Perangkap Liberalisasi Ekonomi di Indone

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

1

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

PERANGKAP LIBERALISASI EKONOMI DI INDONESIA
Hidsal Jamil1
ABSTRAK
Liberalisasi merupakan kajian ideologi yang mengisi hampir setiap sendi kehidupan berbagai
belahan dunia, tak terkecali di Indonesia. Salah satu yang paling menyembul ke permukaan pada
sektor ekonomi. Liberalisasi ekonomi menghendaki otoritas regulatif dalam hal ini pemerintah
untuk melanggengkan jargon mekanisme pasar menjadi suatu kebijakan yang menghendaki peran
sektor swasta atau pemilik modal sebagai pelaku ekonomi utama. Beberapa sinyalemen yang perlu
ditangkap bahwa fenomena ini menimbulkan celah berupa pergerakan harga barang cenderung
tidak stabil dan menurunnya daya saing produk bagi negara yang memiliki tradisi impor yang
lekat. Bertolak dari bahasan tersebut, metode penelitian kualitatif studi literatur dengan teknik
pengumpulan data dengan studi literatur untuk mengurai persoalan tersebut. Hasil analisis
menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi Indonesia dimulai sejak Orde Baru, semakin intensif

setelah bergulirnya Konsensus Washingthon yang melahirkan liberalisme gaya baru atau lebih
dikenal dengan neoliberalisme setidaknya secara konsisten mempertahankan agenda liberalisasi
yang menimbulkan berbagai persoalan yang tidak sedikit bahkan cenderung menjadi sebuah
perangkap yang menjebak perekonomian Indonesia.

Kata Kunci : Liberalisasi ekonomi, mekanisme pasar, Konsensus Washington.

1

Kepala Divisi Research and Development (RnD), Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (HMJIE FEB UB) Periode
2015. Untuk pertanyaan dan komentar lebih lanjut, saya dapat dihubungi melalui email di
[email protected]

2

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

“One day there will be no borders, no flags and no countries and the only passport

will be the heart...”
─ Carlos Santana ─

A.

LATAR BELAKANG
Sampai saat ini bahasan mengenai liberalisme serta derivasi terkini

bernama neo-liberalisme tidak hentinya menimbulkan saling kontradiksi
antarakutub ideologi yang diusung dalam perekonomian. Keduanya
sepakat untuk mengetengahkan penerapan paham mekanisme pasar
lewat self-regulation mecanism dan perdagangan bebas tanpa hambatan yang
merintangi akibatnya mengeliminasi peran pemerintah hanya sebatas
fasilitator guna mendukung bekerjanya pasar. Beberapa penelitian (KisKatoz dan Sparrow 2013; Gumilang et al 2011) mengindikasikan bahwa
liberalisasi ekonomi membawa keuntungan bagi Indonesia.
Berikutnya persoalan yang muncul belakangan ini, ideologi
tersebut

justru


terkenal

akibat

“kepandaiaanya”

menghasilkan

ketimpangan.2 Pada waktu yang bersamaan, negara cenderung mengalami
ketergantungan ekonomi yang sangat tinggi dari negara lain. Belum lagi,
kapasitas negara dalam menciptakan self-development yang tidak mumpuni
sehingga semakin memperparah kondisi perekonomian suatu negara
dalam beberapa aspek. Secara eksplisit, negara harus mengantisipasi
persoalan perubahan harga barang dan jasa yang ekstrem serta harus
memastikan bahwa perekonomian dalam negeri memiliki bargaining
position yang kuat melalui peningkatan kapasitas dan daya saing domestik.
2 Data

terkini mengenai Gini Ratio yang dirilis Badan Pusat Statistik 2009-2013 berada pada kisaran
masing-masing 0,37; 0,38; 0,39 ; 0,41 dan 0,41


3

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Beberapa

penyesuaian

ini

memberi

kerancuan

dan

arah


pengembangan ke depan yang makin rumit, bahkan berpeluang menjadi
perangkap terhadap perekonomian pada masa mendatang. Oleh
karenanya timbul pertanyaan, terkait siapa saja kelompok warga negara
maupun kelompok negara yang memperoleh keuntungan paling
signifikan saat digelarnya liberalisasi ekonomi. Pertanyaan ini mendesak
untuk segera dijawab mengingat liberalisasi yang menekankan pada
pengembangan teknologi informasi, komunikasi, pengetahuan mutakhir
di dominasi oleh negara maju. Di sisi lain, masyarakat di negara
berkembang dijadikan target pasar dan pengguna potensial produk
teknologi dan pengetahuan serta aturan-aturan yang dihasilkan sebab
masih disibukkan dengan pengurangan kemiskinan. Terlebih lagi,
liberalisasi ekonomi diperkuat melalui integrasi ekonomi, diantaranya
kerjasama di tingkat global, regional, multilateral dan bilateral.
Selanjutnya, negara dalam hal ini diwakili oleh pemerintah tidak dapat
terlalu banyak menentukan kebijakan yang strategis dalam ikhtiar
perbaikan ekonomi karena keterikatan dan peleburan negara dalam
berbagai kesepakatan-kesepakatan antarnegara serta desakan menjadi
negara outward looking yang menuntut negara untuk membuka diri
terhadap pergaulan dunia.
Tulisan ini bertujuan memberikan penjelasan terkait; (a) Bagaimana

gambaran liberalisasi ekonomi?; (b) Apa dampak liberalisasi ekonomi
terhadap perekonomian Indonesia?; dan (c) Bagaimana cara menghadapi
liberalisasi ekonomi?. Oleh sebab itu, untuk mengurai permasalahan
tersebut, digunakan metode penelitian kualitatif dan teknik pengumpulan
data dengan studi literatur.

4

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

B. GAMBARAN LIBERALISASI EKONOMI
Sehubungan dengan maraknya berbagai interpretasi mengenai
liberalisasi ekonomi, maka perlu adanya langkah konkret untuk
“menelanjangi” dan “mengaraknya” keliling dunia. Memaknai liberalisasi
ekonomi menjadi tidak mudah, akibat banyaknya ruang yang harus
ditelusuri. Banyak orang yang berbicara liberalisasi ekonomi, padahal tak
mampu memberikan keterangan yang sekiranya memberikan pencerahan.
Setidaknya terdapat berbagai sudut pandang yang mengarahkan kepada
penjelasan mengenai liberalisasi ekonomi terutama dalam hal ini

liberalisme ekonomi baru (neoliberalism).
Menurut Winarno (2010), secara ringkas neoliberalisme dapat
dirangkum dalam dua pengertian, yaitu (1) paham/agenda pengaturan
masyarakat yang didasarkan pada dominasi homo economicus atas dimensi
lain dalam diri manusia (homo culturalis, zoon politicon, dan lain sebagainya);
(2) sebagai kelanjutan pokok pertama, neoliberalisme juga bisa dimaknai
sebagai dominasi sektor finansial atas sektor riil dalam tata ekonomi
politik. Defini pertama lebih menunjuk pada “kolonisasi eksternal” homo
economicus atas berbagai antropologis lain dalam multidimensionalitas
kehidupan manusia, sedangkan definisi kedua menunjuk pada “kolonisasi
internal” homo finansialis atas multidimensionalitas tata homo economicus itu
sendiri.
Setidaknya, sejak kejatuhan rezim komunis di hampir seluruh
belahan dunia, praktis momen tersebut menjadi angin segar bagi
kebangkitan kembali gagasan Adam Smith dengan patron pro-pasarnya

5

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015


untuk memperkuat dominasi rezim liberal.3 Tidak hanya liberalisasi
terdapat pula kebijakan turunan guna mendukung penuh bekerjanya
liberalisasi ekonomi diantaranya privatisasi dan deregulasi, semuanya
tidak dapat bekerja secara parsial.4 Dengan kondisi demikian, fenomena
tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah peluang bahkan sekaligus
ganjaran bagi siapapun yang tidak efisien dalam memproduksi sumber
daya ekonomi. Meskipun dalam motif perlindungan atas perekonomian
dalam negeri sekalipun, suatu negara tidak diperbolehkan lagi membuat
kebijakan protektif sebab kesepakatan internasional tidak menghendaki
praktik tersebut. Tidak berlebihan ketika liberalisasi ekonomi diibaratkan
dua sisi mata uang yang dapat memberikan efek yang saling
berseberangan.
Beberapa negara, salah satunya China (sekarang Tiongkok)
merupakan suatu bukti nyata kemajuan negara yang mengambil
keuntungan pada peleburannya terhadap pergaulan ekonomi dunia.
Keberhasilan perkembangan ekonomi China hendaklah dilihat sebagai
keberhasilan negara tersebut menciptakan visi yang jelas. Hal tersebut
termasuk implikasinya terhadap eksisnya “blue print” ekonomi-politik
yang jelas, tidak terombang-ambing, dan melihat “faktor global” tidak

Lihat Eecke (2013), kemunculan buku berjudul “The Wealth of Nations” menjadi era
terbentuknya ekonomi liberal yang memberi kebebasan pasar untuk mencapai distribusi
sumber daya ekonominya sendiri sehingga mereduksi peran pemerintah dalam intervensi
pasar.

3

Latar belakangnya dimulai saat beberapa negara terkena krisis, selanjutnya dideklarasikanlah
Konsensus Washington berisi: (1) disiplin fiskal berupa defisit anggaran yang tidak melebihi 2%
terhadap PDB (2) prioritas bagi pengeluaran publik, (3) reformasi pajak, (4) liberalisasi finansial, (5)
kebijakan nilai tukar yang mendorong persaingan, (6) liberalisasi perdagangan, (7) kompetisi antara
perusahaan domestik dan asing, (8) privatisasi, (9) deregulasi dan (10) melindungi hak kekayaaan
intelektual

4

6

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015


menjadi ancaman sejauh hal tersebut dapat dikomplementasikan dengan
kepentingan dengan kondisi ekonomi-politik domestik China.5
Selanjutnya, muncul peringatan yang serius dari Pierre Bourdieu
seorang sosiolog berkebangsaan Prancis dalam tulisan berjudul The
Essence of Neoliberalism mengatakan bahwa :
“The transition to “liberalism” takes place in an imperceptible manner, like
continental drift, thus hiding its effects from view. Its most terrible consequences
are those of the long term. These effects themselves are concealed, paradoxically, by
the resistance to which this transition is currently giving rise among those who
defend the old order by drawing on the resources it contained, on old solidarities,
on reserves of social capital that protect an entire portion of the present social
order from falling into anomie. This social capital is fated to wither away although not in the short run - if it is not renewed and reproduced.”
Dari pernyataan tersebut menyiratkan kondisi dilematis bahwa liberalisasi
menjadi ancaman jangka panjang terhadap eksistensi sebuah negara yang
peralihannya tidak disadari, pun secara tidak langsung menggerus negara
manapun yang tidak mengadopsi sistem ekonomi ini.
Dampak yang ditimbulkan sejak mainstream ekonomi ini diberlakukan,
Pertama, indikator makroekonomi, diantaranya lewat pertumbuhan
ekonomi. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi negara yang menjadi

refleksi tumpuan kekuatan ekonomi dunia dalam hal ini negara yang
tergabung dalam G-20.

5

Akbar, Rahadian T. 2011. Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN: Sebuah Potret Kerjasama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal 2-3

7

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Tabel 1.1 Data Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota G-20
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Nama Negara
1989*
2013
Argentina
-7,5
2.9
Australia
3,9
2,5
Brasil
3,3
2,5
Kanada
2,4
2,0
Tiongkok
4,1
7,7
Perancis
4,4
0,3
Jerman
3,9
0,1
India
5,9
5,0
Indonesia
9,1
5,8
Italia
3,4
-1,9
Jepang
5,4
1,6
Meksiko
4,2
1,1
Rusia
1,3
Arab Saudi
0,1
4,0
Afrika Selatan
2,4
1,9
Korea Selatan
6,8
3,0
Turki
0,3
4,1
Britania Raya
2,5
1,7
Amerika Serikat
3,7
2,2
*Tahun pertama saat disepakatinya Konsensus Washington
Sumber: World Bank, 2013
Beberapa informasi yang dapat disimpulkan bahwa pada 2013 yang
paling signifikan mengalami perbaikan pada sektor pertumbuhan
ekonomi yakni Tiongkok dengan pertumbuhan sebesar 7,7%. Disusul
India (5,0%) dan Indonesia (5,8%) berada pada 5% keatas . Selebihnya
mengalami perlambatan ekonomi dengan hanya tumbuh dibawah 5%
bahkan Italia PDB-nya tumbuh negatif sebesar 1,9%.

8

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Grafik 1.1: Struktur Pekerjaan Berdasarkan Kelas Ekonomi
(Persentase total pekerjaan)

Sumber: PBB, The Millenium Development Golds Report, 2013.
Kedua, dampaknya terhadap kesenjangan pendapatan setiap kelas
pekerjaan. Pada indikator struktur pekerjaan sepintas terlihat terjadi
banyak perubahan kearah perbaikan. Namun, yang menjadi center of gravity
ialah pada indikator penilaiaan yang digunakan. Wajib ditelusuri terkait
absennya purchasing power parity (PPP) pada tataran penilaiannya.

Bila

dirinci besaran tiap indikator apabila dikonversi ke mata uang lain (dalam
rupiah) mengindikasikan masih terdapat ketimpangan yang luar biasa di
negara berkembang .6
6 Lihat Kurs Rupiah terhadap Dollar, Per 21 Februari 2015, Rp. 1.00,- = USD. 12.785,-. Kategori
sangat miskin (kurang dari Rp. 15.981,-), kemiskinan menengah (Rp. 15,981,-Rp. 24.291,-), rentan
miskin (Rp. 24.291,- Rp. 49.861,-), kelas menengah berkembang (Rp. 49.861,- Rp. 164.926.5) dan kelas
atas (lebih dari Rp. 164.926.5).

9

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Ketiga, ketidakstabilan ekonomi suatu negara akibat terjadinya krisis
yang sewaktu-waktu mengancam. Pada krisis Yunani yang skema
penyelesaiannnya digagas oleh Jerman, IMF, G20 yang kurang lebih
mendorong pada reformasi sektor keuangan. Secara sekilas, skema
tersebut membantu Yunani keluar dari krisis. Akan tetapi bila diamati
terdapat kepentingan negara pemberi utang beserta menyelamatkan uang
negara besar itu sendiri. Sebagai contoh dari total utang Yunani sebesar €
400 miliar (252% dari PDB), sebagian besar berasal dari Perancis sebesar
€ 41,1 miliar, Jerman sebesar € 15,9 miliar, Inggris sebesar € 9,4 miliar
dan dari Amerika Serikat sebesar € 6,2 miliar (Daeng, 2012).
Kembali ke pemaparan Daeng (2012), dalam rumus penyelesaian
krisis EU ada tiga hal yang dihasilkan ; pertama, terkurasnya pajak rakyat
dari negara-negara yang terkena krisis sebagai dana talangan bagi sektor
swasta perbankan, yang notabene adalah investasi luar negeri. Kedua,
terkurasnya anggaran nasional uang dari negara-negara yang mengalami
krisis ke tangan negara pemberi utang, seperti Jemran, Prancis, Inggris,
Amerika Serikat dan Jepang. Ketiga, terkurasnya dana rakyat dan anggaran
negara-negara yang terkena krisis dan negara miskin lainnya seperti
Indonesia, berpindah ke tangan sektor swasta khususnya pemain pasar
keuangan.

10

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

C. DINAMIKA LIBERALISASI EKONOMI DI
INDONESIA
Pada saat diproklamirkannya Indonesia sebagai sebuah negara yang
ditandai dengan lahirnya Orde Lama dibawah arahan Presiden
Ir.Soekarno. Peristiwa yang m,enghentak yakni keberaniannya menggagas
konsep Trisakti, yang salah satu butirnya berisi berdikari (berdiri di kaki
sendiri) dalam bidang ekonomi.7 Ditambah lagi, wakil presiden-nya pada
saat itu visioner dalam bidang ekonomi, Moh.Hatta. lewat gagasan
pembentukan koperasi yang hingga kini masih dianggap relevan meski
harus diinterpretasikan ulang menurut perubahan-perubahan yang ada.8
Secara garis besar, ideologi politik pada era ini cenderung mengarah ke
ideologi sosialisi-komunis yang secara langsung ikut pula direfleksikan
melalui kebijakan ekonominya.
Secara kontras, arah kebijakan ekonomi berubah lewat suksesi
kepemimpinan Soeharto (Era Orde Baru). Tanda-tanda liberalisasi mulai
terasa ketika desakan ke arah perbaikan akibat rontoknya perekonomian
di era sebelumnya. Winarno (2010) berpendapat bahwa munculnya UU
No.1 tahun 1967 tentang PMA merupakan pintu pembuka bagi upaya
pemerintah untuk mempersilahkan investasi asing masuk ke Indonesia.
Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari banyak pihak dan menyulut
peritiwa Malari pada 15 Januari 1974 sebagai respon terhadap banyaknya
investasi asing yang masuk dan menguasai ekonomi dalam negeri. Pada
sektor perbankan, perubahan kebijakan yang berbeda dari sebelumnya
7

Rahardjo, Iman Toto K dan Suko Sudarso. 2010. Bung Karno: Masalah Pertahanan-Keamanan. Jakarta:
PT.Grasindo. Hal 372
8 Tim

113

Tempo. 2010. Jejak yang melampaui zaman. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Hal.

11

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

dan rentang waktu perubahan yang terbilang dekat dan sangat intensif.9
Perubahan lewat deregulasi perbankan dapat dijadikan sebagai pijakan
awal untuk menapaki liberalisasi sehingga kendala yang sebelumnya
merintangi segera dapat teratasi lewat skema kebijakan tersebut. Berbagai
dinamika tersebut dapat diartikan. Pertama, kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah belum mampu membimbing pada akar persoalan.
Kedua, perubahan yang dilakukan bersifat tentatif, memecahkan persoalan
perbankan dalam jangka pendek, serta terdapat kelemahan dalam
mengestimasi kelemahan apa saja yang berpotensi menimbulkan masalah
baru.
Pada tanggal 15 Januari 1998, reformasi ekonomi kembali dilakukan
lewat campur tangan IMF dalam dokumen yang berjudul Memorandum of
Economic and Financial Policies. Menurut Baswir dalam Asshiddiqie (2010),
pelaksanaan agenda ekonomi neoliberal di Indonesia, berlangsung
semakin massive sejak perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter
pada 1997/1998. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota
kesepahaman yang ditandatangani pemerintah bersama IMF. Setelah
berakhirnya keterlibatan IMF pada 2006 lalu, pelaksanaan agenda-agenda
tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan lembagalembaga donor serta foreign funding agencies lainnya sampai dengan
sekarang. Meskipun begitu, tetap saja dalam beberapa aspek kebijakan
Indonesia harus tunduk terkait statusnya dalam keanggotaan IMF dan
Bank Dunia, keduanya secara konsisten mempromosikan berbagai
kebijakan yang bermuara pada liberalisasi ekonomi.
9 Menurut catatan perkembangan perkembangan perbankan 1983-1997 di Indonesia, setidaknya paket
deregulasi perbankan diantaranya; Pakjun/Paket Juni (1983), Pakto/Paket Oktober (27 Oktober
1988) , Pakfeb/Paket Februari (1991), Pakmei/Paket Mei (1993)

12

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Selanjutnya yang paling terkenal menyoal berbagai kebijakan pada
zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Menurut Rosari (2010)
pada pengujung 2002 Megawati mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor
8 Tahun 2002 yang sangat kontroversial. Keputusan yang lebih dikenal
dengan inpres release and discharge memberikan pengampunan hokum bagi
para pemilik bermasalah terkait BLBI jika telah memenuhi skim
penyelesaian utang (MSAA, MRA/MRNIA, dan APU) yang pada saat itu
dilakukan lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pada
zaman Megawati, kasus indikasi perslingkuhan politik-bisnis juga terjadi
dalam kaitan dengan penjualan asset-aset jaminan BLBI dan penjualan
BUMN (privatisasi) yang menjadi andalan kebijakan dalam penyelesaian
defisit APBN.
Indonesia telah meratifikasi serangkaian persetujuan perdagangan
bebas, sehingga untuk menelisik asal mula terbentuknya menjadi tidak
mudah. Pada tataran regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA),
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN-Korea Free Trade
Area (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA), ASEANAustralia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dan ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership (AJCEP).
Menarik untuk diurai beberapa kerjasama yang mengandung nilai
strategis untuk masa depan ekonomi Indonesia tanpa mengecilkan peran
atas kerjasama lain. Pertama, ACFTA, menjadi sangat penting dengan
hadirnya Tiongkok yang menggeser dominasi Jepang dan Korea Selatan
sebagai Macan Asia. Ditengah terjadi kelesuan ekonomi dunia yang
berkepanjangan, berdasarkan data Bank Dunia (2013), pertumbuhan
ekonomi Tiongkok berada pada 7,7%. Selanjutnya data yang diterbitkan
Trading Economics (2014), PDB yang diraih Tiongkok sebesar 9,24

13

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

triliun dollar AS jauh melampaui Jepang (4,9 triliun dollar AS) dan Korea
Selatan (1,3 triliun dollar AS). Di samping itu, kehadiran Tiongkok dapat
mengilhami Indonesia untuk bangkit menjadi poros ekonomi baru.
Terdapat kesamaan yang menonjol dari sisi populasi penduduk yang
sangat besar menjadi potensi bagi pasar yang potensial guna mendukung
pendapatan nasional yang melimpah, meskipun bukan satu-satunya
indikator makroekonomi yang dirujuk.
Kedua, AFTA sebagai milestone bagi perekonomian Indonesia. Dari
sudut pandang ruang lingkup regional yang lebih sempit dan spasial yang
berdekatan, ASEAN menjadi sangat penting sehingga pada tataran ini
kinerja ekonomi Indonesia harus dapat teruji secara meyakinkan. Dalam
aras forum regional ASEAN, setidaknya Indonesia harus berani
mengusung lokus kebijakan kolaboratif mengingat kedekatan historis
yang lekat ketimbang kompetisi yang memunculkan paradigma
pemenang (winner) dan pecundang (looser). Ditambah lagi keyakinan para
ekonom bahwa Asia Tenggara memegang peranan penting bagi
eksisitensi perekonomian global pada masa mendatang ditengah
meredupnya perekonomian Uni Eropa dan Amerika Serikat.

14

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

D. LIBERALISASI EKONOMI: SEBUAH
PERANGKAP
Keikutsertaan Indonesia dalam liberalisasi ekonomi mengandung
beragam interpretasi. Pertama, dapat diartikan bahwa pemerintah
menganggap kondisi dalam negeri telah memiliki fondasi kuat untuk
selanjutnya bersaing pada tataran global. Kedua, adanya tekanan pada aras
global, regional maupun bilateral yang mendesak Indonesia untuk
meratifikasi aneka kerjasama pada tiap levelnya. Ketiga, pengaruh internal
akibat kelambanan pemerintah untuk menyegerakan kesejahteraan bagi
warga negaranya sekaligus self-development yang sudah terbilang parah
sehingga mencoba untuk menuai perbaikan lewat liberalisasi ekonomi.
Dari penjelasan yang didapatkan melalui Yustika (2014: 139-168), alasan
yang hampir seluruhya benar terdapat pada poin kedua dan ketiga.
Alasan tersebut dapat dirinci melalui kajian pada setiap fitur-fitur
liberalisasi ekonomi yang dianggap pilar yang paling urgen untuk
mendapat perhatian tanpa mengesampingkan peran sektor lain. Secara
garis besar, perangkap liberalisasi ekonomi dapat dibagi menjadi sektor
perdagangan dan investasi.
D.1 Sektor Perdagangan
Pentingnya peran perdagangan menandakan Indonesia menyadari
bahwa ekonomi dalam negeri tidak dapat diisolasi secara penuh terhadap
pengaruh ekonomi-politik negara-negara lain. Akan tetapi yang menjadi
persoalan, pada taraf mana perdagangan dan kerjasama ekonomi
bermuara pada kesejahteraan warga negaranya sendiri. Sampai saat ini,
pertanyaan tersebut dapat dijawab secara ambivalensi melalui kinerja
neraca perdagangan .

15

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Tabel 1.2 Neraca Perdagangan Indonesia 2011-2013
(dalam juta dollar AS)
Uraian

2011

2012

2013

Ekspor
203.496,60 190.020,10 182.551,80
Migas
41.477,00
36.977,30
32.633,00
Non-Migas
162.019,60 153.042,80 149.918,80
Impor
177.435,60 191.689,50 186.628,70
Migas
40.701,50
42.564
45.266,40
Non-Migas
136.734,00 149.125,30 141.362,30
Neraca Perdagangan
26.061
-1.669,40
-4.077
Migas
775,50
-5.586,90 -12.633,40
Non-Migas
25.285,60
3.917,50
8.556,50
Sumber: Kementerian Perdagangan RI. Diolah 2009-2014
Data tersebut dapat diringkas yakni ekspor Indonesia ke negara lain
terus mengalami penurunan sejak 2011 sampai dengan 2013 berturutturut 203,4 miliar dollar AS; 190,02 miliar dollar AS; dan 182,55 miliar
dollar AS. Impor mengalami fluktuasi yang tajam akibat fluktuasi yang
terjadi di sektor non-migas., pada 2011-2012 mengalami kenaikan
sedangkan 2012-2013 mengalami penurunan. Jika dikalkulasikan, neraca
perdagangan Indonesia dari tahun ke tahun mengalami

penurunan

walaupun surplus di tahun 2011, namun sejak 2012 mengalami defisit.
Penurunan ekspor Indonesia ke negara lain harus dicermati dengan
menengok literatur ekonomi bahwa terdapat akumulasi interaksi antara
sisi permintaan dan penawaran. Pada sisi permintaan, ekspor sebagai
sebuah variabel eksogen artinya kinerja ekspor Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kondisi negara lain. Dilihat dari nilai ekspor ke negara
tujuan, Jepang selalu menjadi yang terbesar namun menunjukkan
penurunan. Sebagaimana diketahui Jepang mengalami resesi pada

16

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

rentang tersebut.10 Pada sisi penawaran, juga tedapat permasalahan
ekonomi domestik yang berdampak pada rendahnya produktivitas
produk ekspor Indonesia. Selanjutnya impor yang berfluktuasi
diakibatkan pada jabaran impor menurut pengunaannya secara
bersamaan ikut berfluktuasi.11 Dari serangkaiaan fakta itu, dapat
disimpulkan bahwa penurunan ekspor dari tahun ke tahun dan fluktuasi
impor harus diterima Indonesia akibat lekatnya hubungan perdagangan
bebas yang diterapkan. Tercatat dalam struktur Penetapan Tarif Bea
Masuk Umum (MFN) Tahun 2011 Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 80/PMK.011/2011 yang bertujuan mendukung
industri hilir tetapi tetap saja terjadi inkonsistensi serta dapat dimaknai
sebagai ketidakmampuan domestik untuk menyediakan bahan bakunya
sendiri (forward-backward linkage yang rendah). Kebijakan tarif bea masuk
yang diambil untuk masing-masing kelompok adalah bahwa untuk
kelompok bahan baku dan barang modal yang terdiri dari 182 pos tarif,
tarif bea masuknya diturunkan dari sebelumnya 5% menjadi 0%, dengan
rincian:
a.

Industri kimia dasar sebanyak 59 pos tarif yang antara lain terdiri
dari produk propena dan etilena sebagai bahan baku plastik,
hidrokinon sebagai bahan baku kosmetik, hidantioin sebagai bahan
baku obat, karbofuran sebagai bahan baku pestisida dan bahan
pewarna tekstil.

b.

Industri makanan sebanyak 1 pos tarif, yaitu minyak kacang kedelai
sebagai bahan baku pembuatan margarine, shortening dan minyak
salad.

10 Lihat

BPS (2013), nilai ekspor (nilai FOB) dengan tujuan Jepang mengalami penurunan
2011-2013 masing-masing 33,7 milliar dollar AS; 30,1 miliar dollar AS DAN 27,08 miliar
dollar `AS.
11 Lihat BPS (2013), Impor Menurut Golongan Penggunaan Barang, 1989-2013.

17

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

c.

Industri mesin sebanyak 91 pos tarif sebagai mesin untuk
pengolahan serat tekstil, mesin tenun, mesin rajut, mesin jahit,
mesin cetak injeksi untuk karet danplastik, peralatan mesin
percetakan, inkubator penetas untuk unggas dan turbin uap.

d.

Industri elektronika sebanyak 16 pos tarif yang antara lain terdiri
dari mesin cuci dan mesin pengering sebagai barang modal untuk
industri tekstil dan garment dan barang modal yang digunakan
untuk industri perakitan TV, kompresor untuk mesin pendingin dan
aksesori untuk peralatan perekam audio visual. Sebanyak 2 pos tarif
lainnya dari industri elektronik ini merupakan peralatan perfilman,
yaitu lensa objektif untuk kamera dan proyektor untuk fotografi
serta kamera untuk sinematografi.

e.

Industri perkapalan sebanyak 13 pos tarif dalam rangka program
pemutihan 1.000 kapal guna memenuhi asas cabotage.

D.2 Sektor Investasi
Investasi

mengandung

makna

penting

sebagai

penopang

perekonomian sebuah negara mengingat berbagai keterbatasan yang
diterima

pemerintah.

Investasi

dapat

dikategorikan

berdasarkan

kepemilikan modalnya; Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Penanaman Modal Asing (PMA). Secara sederhana dapat dikonklusikan
bahwa PMDN yang dominan menunjukkan kemampuan investasi dalam
negeri sebagai fondasi utama perekonomian.

Pada kasus Indonesia

justru sebaliknya nilai investasi PMDN sebesar 28, 61 miliar dollar AS
(18,25%) jauh lebih kecil ketimbang PMA yang mencapai 128,15 miliar
dollar AS, berarti struktur investasi Indonesia sangat bergantung
terhadap investasi asing, sehingga jika tren seperti itu berlanjut dapat

18

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

dikhawatirkan

investor

dalam

negeri

yang

diharapkan

dapat

menyumbangkan kontribusi terbesar menjadi termarjinalkan.
Tabel 1.3 Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2013
Nilai Investasi
(juta dollar AS)
PMDN
28.617,50
PMA
128.150,60
Total Realisasi Investasi
156.768,10
Sumber: BKPM, 2014. Diolah 2010-2014
Uraian

Persentase
18,25%
81,75%
100%

Tabel 1.4 Peringkat Kemudahan Menjalankan Usaha 2014

Nama Negara
Singapura

Peringkat
Dunia
1

Malaysia

18

Thailand

26

Vietnam

78

Filipina

95

Brunei Darussalam

101

Indonesia

114

Kamboja

135

Laos

148

Myanmar

177

Sumber: World Bank (2014), Doing Business 2015

19

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Kondisi mengkhawatirkan tersebut lalu dihadapkan lagi pada fakta
bahwa dalam kemudahan menjalankan usaha Indonesia berada pada
peringkat 147 dunia, masih berada jauh dibawah negara Asia Tenggara
lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam , Filipina dan Brunei
Darussalam. 12
Selanjutnya, deretan panjang liberalisasi investasi menyeruak ketika
keluarnya Peraturan Presiden RI No.39 tahun 2014 yang mengatur
mengenai daftar bidang usaha mana saja yang tertutup dan terbuka bagi
penanaman modal. Secara umum, aturan perubahan DNI ini
memberikan peluang makin lebar bagi investor asing untuk merambah ke
sejumlah sektor usaha di Tanah Air. Sebab, dari semula jumlah bidang
usaha yang dibatasi dan dilarang bagi asing berjumlah 276 usaha, kini
berkurang menjadi di bawah 220 bidang usaha.
Misalnya, asing akan boleh memiliki saham pembangkit listrik skala
kecil berkapasitas 1 megawatt-10 megawatt. Aturan semula, bisnis ini
terlarang bagi asing. Kepemilikan asing di bisnis jasa penyelenggara
pengujian kendaraan bermotor dan terminal angkutan darat juga akan
dibuka untuk asing. Di dua bisnis ini, asing boleh memiliki saham
maksimal 49% dari sebelumnya tidak boleh. Dari beberapa gambaran
diatas, secara jelas menegaskan dominasi pihak asing, sekaligus
ketidakberdayaan pelaku ekonomi dalam negeri.

12

Indikator penilaian kemudahan menjalankan usaha yang digunakan starting business, dealing with
constructionpermits, electricity, registering property, getting credit, protecting minority investor, paying taxes, trading
across border, enforcing contracts dan resolving insolvence.

20

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

E.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Liberalisasi ekonomi harus segera mendapatkan perhatian yang

serius dan segera ditindaklanjuti dikarenakan dampaknya yang signifikan
mempengaruhi stabilitas ekonomi maupun politik dalam negeri.
Meskipun dalam beberapa aspek menuai keberhasilan, namun tidak
sedikit aspek lainnya dapat dikatakan mengkhawatirkan. Bentuk
tindaklanjutnya dengan

mendefinisikan peran kembali pemerintah

terhadap warga negaranya dan mengkonsolidasikan kembali tujuan
ekonomi yang ingin dicapai. Politik bebas-aktif yang digelorakan
Indonesia harus benar terwujud secara nyata lewat independensi dan
keikutsertaan Indonesia dalam mengupayakan kemaslahatan dan
kesejahteraan masyarakat global secara umum dan masyarakat Indonesia
pada khususnya yang direfleksikan lewat negosiasi kembali terhadap
berbagai

kebijakan

dan

kerjasama

ekonomi

yang

cenderung

menguntungkan pihak asing, kepastian hukum bagi investor dan
perlindungan terhadap konsumen sebagai pihak yang terkena dampak
dari adanya kesepakatan di bidang ekonomi.

21

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Referensi
Akbar, Rahadian T. 2011. Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN:
Potret Kerjasama. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Sebuah

Asshiddiqie, Jimly. 2010. Konstitusi Ekonomi. Kompas. Jakarta
Bank Indonesia. 2015. Kurs Transaksi Bank Indonesia.
http://www.bi.go.id/id/moneter/informasi-kurs/transaksibi/default.aspx. Diakses pada tanggal 21Februari 2015.
Bank Indonesia. 2014. Sejarah Bank Indonesia: Perbankan Periode 19831997). Bank Indonesia. Jakarta.
Bourdieu, Pierre. 1998. The Essential of Neoliberalism.
http://mondediplo.com/1998/12/08bourdieu. Diakses pada
tanggal 19 Februari 2015.
BPS. 2013. Gini Ratio Menurut Provinsi Tahun 1996-2013. BPS RI.
Jakarta.
BKPM. 2014. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan
Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Lokasi Triwulan
IV 2014. BKPM RI. Jakarta.
BKPM. 2014. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan
Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Lokasi Triwulan
IV 2014. BKPM RI. Jakarta.
____. 2013. Nilai Ekspor Menurut Tujuan Tahun 2008-2013. BPS RI
Jakarta.
____. 2013. Impor Menurut Golongan Penggunaan Barang, 1989-2013.
BPS RI. Jakarta.
Daeng, Salamuddin. 2012. Perjanjian CEPA, Legalisasi Penjajahan Uni
Eropa. Indonesian Global Justice. Jakarta.
Eecke, Wilfried Ver. 2013. Ethical Reflections on the Financial Crisis
2007/2008. Springer Briefs in Economics. DOI: 10.1007/978-3-64235091-7-2.

22

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Gumilang, H., K. Mukhopadhyay dan P.J. Thomassin . 2011.
Economic and Environmental Impacts of Trade Liberalization:
The Case of Indonesia. Elsevier Journal . Economic Modelling,
28(3). 1030-1041.
Kharismawati, Margareta Engge., Fahriyadi dan Asep Munazat
Zatnika. Karpet Merah Bagi Investasi.
http://nasional.kontan.co.id/news/karpet-merah-bagi-investasiasing. Diakses pada tanggal 21 Februari 2015.
Kis-Katos, K. dan Robert Sparrow. 2013. Poverty, Labour Markets
and Trade Liberalization in Indonesia. IZA Discussion Paper .
No.7645.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.011/2011. 26 April
2011. Keterangan Pers Kementerian Keuangan RI. 2011.
Kementerian Perdagangan RI. 2014. Neraca Perdagangan RI.
http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesiaexport-import/indonesia-trade-balance. Diakses pada tanggal 22
Februari 2015.
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Pemuda
Rosda Karya. Bandung.
Rahardjo, Iman Toto K dan Suko Sudarso. 2010. Bung Karno: Masalah
Pertahanan-Keamanan. PT.Grasindo. Jakarta.
Rosari, Aloysius Soni B.L de. 2010. Century Gate: Mengurai Konspirasi
Penguasa-Pengusaha. Kompas. Jakarta.
Sudjito, Zeth Sahuburua dan Isnawan. 2014. Penguatan, Sinkronisasi,
Harmonisasi, Integrasi Pelembagaan dan Pembudayaaan Pancasila. Pusat
Studi Pancasila. Yogyakarta.
Tim Tempo. 2010.Jejak yang Melampaui Zaman. Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG). Jakarta.
Trading Economics. 2014. Gross Domestic Product.
http://id.tradingeconomics.com/china/gdp. Diakses pada tanggal
22 Februari 2015.
United Nations. 2013. The Millenium Development Goals Report 2013.
United Nation. New York.

23

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Winarno, Budi. 2010. Melawan Gurita Neoliberalisme. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
World Bank. 2013. GDP Annual Growth.
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG/c
ountries/1W?display=default. Diakses pada tanggal 21 Februari
2015
_________. 2014. Doing Business 2015. World Bank.
Yustika, Ahmad Erani. 2014. Perekonomian Indonesia: Memahami Masalah
dan Menetapkan Arah. Selaras. Malang.

24

Perangkap Liberalisasi di Indonesia
Jamil, 2015

Liberalisasi seharusnya tak berarti “telanjang”,
seharusnya berhasil mendudukkan si adik dan
si kakak , si kecil dan si besar, Ketika awal
pergumulannya pun ia mengiming-imingi
angin surga bernama kesejahteraan.
─ Hidsal Jamil ─

25