Gambaran Pola Penyapihan dan Status Gizi Anak Usia 0-59 Bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

(1)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 : Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4 : Master Data

Lampiran 5 : Output


(2)

KUISIONER PENELITIAN POLA PENYAPIHAN DENGAN STATUS GIZIANAK

USIA 0-59 BULAN DI KELURAHAN TANJUNG MARULAK, TEBING TINGGI

TAHUN 2015

I. DATA IBU (RESPONDEN)

1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan terakhir :

Petunjuk :

1. Tidak pernah sekolah/buta huruf 2. Tamat SD/sederajat

3. Tamat SLTP

4. Tamat SLTA

5. Tamat akademik

5. Pekerjaan :

Petunjuk

1. Pegawai negeri/ pensiunan 2. Pegawai swasta

3. Pedagang 4. Petani

5. Ibu rumah tangga 6. Wiraswata

II. DATA ANAK

1. Nama :

2. Umur : bulan

3. Tanggal lahir :

4. Jenis kelamin : Pr/Lk

5. Berat badan : kg

6. Tinggi badan/panjang badan : cm

7. Anak ke ….. dari …… orang

III. POLA PENYAPIHAN

1. Bagaimana kondisi ibu sekarang...

a. Sedang hamil c. Tidak hamil/menyusui

b. Sedang menyusui

2. Apakah anak balita ibu sudah disapih/tidak diberi ASI lagi... a. Jika ya, lanjut ke No.4

b. Tidak

3. Jika tidak, alasannya apa ……


(3)

5. Makanan atau minuman apa yang diberikan pertama kali kepada anak dalam proses penyapihan..

a. Susu formula d. Pisang

b. Madu e. Air putih

c. Bubur f. Lain-lain, sebutkan ………

6. Apa alasan diberikannya makanan tersebut… a. Agar anak berhenti menangis

b. Agar anak kenyang c. Kebiasaan keluarga d. Lainnya, sebutkan ………

7. Apa alasan utama penyapihan anak ibu... 8. Bagaimana cara ibu menyapih si anak…

*Boleh dicentang lebih dari satu, sesuai yang ibu lakukan dalam proses penyapihan

 Kurangi frekuensi menyusui secara bertahap

 Tambah frekuensi makanan pendamping air susuu ibu (MP-ASI) dan makanan selingan

 Tetap berikan perhatian dan kasih sayang

 Menyapih dimulai saat anak berusia diatas 24 bulan  Mengoleskan betadin/obat merah pada putting  Member perban/plester pada putting

 Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi pada putting supaya pahit  Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya


(4)

(5)

(6)

MASTER DATA

No. Nama Ibu Pendi-dikan ibu Penda patan Kelu- arga Jum Lah kelu-arga Balita Jenis Kela-min Umur (bu-lan)

Umurk Berat Badan

Tinggi Badan

Status

Gizi BB/U TB/U BB/TB

usia penya-pihan alasan penya-pihan cara penya-pihan

1 kusmawati 2 1 2 tiara

paradika 2 24 2 9.1 89.7 3 2 3 3 1 2 2

2 lena 4 1 1 alvin atala 1 6 1 7 68.5 2 2 3 2 2 1 2

3 uli 2 1 1 azmi nayla 2 18 2 10 83 2 2 3 2 2 2 2

4 lilis 3 2 1 rizal 1 43 3 10.5 95.5 4 3 3 4 1 2 1 5 rubia 3 1 1 clarisa 2 48 3 12.7 96.5 2 2 3 2 1 2 2

6 utami 3 1 2 amanda 2 29 2 8.8 89 4 3 3 4 2 1 2

7 siti asbah 2 1 3 rafiki akbar 1 32 2 11.2 94.7 3 2 3 3 1 2 2

8 juli 4 2 1 rahmat a 1 10 1 9.4 78.5 2 2 2 2 2 1 2

9 fatmawati 2 1 1 rafi 1 15 2 8.9 73.5 2 2 2 2 2 2 2 10 sulastri 3 1 1 reny 2 25 2 9.8 89.5 3 2 3 3 1 2 2 11 sri handayani 4 1 1 akila 2 20 2 7.6 78.5 3 3 3 3 1 1 2 12 lili 3 1 1 sadira 2 11 1 8.1 78.7 3 2 2 3 2 1 2 13 dewi vira 2 1 1 rama 1 39 3 10.8 99.2 4 3 3 4 1 2 1 14 nursiah 3 1 1 fatir 1 28 2 10.2 88.5 3 2 3 3 1 2 2 15 intan 4 1 1 m.damar 1 19 2 9.3 86.7 3 2 3 3 2 2 2 16 asna 3 1 1 suci 2 53 3 11.5 99.5 3 3 3 3 1 2 2 17 mini 4 2 2 naila sipa 2 18 2 7.3 77 3 3 3 3 2 1 2 18 rika 3 1 1 murni 2 28 2 8.2 87.5 4 3 3 4 2 1 2 19 hadija 4 2 1 mariati 2 30 2 10.2 91.5 3 2 3 3 2 2 2 20 dila 2 1 1 putri 2 20 2 7.6 78.7 3 3 3 3 2 1 2


(7)

22 zami astuti 2 1 2 karina 2 25 2 8.9 85.5 3 2 3 3 1 2 1 23 poniah 4 2 1 sari 2 36 3 9.2 93 4 3 3 4 2 1 2 24 biba 4 2 1 adam 1 32 2 10.8 88.5 2 2 3 2 1 2 1 25 salsabila 4 2 1 muti 2 53 3 11.5 191.5 3 3 3 3 1 2 1 26 dila 2 1 3 ami 2 27 2 8.5 85 3 3 3 3 1 2 1 27 mila 4 2 2 haikal 1 18 2 7.9 77.5 3 3 3 3 2 2 2 28 munaroh 3 2 1 rini 2 28 2 8.9 86.9 4 3 3 4 1 2 2 29 lestari 3 1 1 edwin 1 38 3 10.7 95 3 3 3 3 1 2 2 30 maryati 2 1 1 rendi 1 46 3 12 113.6 4 3 2 4 2 1 2 31 marni 4 1 1 m.alif 1 28 2 10.5 97.8 4 2 2 4 1 2 2 32 yusnani 3 1 2 dimas 1 9 1 6.4 67.7 3 3 3 3 2 1 2 33 marini 4 2 2 riski 1 36 2 11.2 93 3 2 3 3 1 2 1 34 yolanda 2 1 1 vera 2 54 3 11.6 99.5 3 3 3 3 2 2 2 35 dina 4 1 2 sardinda 2 51 3 11.1 98.5 3 3 3 3 2 2 2 36 juli 4 2 2 sri asih 2 28 2 8.8 86 4 3 3 4 2 2 2 37 rubia 3 2 1 susi 2 19 2 7.8 77.5 3 3 3 3 2 1 2 38 sulistya 4 1 1 roni 1 23 2 8.5 81.5 3 3 3 3 2 1 2 39 delima 3 2 1 nabila 2 21 2 9.3 86.5 3 2 3 3 2 2 2 40 surti 4 1 1 habibi 1 36 2 11.9 87.5 2 2 2 2 2 1 2 41 sarwita 4 2 2 ayu putri 2 26 2 9.5 84.5 2 2 3 2 1 2 1 42 nazila 3 2 1 dewi yulia 2 52 3 12.5 97.5 2 2 3 2 1 2 1 43 nina 2 2 2 pika 2 13 2 6.6 76 4 3 3 4 2 1 2 44 nurhidayani 3 2 1 yudi 1 36 2 11.2 89.9 2 2 3 2 2 2 2 45 sahrini 2 1 1 habiba 2 24 2 8.9 78 2 2 2 2 2 2 2 46 yupir 2 2 2 irawati 2 40 3 10.5 92.5 3 3 3 3 1 2 1


(8)

Keterangan tabel: 1. Pendidikan ibu

1 : tidak sekolah 2 : SD

3 : SMP 4 : SMA

2. Pendapatan keluarga 1 : < Rp 1.650.000

2 : ≥ Rp 1.650.000

3. Jumlah anggota keluarga

1 : ≤ 4

2 : 5-6

3 : ≥ 7

4. Jenis kelamin 1 : laki-laki 2 : perempuan 5. Umurk

1 : 0-12 2 : 13-36 3 : 37-59 6. Status gizi

1 : gemuk 2 : normal 3 : kurus 4 : sangat kurus

7. BB/U 1 : gizi lebih 2 : gizi baik 3 : gizi kurang 4 : gizi buruk 8. TB/U

1 : sangat pendek 2 : pendek 3 : normal 4 : tinggi 9. BB/TB

1 : gemuk 2 : normal 3 : kurus 4 : sangat kurus 10. Usia penyapihan

1 : baik (< 24 bulan) 2 : tidak baik (>24 bulan) 11. Alasan penyapihan

1 : alasan ibu 2 : alasan anak 12. Cara penyapihan

1 : baik 2 : tidak baik


(9)

OUTPUT

pendidikanibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 14 29.8 29.8 29.8

SMP 16 34.0 34.0 63.8

SMA 17 36.2 36.2 100.0

Total 47 100.0 100.0

pendapatankeluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <1.650.000 27 57.4 57.4 57.4

>1.650.000 20 42.6 42.6 100.0

Total 47 100.0 100.0

jumlahkeluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <4 32 68.1 68.1 68.1

5-6 13 27.7 27.7 95.7

>7 2 4.3 4.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 20 42.6 42.6 42.6

perempuan 27 57.4 57.4 100.0


(10)

umurk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0-12 4 8.5 8.5 8.5

13-36 30 63.8 63.8 72.3

37-59 13 27.7 27.7 100.0

Total 47 100.0 100.0

statusgizi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid normal 12 25.5 25.5 25.5

kurus 25 53.2 53.2 78.7

sangatkurus 10 21.3 21.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

bbmenurutumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid gizibaik 23 48.9 48.9 48.9

gizikurang 24 51.1 51.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

tbmenurutumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pendek 8 17.0 17.0 17.0

normal 39 83.0 83.0 100.0


(11)

bbmenurutumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid normal 12 25.5 25.5 25.5

kurus 25 53.2 53.2 78.7

sangatkurus 10 21.3 21.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

usiapenyapihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 21 44.7 44.7 44.7

tidakbaik 26 55.3 55.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

alasanpenyapihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid alasanibu 15 31.9 31.9 31.9

alasananak 32 68.1 68.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

carapenyapihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 11 23.4 23.4 23.4

tidakbaik 36 76.6 76.6 100.0


(12)

CROSSTABS

pendidikanibu * usiapenyapihan Crosstabulation

Count

usiapenyapihan

Total baik tidakbaik

pendidikanibu SD 7 7 14

SMP 8 8 16

SMA 6 11 17

Total 21 26 47

pendapatankeluarga * usiapenyapihan Crosstabulation

Count

usiapenyapihan

Total baik tidakbaik

pendapatankeluarga <1.650.000 12 15 27

>1.650.000 9 11 20

Total 21 26 47

jumlahkeluarga * usiapenyapihan Crosstabulation

Count

usiapenyapihan

Total baik tidakbaik

jumlahkeluarga <4 13 19 32

5-6 6 7 13

>7 2 0 2


(13)

pendidikanibu * alasanpenyapihan Crosstabulation

Count

alasanpenyapihan

Total alasanibu alasananak

pendidikanibu SD 3 11 14

SMP 5 11 16

SMA 7 10 17

Total 15 32 47

pendapatankeluarga * alasanpenyapihan Crosstabulation

Count

alasanpenyapihan

Total alasanibu alasananak

pendapatankeluarga <1.650.000 10 17 27

>1.650.000 5 15 20

Total 15 32 47

jumlahkeluarga * alasanpenyapihan Crosstabulation

Count

alasanpenyapihan

Total alasanibu alasananak

jumlahkeluarga <4 11 21 32

5-6 4 9 13

>7 0 2 2


(14)

pendidikanibu * carapenyapihan Crosstabulation

Count

carapenyapihan

Total baik tidakbaik

pendidikanibu SD 5 9 14

SMP 2 14 16

SMA 4 13 17

Total 11 36 47

pendapatankeluarga * carapenyapihan Crosstabulation

Count

carapenyapihan

Total baik tidakbaik

Pendapatankeluarga <1.650.000 3 24 27

>1.650.000 8 12 20

Total 11 36 47

jumlahkeluarga * carapenyapihan Crosstabulation

Count

carapenyapihan

Total baik tidakbaik

jumlahkeluarga <4 5 27 32

5-6 5 8 13

>7 1 1 2


(15)

usiapenyapihan * bbmenurutumur Crosstabulation

Count

bbmenurutumur

Total gizibaik gizikurang

usiapenyapihan baik 11 10 21

tidakbaik 12 14 26

Total 23 24 47

alasanpenyapihan * bbmenurutumur Crosstabulation

Count

bbmenurutumur

Total gizibaik gizikurang

alasanpenyapihan alasanibu 4 11 15

alasananak 19 13 32

Total 23 24 47

carapenyapihan * bbmenurutumur Crosstabulation

Count

bbmenurutumur

Total gizibaik gizikurang

Carapenyapihan baik 5 6 11

tidakbaik 18 18 36

Total 23 24 47

usiapenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

usiapenyapihan baik 2 19 21


(16)

usiapenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

usiapenyapihan baik 2 19 21

tidakbaik 6 20 26

Total 8 39 47

usiapenyapihan * bbmenuruttb Crosstabulation

Count

bbmenuruttb

Total

normal kurus sangatkurus

usiapenyapihan baik 4 13 4 21

tidakbaik 8 12 6 26

Total 12 25 10 47

alasanpenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

alasanpenyapihan alasanibu 4 11 15

alasananak 4 28 32

Total 8 39 47

alasanpenyapihan * bbmenuruttb Crosstabulation

Count

bbmenuruttb

Total

normal kurus sangatkurus

alasanpenyapihan alasanibu 3 7 5 15

alasananak 9 18 5 32


(17)

carapenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

carapenyapihan baik 1 10 11

tidakbaik 7 29 36

Total 8 39 47

carapenyapihan * bbmenuruttb Crosstabulation

Count

bbmenuruttb

Total

normal kurus sangatkurus

Carapenyapihan baik 3 6 2 11

tidakbaik 9 19 8 36


(18)

(19)

(20)

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2001. Prinsip Ilmu Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. Arisman, 2006. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Aritonang, Irianto, 1996. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Yogyakarta : Kasinus. Arum, 2012. Hubungan Usia Penyapihan Dengan Status Gizi Balita Di

Posyandu Nusa Indah Desa Bantul. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan A’isyiyah Yogyakarta.

Bumi C., 2005. Pengaruh Ibu Yang Bekerja Terhadap Status Gizi Anak Balita. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Departemen Kesehatan R.I., 1992. Pedoman Pemberian Makanan Tambahan

Pendamping ASI (MP-ASI). Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan R.I., 2007. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang

Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan R.I., 1992. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Jakarta : Badan Litbangkes BPS

Ebrahim, G.J., 1974. Perawatan Anak. Yogyakarta : Yayasan Essential Medica.

Dharma, 2010. Saat Dan Cara Tepat Menyapih Si Kecil.

http://tabloidnova.com/Keluarga/Anak/Saat-Dan-Cara-Tepat-Menyapih-Si-Kecil

Evi, N.A., 1992. Sudahkah Bayi Anda Diberi ASI? Warta Demografi, Th XXII, No.8, Agustus 1992, Jakarta.

Fatimatuzzahra, 2009. Hubungan Usia Penyapihan Dengan Status Gizi Balita Di

Dukuh Pundong Srihardono Bantul. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan A’isyiyah Yogyakarta.

Hadju, Veni. 1997. Penentuan Status Gizi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin. Makasar.

Harmani, 1999. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Menyusui Di

Wilayah Pemukiman Kumuh. Jakarta : Universitas Indonesia.

Hegar, Badriul. 2006. Penyapihan atau Sapih.

http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/10/12/penyapihan-sapih/ diakses Februari 12, 2015.


(22)

Jocelyn, 2007. Pemberian Makanan Untuk Batita. www.ayahbunda.co.id diakses Maret 4 2015.

Jus’at, 1994. Maternal and Child Malnutrition Problem In Indonesia a Literature Survey. Jakarta : Akademik Gizi Departemen Kesehatan, R.I.

Kemenkes RI., 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1995/Menkes/ SK/ XII /2010. Tentang Standart Antropometri Penilaian

Status Gizi Anak.

Manalu, Ade. 2008. Pola Makan dan Penyapihan serta Hubungannya dengan

Status Gizi Balita di Desa Polip Kec. Silima Pungga-Pungga Kab. Dairi, Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Sumatera Utara.

Maria, Dina, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta:Puspa Swara. Moehji, S., 1992. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta : Bharatama Karya

Aksara.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta. Novita, 2012. Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Usia

Penyapihan, Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Status Gizi Balita di Kelurahan Susia Batu, Bantar Gebang Bekasi.

Jawa Barat : Institut Pertanian Bogor.

Nurvina, 2010. Hubungan Penyapihan Dini Dengan Status Gizi Balita Di Dusun

Jambeyan Desa Banyurejo Tempel Sleman. Yogyakarta : Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan A’isyiyah Yogyakarta.

Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2009). Human Development :

Perkembangan Manusia (Edisi 10, Buku 2). Jakarta : Salemba

Humanika.

Prasetyo, Sunar, D. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta : Diva Press. Rahmani, 1997. Hubungan Status Pekerjaan Ibu, Pola Menyusui dan Usia

Pemberian Makanan Pendamping ASI. Medan : Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Ratna, LB., 1995. Perubahan Perilaku Pemberian ASI di Indonesia. Majalah Kesehatan Perkotaan II (I), Jakarta:84.

Roesli, U., 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidja. RSCM dan Persagi, 1994. Penuntun Diet Anak. Jakarta : Gramedia.


(23)

Sunartyo, N. 2007. Panduan Merawat Bayi dan Balita. Jogjakarta : Diva Press. Hal 11-19.

Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

WHO, 2006. WHO Child Growth Standards : Lenght/Height-for-Age, Weight-for-Age, Weight-for-Length, Weight-for-Height and Body Mass Index-for-Age:Methods and Development. Geneva : WHO Press.

Widjaja M.C., 2002. Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan

Balita. Jakarta : Kawan Pustaka.

Widodo, J., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang

Pemberian ASI Secara Eksklusif Pada Bayi Indonesia.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan adalah sekat silang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pola penyapihan dan status gizi anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi. Alasan penetapan lokasi di desa tersebut adalah ditemui penyapihan dibawah usia dua tahun (penyapihan dini), pemberian makanan tambahan terlalu dini dan kualitas makanan tambahan yang diberikan rendah, serta ditemukannya kasus gizi kurang sebanyak 23 anak (41%).

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi, pada bulan Januari-Agustus 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 0-59 bulan yang ada di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi, pada bulan Mei 2015.

Sampel yang akan diambil untuk diteliti adalah jumlah seluruh anak yang sudah disapih berjumlah 47 orang, dan dalam hal ini yang menjadi responden adalah ibu.


(25)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian.

a. Data identitas responden diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner meliputi :

- Nama responden - Usia responden - Pendidikan responden - Pekerjaan responden - Jumlah anak responden

b. Data identitas anak diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner meliputi :

- Nama anak - Usia anak

- Jenis kelamin anak - Tanggal lahir anak - Tanggal pengukuran c. Data antropometri anak

- Berat badan - Tinggi badan

d. Data pola penyapihan diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner meliputi :


(26)

- Usia pertama kali anak disapih - Alasan ibu menyapih anaknya - Cara ibu menyapih anaknya

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari lembaga atau instansi serta dinas yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan dari kantor Kepala Desa yaitu data demografi gambaran geografis Kelurahan Tanjung Marulak, serta data penduduk lainnya yang registrasi yang ada di Posyandu, meliputi : jumlah anak yang berusia 0-59 bulan.

3.5 Definisi Operasional

1. Pola penyapihan adalah gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan usia penyapihan, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.

2. Usia penyapihan adalah usia pada saat anak disapih atau tidak diberikan ASI lagi. 3. Alasan penyapihan adalah hal-hal yang mempengaruhi si ibu untuk memutuskan

penyapihan anak, baik yang berasal dari si ibu maupun anak.

4. Cara penyapihan adalah semua kegiatan yang dilakukan ibu dari mulai memperkenalkan makanan tambahan sampai berhenti menyusui.

5. Status gizi anak usia 0-59 bulan adalah keadaan kesehatan anak berusia 0-59 bulan akibat penggunaan zat gizi, yang dihitung dengan menggunakan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB dibandingkan dengan standar WHO-Anthro 2005. 6. Pendidikan ibu adalah jenis pendidikan formal terakhir yang diselesaikan ibu

sebagai responden.

7. Pendapatan keluarga adalah upah yang didapatkan oleh keluarga dari hasil bekerja di suatu instansi pemerintah, swasta dan berwiraswasta.


(27)

8. Usia ibu adalah jumlah waktu hidup responden yang dihitung sejak pertama kali lahir hingga waktu pengambilan data penelitian (dalam tahun).

9. Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu.

3.6 Aspek Pengukuran

3.6.1 Pola Penyapihan

1. Usia Penyapihan

Usia penyapihan dikategorikan dengan menggunakan kategori Moehji (1992) - Baik jika usia 24 bulan

- Tidak baik jika usia kurang dari 24 bulan 2. Alasan penyapihan

- Alasan ibu (alasan yang berasal dari si ibu) : ibu bekerja, ibu sakit, ibu hamil lagi, ASI tidak keluar.

- Alasan anak (alasan yang berasal dari si anak) : anak sakit, anak cukup usia untuk disapih, anak tidak mau ASI lagi, anak sudah diberi makan.

3. Cara Penyapihan - Baik jika

1. Dengan memberikan makanan atau minuman secara perlahan supaya anak lupa dengan ASI.

2. Menyapih tidak secara mendadak.

- Tidak baik jika tidak sesuai dengan ketentuan diatas.

3.6.2 Status Gizi Balita

Status gizi balita usia 0-59 bulan dinilai berdasarkan standar dihitung WHO-Anthro 2005, dengan pengkategorian sebagai berikut :


(28)

Indeks berat badan/usia BB/U

a) Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2 SD

b) Gizi baik, bila Z-score terletak dari ≥ -2 SD s/d +2 SD c) Gizi kurang, bila Z-score terletak dari < -2 SD s/d ≥ -3 SD d) Gizi buruk, bila Z-score terletak < -3SD

Indeks tinggi badan/usia TB/U

a) Sangat pendek, bila Z-score terletak < -3 SD

b) Pendek, bila Z-score terletak dari -3 SD s/d < -2 SD c) Normal, bila Z-score terletak dari -2 SD s/d ≤ 2 SD d) Tinggi, bila Z-score terletak > 2 SD

Indeks berat badan/tinggi badan BB/TB

a) Gemuk, bila Z-score terletak > +2 SD

b) Normal, bila Z-score terletak dari ≥ -2 SD s/d +2 SD c) Kurus, bila Z-score terletak dari < -2 SD s/d ≥ -3 SD d) Sangat kurus, bila Z-score terletak < -3 SD

Cara menghitung Z-score =

3.7 Instrumen Penelitian

1. Daftar Kuisioner

2. Alat ukur panjang badan (microtoise) 3. Alat ukur berat badan (dacin)


(29)

3.8 Pengolahan dan Teknik Analisa Data

3.8.1 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi untuk mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dimulai dari editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan. Coding, yaitu memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori. Data entry yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputerisasi. Analisis ini untuk mendeskripsikan masing-masing variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan tabulasi silang, dan tabel distribusi frekuensi.

3.8.2 Teknik Analisa Data

Data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi silang, dan tabel distribusi frekuensi.


(30)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi terletak antara 3090-30210 lintang utara dan 980090-980110 bujur timur, dengan ketinggian 26-34 meter di atas permukaan laut. Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kebun Rambutan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Hilir

Luas Kelurahan Tanjung Marulak adalah 0.4819 km2. Untuk melayani kesehatan masyarakat di kelurahan ini, tersedia fasilitas kesehatan antara lain puskesmas ada satu unit, balai pengobatan umum ada satu unit, dan posyandu sebanyak empat unit. Sedangkan tenaga medis yang terdapat di kelurahan ini antara lain dokter ada empat orang, bidan ada 12 orang, dan perawat sebanyak lima orang.

4.2 Demografi Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Penduduk di Kelurahan Tanjung Marulak mayoritas beragama islam (74,41%). Selebihnya memeluk agama katolik (5,01%) dan kristen protestan (16,01%). Mata pencaharian penduduk di kelurahan ini bersumber dari sektor industri, perdagangan dan jasa. Hal ini dikarenakan seluruh lahan Kelurahan Tanjung Marulak dipergunakan untuk pemukiman dan pekarangan. Di kelurahan ini terdapat 13 industri rumah tangga.


(31)

Tabel 4.1 Data Penduduk di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Usia

(Tahun)

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki Perempuan

1. 0 – 4 258 118 376 6.9

2. 5 – 14 813 581 1.394 25.7

3. 15 – 44 1.360 1.012 2.372 43.7

4. 45 – 64 437 519 956 17.6

5. ≥ 65 145 179 324 6.1

Jumlah 3.013 2.409 5422 100,0

Sumber : Kantor Kelurahan Tanjung Marulak, 2015

4.3 Karakteristik Keluarga Balita

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada keluarga yang berjumlah 47 keluarga balita, adapun karakteristik keluarga meliputi data balita (usia dan jenis kelamin), data orang tua balita (usia, pendidikan), jumlah anggota keluarga dan penghasilan keluarga.

4.3.1 Anak Balita

Dari hasil penelitian dapat dilihat balita menurut usia dan jenis kelamin pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Balita menurut Usia, Jenis Kelamin dan Status Gizi di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No Karakteristik Balita n %

1. Usia (Bulan) 0 – 12 12 – 36 36 – 59

4 30 13 8,5 63,8 27,7

Jumlah 47 100,0

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 20 42,6

Perempuan 27 57,4

Jumlah 47 100,0

3. Status Gizi

Sangat Kurus 10 21,3

Kurus 25 53,2

Normal 12 25,5

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa balita menurut usia, lebih banyak pada kelompok usia 12 – 36 bulan yaitu sebanyak 30 orang (63,8%), jenis kelamin


(32)

lebih banyak perempuan yaitu 27 orang (57,4%) dan status gizi lebih banyak pada kategori kurus yaitu 25 orang (53,2%).

4.3.2 Orang Tua Balita

Dari hasil penelitian dapat dilihat karakteristik orangtua balita (ibu sebagai responden) yang meliputi pendidikan responden, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga.

Tabel 4.3 Distribusi karakteristik orangtua balita (pendidikan, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Karakteristik Orang Tua N %

1. Pendidikan

SD 14 29,8

SMP 16 34,0

SMA 17 36,2

Jumlah 47 100,0

2. Pendapatan keluarga

< Rp 1.650.000 27 57,4

≥ Rp 1.650.000 20 42,6

Jumlah 47 100,0

3. Jumlah anggota keluarga

≤ 4

5-6

≥ 7

32 13 2

68,1 27,7 4,3

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pendidikan orang tua yang paling banyak pada tingkat SMA yaitu sebanyak 17 orang (36,2%), pendapatan keluarga sebagian besar < Rp 1.650.000 yaitu sebesar 27 keluarga (57,4%), dan sebagian

besar jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang yaitu 32 keluarga (68,1%).

4.4 Gambaran Pola Penyapihan

Penyapihan merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Dalam penelitian ini, pola penyapihan yang


(33)

dimaksud mencakup tiga hal, yaitu usia anak disapih pertama kali, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.

4.4.1 Usia Penyapihan

Usia penyapihan merupakan usia pertama kali dimana anak berhenti menyusui. Hasil penelitian di daerah Kelurahan Tanjung Marulak menunjukkan sebanyak 26 anak (55,3%) disapih saat masih berusia kurang dari 24 bulan.

Tabel 4.4 Distribusi Usia Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Usia Penyapihan n %

< 24 bulan > 24 bulan

26 21

55,3 44,7

Jumlah 47 100,0

Sebagian besar tingkat pendidikan ibu di daerah penelitian berada pada kelompok SMA yaitu 17 orang (36,2%) dengan usia penyapihan anak diatas 24 bulan sebanyak enam orang (30,0%), dan usia penyapihan dibawah 24 bulan sebanyak 11 orang (55%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendidikan Ibu Usia penyapihan Jumlah

baik Tidak baik

N % N % N %

1. 2. 3. SD SMP SMA 7 8 6 41,2 42,1 30,0 7 8 11 41,2 42,1 55,0 14 16 17 100,0 100,0 100,0

Tingkat penghasilan keluarga terbanyak berada pada kelompok dibawah upah minimum kota Tebing Tingi Rp 1.605.000 yaitu 27 orang (57,5%) dengan usia penyapihan anak diatas 24 bulan sebanyak 12 orang (34,3%), dan usia penyapihan dibawah 24 bulan sebanyak 15 orang (42,9%).


(34)

Tabel 4.6 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendapatan

Keluarga

Usia penyapihan Jumlah

Baik Tidak baik

N % N % N %

1. 2.

< Rp 1.650.000 > Rp 1.650.000

12 9 34,3 42,9 15 11 42,9 52,4 27 20 100,0 100,0

Sebagian besar jumlah keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak berada pada kelompok ≤ 4 orang yaitu 32 keluarga (68,1%) dengan usia penyapihan anak diatas 24 bulan sebanyak 13 orang (35,1%), dan usia penyapihan dibawah 24 bulan sebanyak 19 orang (51,4%).

Tabel 4.7 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Jumlah Anggota Keluarga

Usia penyapihan Jumlah

Baik Tidak baik

N % N % N %

1. 2. 3.

≤ 4 orang

5-6 orang

≥ 7 orang

13 6 2 35,1 35,3 100,0 19 7 0 51,4 41,2 0 32 13 2 100,0 100,0 100,0

4.4.2 Alasan Penyapihan

Proses penyapihan dapat disebabkan dengan berbagai alasan, baik alasan yang berasal dari ibu maupun alasan yang berasal dari anak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Tanjung Marulak, dapat dilihat pada tabel 4.8, bahwa alasan penyapihan terbanyak adalah alasan yang berasal dari anak yaitu sebanyak 32 orang (68,1%). Alasan tersebut antara lain anak tidak mau menyusui, anak sakit, dan anak sudah diberi makan oleh ibu.

Tabel 4.8 Distribusi Alasan Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Alasan Penyapihan n %

Alasan yang berasal dari anak Alasan yang berasal dari ibu

32 15

68,1 31,9


(35)

Sebagian besar tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok SMA yaitu 17 orang (36,2%) dengan alasan penyapihan yang berasal dari anak sebanyak 10 orang (58,8%), dan alasan penyapihan yang berasal dari ibu sebanyak 7 orang (41,2%).

Tabel 4.9 Distribusi Alasan Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendidikan Ibu Alasan penyapihan Jumlah

Alasan dari anak Alasan dari ibu

N % N % N %

1. 2. 3. SD SMP SMA 11 11 10 78,6 68,8 58,8 3 5 7 21,4 31,2 41,2 14 16 17 100,0 100,0 100,0 Sebagian besar tingkat penghasilan keluarga berada pada kelompok dibawah Rp 1.605.000 yaitu 27 orang (57,4%) dengan alasan penyapihan yang berasal dari anak sebesar 17 orang (62,9%), dan alasan penyapihan yang berasal dari ibu sebesar 10 orang (37,1%).

Tabel 4.10 Distribusi Alasan Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendapatan

Keluarga

Alasan penyapihan Jumlah

Alasan dari anak Alasan dari ibu

N % N % N %

1. 2.

< Rp 1.650.000 > Rp 1.650.000

17 15 62,9 75,0 10 5 37,1 25,0 27 20 100,0 100,0 Jumlah anggota keluarga sebagian besar berada pada kelompok ≤ 4 orang yaitu 32 keluarga (68,1%) dengan alasan penyapihan yang berasal dari anak sebanyak 21 orang (65,6%), dan alasan yang berasal dari ibu sebanyak 11 orang (34,4%).


(36)

Tabel 4.11 Distribusi Alasan Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Jumlah Anggota Keluarga

Alasan penyapihan Jumlah

Alasan dari anak Alasan dari ibu

N % N % N %

1. 2. 3.

≤ 4 orang

5-6 orang

≥ 7 orang

21 9 2 65,6 69,2 100,0 11 4 0 34,4 30,8 0 32 13 2 100,0 100,0 100,0

4.4.3 Cara Penyapihan

Penyapihan seharusnya dilakukan dengan tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Setiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai anak siap untuk disapih. Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.12 dapat dilihat bahwa cara penyapihan terbanyak adalah cara penyapihan yang tidak baik yaitu sebanyak 36 orang (76,6%). Cara penyapihan yang tidak baik tersebut antara lain menyapih anak secara mendadak dibawah usia 24 bulan, mengoleskan betadin/jamu pada puting agar anak tidak mau ASI lagi, sampai menitipkan anak di rumah kakek-nenek agar anak lupa menyusui.

Tabel 4.12 Distribusi Cara Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Cara Penyapihan n %

Baik Tidak baik 11 36 23,4 76,6

Jumlah 47 100,0

Sebagian besar tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok SMA yaitu 17 orang (36,2%) dengan cara penyapihan yang baik sebanyak 4 orang (23,5%), dan cara penyapihan tidak baik sebanyak 13 orang (76,5%).


(37)

Tabel 4.13 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendidikan Ibu Cara penyapihan Jumlah

Baik Tidak baik

N % N % N %

1. 2. 3. SD SMP SMA 5 2 4 35,7 12,5 23,5 9 14 13 64,3 87,5 76,5 14 16 17 100,0 100,0 100,0 Sebagian besar tingkat penghasilan keluarga berada pada kelompok dibawah Rp 1.605.000 yaitu 27 orang (57,4%) dengan cara penyapihan yang baik sebanyak tiga orang (11,1%), dan cara penyapihan yang tidak baik sebanyak 24 orang (88,9%).

Tabel 4.14 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendapatan

Keluarga

Cara penyapihan Jumlah

Baik Tidak baik

N % N % N %

1. 2.

< Rp 1.650.000 > Rp 1.650.000

3 8 11,1 40,0 24 12 88,9 60,0 27 20 100,0 100,0 Sebagian besar jumlah keluarga berada pada kelompok ≤ 4 orang yaitu 32 keluarga (68,1%) dengan cara penyapihan yang baik sebanyak 5 orang (15,5%), dan cara penyapihan yang tidak baik sebanyak 27 orang (84,4%).

Tabel 4.15 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Jumlah Anggota Keluarga

Cara penyapihan Jumlah

Baik Tidak baik

N % N % N %

1. 2. 3.

≤ 4 orang

5-6 orang

≥ 7 orang

5 5 1 15,5 38,5 50,0 27 8 1 84,4 61,6 50,0 32 13 2 100,0 100,0 100,0


(38)

4.5 Status Gizi Balita

Ada 3 indikator penelitian status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB. Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.16 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi anak balita (BB/U) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 23 orang (48,9%), sedangkan kategori gizi kurang sebanyak 24 orang (51,1%). Status gizi anak balita (TB/U) berada pada kategori normal yaitu sebanyak (83,0%). Status gizi anak balita (TB/BB) berada pada kategori kurus sebanyak (53,2%).

Tabel 4.16 Distribusi Status Gizi Balita Berat Badan Menurut Usia (BB/U), Tinggi Badan Menurut Usia (TB/U), dan Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB), di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No Status Gizi Balita n %

1. BB/U

Gizi Baik Gizi Kurang 23 24 48,9 51,1

Jumlah 47 100,0

2. TB/U

Pendek 8 17,0

Normal 39 83,0

Jumlah 47 100,0

3. BB/TB

Sangat Kurus 10 21,3

Kurus 25 53,2

Normal 12 25,5

Jumlah 47 100,0

Menurut indeks BB/U, sebagian besar anak memiliki status gizi baik (38,3%) berada pada kategori usia 13-36 bulan, dan status gizi kurang sebesar 25,5%.

Tabel 4.17 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita (BB/U) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Usia (bulan)

Status Gizi (BB/U)

Jumlah

Gizi baik Gizi Kurang

N % N % N %

1. 0-12 3 75,0 1 25,0 4 100,0

2. 13-36 18 60,0 12 40,0 30 100,0


(39)

Menurut indeks TB/U, sebagian besar anak memiliki status gizi normal yaitu 26 anak (55,3%) yang berada pada kategori usia 13-36 bulan. Pada kategori pendek, terdapat 8 anak (17,1%).

Tabel 4.18 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita (TB/U) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Usia (bulan)

Status Gizi (TB/U)

Jumlah

Pendek Normal

N % N % N %

1. 2. 3. 0-12 13-36 37-59 2 4 2 50,0 13,3 15,4 2 26 11 50,0 86,7 84,6 4 30 13 100,0 100,0 100,0 Menurut indeks BB/TB, sebagian besar anak memiliki status gizi kurus yaitu 16 anak (34,0%) yang berada pada kategori usia 13-36 bulan.

Tabel 4.19 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita (BB/TB) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Usia (bulan) Status Gizi (BB/TB) Jumlah

Normal Kurus Sangat Kurus

N % N % N % N %

1. 2. 3. 0-12 13-36 37-59 2 8 2 50,0 26,7 15,4 2 16 7 50,0 53,3 53,8 0 6 4 0 20,0 30,8 4 30 13 100,0 100,0 100,0


(40)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pola Penyapihan

WHO (World Health Organization) merekomendasikan penyapihan dilakukan setelah bayi berusia 24 bulan. Pada usia tersebut, anak sudah punya pondasi yang kuat bagi perkembangan selanjutnya.

Secara umum, gambaran penyapihan di daerah Kelurahan Tanjung Marulak tergolong tidak baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu sudah menyapih si anak pada saat anak belum berusia 24 bulan, yaitu sebesar 46,4%. Usia penyapihan terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok SMA yaitu 20 orang (35,7%) dengan usia penyapihan anak diatas 24 bulan sebesar 30,0%, usia penyapihan dibawah 24 bulan sebesar 55%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu semakin rendah maka usia penyapihan akan semakin dini, tingkat pendidikan ibu yang lebih tinggi akan memudahkan ibu atau keluarga untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Namun pendidikan ibu didukung oleh pengetahuhan gizi ibu yang kurang.

Disamping itu, ada beberapa hasil yang menarik perhatian, yaitu diantara 26 anak yang usia penyapihannya tidak baik atau dibawah usia 24 bulan, ada 12 anak (46,2%) yang memiliki status gizi baik. Hal ini bisa saja terjadi jika ibu tetap memperhatikan kualitas makanan anak. Jadi walaupun anak disapih sedini mungkin, belum tentu status gizinya tidak baik.

Hasil penelitian ini didukung pendapat Notoatmodjo bahwa pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,


(41)

kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan untuk pelaku pendidikan (2003). Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu karena ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima dan memahami informasi dibanding ibu yang berpendidikan lebih rendah, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin mudah untuk menerima berbagai informasi dimana salah satunya adalah pentingnya ASI untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak, sehingga ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung untuk melakukan penyapihan tidak tepat waktu.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Herman (1990), yang menyatakan bahwa pengetahuan gizi ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan. Ibu yang baik pengetahuan gizinya akan dapat memperhitungkan kebutuhan gizi anak balitanya agar dapat tumbuh kembang secara optimal, selain itu pengetahuan yang dimiliki ibu akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anaknya.

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang sesuatu hal, maka akan lebih cenderung mengambil keputusan yang tepat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan usia penyapihan anak. Pengetahuan gizi terkait dengan keputusan ibu dalam menentukan waktu memberhentikan anak menyusui.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jus’at di Jakarta yang mengemukakan bahwa pemberian MP-ASI yang terlalu dini akan mempercepat

ketidakbergantungan anak pada anak (Jus’at, 1994).

Penyapihan merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya


(42)

sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Namun sebaiknya penyapihan itu terjadi dengan alasan karena anak siap untuk disapih atau sudah berusia 24 bulan (Manalu, 2008).

Dari hasil penelitian didapat alasan penyapihan terbanyak adalah yang berasal dari anak yaitu sebesar 57,1%. Alasan-alasan tersebut antara lain anak sudah cukup usia untuk disapih, anak tidak mau lagi menyusui, dan anak sudah diberi makan oleh ibu. Jika dilihat dari hasil penelitian berdasarkan pendidikan ibu, ada sebanyak 78,6% alasan berasal dari anak berada pada tingkat pendidikan SD. Hal ini berarti kurangnya pengetahuan sang ibu juga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan penyapihan kepada anak.

Senada dengan hasil penelitian Ade Manalu di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi, mengemukakan bahwa alasan penyapihan terbanyak di desa tersebut adalah alasan karena anak, yaitu sebesar 54,16% (Manalu, 2008).

Hasil penelitian Jus’at di Jakarta menunjukkan bahwa alasan ibu menyapih

anak adalah karena ibu menganggap anak telah sanggup menerima makanan padat.

Keadaan ini menyebabkan kurang gizi pada anak (Jus’at, 1994).

Penyapihan alami/natural (Child Led Weaning) adalah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara penyapihan alami antara lain memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI, menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI, dan memberikan penjelasan kepada anak (Ester, 2006).


(43)

Cara penyapihan yang banyak ditemui di daerah penelitian ini adalah cara penyapihan yang tidak baik yaitu sebesar 64,3%. Hasil penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ibu, cara penyapihan yang tidak baik paling banyak dijumpai pada kelompok SMP yaitu sebesar 87,5%. Cara penyapihan tidak baik yang dimaksud antara lain menyapih anak secara mendadak dibawah usia 24 bulan, mengoleskan betadin/obat merah ataupun jamu di puting ibu, bahkan ada ibu yang menitipkan anaknya ke rumah kakek-nenek agar anak lupa pada ASI. Pengetahuan ibu tentang cara penyapihan yang baik sangat kurang sehingga berpengaruh kepada sikap/tindakan yang diambil. Dari penjelasan yang didapat bahwa cara penyapihan yang mereka tahu dan terapkan adalah mulai memberikan makanan padat sedini mungkin agar anak tidak kelaparan, karena ibu menganggap anaknya sudah besar dan sudah tidak memerlukan ASI lagi, walaupun ternyata anaknya masih kurang dari 24 bulan. Hasil penelitian ini sependapat dengan Nanny yang mengemukakan bahwa sikap ibu berpengaruh terhadap pola penyapihan dimana hasil hubungan multi variabel dengan uji Regresi Logistik menunjukkan bahwa variabel sikap yang paling berpengaruh terhadap pola menyusui (Nanny, 1999).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menyapih secara mendadak menjadikan anak kurang menanggapi respon ibu/menyukai ibu dan anak merasa bahwa kasih sayang ibu kepada anak sudah berubah/tidak menyayangi anak lagi. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan anak, disamping itu juga anak akan mengalami dehidrasi, demam, dan kurang gizi. Menurut Ade Manalu, menyapih secara mendadak juga akan memberikan dampak yang buruk kepada ibu (Manalu, 2008).

Cara penyapihan yang baik belum tentu menghasilkan status gizi anak yang baik juga. Sebaliknya, cara penyapihan yang salah belum tentu menghasilkan status gizi yang tidak baik. Dalam penelitian ini, dari 36 anak yang cara penyapihannya


(44)

tidak baik, terdapat 18 anak (50%) yang memiliki status gizi baik. Hal ini dikarenakan ibu tetap memberikan makanan yang bergizi baik sebagai pengganti ASI.

Berdasarkan jumlah anggota keluarga, ada 27 orang (84,4%) dari 32 keluarga

yang jumlah anggotanya ≤ 4 orang, disapih dengan cara tidak baik. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan jumlah anggota keluarga dengan cara penyapihan yang baik. Dari hasil wawancara diketahui bahwa cara menyapih yang tidak baik ini lebih banyak disebabkan karena kesibukan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu, bukan karena faktor produksi ASI. Mayoritas ibu mengemukakan bahwa mereka menyapih anaknya dengan cepat karena mereka merasa anak sudah besar walaupun usianya belum 24 bulan, oleh sebab itu mereka memberikan makanan padat lebih dini kepada anak. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Soetjiningsih (1997) bahwa perbedaan produksi ASI berdasarkan usia dan jumlah anak tidaklah cukup bermakna.

5.2 Status Gizi

Secara keseluruhan, sebagian besar status gizi anak di Kelurahan Tanjung Marulak berada pada kategori kurus (53,2%). Rata-rata anak yang memiliki status gizi kurus tersebut berada pada rentang usia 13-36 bulan. Disamping itu juga terdapat anak dengan status gizi sangat kurus yaitu sebesar 21,3%.

Status gizi berdasarkan indeks BB/U baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis dan sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil. Sedangkan status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahann usia. Namun indeks TB/U relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defesiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan


(45)

nampak dalam waktu yang relatif lama. Status gizi berdasarkan indeks BB/TB merupakan indeks yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang), serta dapat memberikan gambaran lingkungan yang tidak baik, kemiskinan, dan akibat tidak sehat yang menahun. Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal: makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kuantitas dan kualitas makanan tergantung pada zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik makanan dan kesehatan. Keadaan balita juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan ( Supariasa, 2001).

Anak yang memiliki status gizi kurang disebabkan oleh MP-ASI atau makanan yang diberikan oleh ibu kurang baik jenis maupun kualitasnya. Karena sering sekali ibu tidak mempertimbangkan apakah makanan itu baik untuk anak atau tidak. Mereka cenderung kurang perduli terhadap makanan yang dikonsumsi anak, baik yang diberikan orang lain maupun ibu sendiri. Selain itu masih ada beberapa ibu yang percaya jika anak cepat diberi makan maka anak tersebut akan cepat besar dan akan lebih kuat.

Besarnya pengetahuan ibu tentang pola penyapihan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Tingkat pendidikan yang rendah akan mempertahankan kebiasaan yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru mengenai gizi. Tingkat pendidikan juga ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi gizi (Suhardjo, 1996).

Penelitian Rahmani di Kelurahan Gunung Sitoli menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara pola penyapihan dengan status gizi anak. Hasil penelitian


(46)

menunjukkan walaupun frekuensi dan jenis pemberian MP-ASI tepat tetapi masih ditemukan yang mempunyai status gizi kurang. Hal ini terjadi kemungkinan karena kualitas MP-ASI yang diberikan masih kurang memadai baik kualitas maupun kuantitas (Rahmani, 1999).

Penyuluhan kesehatan khususnya mengenai pola penyapihan sangat dibutuhkan para ibu di kelurahan ini. Menurut keterangan dari para ibu, belum pernah diadakan penyuluhan kesehatan oleh petugas. Oleh sebab itu, mudah-mudahan petugas segera melakukan penyuluhan untuk para ibu agar mereka lebih mengerti tentang pola penyapihan yang baik.


(47)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan : 1. Pola penyapihan anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing

Tinggi adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan usia penyapihan, sebesar 55,3% ibu menyapih anak sebelum usia 24 bulan.

b. Berdasarkan alasan penyapihan, sebesar 68,1% penyapihan dilakukan karena alasan yang berasal dari anak yaitu anak sudah cukup usia untuk disapih, anak tidak mau lagi menyusui, dan anak sudah diberi makan oleh ibu.

c. Berdasarkan cara penyapihan, sebesar 76,6% anak usia 0-59 bulan disapih dengan cara tidak baik, antara lain menyapih anak secara mendadak dibawah usia 24 bulan, mengoleskan betadin/obat merah ataupun jamu di puting ibu, dan menitipkan anaknya ke rumah kakek-nenek agar anak lupa pada ASI.

2. Status gizi anak usia 0-59 bulan berdasarkan indeks BB/U sebagian besar berada pada kategori gizi kurang 51,1%, TB/U berada pada kategori normal 83,0% dan BB/TB sebagian besar berada pada kategori kurus 53,2% yang dijumpai pada keluarga yang memiliki penghasilan rendah (< Rp 1.650.000) dan jumlah anggotanya kurang ataupun sama dengan 4 orang.


(48)

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan beberapa hal berikut :

2. Diharapkan kepada para ibu agar menyapih anak setelah anak berusia 24 bulan dan dengan cara penyapihan yang baik, karena pada usia 24 bulan anak sudah memiliki pondasi yang kuat untuk perkembangan selanjutnya.

3. Diharapkan kepada petugas kesehatan di Kelurahan Tanjung Marulak perlu memberikan penyuluhan bagi ibu tentang cara penyapihan yang tepat, waktu yang tepat untuk menyapih dan makanan sapihan yang baik.


(49)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Penyapihan

Penyapihan adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Masa menyapih merupakan pengalaman emosional bagi sang ibu, anak juga sang ayah, dimana dari tiga pihak tadi (Ibu-Ayah-Anak) merupakan ikatan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang ayah juga berperan dan memberikan pengaruh tersendiri dalam proses menyusui. Sebetulnya tidak ada ketentuan khusus atau batasan khusus kapan dan waktu yang tepat untuk menyapih seorang anak, artinya tidak ada aturan bahwa pada usia sekian anak harus disapih dari ibunya (Manalu, 2008).

Menyapih, secara harfiah berarti membiasakan. Maksudnya, bayi secara berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa penyapuhan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan (Arisma, 2006). Sedangkan menurut Allan (2006) penyapihan adalah istilah yang digunakan untuk menyambut periode transisi dimana bayi masih diberi makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan pada makanan padat.

Menurut WHO 1991, pola menyusui terdiri dari menyusui secara eksklusif, menyusui secara per dominan, menyusui komplimentari, menyusui melalui botol.


(50)

Menyusui secara eksklusif berarti bayi hanya mendapatkan makanan berupa ASI dari ibunya, tidak ada penambahan cairan lain, tidak tetesan ataupun sirup yang berisi vitamin, tidak ada makanan tambahan atau jamu. Sasarannya adalah bayi berusia kurang sampai empat bulan atau sampai enam bulan.

Definisi menyusui secara pre dominan adalah bayi mendapat makanan berupa ASI dengan penambahan cairan lain, seperti air putih, teh, infuse, air buah, oralit, tetesan atau sirup vitamin, tidak ada makanan cair. Sasarannya adalah sama dengan sasaran menyusui secara eksklusif. Sedangkan menyusui secara komplementari adalah bayi dapat ASI dan makanan padat atau semi padat, sasarannya adalah bayi dengan usia enam bulan sampai dengan 10 bulan (Rahmani, 1997).

Novita (2012) melakukan penelitian di Kelurahan Susia Batu, Bantar Gebang Bekasi, dengan hasil menunjukkan sebagian besar anak sudah tidak diberikan ASI lagi sebanyak 39 anak (67.2%). Penyapihan pada balita rata-rata dilakukan saat anak berada pada rentang usia 13-24 tahun dengan persentase sebesar 65.8%. Alasan ibu melakukan penyapihan kepada anaknya adalah karena anak sudah besar (55%) (Novita, 2012).

Hasil Penelitian Nurvina di Dusun Jambeyan Desa Banyurejo Tempel Sleman Yogyakarta pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu menyapih bayinya pada usia tidak dini (24 bulan ke atas) dan bayinya mempunyai status gizi baik yaitu 21 orang (55,2%) sedangkan ibu yang paling sedikit menyapih anaknya pada usia tidak dini dan anaknya mempunyai status gizi kurang yaitu 1 orang (2,6%) (Nurvina, 2010).

Penelitian yang dilakukan Arum di Posyandu Nusa Indah Desa Bantul tahun 2012 memperlihatkan bahwa balita yang terbanyak mempunyai status gizi baik


(51)

dengan usia penyapihan yang baik yaitu 22 orang (55%) sedangkan yang mempunyai status gizi kurang dengan usia penyapihan baik yaitu 1 orang (2,5%) (Arum, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan Fatimatuzzahra di Dukuh Pundong Srihardono Bantul, Yogayakarta, menunjukkan bahwa mayoritas ibu menyapih balitanya pada usia 13-18 bulan yaitu sebanyak 25 orang (49%) dengan status gizi baik sebanyak 12 orang (Fatimatuzzahra, 2009).

Pola penyapihan mencakup tiga hal, antara lain usia anak disapih pertama kali, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.

2.1.1. Usia Anak Disapih

Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Pada bayi yang mengonsumsi ASI, makanan tambahan dapat diberikan pada usia enam bulan, tetapi bila bayi mengonsumsi susu formula sebagai pengganti ASI, makan makanan tambahan ini dapat diberikan pada saat usia empat bulan (Rinto, 2005).

Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Ada beberapa kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia enam bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia dua tahun. Sebaliknya, pada masyarakat urban, bayi disapih terlalu dini, yaitu baru beberapa hari lahir sudah diberikan makanan tambahan (Jelliffe, 1994).

Dampak Penyapihan ASI usia kurang dari enam bulan :

1. Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses bounding etatman terganggu.


(52)

3. Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak.

4. Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam, dan gatal-gatal karena reaksi dari sistem imun (Hegar, Badriul, 2006).

2.1.2 Cara Penyapihan

Hingga kini masih banyak ibu-ibu yang menggunakan cara-cara penyapihan seperti yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester putting. Padahal, sudah seharusnya cara ini ditinggalkan. Apalagi pada dasarnya, menyapih anak dari ASI dapat digunakan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya. Jika menyapih dilakukan dengan cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya akan berada dalam porsi yang tepat.

a. Penyapihan yang tidak baik dan akibatnya 1. Mengoleskan obat merah pada putting

Cara ini bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit. 2. Memberi perban/plester pada putting

Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh putting ibunya. Tetapi kalau sudah diperban/plester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang tidak bisa dijangkau.

3. Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi supaya pahit

Anak bisa mengembangkan suatu kepribadian yang ambivalen, dalam arti ia tidak mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. “Bunda masih memberikan ASI, tapi kok tidak seperti biasanya, jadi pahit.”


(53)

Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan figur ibu. Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup kemungkinan anak merasa ditinggalkan.

5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI

Kondisi ini membuat anak belajar berambivalensi. Misalnya, ibu selalu mengajak anak bermain setiap kali meminta ASI. Selalu bersikap cuek setiap anak menginginkan ASI. Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, mereka ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri.

b. Cara Penyapihan Yang Baik

Penyapihan alami/natural (Child Led Weaning) adalah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara penyapihan secara alami/natural (Child Led Weaning) adalah :

a. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI. Cara ini boleh saja dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara perlahan. Selain itu, infeksi yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus diganti dengan sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu dan anak. Pada anak yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat memberikan penjelasan kepadanya.

b. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti putting ibu. Empeng atau dot bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur gigi-geligi anak. Jadi bila ada cara lain yang lebih baik, hendaknya cara ini tak digunakan.


(54)

c. Menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI. Pemberian ASI dilakukan tiga kali sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi dua kali sehari, dan satu kali sehari hingga berhenti sama sekali. Contoh, si anak usia 0-24 bulan disapih waktu malam saja atau siang saja.

d. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan ASI lagi. Cara menyapih seperti ini dilakukan jika usia anak sudah mencapai 24 bulan. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda ketegasan ibu sama saja dengan menyapih secara mendadak (abrupt weaning). Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima ; anak merasa ditolak oleh ibunya (Ester, 2006).

2.2. Pola Makan

Pangan bagi manusia merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan hidup serta menjalankan kehidupan. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan pengolahan. Di masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan makan masyarakatnya (Soegeng, 1999).

Pengertian pola makan menurut Yayuk Farida Baliwati (2004) adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara yang

ditempuh seseorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan

mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.


(55)

Tujuan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak adalah untuk mencukupkan kebutuhan mereka agar dapat memelihara kesehatan, cepat memulihkan kondisi tubuh jika sakit, melaksanakan pelbagai jenis aktifitas, menjaga pertumbuhan dan perkembangan fisik serta psikomotorik. Di samping itu, agar mereka terdidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan menyukai makanan yang diperlukan (RSCM dan Persagi, 1994).

Menurut Dina dan Maria (2002) makanan untuk bayi dan anak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan usia.

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera terhadap makan.

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan faali bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

2.2.1. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi dan Anak

1. Karbohidrat

Karbohidrat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Bagi bayi, ASI merupakan sumber karbohidrat yang bagus. Di dalam ASI terkandung lactose rata-rata 7%, sedangkan di dalam susu sapi hanya 4,3%. Laktosa inilah yang sebenarnya merupakan sumber karbohidrat. Selain mengandung laktosa, ASI juga mengandung polisakarida laktobasilus bifidus yang membantu proses pencernaan dalam usus.

2. Kalori

Kalori yang diperoleh bayi atau anak akan digunakan untuk keperluan sebagai berikut :


(56)

a. Untuk aktifitas fisik sebanyak 15-25 kkal/kg sehari. Pada saat paling aktif mencapai 50-80 kkal/kg per hari.

b. Untuk pertumbuhan pada fase pertumbuhan. Pada masa hari-hari permulaan dibutuhkan 20-40 kkal/kg, selanjutnya berkurang, sehingga pada akhir masa bayi hanya dibutuhkan 15-25 kkal/kg per hari, kemudian meningkat lagi pada masa remaja.

Kebutuhan kalori pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Tabel Kebutuhan Kalori Pada Masa Bayi Menurut FAO/WHO

Usia (bulan) Keperluan kkal/kg BB

0-3 bulan 1-3 bulan 4-6 bulan

110-120 100

90

3. Protein

Kebutuhan protein bayi dan anak lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuk. Kecukupan protein pada bayi dan anak dapat dilihat pada tabel berikut (RSCM dan Persagi, 1994).

Tabel 2.2. KecukupanProtein yang Dianjurkan untuk Bayi dan Anak

Golongan Usia (tahun) Kecukupan Protein (g/kg BB)

0-1 1-3 4-6 6-10 10-18

2,5 2 1,8 1,5 1-1,5

4. Air

Air sangat penting diberikan pada masa bayi, terutama untuk bayi muda. Karena merupakan media untuk nutrient-nutrien lainnya. Makanan yang kaya akan


(57)

protein dan mineral membutuhkan air dalam jumlah yang lebih banyak. Suhu lingkungan yang tinggi dan derajat kelembapan yang rendah akan mempertinggi kehilangan cairan pada tubuh anak melalui pernafasan dan keringat. Anak kecil membutuhkan air lebih banyak untuk tiap kilogram berat badannya disbanding dengan orang dewasa (Widjaja, 2002). Kebutuhan air pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3. Kebutuhan Air Pada Bayi dan Anak Dalam Keadaan Normal

Usia Kebutuhan Sehari (ml/kg BB/hari)

3 hari 10 hari 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan 2-3 tahun

125-150 140-160 130-155 125-145 120-135 115-125 100-115

2.2.2 Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat. Memberikan ASI kepada bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi. Tapi juga keuntungan untuk ibu (Anonim, 2004).

ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini secara proporsional dan seimbang satu sama lainnya (Roesli, 2001).

2.2.3. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu : aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis, dan aspek penundaan kehamilan.


(58)

1. Aspek gizi

a. Manfaat Kolostrum

 Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

 Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.

 Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

 Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

b. Komposisi ASI

 ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.

 ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.

 Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey : Casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.


(59)

c. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

 Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.

 Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentukannya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

2. Aspek Imunologik

a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri pathogen E. Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.

b. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

c. Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.Coli dan Salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. d. Sel darah putih pada ASI pada dua minggu pertama lebih dari 4.000 sel per mil.

Terdiri dari tiga macam yaitu : Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibody pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibody saluran


(60)

pernfasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibody jaringan payudara ibu.

e. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. 3. Aspek Psikologik

a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mapu menyusui dengan produksi ASI yang mecukupi untuk bayi. Menyusi dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.

b. Interaksi Ibu dan Bayi : pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi marasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim. 4. Aspek Kecerdasan

a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan dalam perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point

4,3 point lebih tinggi pada usi 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.


(61)

5. Aspek Neurologis

Dengan mengisap payudara, koordinasi syaraf menelan,menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

6. Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berusia enam bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

7. Aspek Penundahan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif, dapat menunda haid dan kehamilan sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai metode Amenorea Laktasi (Depkes, 2001).

2.2.4. Waktu yang Tepat Pertama Sekali Memberi ASI

Para ibu dianjurkan untuk memberi ASI sesegera mungkin begitu mereka merasa kuat, biasanya 30 menit setelah lahir. Sampai bayi berusia 4-6 bulan bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Jika ibu minum obat selama proses persalinan, mereka harus menunggu sampai obat meninggalkan sistem pencernaan, biasanya berlangsung dalam dua sampai tiga jam. Jika tidak minum obat, beberapa ibu mulai memberi ASI di kamar bersalin dan ini baik sekali (Carl, 2002).

2.3. Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

Minuman buatan yang terbuat dari susu hewan terutama susu sapi atau minuman buatan yang lain, dapat diberikan pada bayi sebagai pelengkap atau sebagai pengganti ASI, dalam keadaan sebagai berikut:


(62)

a. ASI ibu tidak keluar sama sekali.

b. Ibu meninggal sewaktu melahirkan atau waktu bayi masih memerlukan ASI. c. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi karena

itu perlu tambahan.

d. ASI keluar tetapi ibu tidak dapat secara terus-menerus menyusui bayi nya karena ibu berada di luar rumah (Moehji, 1992).

2.3.1. Macam-Macam Minuman Buatan

Minuman buatan atau disebut juga formula dibuat dengan menggunakan susu sebagai bahan dasar. Susu sapi yang di perdagangkan di toko-toko dan di pasar ada beberapa yaitu : susu sapi segar, tepung susu lengkap, tepung susu skim, susu kental manis, susu sapi yang disesuaikan (Moehji,1998).

2.4. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping ASI untuk memenuhi gizinya (Depkes RI,1992). Menurut Dina dan Maria (2002), makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.

2.4.1 Bahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Bahan yang dipilih untuk membuat makanan sapihan sebaiknya mudah didapat (banyak tersedia di kebun keluarga atau dipasar terdekat), harganya murah, paling sering dimakan (merupakan bagian dari apa yang di makan oleh anggota keluarga yang lebih besar dan dewasa), dan sebaiknya di ramu dengan resep lokal. Kini,di toko (bahkan di warung), telah banyak tersedia makanan bayi langsung jadi (instan), tetapi sayangnya harga makanan tersebut relatif mahal dan nilai gizinya pun kalah jika dibandingkan (dalam takaran yang sama) dengan makanan yang diramu


(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

RIWAYAT HIDUP ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

1.1. Pola Penyapihan ... 7

1.1.1.Usia Anak Disapih ... 9

1.1.2.Cara Penyapihan ... 10

1.2. Pola Makan ... 13

1.2.1.Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi dan Anak ... 14

1.2.2.Air Susu Ibu (ASI) ... 16

1.2.3.Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui ... 16

1.2.4.Waktu Yang Tepat Pertama Sekali Memberi ASI ... 21

1.3. Pengganti Air Susu Ibu (PASI) ... 21

1.3.1.Macam-Macam Minuman Buatan ... 21

1.4. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 22

1.4.1.Bahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 22

1.4.2.Manfaat dan Tujuan Pemberian MP-ASI ... 22

1.5. Makanan Bayi Cukup Bulan dengan Kombinasi ASI/MP-ASI ... 23

1.6. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi dan Balita ... 23

1.7. Status Gizi ... 29

1.7.1.Metode Penilaian Status Gizi ... 30

1.7.2.Penilaian Status Gizi Secara Antropometri ... 31

1.8. Kerangka Konsep ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34


(2)

3.6.1. Pola Penyapihan ... 37

3.6.2. Status Gizi Balita ... 38

3.7. Instrumen Penelitian ... 38

3.8. Pengolahan dan Teknik Analisa Data ... 39

3.8.1. Pengolahan Data ... 39

3.8.2. Teknik Analisa Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

1.1.Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 41

1.2.Demografi Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 41

1.3.Karakteristik Keluarga Balita ... 42

1.3.1. Anak Balita ... 42

1.3.2. Orangtua Balita ... 43

1.4.Gambaran Pola Penyapihan ... 44

1.4.1. Usia Penyapihan ... 44

1.4.2. Alasan Penyapihan ... 46

1.4.3. Cara Penyapihan ... 47

1.5.Status Gizi Balita ... 49

BAB V PEMBAHASAN ... 50

5.1. Pola Penyapihan ... 50

5.2. Status Gizi ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

6.1. Kesimpulan ... 58

6.2. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60 DAFTAR LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kebutuhan Kalori Pada Masa Bayi Menurut FAO/WHO... 15

Tabel 2.2 Kecukupan Protein Yang Dianjurkan Untuk Bayi dan Anak... 15

Tabel 2.3 Kebutuhan Air Pada Bayi dan Anak Dalam Keadaan Normal... 16

Tabel 2.4 Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI ... 25

Tabel 2.5 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri Menurut WHO-Anthro 2005 ... 33

Tabel 4.1 Data Penduduk di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 41

Tabel 4.2 Distribusi Balita menurut Umur, Jenis Kelamin dan Status Gizi di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 42

Tabel 4.3 Distribusi karakteristik orangtua balita (pendidikan, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 43

Tabel 4.4 Distribusi Usia Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 44

Tabel 4.5 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 44

Tabel 4.6 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 45

Tabel 4.7 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 45

Tabel 4.8 Distribusi Alasan Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 46

Tabel 4.9 Distribusi Alasan Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 46


(4)

Tabel 4.13 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 48

Tabel 4.14 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan

Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 48

Tabel 4.15 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota

Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 49

Tabel 4.16 Distribusi Status Gizi Balita Berat Badan Menurut Umur (BB/U),

Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB), di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 49 Tabel 4.17 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita

(BB/U) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi ... 50 Tabel 4.18 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita

(TB/U) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi... 51 Tabel 4.19 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita


(5)

DAFTAR GAMBAR


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Maria Kristina Sitindaon

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 09 Juni 1990

Suku Bangsa : Batak Toba/Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Ramly Sitindaon

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba/Indonesia

Nama Ibu : Mida Sidabutar

Suku Ibu : Batak Toba/Indonesia

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD/Tamat tahun : 1995-2001

2. SLTP/Tamat tahun : 2001-2004

3. SLTA/Tamat tahun : 2004-2007

4. Akademi/Tamat tahun : 2007-2015