Evaluasi Beberapa Karakteristik Kimia Pada Lahan Sawah Untuk Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae L.) Di Desa Banuaji Kecamatan Adiankoting Kabupaten Tapanuli Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Lahan Sawah
Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit buni,
yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan
organuk sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang merupakan
medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat
gabungan dari faktor iklim, bahan induk, bentuk wilayah dan waktu pembentukan
tanah (Hasibuan, 2006).
Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga.
Karakteristik lahan terdiri atas 1) karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan,
kedalaman tanah, lereng dan lain-lain. 2) karakteristik majemuk, misalnya
permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain-lain
(Rayes, 2007).
Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang terus berlangsung pada
tanah sawah, dicerminkan juga oleh perubahan sifat morfologi tanah, terutama di
lapisan permukaan. Dalam keadaan tergenang, tanah menjadi berwarna abu-abu
akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah
pasir atau tanah lain yang permeabel, warna reduksi tersebut tidak terjadi,
terkecuali pada penggenangan yang sangat lama. Di lapisan permukaan horizon
tereduksi tersebut, dalam keadaan tergenang ditemukan lapisan tipis yang tetap
teroksidasi berwarna kecoklatan, karena difusi O2 dari udara, atau dari fotosintesis
algae (Hardjiwogeno, dkk, 2004).
Pereputan bahan organik berjalan lebih lambat dalam tanah tergenang
ketimbang dalam tanah aerob. Bakteri anaerob yang terlibat kurang efisien
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan mikroflora aerob yang lebih beraneka jenisnya. Pereputan
anaerob tidak memerlukan banyak energi sehingga kebutuhan akan nitrogen
rendah. Akibatnya, pemineralan nitrogen tanah dapat terjadi pada nisbah C/N
yang lebih tinggi pada tanah tergenang (Sanchez, 1993).
Unsur Hara Nitrogen
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat
(NO3+). Sumber N tidak diperoleh dari batuan dan mineral tapi berasal dari hasil
pelapukan bahan organis, dari udara melalui fiksasi N oleh mikroorganisme baik
yang bersimbiosis dengan akar tanaman leguminosa seperti bakteri rhizobium
atau tidak seperti bakteri Azotobacter dan Clostridium (Hasibuan, 2006).
Pada kondisi aerobik, senyawa nitrogen ternitrifikasi menjadi ion nitrat
(NO3-) sehingga diserap tanaman dalam bentuk ini, sedangkan pada kondisi
anaerobik (jenuh air), senyawa N mengalami amonifikasi menjadi ion ammonium
(NH4+). Bentuk lain yang juga diserap tanaman adalah urea (CO(NH2)2). Unsur N
rata-rata menyusun 1,5% bagian tanaman. Oleh karena itu bentuk pupuk N yang
diberikan ke dalam tanah akan berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan atau
pemupukan P (Hanafiah, 2005).
Ion NH4+ lebih stabil di dalam tanah apabila dibandingkan dengan ion
NO3-, sebab dapat diikat dengan tapak jerapan baik pada liat organik maupun
anorganik.
Sehingga
akan
menjadi
sangat
baik
dan
menguntungkan
mempertahankan N dalam bentuk NH4+. Pemupukan N dengan membenamkan ke
dalam tanah atau ke lapisan reduksi pada tanah sawah adalah usaha untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi kehilangan N melalui penguapan maupun pencucian. Ion NH4+ bukan
merupakan subjek pencucian air bawah tanah (goundwater) (Winarso, 2005).
Tingkat mineralisasi N dari bahan organik yang berbeda pada di setiap
lahan sawah diduga menyebabkan status N tergolong rendah hingga sedang.
Menurut Prasetyo et al (2004) pada tanah sawah N merupakan hara yang
tidak stabil karena adanya proses mineralisasi bahan organik (amonifikasi,
nitrifikasi dan denitrifikasi) oleh mikroba tanah tertentu. Pupuk N adalah
pupuk yang mobil dalam tanah sehingga mudah hilang melalui pencucian
dan penguapan. Selain itu
Dobermann and Fairhurst (2000) menyatakan
sekitar 60-70% aplikasi pupuk N kemungkinan hilang dalam bentuk gas N,
terutama karena volatelisasi dan denitrifikasi NO3 (Triharto, dkk, 2014).
Unsur Hara Fospor (P)
Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion
ortofospat primer (H2PO4-). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofospat
sekunder (HPO4-2). Kemasaman (pH) tanah sangat besar pengaruhnya terhadap
perbandingan serapan ion-ion tersebut, yaitu makin masam kadar H2PO4- makin
besar sehingga makin banyak yang diserap tanaman dibandingkan dengan HPO4-2.
Pada pH tanah sekitar 7,22 konsentrasi H2PO4- dan HPO4-2 setimbang. Oleh
karena sebagian besar tanah mempunyai pH di bawah 7, maka sebagian besar
tanah mempunyai konsentrasi H2PO4- lebih besar atau dominan dibandingkan
dengan HPO4-2 (Winarso, 2005).
Meningkatnya
ketersediaan
fosfor
dalam
larutan
tanah
karena
penggenangan sering sedemikian besarnya sehingga pemupukan fosfor bagi padi
sawah tidak diperlukan lagi, sedangkan tanaman aerob yang ditanam pada tanah
Universitas Sumatera Utara
yang sama memerlukan tambahan fosfor untuk memperoleh hasil yang tinggi
(Sanchez, 1993).
Pupuk fosfat umumnya ditambahkan ke tanah sebagai butiran, yang masuk
ke dalam larutan sebelum bereaksi dengan tanah. pupuk fosfat cair juga dapat
digunakan, dan distribusi awal mereka akan menunjukkan kurang lokalisasi.
kalsium atau ammonium fosfat adalah bentuk kimia umum. ketika granul
monocalcium fosfat ditambahkan ke tanah, fosfat masuk ke dalam larutan dan
bergerak ke tanah sekitarnya. tiga daerah dapat diakui, daerah pusat mengandung
residu dari butiran untuk monocalcium fosfat, fosfat yang tersisa akan sebagian
besar dikalsium fosfat. Sekitar daerah pusat adalah daerah di mana larutan pekat
bergerak; larutan ini dapat melarutkan kalsium, zat besi, dan aluminium dari
tanah. fosfat bereaksi dengan ion ini dan membentuk endapan mineral fosfat
(Barber, 1984).
Faktor yang paling berpengaruh terhadap ketersediaan hara P di dalam
tanah adalah reaksi tanah (pH). Ketersediaan hara P paling tinggi pada pH sekitar
6 -7. Pada pH tanah rendah (
Karakteristik Lahan Sawah
Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit buni,
yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan
organuk sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang merupakan
medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat
gabungan dari faktor iklim, bahan induk, bentuk wilayah dan waktu pembentukan
tanah (Hasibuan, 2006).
Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga.
Karakteristik lahan terdiri atas 1) karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan,
kedalaman tanah, lereng dan lain-lain. 2) karakteristik majemuk, misalnya
permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain-lain
(Rayes, 2007).
Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang terus berlangsung pada
tanah sawah, dicerminkan juga oleh perubahan sifat morfologi tanah, terutama di
lapisan permukaan. Dalam keadaan tergenang, tanah menjadi berwarna abu-abu
akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah
pasir atau tanah lain yang permeabel, warna reduksi tersebut tidak terjadi,
terkecuali pada penggenangan yang sangat lama. Di lapisan permukaan horizon
tereduksi tersebut, dalam keadaan tergenang ditemukan lapisan tipis yang tetap
teroksidasi berwarna kecoklatan, karena difusi O2 dari udara, atau dari fotosintesis
algae (Hardjiwogeno, dkk, 2004).
Pereputan bahan organik berjalan lebih lambat dalam tanah tergenang
ketimbang dalam tanah aerob. Bakteri anaerob yang terlibat kurang efisien
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan mikroflora aerob yang lebih beraneka jenisnya. Pereputan
anaerob tidak memerlukan banyak energi sehingga kebutuhan akan nitrogen
rendah. Akibatnya, pemineralan nitrogen tanah dapat terjadi pada nisbah C/N
yang lebih tinggi pada tanah tergenang (Sanchez, 1993).
Unsur Hara Nitrogen
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat
(NO3+). Sumber N tidak diperoleh dari batuan dan mineral tapi berasal dari hasil
pelapukan bahan organis, dari udara melalui fiksasi N oleh mikroorganisme baik
yang bersimbiosis dengan akar tanaman leguminosa seperti bakteri rhizobium
atau tidak seperti bakteri Azotobacter dan Clostridium (Hasibuan, 2006).
Pada kondisi aerobik, senyawa nitrogen ternitrifikasi menjadi ion nitrat
(NO3-) sehingga diserap tanaman dalam bentuk ini, sedangkan pada kondisi
anaerobik (jenuh air), senyawa N mengalami amonifikasi menjadi ion ammonium
(NH4+). Bentuk lain yang juga diserap tanaman adalah urea (CO(NH2)2). Unsur N
rata-rata menyusun 1,5% bagian tanaman. Oleh karena itu bentuk pupuk N yang
diberikan ke dalam tanah akan berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan atau
pemupukan P (Hanafiah, 2005).
Ion NH4+ lebih stabil di dalam tanah apabila dibandingkan dengan ion
NO3-, sebab dapat diikat dengan tapak jerapan baik pada liat organik maupun
anorganik.
Sehingga
akan
menjadi
sangat
baik
dan
menguntungkan
mempertahankan N dalam bentuk NH4+. Pemupukan N dengan membenamkan ke
dalam tanah atau ke lapisan reduksi pada tanah sawah adalah usaha untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi kehilangan N melalui penguapan maupun pencucian. Ion NH4+ bukan
merupakan subjek pencucian air bawah tanah (goundwater) (Winarso, 2005).
Tingkat mineralisasi N dari bahan organik yang berbeda pada di setiap
lahan sawah diduga menyebabkan status N tergolong rendah hingga sedang.
Menurut Prasetyo et al (2004) pada tanah sawah N merupakan hara yang
tidak stabil karena adanya proses mineralisasi bahan organik (amonifikasi,
nitrifikasi dan denitrifikasi) oleh mikroba tanah tertentu. Pupuk N adalah
pupuk yang mobil dalam tanah sehingga mudah hilang melalui pencucian
dan penguapan. Selain itu
Dobermann and Fairhurst (2000) menyatakan
sekitar 60-70% aplikasi pupuk N kemungkinan hilang dalam bentuk gas N,
terutama karena volatelisasi dan denitrifikasi NO3 (Triharto, dkk, 2014).
Unsur Hara Fospor (P)
Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion
ortofospat primer (H2PO4-). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofospat
sekunder (HPO4-2). Kemasaman (pH) tanah sangat besar pengaruhnya terhadap
perbandingan serapan ion-ion tersebut, yaitu makin masam kadar H2PO4- makin
besar sehingga makin banyak yang diserap tanaman dibandingkan dengan HPO4-2.
Pada pH tanah sekitar 7,22 konsentrasi H2PO4- dan HPO4-2 setimbang. Oleh
karena sebagian besar tanah mempunyai pH di bawah 7, maka sebagian besar
tanah mempunyai konsentrasi H2PO4- lebih besar atau dominan dibandingkan
dengan HPO4-2 (Winarso, 2005).
Meningkatnya
ketersediaan
fosfor
dalam
larutan
tanah
karena
penggenangan sering sedemikian besarnya sehingga pemupukan fosfor bagi padi
sawah tidak diperlukan lagi, sedangkan tanaman aerob yang ditanam pada tanah
Universitas Sumatera Utara
yang sama memerlukan tambahan fosfor untuk memperoleh hasil yang tinggi
(Sanchez, 1993).
Pupuk fosfat umumnya ditambahkan ke tanah sebagai butiran, yang masuk
ke dalam larutan sebelum bereaksi dengan tanah. pupuk fosfat cair juga dapat
digunakan, dan distribusi awal mereka akan menunjukkan kurang lokalisasi.
kalsium atau ammonium fosfat adalah bentuk kimia umum. ketika granul
monocalcium fosfat ditambahkan ke tanah, fosfat masuk ke dalam larutan dan
bergerak ke tanah sekitarnya. tiga daerah dapat diakui, daerah pusat mengandung
residu dari butiran untuk monocalcium fosfat, fosfat yang tersisa akan sebagian
besar dikalsium fosfat. Sekitar daerah pusat adalah daerah di mana larutan pekat
bergerak; larutan ini dapat melarutkan kalsium, zat besi, dan aluminium dari
tanah. fosfat bereaksi dengan ion ini dan membentuk endapan mineral fosfat
(Barber, 1984).
Faktor yang paling berpengaruh terhadap ketersediaan hara P di dalam
tanah adalah reaksi tanah (pH). Ketersediaan hara P paling tinggi pada pH sekitar
6 -7. Pada pH tanah rendah (