Gambaran Pola Penyapihan dan Status Gizi Anak Usia 0-59 Bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pola Penyapihan
Penyapihan adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara

berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya
sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk
menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Masa menyapih
merupakan pengalaman emosional bagi sang ibu, anak juga sang ayah, dimana dari
tiga pihak tadi (Ibu-Ayah-Anak) merupakan ikatan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Seorang ayah juga berperan dan memberikan pengaruh tersendiri dalam
proses menyusui. Sebetulnya tidak ada ketentuan khusus atau batasan khusus kapan
dan waktu yang tepat untuk menyapih seorang anak, artinya tidak ada aturan bahwa
pada usia sekian anak harus disapih dari ibunya (Manalu, 2008).
Menyapih, secara harfiah berarti membiasakan. Maksudnya, bayi secara
berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa
penyapuhan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim
dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan

tambahan (Arisma, 2006). Sedangkan menurut Allan (2006) penyapihan adalah
istilah yang digunakan untuk menyambut periode transisi dimana bayi masih diberi
makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan
pada makanan padat.
Menurut WHO 1991, pola menyusui terdiri dari menyusui secara eksklusif,
menyusui secara per dominan, menyusui komplimentari, menyusui melalui botol.
6
Universitas Sumatera Utara

Menyusui secara eksklusif berarti bayi hanya mendapatkan makanan berupa
ASI dari ibunya, tidak ada penambahan cairan lain, tidak tetesan ataupun sirup yang
berisi vitamin, tidak ada makanan tambahan atau jamu. Sasarannya adalah bayi
berusia kurang sampai empat bulan atau sampai enam bulan.
Definisi menyusui secara pre dominan adalah bayi mendapat makanan
berupa ASI dengan penambahan cairan lain, seperti air putih, teh, infuse, air buah,
oralit, tetesan atau sirup vitamin, tidak ada makanan cair. Sasarannya adalah sama
dengan

sasaran


menyusui

secara

eksklusif.

Sedangkan

menyusui

secara

komplementari adalah bayi dapat ASI dan makanan padat atau semi padat,
sasarannya adalah bayi dengan usia enam bulan sampai dengan 10 bulan (Rahmani,
1997).
Novita (2012) melakukan penelitian di Kelurahan Susia Batu, Bantar Gebang
Bekasi, dengan hasil menunjukkan sebagian besar anak sudah tidak diberikan ASI
lagi sebanyak 39 anak (67.2%). Penyapihan pada balita rata-rata dilakukan saat anak
berada pada rentang usia 13-24 tahun dengan persentase sebesar 65.8%. Alasan ibu
melakukan penyapihan kepada anaknya adalah karena anak sudah besar (55%)

(Novita, 2012).
Hasil Penelitian Nurvina di Dusun Jambeyan Desa Banyurejo Tempel
Sleman Yogyakarta pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
menyapih bayinya pada usia tidak dini (24 bulan ke atas) dan bayinya mempunyai
status gizi baik yaitu 21 orang (55,2%) sedangkan ibu yang paling sedikit menyapih
anaknya pada usia tidak dini dan anaknya mempunyai status gizi kurang yaitu 1
orang (2,6%) (Nurvina, 2010).
Penelitian yang dilakukan Arum di Posyandu Nusa Indah Desa Bantul tahun
2012 memperlihatkan bahwa balita yang terbanyak mempunyai status gizi baik

7
Universitas Sumatera Utara

dengan usia penyapihan yang baik yaitu 22 orang (55%) sedangkan yang
mempunyai status gizi kurang dengan usia penyapihan baik yaitu 1 orang (2,5%)
(Arum, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan Fatimatuzzahra di Dukuh Pundong
Srihardono Bantul, Yogayakarta, menunjukkan bahwa mayoritas ibu menyapih
balitanya pada usia 13-18 bulan yaitu sebanyak 25 orang (49%) dengan status gizi
baik sebanyak 12 orang (Fatimatuzzahra, 2009).

Pola penyapihan mencakup tiga hal, antara lain usia anak disapih pertama
kali, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.
2.1.1. Usia Anak Disapih
Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila
terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi sudah
mulai kuat sejak usia empat bulan. Pada bayi yang mengonsumsi ASI, makanan
tambahan dapat diberikan pada usia enam bulan, tetapi bila bayi mengonsumsi susu
formula sebagai pengganti ASI, makan makanan tambahan ini dapat diberikan pada
saat usia empat bulan (Rinto, 2005).
Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Ada beberapa
kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia
enam bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia dua
tahun. Sebaliknya, pada masyarakat urban, bayi disapih terlalu dini, yaitu baru
beberapa hari lahir sudah diberikan makanan tambahan (Jelliffe, 1994).
Dampak Penyapihan ASI usia kurang dari enam bulan :
1. Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses
bounding etatman terganggu.

2. Insiden penyakit infeksi terutama diare meningkat.


8
Universitas Sumatera Utara

3. Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak.
4. Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam, dan gatalgatal karena reaksi dari sistem imun (Hegar, Badriul, 2006).
2.1.2 Cara Penyapihan
Hingga kini masih banyak ibu-ibu yang menggunakan cara-cara penyapihan
seperti yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat
yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester putting. Padahal,
sudah seharusnya cara ini ditinggalkan. Apalagi pada dasarnya, menyapih anak dari
ASI dapat digunakan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya. Jika
menyapih dilakukan dengan cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya
akan berada dalam porsi yang tepat.

a. Penyapihan yang tidak baik dan akibatnya
1. Mengoleskan obat merah pada putting
Cara ini bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak
belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit.
2. Memberi perban/plester pada putting
Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh putting ibunya. Tetapi kalau

sudah diperban/plester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang
tidak bisa dijangkau.
3. Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi supaya pahit
Anak bisa mengembangkan suatu kepribadian yang ambivalen, dalam arti ia tidak
mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. “Bunda masih
memberikan ASI, tapi kok tidak seperti biasanya, jadi pahit.”
4. Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya

9
Universitas Sumatera Utara

Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan
figur ibu. Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup
kemungkinan anak merasa ditinggalkan.
5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI
Kondisi ini membuat anak belajar berambivalensi. Misalnya, ibu selalu mengajak
anak bermain setiap kali meminta ASI. Selalu bersikap cuek setiap anak
menginginkan ASI. Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya
diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, mereka
ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri.


b. Cara Penyapihan Yang Baik
Penyapihan alami/natural (Child Led Weaning) adalah cara yang terbaik karena
tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya
memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara
penyapihan secara alami/natural (Child Led Weaning) adalah :
a. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada
ASI. Cara ini boleh saja dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara
perlahan. Selain itu, infeksi yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus
diganti dengan sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu
dan anak. Pada anak yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat
memberikan penjelasan kepadanya.
b. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti putting ibu. Empeng atau dot
bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur gigigeligi anak. Jadi bila ada cara lain yang lebih baik, hendaknya cara ini tak
digunakan.

10
Universitas Sumatera Utara

c. Menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI. Pemberian ASI dilakukan tiga kali

sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi dua kali sehari, dan satu kali
sehari hingga berhenti sama sekali. Contoh, si anak usia 0-24 bulan disapih
waktu malam saja atau siang saja.
d. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan
ASI lagi. Cara menyapih seperti ini dilakukan jika usia anak sudah mencapai
24 bulan. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda
ketegasan ibu sama saja dengan menyapih secara mendadak (abrupt
weaning). Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima ;
anak merasa ditolak oleh ibunya (Ester, 2006).
2.2. Pola Makan
Pangan bagi manusia merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi
untuk dapat mempertahankan hidup serta menjalankan kehidupan. Makanan yang
dikonsumsi beragam jenis dengan pengolahan. Di masyarakat dikenal pola makan
atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola
makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak
dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan
makan masyarakatnya (Soegeng, 1999).
Pengertian pola makan menurut Yayuk Farida Baliwati (2004) adalah
susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang
pada waktu tertentu.

Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara yang
ditempuh

seseorang

atau

sekelompok

untuk

memilih

makanan

dan

mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya
dan sosial.


11
Universitas Sumatera Utara

Tujuan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak
adalah untuk mencukupkan kebutuhan mereka agar dapat memelihara kesehatan,
cepat memulihkan kondisi tubuh jika sakit, melaksanakan pelbagai jenis aktifitas,
menjaga pertumbuhan dan perkembangan fisik serta psikomotorik. Di samping itu,
agar mereka terdidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan menyukai makanan
yang diperlukan (RSCM dan Persagi, 1994).
Menurut Dina dan Maria (2002) makanan untuk bayi dan anak harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan usia.
2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan
yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera terhadap makan.
3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan
keadaan faali bayi/anak.
4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.
2.2.1. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi dan Anak
1. Karbohidrat
Karbohidrat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Bagi bayi, ASI

merupakan sumber karbohidrat yang bagus. Di dalam ASI terkandung lactose
rata-rata 7%, sedangkan di dalam susu sapi hanya 4,3%. Laktosa inilah yang
sebenarnya merupakan sumber karbohidrat. Selain mengandung laktosa, ASI juga
mengandung polisakarida laktobasilus bifidus yang membantu proses pencernaan
dalam usus.
2. Kalori
Kalori yang diperoleh bayi atau anak akan digunakan untuk keperluan sebagai
berikut :

12
Universitas Sumatera Utara

a. Untuk aktifitas fisik sebanyak 15-25 kkal/kg sehari. Pada saat paling aktif
mencapai 50-80 kkal/kg per hari.
b. Untuk pertumbuhan pada fase pertumbuhan. Pada masa hari-hari permulaan
dibutuhkan 20-40 kkal/kg, selanjutnya berkurang, sehingga pada akhir masa
bayi hanya dibutuhkan 15-25 kkal/kg per hari, kemudian meningkat lagi pada
masa remaja.
Kebutuhan kalori pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Tabel Kebutuhan Kalori Pada Masa Bayi Menurut FAO/WHO
Usia (bulan)
0-3 bulan
1-3 bulan
4-6 bulan

Keperluan kkal/kg BB
110-120
100
90

3. Protein
Kebutuhan protein bayi dan anak lebih besar bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pada mutu protein. Semakin baik
mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung
pada susunan asam amino yang membentuk. Kecukupan protein pada bayi dan
anak dapat dilihat pada tabel berikut (RSCM dan Persagi, 1994).
Tabel 2.2. KecukupanProtein yang Dianjurkan untuk Bayi dan Anak
Golongan Usia (tahun)
0-1
1-3
4-6
6-10
10-18

Kecukupan Protein (g/kg BB)
2,5
2
1,8
1,5
1-1,5

4. Air
Air sangat penting diberikan pada masa bayi, terutama untuk bayi muda. Karena
merupakan media untuk nutrient-nutrien lainnya. Makanan yang kaya akan

13
Universitas Sumatera Utara

protein dan mineral membutuhkan air dalam jumlah yang lebih banyak. Suhu
lingkungan yang tinggi dan derajat kelembapan yang rendah akan mempertinggi
kehilangan cairan pada tubuh anak melalui pernafasan dan keringat. Anak kecil
membutuhkan air lebih banyak untuk tiap kilogram berat badannya disbanding
dengan orang dewasa (Widjaja, 2002). Kebutuhan air pada bayi dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.3. Kebutuhan Air Pada Bayi dan Anak Dalam Keadaan Normal
Usia
3 hari
10 hari
3 bulan
6 bulan
9 bulan
12 bulan
2-3 tahun

2.2.2

Kebutuhan Sehari (ml/kg BB/hari)
125-150
140-160
130-155
125-145
120-135
115-125
100-115

Air Susu Ibu (ASI)
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi

dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat.
Memberikan ASI kepada bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi. Tapi juga
keuntungan untuk ibu (Anonim, 2004).
ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone, enzim, zat
kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini secara proporsional dan seimbang satu
sama lainnya (Roesli, 2001).
2.2.3. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui
Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu :
aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis,
ekonomis, dan aspek penundaan kehamilan.

14
Universitas Sumatera Utara

1. Aspek gizi
a. Manfaat Kolostrum
 Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi
dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
 Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi
pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan
pada bayi.
 Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung
karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi
pada hari-hari pertama kelahiran.
 Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama
berwarna hitam kehijauan.
b. Komposisi ASI
 ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga
mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam
ASI tersebut.
 ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
 Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara
Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein
merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI
mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan
protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai
perbandingan Whey : Casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.

15
Universitas Sumatera Utara

c. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI
 Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang
berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses
maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi
taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.
 Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak
tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI
sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.
Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari
substansi pembentukannya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3
(asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).
2. Aspek Imunologik
a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.
Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi.
Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri pathogen E. Coli
dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
b. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang
mengikat zat besi di saluran pencernaan.
c. Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.Coli dan Salmonella)
dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.
d. Sel darah putih pada ASI pada dua minggu pertama lebih dari 4.000 sel per mil.
Terdiri dari tiga macam yaitu : Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT)
antibody pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibody saluran

16
Universitas Sumatera Utara

pernfasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibody
jaringan payudara ibu.
e. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang
pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora
usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.
3. Aspek Psikologik
a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mapu menyusui dengan
produksi ASI yang mecukupi untuk bayi. Menyusi dipengaruhi oleh emosi ibu
dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama
oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
b. Interaksi Ibu dan Bayi : pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi
tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.
c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena
berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan
merasa aman dan puas karena bayi marasakan kehangatan tubuh ibu dan
mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.
4. Aspek Kecerdasan
a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan dalam
perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi.
b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point
4,3 point lebih tinggi pada usi 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun,
dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang
tidak diberi ASI.

17
Universitas Sumatera Utara

5. Aspek Neurologis
Dengan mengisap payudara, koordinasi syaraf menelan,menghisap dan bernafas
yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.
6. Aspek Ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
makanan bayi sampai bayi berusia enam bulan. Dengan demikian akan
menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan
peralatannya.
7. Aspek Penundahan Kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif, dapat menunda haid dan kehamilan sehingga
dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal
sebagai metode Amenorea Laktasi (Depkes, 2001).

2.2.4. Waktu yang Tepat Pertama Sekali Memberi ASI
Para ibu dianjurkan untuk memberi ASI sesegera mungkin begitu mereka
merasa kuat, biasanya 30 menit setelah lahir. Sampai bayi berusia 4-6 bulan bayi
hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Jika ibu
minum obat selama proses persalinan, mereka harus menunggu sampai obat
meninggalkan sistem pencernaan, biasanya berlangsung dalam dua sampai tiga jam.
Jika tidak minum obat, beberapa ibu mulai memberi ASI di kamar bersalin dan ini
baik sekali (Carl, 2002).
2.3.

Pengganti Air Susu Ibu (PASI)
Minuman buatan yang terbuat dari susu hewan terutama susu sapi atau

minuman buatan yang lain, dapat diberikan pada bayi sebagai pelengkap atau
sebagai pengganti ASI, dalam keadaan sebagai berikut:

18
Universitas Sumatera Utara

a. ASI ibu tidak keluar sama sekali.
b. Ibu meninggal sewaktu melahirkan atau waktu bayi masih memerlukan ASI.
c. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi karena
itu perlu tambahan.
d. ASI keluar tetapi ibu tidak dapat secara terus-menerus menyusui bayi nya karena
ibu berada di luar rumah (Moehji, 1992).
2.3.1. Macam-Macam Minuman Buatan
Minuman buatan atau disebut juga formula dibuat dengan menggunakan susu
sebagai bahan dasar. Susu sapi yang di perdagangkan di toko-toko dan di pasar ada
beberapa yaitu : susu sapi segar, tepung susu lengkap, tepung susu skim, susu kental
manis, susu sapi yang disesuaikan (Moehji,1998).
2.4.

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak

disamping ASI untuk memenuhi gizinya (Depkes RI,1992). Menurut Dina dan Maria
(2002), makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang
telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan zat
gizi bayi.
2.4.1

Bahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Bahan yang dipilih untuk membuat makanan sapihan sebaiknya mudah

didapat (banyak tersedia di kebun keluarga atau dipasar terdekat), harganya murah,
paling sering dimakan (merupakan bagian dari apa yang di makan oleh anggota
keluarga yang lebih besar dan dewasa), dan sebaiknya di ramu dengan resep lokal.
Kini,di toko (bahkan di warung), telah banyak tersedia makanan bayi langsung jadi
(instan), tetapi sayangnya harga makanan tersebut relatif mahal dan nilai gizinya pun
kalah jika dibandingkan (dalam takaran yang sama) dengan makanan yang diramu

19
Universitas Sumatera Utara

dengan resep lokal. Disamping itu ,jika tergolong keluarga tidak mampu,
dikhawatirkan keluarga tersebut akan menghemat agar makanan tidak cepat habis,
makanan diberi sedemikian sedikitnya, akan di beri air lebih banyak, tidak menuruti
takaran yang semestunya. Akibatnya kebutuhan gizi bayi (anak) tidak terpenuhi
(Arisman, 2006).
2.4.2 Manfaat dan Tujuan Pemberian MP-ASI
Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi/anak, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan
dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk
memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan
merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar mengunyah dan menelan
makanan padat dan membiasakan selera-selera baru (Soehardjo, 1992). Sedangkan
tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah sebagai berikut :
1. Melengkapi zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI
2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam makanan
dengan berbagai tekstur dan rasa
3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
4. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kalori energi yang
tinggi (Depkes, 1992)
2.5.

Makanan Bayi Cukup Bulan dengan Kombinasi ASI/MP-ASI
Bila produksi ASI mencukupi kebutuhan bayi atau bila oleh suatu sebab ibu

tidak dapat menyusukan bayi secara lengkap (misalnya : ibu kerja), maka disamping
ASI perlu diberikan juga MP-ASI. MP-ASI dapat diberikan secara berselang-seling
sesuai dengan ASI atau sesuai dengan kebutuhan. Pengaturan pemberian MP-ASI
pada bayi sama dengan pengaturan pemberian ASI.

20
Universitas Sumatera Utara

2.6.

Pola Pemberian Makanan Pada Bayi dan Balita
Pengaturan makanan adalah upaya yang penting dalam memelihara gizi bayi

dan anak balita. Pengaturan makanan tersebut mencakup :
a. Penggunaan ASI secara tepat dan benar
ASI sangat baik mutunya sebagai makanan bayi, namun belum merupakan
jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan secara tepat
dan benar. Karena itu dalam penggunaan ASI harus diperhatikan hal-hal berikut :
2. Jumlah ASI yang dapat dihasilkan oleh ibu
3. Pemberian ASI secara benar
b. Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan yang tepat waktu
dan tepat mutu.
Baik makanan pendamping maupun makanan sapihan haruslah mendekati mutu
ASI, dalam arti dapat memberikan semua unsur gizi essensial yang diperlukan bayi.
Pola pemberian makanan pada bayi dan anak menurut Maria dan Dina (2001), yaitu :
Tabel 2.4. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI dalam Sehari
Usia Bayi
dan Balita

Sari Buah

0-6 bulan
6-9 bulan
9-12 bulan
1-5 tahun

1-2 kali
1-2 kali
-

Buah
Segar
1-2 kali

Makanan
Lumat
2 kali
1 kali
-

Makanan
Lembek
1 kali
2 kali
-

Biskuit/ Makanan
Telur
Dewasa
1 kali
1-2 kali
1-2 kali
3 kali

(Maria, Dina, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta:Puspa Swara).
a. Buah-Buahan
Buah-buahan dapat diberikan setelah bayi berusia enam bulan dengan
frekuensi 1-2 kali sehari.

21
Universitas Sumatera Utara

b. Makanan Lunak
Makanan lunak adalah makanan yang berbentuk halus/setengah cair yang
diberikan pada bayi pada usia enam bulan dengan frekuensi dua kali dalam sehari
dan untuk 9-12 bulan dengan frekuensi satu kali dalam sehari.
c. Makanan Lembek
Makanan lembek adalah bubur saring yang diberikan pada bayi usia diatas 6-9
bulan dengan frekuensi satu kali dalam sehari. Dan untuk 9-12 bulan dengan
frekuensi dua kali dalam sehari.
d. Makanan Padat
Makanan padat adalah makanan pendamping berbentuk padat yang tidak
dianjurkan terlalu cepat diberikan pada bayi mengingat usus bayi belum dapat
menerima dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi usus.
Contoh makanan padat adalah biskuit, telur, dan buah-buahan. Sedangkan
menurut Depkes (2005), pola pemberian makanan pada bayi dan anak yaitu :
1. Bayi baru lahir
a. Segera susui bayi dalam waktu 30 menit. Jika ASI belum keluar, jangan
berhenti menyusui, karena isapan bayi akan merangsang pembentukan ASI
sekaligus ,merangsang bayi untuk mengecil (kontraksi). Kontraksi rahim
akan mengurangi pendarahan.
b. ASI yang pertama keluar (kolostrum) segera di berikan pada bayi, jangan di
buang, karna banyak mengandung zat gizi dan zat kekebalan tubuh bagi
bayi.
2. Usia 1-6 bulan
a. Bayi di susui sesering mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on
demand). Pemberian ASI minimal delapan kali sehari semalam.

22
Universitas Sumatera Utara

b. Tidak memberikan makanan atau minuman apa pun selain ASI, bahkan air
putih sekali pun. ASI mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan
bayi hingga usia enam bulan (ASI eksklusif).
c. Bayi disusui dengan payudara kiri dan kanan secara bergantian.
3. Usia 6-12 bulan
a. Pemberian ASI di teruskan. ASI diberikan lebih dahulu baru kemudian
makan pendamping ASI.
b. Makanan pendamping ASI di berikan tiga kali sehari. Makanan pendamping
ASI dapat berupa bubur nasi yang dicampur telur, ayam, ikan, tempe, tahu,
daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, atau minyak.
c. Makanan selingan seperti kacang hijau, pisang, biscuit, naga sari, dan lainlain diberikan dua kali sehari diantara waktu makan.
d. Bayi diajari makan sendiri dengan menggunakan piring dan sendok.
4. Usia 1-2 tahun
a. Pemberian ASI diteruskan sampai usia 24 bulan.
b. Bayi di beri nasi lunak yang ditambah dengan telur, ayam, ikan, tempe, tahu,
daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau tiga kali sehari.
c. Makanan selingan dua kali sehari diantara waktu makan. Anak dibantu untuk
makan sendiri. (Depkes-Didjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2005).
c.

Cara Pemberian Makanan Untuk Anak Usia 0-24 Bulan
1. Berikan makanan 5-6 kali sehari. Pada masa ini lambung anak belum
mampu mengakomodasi porsi makan tiga kali sehari. Mereka perlu makan
lebih sering, sekitar 5-6 kali sehari (tiga kali makan ”berat“ di tambah
cemilan sehat).

23
Universitas Sumatera Utara

2. Berikan porsi kecil. Anak usia 0-24 bulan dikenal sebagai anak yang
mempunyai napsu yang naik-turun. Kadang suka makan, kadang hanya
makan sedikit, namun tetap tumbuh dengan sehat. Berikanlah makanan
dalam porsi kecil, anak anda akan memberikan sinyal jika ia ingin nambah.
3. Jangan berikan susu dan jus sampai berlebihan. Minuman bisa
mempengaruhi napsu makan anak usia 0-24 bulan. Agar anak usia 0-24
bulan tumbuh dengan baik, ia membutuhkan 2-3 cangkir susu ( atau 2-3
porsi susu dan produk olahan ) per hari. Apabila anak usia 0-24 bulan anda
minum lebih dari 2-3 cangkir sehari, maka anak usia 0-24 bulan anda akan
selalu kenyang untuk mengkomsumsi makana yang mengandung nutrisi
penting, seperti zat besi dan vitamin. Untuk menghindarinya, berikan susu
setelah anak usia 0-24 bulan makan. Demikian halnya dengan jus, batasi
pemberian jus menjadi maksimal 120ml per hari, terlalu banyak jus akan
membuat anak anda akan kehilengan napsu makan dan atau diare. Biarkan
anak mengeksplorasi makanan dan memutuskan makanan yang mereka
inginkan.
4. Tumbuhkan keterampilan makan. Saat anak usia 0-24 bulan mulai
mengetahui cara makan sendiri, mereka biasanya menjadi terlalu
bersemangat ingin makan tanpa bantuan. Walaupun mereka mungkin
mengalami kesulitan untuk mengambil makanan yang licin atau
menyendokin makanan tertentu, meraka akan cenderung menolak untuk di
bantu. Jadi jangan biasakan anak untuk selalu di suapin oleh orang tua atau
pengasuhnya, biarkan anak anda mengekplorasi keterampilan makan tanpa
bantuan.

24
Universitas Sumatera Utara

5. Berikan makanan kaya zat besi. Kekurangan zat besi atau anemia sering
kali ditemukan pada anak anak usia 0-24 bulan. Anemia berdampak negatif
pada kesehatan anak juga poada kemampuannya untuk belajar. Untuk
pencegahan, berikan anak usia 0-24 bulan anda makanan kaya zat besi
seperti daging, unggas, ikan, dan sereal yang di perkaya zat besi.
6. Jadikan waktu makan sebagai saat yang menyenangkan. Membuat waktu
makan sebagai saat yang menyenangkan memang susah, terlebih lagi jika
orang tua kawatir anaknya tidak cukup makan. Situasi ini dapat di cegah
dengan melakukan beberapa hal:
a. Jangan paksa anak usia 0-24 bulan untuk makan.
b. Pastikan anak usia 0-24 bulan didudukan dengan nyaman saat makan
(gunakan kursi) dan makan di ruang makan.
c. Kurangi kegiatan sertra sumber suara atau visual yang biasa menggangu
perhatiannya (seperti makan sambil bermain, menonton TV, dan lainnya).
d. Bantu anak usia 0-24 bulan anda untuk menikmati saat makannya,
senyumlah atau berbicaralah saat anak usia 0-24 bulan anda makan,
makan bersama dan anda menunjukkan ekspresi bahwa anda sangat
menikmati makanan tersebut.
7. Jadikan waktu makan sebagai kesempatan untuk belajar. Belajar kebiasaan
makan yang baik. Orang tua dapat membuat waktu makan sebagai proses
pembelajaran bagi anak usia 0-24 bulan dan sebagai waktu yang
menyenangkan bagi semua anggota keluarga.
Makan bersama keluarga memberikan kesempatan bagi anak usia 0-24 bulan
untuk belajar makan dengan mengobservasi anggota keluarga lain. Mereka belajar
cara menggunakan peralatan makan dan bagaimana cara memakan makanan tertentu

25
Universitas Sumatera Utara

(seperti sate, jagung, dan sebagainya). Mereka melihat ada makanan yang dicocolkan
dengan sambal/saus, ada yang diolesi, ada yang dimakan dengan tangan, dan
lainnya. Melihat orangtua dan saudara-saudaranya minum dengan gelas membuatnya
tertarik untuk mencoba.
Anak usia 0-24 bulan juga pandai belajar sejumlah keterampilan sosial yang
penting. Mereka mulai mengerti konsep bahwa makan dimakan sambil duduk (bukan
berlarian atau digendongan), meminta makan atau susu tambahan sambil berkata
“tolong” dan “terima kasih”.
Di usia muda, anak lebih suka memakan makanan yang dimakan
orangtuanya. Saat usia mereka bertambah, mereka ingin makan apa yang dimakan
teman-temannya (yang ada di iklan TV). Oleh karena itu, orangtua bisa memberikan
model atau contoh bagi anak dengan memilih makanan yang sehat (Dian, 2006).

2.7 Status Gizi
Menurut Sunita Almatsier (2001), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan menurut
Supariasa (2001) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu.
2.7.1 Metode Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang
dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun
subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Penilaian
status gizi ada dua yaitu secara langsung dan tidak langsung (Arisman, 2006).

26
Universitas Sumatera Utara

a. Penilaian Status Gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu :
1. Secara biokimia : dengan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories
yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh.
2. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan.
3. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang
sudah terlatih.
4. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur
bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak, dan lain-lain
(Supariasa, 2001)
b. Penilaian Status Gixi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga penilaian yaitu :
1. Survei konsumsi makanan : metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2. Statistik vital : dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti
angka kematian berdasarkan usia, angka kesakitan dan kematian akibat tertentu
dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3. Faktor ekologi : bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksi beberapa faktor fisik, biologis dengan lingkungan budaya.
2.7.2 Penilaian Status Gizi secara Antropometri
Di Indonesia, untuk penilaian status gizi yang sering dilakukan adalah secara
antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian
status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat

27
Universitas Sumatera Utara

dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana
(Depkes, 1999).
Selain itu pengukuran antropometri memliki metode yang tepat, akurat
karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran antropometri
juga mempunyai prosedur yang sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
yang besar (Supariasa, 2002).
Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan
menurut Usia (BB/U), Tinggi Badan menurut Usia (TB/U), Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB). Pilihan indeks antropometri tergantung tujuan penilaian
status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi
usia juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi
masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan
bertambahnya usia.
Pertumbuhan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap
kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan
tinggi badan terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan BB/TB
menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan
sangat kurus atau wasted, merupakan pengukuran antropetri terbaik (Soekirman,
2000).
Batas ambang dan istilah status gizi untuk indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB
berdasarkan hasil kesepakatan pakar gizi pada bulan Mei tahun 2000 di Semarang
mengenai standar baku nasional di Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut :

28
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri Menurut WHOAnthro 2005
Indikator
Status Gizi
Keterangan
Berat Badan menurut Gizi lebih
> +2 SD
Usia (BB/U)
Gizi baik
≥ -2 SD s/d ≤ +2 SD
Gizi kurang
< -2 SD s/d ≥ -3 SD
Gizi buruk
< -3 SD
Tinggi Badan menurut Sangat Pendek
< -3 SD
Usia (TB/U)
Pendek
-3 SD s/d < -2 SD
Normal
-2 SD s/d ≤ 2 SD
Tinggi
> 2 SD
Berat Badan menurut Gemuk
> +2 SD
Tinggi Badan (BB/TB)
Normal
≥ -2 SD s/d +2 SD
Kurus
< -2 sampai ≥ s/d ≥ -3 SD
Sangat Kurus
< -3 SD
(Sumber : WHO, 2006)

2.8. Kerangka Konsep

Pola Penyapihan

Status Gizi Anak
Usia 0-59 Bulan

- Usia Penyapihan
- Alasan Penyapihan
- Cara Penyapihan

-

Karakteristik Ibu
Usia ibu
Pendidikan ibu
Pendapatan keluarga
Jumlah keluarga
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pola penyapihan dapat dilihat berdasarkan usia penyapihan, alasan
penyapihan, dan cara penyapihannya. Dalam penelitian ini, sampelnya adalah
seluruh anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, dan mempergunakan
ibu sebagai respondennya. Hal ini dikarenakan ibu adalah pemegang peranan
terbesar dalam proses penyapihan anak. Oleh sebab itu, karakteristik ibu juga
29
Universitas Sumatera Utara

ditinjau dalam penelitian ini antara lain usia, tingkat pendidikan, pendapatan
keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik ibu akan berpengaruh terhadap
pola penyapihan yang dilakukan kepada anak, sehingga akan berpengaruh juga
terhadap status gizi anak, yang akan berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan anak balita.

30
Universitas Sumatera Utara