Perlindungan Hukum Terhadap Penggunaan Foto Selfie Oleh Pihak Lain Dalam Jejaring Sosial Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan yang pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer telah membawa suatu perubahan yang bersifat global dan masif dalam kehidupan manusia. Perkembangan ini membawa manusia di ambang revolusi keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi pengetahuan umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way of thinking). Terlebih lagi, kecenderungan bagi manusia untuk selalu berinteraksi dalam dunia teknologi meningkat seiring dengan berbagai fasilitas serta kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi.1 Perkembangan jejaring sosial merupakan sebuah media sosial dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Twitter, facebook, Youtube dan Instagram merupakan fenomena jejaring sosial yang sering kali menimbulkan permasalahan di dalamnya.2

1

Mardoto, “Peranan dan Pengaruh Teknologi Komunikasi Informasi (internet, jejaring sosial, dan sejenisnya) pada gerakan demokratisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,”

Ditambah lagi, penggunaan foto atau gambar pribadi miliknya untuk menyakinkan masyarakat pengguna jejaring sosial bahwa akun tersebut miliknya, tentunya saja perlu dianalisis lebih jauh dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut sebagai

2

Faisal Abdullah, “Pembahasan dan Sejarah Jejaring Sosial,” https://etikajejaringsosial. wordpress.com.html (diakses tgl 26 Agustus 2014).


(2)

UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta (selanjutnya disebut sebagai UUHC).3

Budaya selfie ini semakin popular di kalangan pengguna internet, terutama remaja dan kumpulan pelajar, dimana mereka memposting gambar-gambar mereka ke halaman media sosial mereka untuk mendapatkan perhatian. Sebuah foto selfie yang Kemajuan teknologi semakin meningkat dalam kehidupan kita, hal ini telah mendorong masyarakat untuk terus mengikuti kemajuan teknologi tersebut. Seiring berkembangnya zaman, semakin berkembang pula alat-alat teknologi dalam kehidupan masyarakat. Kehadiran smartphone seperti ipad, iphone dan android membawa fenomena baru di kalangan remaja yaitu selfie. Selfie sendiri adalah bentuk foto dari hasil memotret diri sendiri atau self image yang mana memang sedang menjadi fenomena bagi masyarakat luas dengan cara melakukan kegiatan memfoto diri nya sendiri dengan hasil gambar hanya terlihat muka yang tampak memenuhi layar camera seorang foto selfie itu sendiri.

Foto selfie ialah jenis foto potret diri yang diambil menggunakan kamera digital atau telepon kamera. Bagaimana selfie menjadi trend bagi remaja yang suka mengunggah foto selfie ke media sosial sehingga dapat di lihat oleh pengguna lainnya, bahkan di lihat dari sudut pandang lain banyak masyarakat yang berasumsi bahwa seorang selfie adalah seorang yang krisis identitas diri, karena seorang selfie banyak dikaitan dengan remaja yang mengalami gangguan kepercayaan diri dengan mencoba mencari perhatian dari masyarakat pengguna media sosial. Penggunaan media sosial instagram pun terus bertambah jumlahnya.

3

James R. Situmorang, “Pemanfaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik, Bisnis, Pendidikan Dan Sosial Budaya, Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Katolik Parahyangan, Volume 8, Nomor 1:ISSN:0216-1249, 2012, hlm. 73-87.


(3)

digunakan dalam sebuah akun jejaring sosial online berperan sebagai salah satu tanda pengenal selain nama pengguna (user name) dan identitas pribadi (nio).

Perlindungan hukum karya cipta yang diberikan adalah karya cipta, film, karya fotografi, seni lukis, seni patung, dan lain-lain. Disamping karya cipta tersebut diatas sesungguhnya masih banyak hasil karya cipta yang belum mendapat perlindungan secara maksimal seperti foto selfie. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi modern, khususnya pada bidang foto, menjadikan foto selfie tersebut sebagai lahan yang sangat potensial untuk dijadikan komoditi bisnis. Oleh karena itu sebuah foto selfie yang unggah ke dalam jejaring sosial dapat dilindungi sebagai suatu karya intelektual. Penggunaan foto selfie seseorang dalam akun jejaring sosial yang digunakan untuk kegiatan komersial yang bertentangan dengan ketertiban umum, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UUHC, dikarenakan berdasarkan ketentuan dalam UUHC, yang memegang hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu karya cipta setelah suatu ciptaan dilahirkan adalah pencipta atau pemegang hak cipta.

Pasal 23 UUHC telah diatur tentang hak milik kebendaan (chattel rights) dari pemilik foto atau potret, yaitu hak untuk mempertunjukkan potret atau foto tersebut di depan umum, memperbanyak potret dalam satu katalog atau mempublikasikan ciptaan potret tersebut tanpa harus meminta izin terlebih dahulu dari pencipta atau sang potret.4

Sistem perlindungan UUHC yang baik akan melandasi pengakuan hukum dan jaminan pemenuhan hak-hak peningkatan warga negara atas kreasinya. Sehingga di sisi lain akan mendorong pertumbuhan kreativitas warga negara dalam berkreasi baik

4

Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia: Analisis Teori dan Praktik (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 171.


(4)

itu dalam bidang seni, teknologi, ilmu pengetahuan, dan juga termasuk di dalamnya foto, yang tentu saja tidak diikuti rasa takut bahwa hasil olah pikir mereka akan dibajak atau disalahgunakan.

Karya cipta foto selfie seharusnya mendapat perlindungan mulai dari awal sampai akhir proses pembuatan foto yaitu mulai dari perwujudan atau ekspresi dari konsep karya foto selfie, pemahaman teknis dalam penggunaan kamera ponsel, pencahayaan dan komposisi serta sudut pandang pengambilan foto sampai pada saat foto selfie menekan tombol pelepas rana pada kamera (shutter button) hingga proses pencucian negatif film dan meretouch atau mengolah foto tersebut serta akhirnya pada proses cetak foto, sehingga karya cipta foto selfie dapat dinikmati oleh masyarakat.

Menciptakan suatu foto selfie tidak dibutuhkan pengalaman, keterampilan dan kepekaan yang tepat dan cermat dalam mengarahkan lensa kamera untuk menangkap objek yang dipotret. Oleh karena itu foto selfie tersebut dianggap tercipta karena hasil usaha intelektual manusia yang mengoptimalkan fungsi kamera sebagai suatu alat bantu dalam mewujudkan suatu foto selfie.5

Permasalahan mengenai hak cipta terhadap foto selfie di Indonesia juga semakin berkembang seiring dengan pemberlakuan UUHC, karena dengan adanya UUHC saja tidak cukup menjamin terlindunginya hak dari pencipta, masih banyak pelanggaran-pelanggaran terhadap suatu karya cipta yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap hukum HKI khususnya hak cipta dan juga kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak yang dilindungi oleh hukum hak cipta terlebih lagi perlindungan hak cipta di bidang karya fotografi. Ciptaan yang dilindungi meliputi

5Ibid


(5)

ciptaan dalam bidang karya fotografi.6 Ciptaan yang dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.7 Perlindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut.8

Salah satu pelanggaran hak cipta atas karya foto selfie yang terjadi di Indonesia adalah yang terjadi antara seorang pencipta karya foto selfie yang menyatakan bahwa ia adalah pencipta dan pemegang hak cipta atas karya fotografi dan merasa karya fotonya digunakan, dipublikasikan, dan diperbanyak oleh salah satu jejaring sosial di Indonesia tanpa seizin dan tidak mencantumkan nama asli dari pencipta atas karya foto selfie tersebut. Oleh sebab itu, karena merasa haknya telah dilanggar maka akhirnya pencipta tersebut mengajukan gugatan atas pelanggaran yang terjadi.

Permasalahan perlindungan hukum terhadap karya foto selfie berkembang sejalan dengan perkembangan dunia foto selfie, yang pada saat ini dunia foto selfie (menggunakan handpone) seiring dengan kemajuan teknologi sekarang berkembang menjadi era dunia foto selfie. Foto selfie sudah tidak lagi menggunakan media film sebagai alat untuk merekam gambar melainkan sudah berbentuk smartphone yang mana hal tersebut semakin memudahkan setiap orang untuk meng-copy dan mencetak hasilnya kemudian diedarkan ke jejaring sosial. Foto selfie yang ada jejaring sosial tersebut sangat mudah untuk digandakan dan diambil oleh setiap orang untuk dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal inilah yang dapat menimbulkan masalah-masalah hukum berkaitan dengan hak cipta, karena sebuah foto selfie adalah sebuah karya cipta yang dilindungi oleh UUHC.

6

Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 40 ayat (1).

7Ibid

, Pasal 40 ayat (2).

8 Ibid


(6)

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas bahwa realita penegakan HKI apabila tidak di tangani secara serius dari aspek yurisdisnya, maka akan memberikan dampak negatif tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga dari aspek ekonomi. Dari segi hukum, pencipta yang tidak mendaftarkan hasil ciptaannya dapat dianggap bukan pencipta dan bahkan dapat dituntut secara hukum apabila menggunakan karya ciptaanya tersebut. Sedangkan dari segi ekonomi tentunya akan berakibat pada keuntungan royalti apabila kelak ada orang (bukan si pencipta) yang menggunakan, memperbanyak hasil ciptaannya, maka pencipta sendiri tidak mendapatkan keuntungan dari royalti tersebut. Munculnya kasus hak cipta foto selfie mulai menyadarkan seluruh praktisi yang terkait, apakah itu praktisi bisnis maupun para pencipta terhadap arti pentingnya perlindungan hak cipta, walaupun sebenarnya pengaturan khususnya foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru.

Berdasarkan uraian tersebut, hal mengenai Perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta merupakan sesuatu yang penting untuk diteliti.

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakahpengaturan hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014

Tentang Hak Cipta?

2. Bagaimanakahkepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial?

3. Bagaimanakah perlindungan hukum dalam hal penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial?


(7)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu:

1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaturan hak Cipta dalam Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

b. Untuk mengetahui kepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial.

c. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial.

2. Manfaat penulisan

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan yang lebih konkrit bagi aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya dalam menangani penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial yang terjadi di Indonesia dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, serta pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan hak cipta terhadap penggunaan foto selfie.


(8)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemikiran dan pertimbangan dalam menangani Perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial berdasarkan UUHC, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam menangani penggunaan foto selfie.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial UUHC”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Pustaka

Hak cipta merupakan hak milik yang bersifat immateril yang merupakan hak benda, maka pada bagian ini ingin pula diuraikan bagaimana undang-undang memberikan perlindungan terhadap si pemilik atau si pemegang hak. Sifat droit de suit menyebabkan benda yang dilekati oleh hak benda dapat diminta di mana pun benda itu berada. Hak untuk menuntut akan mengikuti benda tersebut secara terus-menerus di tangan siapapun benda itu berada.9

9

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights) (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 67.

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya


(9)

atau memberikan izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.10

Istilah hak cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut common law, yakni copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal droit d’auteur dan di Jerman sebagai urheberecht. Di Inggris, penggunaan istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk melindungi si pencipta. Namun, seiring dengan perkembangan hukum dan teknologi, maka perlindungan diberikan kepada pencipta serta cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya mencakup bidang buku, tetapi juga drama, musik, artystic work, fotografi, dan lain-lain.11

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan yang berlaku. Jadi, hak cipta dimaksudkan sebagai hak eksklusif bagi pencipta untuk mereproduksi karyanya sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan tindakan tersebut dalam batasan hukum yang berlaku. Pencipta atau pengarang adalah seseorang yang memiliki inspirasi guna menghasilkan karya yang didasari oleh kemampuan intelektual, imajinasi, keterampilan, dan keahlian yang diwujudkan dalam bentuk karya yang memiliki sifat dasar pribadi (personal nature).12

Ciptaan pada awalnya adalah pemegang hak cipta atas karyanya tersebut. Pengalihan kepemilikan bisa dilakukan melalui proses penyerahan atu pemberian lisensi kepada seseorang. Apabila suatu ciptaan dibuat oleh karyawan pemerintah dan karya tersebut menjadi bagian sehari-hari tugas karyawan tersebut, maka pemegang

10

Much. Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia, Cetakan pertama (Yogyakarta: Penerbit Buku Biru, 2012), hlm. 24.

11

Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum ; Intellectual Property Rights, Cetakan Pertama (Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 2005) hlm. 1.

12Ibid


(10)

hak cipta biasanya adalah pemerintah. Namun, baik di sektor pemerintah maupun di sektor swasta, hal ini sangat ditentukan oleh perjanjian.13

Ciptaan adalah setiap hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.14 Memperbanyak atau mengumumkan ciptaannya, pemegang hak cipta atas potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau Izin ahli waris dalam jangka waktu 10 tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. Namun, jika suatu potret memuat gambar dua orang atau lebih, untuk perbanyakan atau mengumumkan setiap orang yang dipotret (foto selfie), pemegang hak cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.15

Selfie secara harafiah seringkali diartikan sebagai aktivitas memotret diri sendiri atau narsisme. Jika ditelusuri lebih dalam pengertian ‘Selfie’ menurut referensi pustakawan Britania adalah “sebuah pengambilan foto diri sendiri melalui smartphone atau webcam yang kemudian diungguh ke situs web media sosial.16

Selfie adalah sebuah jenis self-portrait foto, dimana biasanya diambil dengan kamera digital genggam atau kamera ponsel. Selfies juga sering dikaitkan dengan jejaring sosial, seperti Instagram. Orang-orang biasanya melakukan foto Selfie dengan cara menggunakan kamera yang dipegang dengan lengan panjang atau di hadapan cermin. Foto selfie biasanya juga menggukan ekpresi yang berlebihan di hadapan camera.

13

Muhammad Firmansyah, Tata Cara Mengurus HaKi, Cetakan kedua (Jakarta: Penerbit Visimedia, 2012), hlm. 67.

14

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 1 angka 3.

15

Muhammad Firmansyah, Op.Cit, hlm. 16.

16


(11)

Istilah " Selfie " dibahas oleh seorang fotografer bernama Jim Krause pada tahun 2005, walaupun foto bergenre Selfie sudah meluas mendahului istilahnya. Kemudian pada awal tahun 2000-an, sebelum Facebook menjadi jaringan sosial online yang dominan, foto diri sendiri sering terjadi di MySpace. Tapi seorang penulis bernama Kate Losse menceritakan bahwa antara tahun 2006 dan 2009 (ketika Facebook menjadi lebih populer daripada MySpace) foto diri sendiri sering diambil di depan cermin kamar mandi. Dan ini menjadi indikasi buruk bagi pengguna jejaring

sosial Facebook baru.17 Jejaring sosial adalah suat

simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seper lain.18

Situs jejaring sosial merupakan sebuah situs berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat list pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Tampilan dasar situs jejaring sosial ini menampilkan halaman profil pengguna, yang di dalamnya terdiri dari identitas diri dan foto pengguna.19

Jejaring sosial adalah struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individual atau organisasi. Jejaring ini menunjukan jalan dimana mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga.

20

17

Hasanuddin, “Pengertian dan Sejarah Perkembangan foto selfie,”

http://hottreding.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html (diaksestanggal 27 Oktober 2014).

18

Jejaring Sosial,tanggal 27

Oktober 2014).

19

Ditya Firmansyah. Teknologi Jaringan:Perbincangan Tentang Jejaring Sosial (Yogyakarta : Galang Press, 2010), hlm. 10.

20

Rangga Aditiawan dan Ferren Bianca, Belajar Internet : Pengembangan dan mengelola Jaringan (Jakarta :Dunia Komputer, 2011), hlm. 37.


(12)

Setiap situs jejaring sosial memiliki daya tarik yang berbeda. Namun pada dasarnya tujuannya sama yaitu untuk berkomunikasi dengan mudah dan lebih menarik karena ditambah fitur-fitur yang memanjakan penggunanya. Dengan beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa situs jejaring sosial merupakan layanan berbasis web dimana digunakan untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan pihak lain baik dengan teman, keluarga, maupun suatu komunitas yang memiliki tujuan yang sama.

Jejaring sosial sebenarnya bentuk baru komunitas di Internet yang saling terhubung dengan cepat. Ini berbeda dengan jejaring sosial lima tahun yang lalu yang mungkin lebih dikenal sebagai forum diskusi, chat, messenger atau milis dimana pola komunikasinya terbatas hanya dalam forum tersebut saja. Atau kalau mau lebih jauh, bentuk mailing list sebagai cikal bakal komunitas internet yang sudah lama digunakan. Disebut jejaring karena kemampuannya untuk saling terhubung dengan cepat antara satu domain komunitas dengan komunitas lainnya. Misalnya, kalau digunakan tools status di Plurk.com, maka status kita dapat didistribusikan ke facebook, tumblr, twitter, multiply. Bahkan ada yang seolah-olah menjadi konsolidator semua domain komunitas sehingga fungsinya lebih praktis.21

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan analisa

21

Rachamat Hidayat, “Pengertian Jejaring Sosial, 2010/01/pengertian-jejaring-sosial-2/.html (diaksestanggal 27 Oktober 2014).


(13)

dan konstruksi.22

1. Spesifikasi penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.23

2. Sumber data

Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis.

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder

22

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat

(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 20.

23

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.


(14)

adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.24

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang - Undangan di bidang foto di jejaring sosial, antara lain:

b. Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang - undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari

24

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30.


(15)

konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.25

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

4. Analisis data

26

G. Sistematika penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

25

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op.Cit, hlm. 24.

26Ibid


(16)

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Bab ini berisi tentang ruang lingkup hak cipta, jangka waktu hak cipta, pencatatan hak cipta, hak terkait, penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana.

BAB III KEPEMILIKAN FOTO SELFIE DALAM JEJARING SOSIAL

Bab ini berisikan tentang keberadaan jejaring sosial di Indonesia, foto selfie sebagai ciptaan yang dilindungi dan kepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO

SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL Bab ini berisi tentang bentuk-bentuk penggunaan foto selfie dalam jejaring sosial, perlindungan hukum atas penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial dan penyelesaian sengketa atas penggunaan foto selfie tanpa izin oleh pihak lain dalam jejaring sosial.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.


(1)

Istilah " Selfie " dibahas oleh seorang fotografer bernama Jim Krause pada tahun 2005, walaupun foto bergenre Selfie sudah meluas mendahului istilahnya. Kemudian pada awal tahun 2000-an, sebelum Facebook menjadi jaringan sosial online yang dominan, foto diri sendiri sering terjadi di MySpace. Tapi seorang penulis bernama Kate Losse menceritakan bahwa antara tahun 2006 dan 2009 (ketika

Facebook menjadi lebih populer daripada MySpace) foto diri sendiri sering diambil di depan cermin kamar mandi. Dan ini menjadi indikasi buruk bagi pengguna jejaring sosial Facebook baru.17 Jejaring sosial adalah suat simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seper lain.18

Situs jejaring sosial merupakan sebuah situs berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat list pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Tampilan dasar situs jejaring sosial ini menampilkan halaman profil pengguna, yang di dalamnya terdiri dari identitas diri dan foto pengguna.19

Jejaring sosial adalah struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individual atau organisasi. Jejaring ini menunjukan jalan dimana mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga.

20

17

Hasanuddin, “Pengertian dan Sejarah Perkembangan foto selfie,”

http://hottreding.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html (diakses tanggal 27 Oktober 2014).

18

Jejaring Sosial, tanggal 27 Oktober 2014).

19

Ditya Firmansyah. Teknologi Jaringan:Perbincangan Tentang Jejaring Sosial (Yogyakarta : Galang Press, 2010), hlm. 10.

20

Rangga Aditiawan dan Ferren Bianca, Belajar Internet : Pengembangan dan mengelola Jaringan (Jakarta :Dunia Komputer, 2011), hlm. 37.


(2)

Setiap situs jejaring sosial memiliki daya tarik yang berbeda. Namun pada dasarnya tujuannya sama yaitu untuk berkomunikasi dengan mudah dan lebih menarik karena ditambah fitur-fitur yang memanjakan penggunanya. Dengan beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa situs jejaring sosial merupakan layanan berbasis web dimana digunakan untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan pihak lain baik dengan teman, keluarga, maupun suatu komunitas yang memiliki tujuan yang sama.

Jejaring sosial sebenarnya bentuk baru komunitas di Internet yang saling terhubung dengan cepat. Ini berbeda dengan jejaring sosial lima tahun yang lalu yang mungkin lebih dikenal sebagai forum diskusi, chat, messenger atau milis dimana pola komunikasinya terbatas hanya dalam forum tersebut saja. Atau kalau mau lebih jauh, bentuk mailing list sebagai cikal bakal komunitas internet yang sudah lama digunakan. Disebut jejaring karena kemampuannya untuk saling terhubung dengan cepat antara satu domain komunitas dengan komunitas lainnya. Misalnya, kalau digunakan tools status di Plurk.com, maka status kita dapat didistribusikan ke

facebook, tumblr, twitter, multiply. Bahkan ada yang seolah-olah menjadi konsolidator semua domain komunitas sehingga fungsinya lebih praktis.21

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan analisa

21

Rachamat Hidayat, “Pengertian Jejaring Sosial, 2010/01/pengertian-jejaring-sosial-2/.html (diakses tanggal 27 Oktober 2014).


(3)

dan konstruksi.22

1. Spesifikasi penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.23

2. Sumber data

Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis.

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder

22

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat

(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 20.

23

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.


(4)

adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.24

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang - Undangan di bidang foto di jejaring sosial, antara lain:

b. Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang - undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari

24

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30.


(5)

konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.25

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

4. Analisis data

26

G. Sistematika penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

25

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op.Cit, hlm. 24.

26Ibid


(6)

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Bab ini berisi tentang ruang lingkup hak cipta, jangka waktu hak cipta, pencatatan hak cipta, hak terkait, penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana.

BAB III KEPEMILIKAN FOTO SELFIE DALAM JEJARING SOSIAL Bab ini berisikan tentang keberadaan jejaring sosial di Indonesia, foto

selfie sebagai ciptaan yang dilindungi dan kepemilikan foto selfie

dalam jejaring sosial.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO

SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL

Bab ini berisi tentang bentuk-bentuk penggunaan foto selfie dalam jejaring sosial, perlindungan hukum atas penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial dan penyelesaian sengketa atas penggunaan foto selfie tanpa izin oleh pihak lain dalam jejaring sosial.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.