Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Jasa Pengelolaan Mobil Tangki Antara PT. Pertamina (Persero) Dengan PT. Pertamina Patra Niaga di TBBM Medan Group

BAB II
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM
PERJANJIAN JASA PENGELOLAAN MOBIL TANGKI ANTARA PT.
PERTAMINA (PERSERO) DENGAN PT. PERTAMINA PATRA NIAGA
DI TBBM MEDAN GROUP
A. Tinjauan Tentang Perjanjian Kerjasama atau Kontrak
Berbicara mengenai perjanjian atau sering disebut juga dengan kontrak,
khususnya kontrak bisnis, para pelakunya tidak dapat melepaskan dirinya dari
pengaruh global di bidang ekonomi dan perdagangan international. Ekonomi
global semakin melampui batas-batas negara, karena bisnis international
merupakan realitas sosial yang sudah di awali sejak sekitar dua dasawarsa
terakhir, dan semakin mengedepan dengan pengaruh saran informasi dan
komunikasi canggih yang menyebabkan dunia tanpa batas.48
Perjanjian kerjasama atau kontrak sudah dianggap sebagai suatu
pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Tidak salah jika dikatakan bahwa
hukum kontrak merupakan variant dari hukum perjanjian. Sebab dalam hukum
kontrak, yang di persoalkan juga masalah dalam hukum perjanjian.49
1.

Pengertian Perjanjian Kerjasama atau Kontrak
Dalam pengertian yang luas, kontrak adalah kesepakatan yang


mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih. Istilah “kontrak” dalam
“hukum kontrak” merupakan kesepadanan dari istilah “Contract” dalam bahasa
Inggris. Istilah kontrak dalam bahasa Indonesia sebenarnya sudah lama ada, dan
bukan merupakan istilah yang asing.50

48

SoedjonoDirdjosisworo, Kontrak Bisnis Menurut Sistem Civil Low, Comman Low, dan
Peraktek Dagang International, (Bandung : MandarMaju, 2003), hal. 1
49
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari sudut pandang hukum bisnis, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2001), hal. 111
50
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 2

31

Universitas Sumatera Utara


32
Kontrak bisa bersifat tulisan dan bisa juga bersifat tulisan. Pembuatan
kontrak bisa berupa sertifikat, memo, atau kwitansi. Hubungan kontraktual yang
dibuat oleh dua pihak atau lebih memilih potensi kepentingan yang saling
bertentangan, persyaratan kontrak biasanya dilengkapi dan dibatasi oleh hukum.
Dukungan dan pembatasan oleh hukum tersebut berfungsi untuk melindungi
pihak yang menjalin kontrak untuk mendefinisikan hubungan khusus di antara
mereka seandainya ketentuannya tidak jelas, mendua arti dan bahkan tidak
lengkap.51
Munir Fuady, menyebutkan banyak definisi tentang kontrak telah di
berikan dan masing-masing bergantung pada bagian-bagian mana dari kontrak
tersebut di anggap sangat penting, dan bagian tersebutlah yang di tonjolkan dalam
definisi tersebut.52 Salah satu definisi kontrak yang diberikan oleh salah satu
kamus, bahwa kontrak adalah suatu kesepakatan yang di perjanjikan (Promissoy
Agreement) yang di antara dua atau

lebih pihak yang dapat menimbulkan,

memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum.53

Selanjutnya ada juga yang memberikan pengertian kontrak sebagi suatu
perjanjian, atau suatu serangkaian kejadian dimana hukum mengganti rugi
terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan
kontrak tersebut yang dianggap sebagai suatu tugas. 54
Suedjono Dirdjosisworo mendefinisikan kontrak sebagi suatu janji atau
seperangkat janji-janji

dan akibat pengingkaran atau pelanggaran di atasnya,

51

Carla, C. Shippey J.D, Menyusun Kontrak Bisnis International, (Jakarta: PPM, Cetakan
1, 2001) , hal. 1
52
Op.Cit, hal. 4
53
Hendry Black CAMPBELL, Black’s Law Dictionary, (Sixth Edition West Publishing
Co, 1990), hal. 394
54
Hasanuddin Rahman, Op. Cit, hal. 3


Universitas Sumatera Utara

33
hukum memberikan pemulihan atau menetapkan kewajiban bagi yang ingkar janji
di sertai sanksi untuk pelaksanaannya, setiap kontrak setidak–tidaknya melibatkan
dua pihak, pihak yang menawarkan (offere) adalah pihak yang mengajukan
penawaran untuk membuat suatu kontrak, dan pihak yang ditawari (offere) adalah
pihak terhadap siapa kontrak tersebut di tawarkan. 55
Kontrak tidak lain adalah perjanjian yang mengikat, dalam Pasal 1233
KUH Perdata di sebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dalam perjanjian
dan Undang-Undang perjanjian Indonesia (bulgerlijk wetboek/BW) disebut
overenskomst yang di terjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti perjanjian.
Perjanjian memiliki arti yang lebih luas dari pada kontrak. Kontrak mengacu
kepada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersial yang akan diperoleh
kedua belah pihak. Perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum
tentu menguntungkan kedua pihak secara komersil.
Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat
dipersamakan dengan kontrak adalah karena dalam pengertian perjanjian yang
diberikan oleh Pasal 1313 KUHPerdata tidak memuat kata "perjanjian dibuat

secara tertulis". Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut hanya menyebutkan
sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.
Dari beberapa definisi tersebut, lebih lanjut dapat dikemukakan yaitu:
a. Kontrak tersebut merupakan media atau piranti yang dapat menunjukkan
apakah suatu perjanjian dibuat sesuai dengan syarat sahnya perjanjian.

55

Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit, hal. 29

Universitas Sumatera Utara

34
b. Kontrak tersebut dibuat secara tertulis untuk dapat saling memantau di antara
para pihak, apakah prestasi telah dijalankan atau bahkan telah terjadi suatu
wanprestasi.
c. Kontrak tersebut sengaja dibuat sebagai suatu alat bukti bagi mereka yang
berkepentingan, sehingga apabila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat
bukti untuk mengajukan suatu tuntutan ganti rugi kepada pihak lainnya. 56

Sejalan dengan itu, Peter Mahmud Marzuki menyebutkan bahwa fungsi
kontrak

dalam

perjanjian

kerjasama

pengelolaan

mobil

tangki

antara

PT. Pertamina (Persero) dengan PT. Pertamina Patra Niaga adalah untuk
mengamankan transaksi. Tidak dapat disangkal bahwa hubungan bisnis dimulai
dari kontrak. Tanpa adanya kontrak, tidak mungkin hubungan bisnis dilakukan.

Kontrak dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Bahkan dalam Convetion
On International Sale Of Goods tahun 1980 kontrak secara lisan juga diakui.
Akan tetapi, mengingat bahwa fungsi kontrak adalah untuk mengamankan
transaksi bisnis, jika kontrak secara lisan oleh para pihak dapat dipandang aman
karena integritas masing-masing pihak memang dapat dijamin, mereka tidak perlu
membuat kontrak tertulis. Hanya saja Apabila ada pihak ketiga yang mungkin
keberatan dengan kontrak tersebut dan menantang kedua belah pihak harus
membuktikan adanya kontrak itu dengan bukti lainnya.57
Selain itu, pada dasarnya kontrak juga memiliki fungsi ekonomi, bahwa
sedikitnya ada 4 (empat) fungsi kontrak bila dipandang dari sudut ekonomi yaitu:

56

Hasanuddin Rahman, Op.Cit, hal. 3
Peter Mahmud Marzuki, Kontrak Bisnis International, (Bahan Kuliah Magister Hukum
Universitas Air Langga, Surabaya, 2002), hal. 1
57

Universitas Sumatera Utara


35
1) Kontrak yang membuat ganti rugi bila salah satu pihak melakukan
wanprestasi atau melanggar kontrak, akan memberikan an esential check on
opportunism in nonsimulataneous exchange dengan menjamin pihak yang
satu, dalam pelaksanaan kontrak tidak berhadapan dengan resiko daripada
kerjasama dengan pihak lainnya.
2) Memakai para pihak given categories of exchange dengan seperangkat
ketentuan kontrak (dimana mereka harus menentukan nya bila mereka mau),
sehingga akan mengurangi transaction cost.
3) Mengurangi ketidakhati-hatian para pihak dengan memberikan tanggung
jawab kepada pihak yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lainnya.
4) Memformulasikan seperangkat ketentuan yang merupakan alasan yang
memaafkan dalam pelaksanaan kontrak sehingga dapat dilaksanakannya
efficient exchange, akan tetapi tidak mendorong pelaksanaan inefficient
exchanges yang tidak memenuhi kriteria efisiensi pareto.58
2.

Syarat Sah Perjanjian Kerjasama atau Kontrak
Pasal 1320 KUHPerdata telah menerapkan syarat sahnya suatu perjanjian


kerjasam atau kontrak, yang menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian
harus memenuhi 4 (empat) unsur, yaitu :
a.

Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

b.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

58

Menurut Erman Rajagukguk, kontrak dalm berbagai sistem hukum yang modern di
anggap sebagai institusi hukum yang sangat menguntungkan, dimana : pertama, mengizinkan para
pihak menetapkan kepentingan yang sah, seperti menjamin diri mereka dari pelaksanaan kontrak
yang tidak memuaskan. Kedua, memungkinkan individu- individu lainnya menunjukan
kepercayaan mereka kepada pasar. Ketiga, bekerjanya asas pacta sun servanda untuk
melaksanakan kontrak yang efektif. Keempat, dapat memilih peranan institusi lain untuk
menghindari penyelesaian sengketa di pengadilan yang berlarut- larut dan mahal. Lihat dalam
Hasanuddin Rahaman, Op.Cit, hal. 5


Universitas Sumatera Utara

36
c.

Suatu hal tertentu; dan

d.

Kedua yang legal.59
Hal ini harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif.

dalam hal ini jika syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi
hukum. artinya, bahwa dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan
tidak pernah ada suatu perikatan. Adapun tujuan para pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan
demikian, maka tidak ada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam
bahasa Inggris dikatakan bahwa yang demikian itu null and void.
Dalam hal syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian yang bukan

batal demi hukum, melainkan salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta
supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah
pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak
bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak
dibatalkan oleh hakim atas permintaannya pihak yang berhak meminta
pembatalan.
Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan
bergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mencarinya. Perjanjian yang
demikian dinamakan voidable (bahasa Inggris) atau vernietigbaar (bahasa
Belanda) ia selalu diancam dengan bahaya pembatalan. 60

59

Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau pihak-pihak dalam
perjanjian sehingga di sebut sebagai syarat subjektif, sedangkan syarat ke tiga dan keempat disebut
syarat objektif karena mengenai objeknya suatu perjanjian.
60
Subekti, Op.Cit, hal. 2. Lihat juga Hasanuddin Rahaman, Aspek-Aspek Hukum
Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia (Panduan Dasar Legal Officer), Cetakan kedua
(Bandung : Citra Adiya Bhakti, 1998), hal. 146-147

Universitas Sumatera Utara

37
Dalam hukum perjanjian berlaku suatu asas yang dinamakan asas
konsensualitas. Perkataan ini berasal dari perkataan lain consensus yang berarti
sepakat. Asas konsensualitas bukanlah berarti untuk suatu perjanjian disyaratkan
adanya kesepakatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, berarti dua
pihak sudah setuju atau bersepakat mengenai sesuatu hal.61
Dikatakan juga, bahwa perjanjian-perjanjian itu pada umumnya
"konsensuil". Adakalanya Undang-Undang menetapkan, bahwa untuk sahnya
suatu perjanjian diharuskan perjanjian itu diadakan secara tertulis atau dengan
akta notaris. Perjanjian itu sudah sah dalam arti mengikat, apabila sudah tercapai
kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Jual beli, tukar
menukar, sewa-menyewa dan perjanjian kerjasama adalah perjanjian yang
konsensuil. Asas konsensualitas tersebut lazimnya disimpulkan dari Pasal 1320
KUHPerdata.
Oleh karena dalam hal tersebut tidak disebutkan suatu formalitas tertentu
disamping kesepakatan yang telah dicapai itu, maka disimpulkan bahwa setiap
perjanjian itu sudahlah sah (dalam arti mengikat) apabila sudah tercapai
kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian itu. Namun demikian,
terhadap asas konsensualitas itu, ada juga kekecualiannya, yaitu di sana sini oleh
Undang-Undang ditetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam
perjanjian atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak menuruti
bentuk cara yang dimaksud.62

61

Asas Konsensualitas ialah pada dasarnya perjanjian atau perikatan yang timbul
karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain,
perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal hal pokok dan tidak lah diperlukan
suatu formalitas. Lihat dalam, Hasanuddin Rahman, Op.Cit, hal. 8
62
Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Keenam (Bandung : Alumni, 1984) hal. 15

Universitas Sumatera Utara

38
Bagaimana bentuk konsensualitas suatu perjanjian yang dibuat secara
tertulis (kontrak) salah satunya adalah adanya pembubuhan tanda tangan dari
pihak-pihak yang terlihat dalam perjanjian tersebut. Tanda tangan mana selain
berfungsi sebagai wujud kesepakatan, juga sebagai wujud persetujuan atas tempat
dan waktu serta isi perjanjian yang dibuat tersebut. Tanda tangan ini juga
berhubungan dengan kesengajaan para pihak untuk membuat suatu kontrak
sebagai suatu bukti atas suatu peristiwa.
Selanjutnya, syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan, harus
dituangkan secara jelas mengenai jati diri para pihak. Pasal 1330 KUH Perdata
menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah :
1) Orang-orang yang belum dewasa;
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan; dan
3) Orang perempuan63 dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dan
semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Untuk syarat suatu hal tertentu, berkenaan dengan pokok perikatan yang
justru menjadi isi daripada kontrak. Suatu perjanjian harus mempunyai pokok
(objek) suatu barang yang paling sedikit di tentukan jenisnya, sedangkan
mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan pada waktu dibuat perjanjian asalkan
nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya (Pasal 1333 KUHPerdata). Bila
63

KUHPerdata memandang bahwa seorang wanita yang telah bersuami tidak cakap untuk
mengadakan perjanjian. Namun dengan adanya surat Mahkamah Agung Nomor 3/1963 tanggal 4,
Agustus 1963 yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Negeri di seluruh
Indonesia, kedudukan wanita yang telah bersuami di angkat ke derajat yang sama dengan pria
untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan dan tidak memerlukan
bantuan lagi dari suaminya. Dengan demikian Sub. 3 dari Pasal 1330 KUHPerdata sekarang sudah
merupakan kata- kata yang hampa, lihat dalam Mariam Darus Badrul Zaman, Kompilasi Hukum
Perikata, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 79

Universitas Sumatera Utara

39
dilihat dari bahasa Belanda, maka terjemahan barang dalam Pasal 1333
KUHPerdata berasal dari kata zaak yang dapat diartikan sebagai :
a)

Benda (barang);

b) Usaha (perusahaan);
c)

Sengketa/perkara;

d) Pokok persoalan;
e)

Sesuatu yang diharuskan (keharusan);

f)

Tidak penting. 64
Zaak dalam Pasal 1333 KUHPerdata (juga dalam Pasal 1332 dan Pasal

1334) lebih tepat diterjemahkan sebagai pokok persoalan karena pokok atau objek
dari perjanjian dapat berupa bukan benda/barang melainkan berupa jasa, misalnya
perjanjian kerjasama.
Suatu perjanjian memang seharusnya berisi pokok/objek yang tertentu
agar dapat dilaksanakan. Hakim kiranya akan berusaha secara maksimal untuk
mencari tahu apa pokok atau objek dari suatu perjanjian agar perjanjian itu dapat
dilaksanakan, tetapi bila sampai tidak dapat sama sekali ditentukan pokok (objek)
perjanjian itu, maka perjanjian itu menjadi batal (tidak sah). 65
Untuk suatu sebab yang halal (klausula yang legal) dapat dikemukakan
beberapa Pasal khususnya Pasal dapat dikemukakan beberapa Pasal khususnya
Pasal 1336 KUHPerdata yang menyatakan jika tidak dinyatakan sesuatu sebab,

64

Bila di hubungkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan salah satu syarat
sahnya perjanjian adalah “ hal” yang tertentu dan kata “hal” ini berasal dari bahasa belanda
onderwerp yang dapat juga di artikan pokok uraian atau pokok pembicaraan ( atau pokok
persoalan), maka Zaak lebih tepat bila di terjemahkan sebagai pokok persoalan, lihat dalam
Hasanuddin Rahman, seri keterampilan, Op. Cit, hal. 11
65
Hardijan Rusli, Hukum perjanjian Indonesia dan Common Law (cetakan kedua),
(Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 86

Universitas Sumatera Utara

40
tetapi ada suatu sebab yang halal atau pun jika ada suatu sebab lain daripada yang
dinyatakan, perjanjian demikian adalah sah.66
Jelaslah Pasal 1336 KUHPerdata ini merupakan dasar bagi suatu
perjanjian yang tanpa sebab menjadi perjanjian yang sah asalkan ada sesuatu yang
halal (diperbolehkan).67 Pendapat ini juga dikemukakan Subekti68 yang
menyebutkan bahwa dengan sebab (portal, atau klausula) ini dimaksudkan tidak
ada lain daripada isi perjanjian. Segera harus dihilangkan suatu kemungkinan
salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang
membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh UndangUndang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seseorang
membuat sesuatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh UndangUndang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang ada dalam gagasan
seseorang atas apa yang dicita-citakannya. Menjadi perhatian oleh hukum atau
Undang-Undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat.
Syarat klausula yang legal merupakan mekanisme netralisasi, yakni cara
untuk menetralisir terhadap prinsip hukum kontrak yang lain, yaitu prinsip
kebebasan berkontrak (freedom of contract) di dalam KUHPerdata Pasal 1338
ayat (1), yang pada intinya menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah mempunyai kekuatan yang sama dengan Undang-Undang. 69
Oleh karena itu diperlukan semacam mekanisme agar kebebasan
berkontrak tidak disalahgunakan. Dibutuhkan penerapan prinsip-prinsip moral ke
66

Terjemahan Pasal ini terkesan Membingungkan karena pertama- tama dikatakan :”jika
tidak dinyatakan sesuatu sebab... “ , kalimat ini menjelaskan tentang suatu perjanjian yang tanpa
sebab. Lalu, kata kata selanjutnya menyebutkan :”..., tetapi ada suatu sebab yang halal”.
Hasanuddin Rahman, Seri Keterampilan..., Op, Cit, hal. 11
67
Hardijan Rusli, Op. Cit, hal. 102
68
Subekti, Op. Cit, hal. 19
69
Munir Fuady, Op. Cit, hal. 73

Universitas Sumatera Utara

41
dalam suatu kontrak, sehingga akhirnya muncul suatu syarat kausa legal sebagai
syarat sahnya suatu kontrak. Itu sebabnya suatu kontrak dikatakan tidak
mempunyai prinsip yang legal jika kontrak tersebut antara lain melanggar prinsipprinsip kesusilaan atau ketertiban umum, di samping melanggar PerundangUndangan.70
3.

Akibat Hukum Perjanjian Kerjasama atau Kontrak
Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan

hukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan
hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk dari akibat hukum
suatu kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan
timbal balik dari para pihak, maksudnya kewajiban di pihak pertama merupakan
hak bagi pihak kedua, Begitupun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua
merupakan hak bagi pihak pertama. Jadi akibat hukum disini tidak lain adalah
pelaksanaan dari suatu kontrak itu sendiri.71
Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian tetapi juga untuk
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh
kepatutan, kebiasaan dan Undang-Undang. Dengan demikian setiap perjanjian
dilengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat dalam Undang-Undang dan dalam
adat kebiasaan (di suatu tempat dan di suatu kalangan tertentu), sedangkan
kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh norma-norma kepatutan harus juga
dipatuhi.

70

J. Satrio, Op. Cit, hal. 53
Untuk Melaksanakan Suatu Perjanjian , harus di tetapkan secara tegas dan cermat
tentang isi perjanjian dan hak dan kewajiban masing- masing pihak hingga selesainya kontrak
tersebut. Lihat Hasanuddin Rahman , Seni Keterampilan, Op. Cit, hal. 12
71

Universitas Sumatera Utara

42
Ada 3 (tiga) sumber norma yang ikut mengisi suatu perjanjian yaitu
Undang-Undang kebiasaan dan kepatutan menurut Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata
semua perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik dalam bahasa Belanda
te goeder trouw, dalam bahasa Inggris in good faith, dan dalam bahasa Perancis
bona fide. Norma yang dituliskan di atas ini merupakan salah satu sendi yang
terpenting dari hukum perjanjian.72 Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyatakan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya. Hal ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat
secara sah mengikat para pihak sebagaimana Undang-Undang dan perikatan ini
hanya berlaku bagi para pihak perjanjian saja (Pasal 1340 KUHPerdata).
Perjanjian tidak dapat membawa kerugian kepada pihak ketiga dan juga
membawa keuntungan bagi pihak ketiga kecuali memberikan haknya untuk pihak
ketiga perjanjian tidak dapat ditarik kecuali atas kesepakatan para pihak atau
karena ada alasan-alasan yang kuat (Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata).
Alasan kuat yang diperbolehkan oleh Undang-Undang untuk membatalkan
perjanjian, ialah:73
a.

Pasal 1553 ayat (2) KUHPerdata yang memperbolehkan penyewa memilih
apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa atau meminta pembatalan
sewa bila terjadi barang disewakan musnah sebagian.

b.

Pasal 1688 KUH Perdata yang memperbolehkan menarik kembali suatu hibah
bila:
72

Dalam hukum benda, itikad baik adalah suatu anasir subjektif. Bahkan, analisa
subjektif inilah yang dimaksudkan oleh Pasal 1338 ayat (3) terbaru bahwa semua perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Yang dimaksudkan pelaksanaan itu harus berjalan dengan
mengindahkan norma- norma kepatutan dan kesusilaan. Jadi, ukuran- ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan tadi adalah pelaksanaan perjanjian harus berjalan diatas rel yang benar. Ibid,
hal. 13
73
Hardijan Rusli, Op Cit, hal 108

Universitas Sumatera Utara

43
1) Tidak dipenuhi syarat-syarat dalam perjanjian hibah itu.
2) Si penerima hibah telah bersalah melakukan kegiatan yang bertujuan
mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si
penghibah.
c.

Si penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah setelah si
penghibah jatuh miskin.
Selanjutnya Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian tidak

hanya mengikat untuk hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga
untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian itu diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau Undang-Undang.
4.

Berakhir Perjanjian Kerjasama atau Kontrak
KUH Perdata menyebutnya sebagai hapusnya perikatan, yaitu pada Pasal

1381 yang menyebutkan bahwa perikatan-perikatan akan terhapus:
a.

Karena pembayaran.

b.

Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan.

c.

Karena pembaharuan hutang.

d.

Karena perjumpaan hutang atau kompensasi.

e.

Karena pencampuran hutang.

f.

Karena pembebasan hutang.

g.

Karena musnahnya barang yang terhutang.

h.

Karena batal atau pembatalan.

i.

Karena berlakunya suatu syarat batal.

j.

Karena lewatnya waktu.

Universitas Sumatera Utara

44
Pembayaran dalam arti luas adalah pemenuhan prestasi, baik dari pihak
yang menyerahkan uang sebagai harga maupun bagi pihak yang menyerahkan
kebendaan sebagai barang sebagaimana yang diperjanjikan. Jadi, pembayaran
diartikan sebagai "menyerahkan uang" bagi pihak yang satu dan pembayaran
harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian jika dalam perjanjian
tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang mengenai suatu barang
tertentu, harus dilakukan di tempat di mana barang itu berada suatu perjanjian
yang dibuat. Di luar kedua hal tersebut pembayaran harus dilakukan di tempat
tinggal si berpiutang. Selama orang itu terus menerus berdiam suatu perjanjian
dibuat dan di dalam hal-hal lainnya di tempat tinggalnya si berhutang .74
Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan,
adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang
menolak pembayaran, walaupun telah dilakukan dengan perantaraan notaris atau
jurusita, uang atau barang yang sedianya sebagai pembayaran tersebut disimpan
atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri dengan suatu berita acara,
yang dengan demikian hapuslah hutang piutang tersebut.75
Menurut Pasal 1413 KUHPerdata yang berisi tentang Pembaruan hutang
dapat dilaksanakan melalui tiga mekanisme, yaitu:
1) Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna
orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama yang
dihapuskan karenanya.
2) Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang
berhutang lama yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.
74
75

Hasanuddin Rahman, Seri Keterampilan., Op.Cit, hal. 18
Ibid, hal. 18

Universitas Sumatera Utara

45
3) Apabila sebagai akibat dari perjanjian baru seorang kreditur baru ditunjuk
untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa si berhutang dibebaskan
dari perikatannya.
Pembatalan sebagai salah satu sebab hapusnya perikatan adalah apabila
salah satu pihak dalam perjanjian tersebut mengajukan atau menuntut pembatalan
atas perjanjian yang telah dibuatnya, pembatalan mana diakibatkan karena
kekurangan syarat subjektif dari perjanjian yang dimaksud.
Berlakunya suatu syarat batal sebagai suatu sebab hapusnya perikatan
adalah apabila suatu syarat batal yang disebutkan dalam perjanjian telah dibuat,
syarat batal mana menjadi kenyataan/terjadi. Syarat batal ini, dalam perjanjian
lazim disebut seperti ini : "perjanjian ini akan berakhir apabila……".
Lewatnya waktu atau daluwarsa menurut Pasal 1946 KUHPerdata adalah
suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
Undang-Undang. Bahwa segala tuntutan hukum baik yang bersifat perorangan
hapus karena daluwarsa yang lewatnya waktu 30 (tiga puluh) tahun sedangkan
siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak perlu menunjukkan suatu alas
hak lagipula tidak dapat lah diajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang
didasarkan pada itikad nya yang buruk sesuai isi KUHPerdata Pasal 1969.
Dengan lewatnya waktu tersebut diatas, hapuslah setiap perikatan hukum
dan tinggallah suatu "perikatan bebas" artinya kalau dibayar boleh, tetapi tidak
dapat dituntut di depan Hakim. Debitur jika ditagih hutangnya atau dituntut
didepan pengadilan, dapat mengajukan tangkisan eksepsi tentang kadaluarsanya
piutang dan dengan demikian mengolah atau menangkis setiap tuntutan. 76

76

Subekti, Aneka.Perjanjian, Op Cit, hal. 78

Universitas Sumatera Utara

46
B. Perkembangan Prinsip Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak 77 atau yang sering juga disebut sebagai suatu
sistem terbuka adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh UndangUndang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa
saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan
dan ketertiban umum.
Kebebasan berkontrak dalam hukum kontrak memiliki makna kebebasan
berkontrak dalam arti positif dan negatif. Kebebasan berkontrak dalam arti positif
adalah bahwa para pihak memiliki kebebasan untuk membuat kontrak yang
mengikat dan mencerminkan kehendak bebas para pihak. Penggunaan prinsip
tersebut, maka pembentukan suatu kontrak dan pemilihan isi kontrak adalah hasil
kehendak bebas para pihak. Kebebasan berkontrak dalam arti negatif bermakna
bahwa para pihak bebas dari suatu kewajiban sepanjang kontrak yang mengikat
tersebut tidak mengaturnya.78
Seiring dengan makin berpengaruhnya aliran filsafat liberal individualisme
pada abad sembilan belas, kebebasan berkontrak dengan otonomi kehendaknya
menjadi paradigma baru dalam hukum kontrak. Kontrak sebagai hasil kesepakatan
para pihak yang membuat kontrak. Paradigma ini sangat mempengaruhi teori
hukum kontrak klasik yang berkembang saat itu. Pada abad berikutnya, timbul
berbagai kritik terhadap kebebasan berkontrak dengan kesucian kontrak tersebut,

77

dalam kepustakaan common Law, istilah kebebasan berkontrak dituangkan dalam
istilah freedom of contract atau Liberty of contract atau party of autonomy.Selain ketiga istilah
tersebut kebebasan berkontrak dalam kepustakaan sistem Civil Law dikenal dengan istilah private
autonomy, lihat dalam Ridwan khairandy, Op.Cit, hal. 42
78
Ibid, hal. 42

Universitas Sumatera Utara

47
sehingga pada akhirnya paradigma kebebasan berkontrak mulai bergeser ke arah
kepatutan.79
Di dalam sistem hukum kontrak sangat penting menganut asas kebebasan
berkontrak termasuk penganut sistem civil law maupun common law. Asas
kebebasan berkontrak lahir dan berkembang seiring dengan pertumbuhan aliran
fisafat yang menekankan semangat individualisme dan pasar bebas. Pada abad
sembilan belas, kebebasan berkontrak sangat diagungkan baik oleh para filosuf,
ekonom, sarjana hukum maupun pengadilan. Kebebasan berkontrak sangat
mendominasi teori hukum kontrak. Inti permasalahan hukum kontrak tertuju
kepada realisasi kebebasan berkontrak. Pengadilan juga lebih mengedepankan
kebebasan berkontrak daripada nilai-nilai keadilan dalam putusan-putusannya.
Pengaturan melalui legislasi pun memiliki kecenderungan yang sama. Pada saat
itu, kebebasan berkontrak memiliki kecenderungan ke arah kebebasan tanpa batas
(unrestricted freedom of contract). Pada masa itu kebebasan berkontrak menjadi
paradigma baru dalam hukum kontrak.80
Keberadaan asas kebebasan berkontrak tersebut tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh berbagai aliran filsafat politik dan ekonomi liberal yang berkembang
pada abad kesembilan belas. Dalam bidang ekonomi berkembang aliran laissez
faire yang dipelopori oleh Adam Smith yang menekankan prinsip non intervensi
oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar. Filsafat
utilitarian Jeremy Bentham yang menekankan adanya ideologi free choice juga
memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan asas kebebasan berkontrak
tersebut. Baik pemikiran Adam Smith maupun Betham didasarkan filsafat
79
80

Ibid, hal. 43
Ibid, hal. 44

Universitas Sumatera Utara

48
individualisme. Kedua pemikiran tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
filsafat etika Immanuel Kant. Semua filsafat yang menekankan pada aspek
kebebasan individu yang dikembangkan para filosuf Barat diatas jika dilacak lebih
jauh lagi, berakar kepada filsafat hukum alam (natural law) yang sangat
berkembang pada abad pencerahan (enlightenment atau aufklarung). Pada abad
sembilan belas tersebut, teori hukum kontrak sangat dipengaruhi konsep yang
derivasi filsafat, paham politik dan ekonomi liberal. Prinsip ekonomi laissez faire
yang menjadi inti pemikiran ekonomi abad sembilan belas menuntut bahwa para
pihak yang membuat kontrak memiliki kebebasan penuh dalam hubungan
kontraktual, dengan seminim mungkin intervensi dari negara.81
Individualisme pada abad sembilan belas menyatakan dirinya sebagai
suatu prinsip moral dan sebagai prinsip yang diinginkan untuk dilaksanakan
reformasi sosial dan politik. Mereka menginginkan manusia memiliki kebebasan
untuk memilih dan juga memiliki suatu tujuan yang baik untuk mengatakan
sebagaimana mereka harus memilih.82 Sebagai seorang pemberi kontrak dan
sebagai seorang penerima kontrak, mereka bebas untuk membuat sebuah
perjanjian.
Penegasan mengenai adanya kebebasan berkontrak ini dapat dilihat pada
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya. Prinsip bahwa kita terikat pada janji-janji dan kesanggupan
kontraktual bukan saja harus dipenuhi secara moral, tetapi juga secara hukum,
dengan asumsi kita berada dalam suatu masyarakat yang beradab dan maju
81
82

Ibid, hal. 46
Ibid, hal. 50

Universitas Sumatera Utara

49
dengan segala pelaturan yang berlaku. Di dalam masyarakat seperti itu terdapat
kebebasan untuk berpartisipasi maka untuk itu diperlukan suatu prinsip, yaitu
adanya kebebasan berkontrak yang merupakan suatu bagian dari hak-hak dan
kebebasan-kebebasan manusia.
Hugo Grotius, seorang tokoh terkemuka dari aliran hukum alam,
mengatakan bahwa hak untuk membuat perjanjian adalah salah satu dari hak asasi
manusia. Dikemukakannya bahwa ada suatu supreme body of law yang dilandasi
oleh nalar manusia (human reason) yang disebutnya sebagai hukum alam (natural
law). Ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari
seseorang yang ia menjanjikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa
orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu
janji, karena suatu janji tidak memberikan hak kepada pihak lain atas pelaksanaan
janji itu. 83
Pendekatan hukum alam melandasi asas kebebasan berkontrak, yang ide
dasarnya ialah bahwa setiap individu dapat membuat perjanjian dalam arti seluasluasnya, tanpa campur tangan dari pihak luar. Dengan demikian hukum ataupun
dengan negara tidak dapat campur tangan terhadap perjanjian yang dibuat oleh
para pihak. Pelopor dari asas kebebasan berkontrak, Thomas Hobbes,
menyebutkan “bahwa kebebasan berkontrak merupakan bagian dari kebebasan
manusia. Menurut Hobbes kebebasan hanya dimungkinkan apabila orang dapat
dengan bebas bertindak sesuai dengan hukum”.84

83

Peter Aroma, Consumer Protection, Freedom of Contract abg The Law, (Cape town :
Kita and Company Limited, 1979), hal 1
84
Ibid, hal 3

Universitas Sumatera Utara

50
Konsep ini didukung pula oleh John Stuart Mill yang menggunakan
konsep kebebasan berkontrak melalui dua asas.85 Asas umum pertama
mengatakan bahwa "hukum tidak dapat membatasi syarat-syarat yang boleh
diperjanjikan oleh para pihak" artinya bahwa hukum tidak boleh membatasi apa
yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang telah mengadakan perjanjian. Asas
umum yang pertama ini menegaskan bahwa para pihak bebas untuk menentukan
sendiri isi perjanjian yang akan dibuat.
Asas umum kedua mengemukakan bahwa, "pada umumnya seseorang
menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian". Asas
umum yang kedua ini menegaskan bahwa kebebasan berkontrak meliputi
kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia berkeinginan
membuat suatu perjanjian.
Menurut Subekti cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak (beginsel
der contractsvrijheid) adalah dengan jalan menekankan pada perkataan "semua"
yang ada di muka perkataan "perjanjian". Dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1)
tersebut seolah-olah membuat suatu perjanjian bahwa kita diperbolehkan
membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana
mengikatnya Undang-Undang. Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa
apa yang dinamakan "ketertiban umum dan kesusilaan". 86
Menurut Mariam Darus Badrul Zaman semua mengandung arti meliputi,
seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh
Undang-Undang. Asas kebebasan berkontrak (contractsvrijheid) berhubungan
dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan "apa" dan "siapa" perjanjian
85
86

Ibid, hal.3-4
Subekti, Loc. Cit, hal. 5

Universitas Sumatera Utara

51
itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata ini
memiliki kekuatan mengikat.87 Keberadaan asas kebebasan berkontrak tersebut
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan berbagai aliran filsafat
ekonomi liberal pada abad kesembilan belas.88 yang dipelopori oleh Adam Smith
yang menekankan prinsip non intervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan
ekonomi dan bekerjanya pasar. Filsafat utilitarian Jeremy Bentham yang
menekankan adanya ideologi free choice89 juga memiliki pengaruh yang besar
bagi pertumbuhan prinsip kebebasan berkontrak tersebut.90 Menurut Bentham,
ukuran yang menjadi patokan sehubungan dengan kebebasan berkontrak adalah
setiap orang dapat bertindak bebas, tanpa dapat dihalangi hanya karena memiliki
bargaining position atau posisi tawar untuk dapat memperoleh uang bagi
87

Mariam Darus Badrul Zaman, Op Cit, hal. 84
Pada abad ke-19 tersebut teori hukum kontrak sangat dipengaruhi konsep yang di
derivasi filsafat paham politik dan ekonomi liberal prinsip ekonomi yang menjadi inti pemikiran
ekonomi abad 19 menuntut bahwa para pihak yang membuat kontrak memiliki kebebasan penuh
dalam hubungan kontraktual dengan seminim mungkin intervensi dari negara. Teori politik
revolusioner yang berkembang saat itu memandang negara sebagai suatu lembaga yang berada
diluar suatu persatuan kehendak individu. Pengaruh filsafat hukum yang mempengaruhi kontrak
saat itu adalah teori otonomi kehendak, yakni suatu teori yang menafsirkan bahwa hukum
merupakan perintah atau produk suatu kehendak. Jika seseorang terikat kepada kontrak, karena Ia
memang menghendaki keterikatan tersebut. Lihat dalam A. Sonny Keraf , Pasar Bebas, Keadilan
dan Peran Pemerintah Atas Etika Politik Ekonomi ,Adam Smith (Yogyakarta : Kanisius 1996) h
192 dalam bidang ekonomi berkembang aliran laissezfaire 81 = istilah laissez faire pada mulanya
dikemukakan oleh Vincent De Courtney salah seorang pelopor mazhab fisiokrat. Istilah
lengkapnya adalah laissez fair, laissez terpeleset, Le monde va alors de lui meme. Secara harfiah
berarti "Biarkanlah berbuat, biarkanlah berlalu, dunia akan berputar terus". Semboyan tersebut
kemudian dimaknai "Biarkanlah orang berbuat seperti yang mereka sukai, tanpa campur tangan
pemerintah". Pemerintah hendaknya tidak memperluas esensial untuk melindungi kehidupan milik
ekonomi,mempertahankan kebebasan berkontrak. Lihat dalam , Komarudin, Pengantar Kebijakan
Ekonomi, (Jakarta : Bumi Aksara 1993), hal. 23
89
Dikaitkan dengan kontrak kebebasan tersebut, bermakna bahwa tidak ada seorangpun
yang terikat kepada suatu kontrak jika tidak ada pilihan bebas untuk melakukan sesuatu.Lihat
dalam Ridwan Khairandy , Op Cit, hal. 45
90
Baik pemikiran Adam Smith maupun Jeremy Bentham didasarkan filsafat
individualisme. Kedua pemikiran tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh filsafat etika
Immanuel kant. Semua filsafat yang menekankan pada aspek kebebasan individu yang
dikembangkan para filosof Barat di atas Jika di lacak lebih jauh lagi berakar kepada filsafat
hukum alam ( common law ) yang sangat berkembang pada abad pencerahan (enforcement). Lihat
dalam S.P. LiliTjahjadi, Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant Tentang Etika dan Imperatif
Kategoris (Yogyakarta : Kanisius , BPK Gunung Mulia, 1991), hal. 29-30. Lihat juga Bertrand
Russell, Sejarah Filsafat Barat, kaitannya dengan kondisi Sosio politik zaman kuno hingga
sekarang. Terjemahan Sigit Jatmiko (Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2002), hal. 927
88

Universitas Sumatera Utara

52
pemenuhan kebutuhannya.

91

. Juga tidak seorang pun sebagai satu pihak dalam

suatu perjanjian dapat dihalangi untuk dapat bertindak bebas untuk memenuhi hal
tersebut, asal saja pihak lain dapat menyetujui syarat-syarat perjanjian itu sebagai
hal yang patut diterima. Dikatakannya pula bahwa secara umum. Tidak seorang
pun dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya, kecuali dirinya
sendiri. Pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dengan demikian adalah
pembatasan terhadap kebebasan itu sendiri. Pemerintah tidak boleh ikut campur
tangan dalam hal yang tidak dipahaminya.
Bagi Adam Smith, sebuah pasar bebas berfungsi di bawah hukum alam
atau di bawah prinsip keadilan, khususnya prinsip yang tidak merugikan orang
lain. Dengan demikian, walaupun ekonomi pasar bebas menjunjung tinggi
kebebasan individu, ekonomi ini harus dijalankan dengan prinsip keadilan sebagai
aturan main bagi para pelakunya. Dengan diberlakukannya prinsip keadilan
sebagai aturan main, akan tercipta keuntungan timbal balik secara sepontan bagi
setiap pelaku. Tugas ekonomi pasar bertujuan untuk menciptakan sebuah
kerangka yang memungkinkan setiap individu secara bebas menentukan apa yang
ingin dilakukan oleh pelaku pasar.
Berdasarkan kebebasan berkontrak, kontrak didasarkan pada kehendak
bebas para pihak dalam kontrak, tidak hanya bagi terciptanya kontrak, tetapi juga
definisi dan validitas isi kontraknya. Kebebasan berkontrak menolak kebiasaan
yang mengatur isi kontrak, dan juga menolak ajaran bahwa an objectively just
price exist for any objects disharmonis to exchange. Ajaran baru ini menyerahkan
isi setiap kontrak dan ukuran penilaian yang disyaratkan bagi diperbolehkannya

91

Sutan Rehmi Sjahdeni, Op Cit, hal. 44

Universitas Sumatera Utara

53
pelaksanaan kontrak kepada kehendak bebas individu para pihak dalam kontrak.92
Konsep modern kebebasan berkontrak menjadi dasar signifikan dalam hukum
kontrak, bahwa para pihak dalam kontrak memiliki hak otonomi dan menentukan
nilai tawar/bargaining position mereka sendiri dan menuntut pemenuhan dari apa
yang mereka sepakati. 93.
Adapun pertanyaannya adalah, apakah kebebasan tersebut benar-benar
bebas? Dikehidupan masyarakat primitif, individu memiliki kebebasan, dalam arti
bahwa manusia lainnya tidak dapat membatasi apa yang dilakukan oleh seseorang.
Bagi Elaine A. Welle, ajaran laissez faire adalah mitos. Tidak ada pasar yang
eksis tanpa aturan main. Pasar bukan merupakan produk alam, sebaliknya pasar
secara hukum merupakan suatu instrumen yang diciptakan manusia dengan tujuan
untuk menghasilkan sistem tatanan sosial yang sukses. Tanpa hukum, harta
kekayaan (the law property) tidak akan ada harta kekayaan pribadi, tanpa hukum
kontrak, tidak akan ada kebebasan berkontrak. 94
Asas kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting
didalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah, perwujudan dari kehendak
bebas pancaran hak asasi. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian
Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut: 95
1.

Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian

2.

Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian

92

Hari Chand, Modern Jurisprudence, (Kuala Lumpur : International Law Book Services,
1994), hal. 109
93
Mariam Darus Badrul Zaman, KUHPerdata Buku III HukumPerikatan Dengan
Penjelasannya, (Bandung : Alumni , 1983), hal. 109
94
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia , (Jakarta : Institut Bankir Indonesia,
1993), hal. 25
95
Hasanudin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia,
(Bandung : Citra Aditya Bakti ,1998), hal. 138

Universitas Sumatera Utara

54
3.

Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan
dibuatnya

4.

Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian

5.

Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian

6.

Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang
yang bersifat opsional
Asas kebebasan berkontrak sifatnya universal, artinya berlaku juga pada

hukum perjanjian negara-negara lain mempunyai ruang lingkup yang sama seperti
juga ruang lingkup asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia.
96

Kebebasan berkontrak atau freedom of contract harus dibatasi bekerjanya, agar

kontrak yang dibuat berlandaskan asas itu tidak sampai merupakan perjanjian
yang berat sebelah atau timpang.
Asas kebebasan berkontrak itu bukanlah bebas mutlak. Ada beberapa
pembatasan yang diberikan oleh Pasal Pasal KUHPerdata terhadap asas ini, yang
membuat asas ini merupakan asas yang tidak terbatas, antara lain: Pasal 1320 ayat
(1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 1332, Pasal 17 dan Pasal 1338 ayat (3). Ketentuan
Pasal 1320 ayat (1) tersebut memberikan petunjuk bahwa, hukum perjanjian
dikuasai oleh asas konsensualisme. Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) tersebut juga
mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi
kontrak dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain, asas kebebasan
berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme.
Dari Pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa, kebebasan orang
untuk membuat kontrak dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat kontrak. Bagi

96

Op. Cit, hal. 47

Universitas Sumatera Utara

55
yang menurut ketentuan Undang-Undang tidak cakap untuk membuat kontrak
sama sekali tidak mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak.
Pasal 1320 ayat (4) Jo 1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas
untuk kontrak yang menyangkut jasa yang dilarang oleh Undang-Undang atau
bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan ketertiban umum.
Kontrak yang dibuat untuk jasa yang dilarang oleh Undang-Undang atau
bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan ketertiban umum
adalah tidak sah.
Pasal 1332 KUHPerdata memberikan arah mengenai kebebasan pihak
untuk membuat kontrak sepanjang yang menyangkut objek kontrak. Menurut
Pasal 1332 KUHPerdata tersebut adalah tidak bebas untuk memperjanjikan setiap
barang apapun. Menurut Pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai
ekonomis saja yang dapat dijadikan objek perjanjian atau objek kontrak.
Pasal 1338 ayat (3) menentukan tentang, berlakunya "asas itikad baik"
dalam melaksanakan kontrak. Asas itikad baik Ini bukan saja mempunyai daya
kerja pada waktu kontrak dilaksanakan, melainkan juga sudah mulai bekerja pada
waktu kontrak itu dibuat. Artinya, bahwa kontrak yang dibuat dengan
berlandaskan itikad buruk, misalnya atas dasar penipuan maka perjanjian itu tidak
dibenarkan. Dengan demikian asas itikad baik mengandung, pengertian bahwa
kebebasan

suatu

pihak

membuat

perjanjian

tidak

dapat

diwujudkan

sekehendaknya, tetapi dibatasi oleh itikad baiknya
Sekalipun asas kebebasan berkontrak yang diakui oleh KUHPerdata adalah
hakikatnya banyak dibatasi oleh KUHPerdata itu sendiri, tetapi daya kerjanya
masih sangat longgar. Kelonggaran ini telah menimbulkan ketimpangan-

Universitas Sumatera Utara

56
ketimpangan dan ketidakadilan bila para pihak yang membuat kontrak tidak sama
kuat kedudukannya atau mempunyai nilai tawar/bargaining position yang tidak
sama. 97
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa di bawah pengaruh paradigma
kebebasan berkontrak atau otonomi kehendak dapat dasar bekerjanya sistem
hukum menjustifikasi dasar kekuatan mengikat dan pelaksanaan kontrak oleh
pengadilan. Tugas utama sistem hukum adalah melindungi kebebasan individu
dan kekuatan menentukan nasibnya sendiri. Setiap orang harus berbuat
sebagaimana yang ia kehendaki, bebas dari tekanan pemerintah atau masyarakat.
Selain itu individu harus pula mampu menentukan sendiri dengan siapa ia
mengadakan hubungan, tanpa adanya paksaan. Dia juga harus mampu mengejar
tujuannya sendiri sepanjang tidak melanggar kebebasan orang lain. Oleh karena
itu negara harus menghormati kebebasan individu dan memberikan ruang untuk
membangun gaya hidupnya sendiri. Demikian pula dengan kebebasan berkontrak
ada kebebasan untuk mengadakan atau tidak mengadakan kontak kebebasan untuk
menentukan dengan siapa kontrak diadakan dan kebebasan untuk menentukan isi
serta bentuk kontrak yang bersangkutan.
C. Perjanjian Kerjasama Jasa Pengelolaan
Implementasi Kebebasan Berkontrak

Mobil

Tangki

Sebagai

Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari
kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi
semangat liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu.98 Seperti halnya di
dalam perjanjian kerjasama jasa pengelolaan mobil tangki antara PT. Pertamina

97

Ibid, hal. 49
Agus Yudha Hernoka, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, (Jakarta : Pena Grafika, 2013), hal. 108
98

Universitas Sumatera Utara

57
(Persero) dengan PT. Pertamina Patra Niaga dimana PT. Pertamina (Persero)
merupakan induk perusahaan dari PT. Pertamina Patra Niaga. Walaupun
hubungan perjanjian antara induk dan anak tetapi untuk merealisasikan
perwujudan dari perjanjian maka dibuat sebuah kontrak untuk memfasilitasi hak
dan kewajiban serta tanggung jawab para pihak. Perjanjian pada dasarnya
menetapkan secara rinci, jelas dan pasti apa yang menjadi kewajiban yang satu
terhadap pihak yang lainnya dan sebaliknya.99 Sebagai konsekuensi logis dari
berlakunya prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) maka para pihak
dalam suatu kontrak harus juga menentukan sendiri hal-hal sebagai berikut: 100
1.

Pilihlah hukum (choice of Law) dalam hal ini para pihak menentukan sendiri
dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interprestasi
kontrak tersebut.

2.

Pilihlah forum (choice of jurisdiction) yakni para pihak menentukan sendiri
dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi
sengketa di antara pihak dalam kontrak tersebut.

3.

Pilihlah domisili (choice of domicile) dalam hal ini masing-masing pihak
melakukan penunjukan. Dimanakah domisili hukum dari para pihak tersebut.
Ketika para pihak melakukan pilihan hukum pilihlah forum dan pilihan

domisili, tentu hal tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan dengan
segala keuntungan dan kerugiannya. Jika para pihak dalam kontrak tersebut tidak
melakukan pilihan hukum maka pilihlah forum dan pilihan domisili maka akan
menjadi persoalan yuridis yang serius, dimana sektor hukum haruslah
memberikan jawaban terutama terhadap pertanyaan hukum, mana yang berlaku
99

Abdulkadir Muhammad, Loc. Cit, hal. 218
Munnir Fuady, Loc.Cit, hal. 137

100

Universitas Sumatera Utara

58
dan pengadilan mana yang berwenang dalam menyelesaikan perkara jika terjadi
sengketa antara pihak dalam berkontrak. Mengenai domisili mana yang berlaku
juga sering menjadi faktor yang digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai
pengadilan mana yang berwenang dan hubungannya dengan kompetensi absolut
dan kompetensi relatif dari pengadilan tersebut.
Jika para pihak tidak menentukan sendiri pilihan hukum, pilihan forum,
dan pilihan domisilinya, maka sektor hukum dalam hal ini menyediakan kaidah
nya untuk mengatur hal tersebut yakni mengatur dalam kasus demikian hukum
manakah yang berlaku, pengadilan mana yang berwenang, atau domisili mana
yang dipakai. Tidak begitu banyak menjadi soal jika para pihak dalam kontrak
tersebut berasal dari hukum yang sama, atau berasal dari wilayah pengadilan yang
sama, atau hanya memiliki satu domisili, akan tetapi akan menjadi suatu masalah
yuridis untuk menentukan: 101
a.

Hukum mana yang berlaku jika terhadap para pihak berlaku hukum yang
berbeda misalnya ka

Dokumen yang terkait

Kedudukan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Dagang Antara PT Frisian Flag Indonesia Dengan Distributor di Kota Medan (PT. Permata Niaga Sebagai Salah Satu Distributor di Kota Medan)

2 77 122

Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Antara Perusahaan Pengguna Jasa Tenaga Kerja Dengan Perusahan Penyedia Jasa Pekerja (Studi Penelitian Di PT. Gunung Garuda Group)

0 52 102

Laporan Praktek Kerja Lapangan di PT. Pertamina Patra Niaga

0 4 1

Evaluasi Sistem Penggajian Awak Mobil Tangki (Amt) Pada Pt Pertamina Patra Niaga Terminal Bahan Bakar Minyak (Tbbm) Boyolali cover

0 2 13

Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Jasa Pengelolaan Mobil Tangki Antara PT. Pertamina (Persero) Dengan PT. Pertamina Patra Niaga di TBBM Medan Group

0 0 14

Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Jasa Pengelolaan Mobil Tangki Antara PT. Pertamina (Persero) Dengan PT. Pertamina Patra Niaga di TBBM Medan Group

0 0 2

Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Jasa Pengelolaan Mobil Tangki Antara PT. Pertamina (Persero) Dengan PT. Pertamina Patra Niaga di TBBM Medan Group Chapter III V

0 0 39

Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Jasa Pengelolaan Mobil Tangki Antara PT. Pertamina (Persero) Dengan PT. Pertamina Patra Niaga di TBBM Medan Group

0 0 3

LAPORAN TUGAS AKHIR SISTEM PENGGAJIAN AWAK MOBIL TANGKI DI PT PERTAMINA PATRA NIAGA TERMINAL BAHAN BAKAR MINYAK BOYOLALI

0 1 16

LAPORAN TUGAS AKHIR PROSEDUR REKRUITMEN AWAK MOBIL TANGKI (AMT) PT PERTAMINA PATRA NIAGA TERMINAL BBM (TBBM) BOYOLALI

0 0 16