahkan pelaku politik
yang terus mengembangkan budaya politik yang saat ini kita rasakan. Namun kita juga tidak
boleh menutup mata mengenai sistem yang berlaku dalam dunia politik itu sendiri,
sebagaimana pribahasa “tidak ada asap jikalau tidak ada api”. Maknanya iyalah budaya

politik yang dijalankan oleh hampir semua pelaku politik kita saat ini ada karena pintu
terbuka lebar bagi mereka yang ingin melakukan praktek-praktek politik hitam. Kemudian
sistem politik kita juga terkadang mendorong mereka untuk melakukannya, dibalik niat dan
keinginan mereka yang telah lebih dulu ada.
Opini
Saya merasa sistem politik kita ibarat puzzle yang tidak lengkap, ada sesuatu yang
kurang. Kemudian juga jika kita lihat sistem politik kita juga cenderung menguntungkan
kalangan atas, baik itu mereka yang berekonomi tinggi, yang memiliki jabatan tertentu atau
mereka yang memiliki kedekatan (kekerabatan/kenalan) dalam kategori tertentu yang

menguntungkan. Masyarakat tentunya harus lebih selektif menaggapi hal tersebut, jika ingin
politik kita terbebas dari praktek KKN.
Kemudian juga pemerintah harus lebih terbuka kepada masyarakat, segala proses baik
itu dalam hal pendidikan, ekonomi, pembangunan dan segala kebijakan-kebijakan harus
dilaporkan kepada masyarakat secara berkala, baik itu memalui melalui media massa ataupun
langsung. Kita juga selaku masyarakat jangan tinggal diam jika melihat terjadinya praktek
KKN disekitar lingkungan kita. Jangan karena mendapatkan keuntungan pribadi yang kecil,
kemudian kita menggadaikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Tidak kalah pentingnya
juga pembinaan karakter generasi muda bangsa dari sejak dini, mulai dari lingkungan
keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.

Dalam hal sangsi juga pemerintah harus lebih tegas menanggapi hal-hal semacam ini.
Sangsi merupakan hukuman bagi mereka yang melanggar dan terbukti bersalah yang
memunculkan efek jera kepada pelakunya secara khusus dan pembelajaran kepada yang lain
agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Menurut saya sangsi yang tegas dapat menjadi
salah satu jalan keluar agar tidak ada lagi pelaku politik yang melakukan praktek-prakti
KKN. Contohnya saja seperti menyita semua aset-aset mereka, melarang mereka dan
keturunan mereka berkecimpung didunia politik selamanya, hukuman penjara seumur hidup,
atau bahkan hukuman mati.
Budaya politik yang bersih dari praktek-praktek KKN akan kita rasakan jika semua
kita memiliki keinginan yang kuat akan hal itu, tidak mentolerir segala bentuk
penyimpangan, menyamakan visi dan misi demi mencapai indonesia yang lebih bermartabat.