Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Intrinsik Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Perbankan di Indonesia

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Teoritis

2.1.1

Intellectual Capital
Intangibles telah dirujuk sebagai goodwill, (ASB, 1997; IASB, 2004), dan

IC adalah bagian dari goodwill. Dewasa ini, sejumlah skema klasifikasi
kontemporer telah berusaha mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan secara
spesifik memisahkan IC ke dalam katagori eksternal (customer- related) capital,
internal (structural) capital, dan human capital (Brennan dan Connell, 2000;
Edvinsson dan Malone, 1997). Bukh (2003) menyebut bahwa IC dan aset tidak
berwujud adalah sama dan seringkali saling menggantikan.
Paragraph 08 PSAK 19 (revisi 2000) mendefinisikan aktiva tidak
berwujud sebagai aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau

menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan
administratif. Definisi tersebut merupakan adopsi dari pengertian yang disajikan
oleh IAS 38 tentang intangible assets yang relatif sama dengan definisi yang
diajukan dalam FRS 10 tentang goodwill and intangible assets. Keduanya, baik
IAS 38 maupun FRS 10, menyatakan bahwa aktiva tidak berwujud harus (1) dapat
diidentifikasi, (2) bukan aset keuangan (non- financial/non-monetary assets), dan
(3) tidak memiliki substansi fisik. Sementara APB 17 tentang intangible assets
tidak menyajikan definisi yang jelas tentang aktiva tidak berwujud.

!

12
Universitas Sumatera Utara

Stewart (dalam Ulum, 2009) mendefiniskan Intellectual Capital sebagai
keseluruhan manusia yang berada di dalam perusahaan yang mampu
menempatkan perusahaan ke dalam persaingan pasar, melalui pengetahuan,
informasi, pengalaman, yang menciptakan kesejahteraan perusahaan.
Edvinson dan Malone (dalam Ulum, 2009) mendefinisikan Intellectual
Capital sebagai nilai yang tersembunyi dari perusahaan, yang akan membawa

perusahaan menuju kesejahteraan.
Intellectual Capital merupakan perbedaan antara nilai pasar perusahaan
dengan nilai bukunya (Roslender dan Fincham, 2004 dalam Ulum, 2009)
Bontis et al. (2000) menyatakan modal intelektual memiliki tiga bagian
utama, yaitu : human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital
(CC). Secara sederhana HC melukiskan individual knowledge suatu perusahaan
yang ditunjukkan oleh karyawannya. Sedangkan SC merupakan non-human
knowledge dalam perusahaan, seperti database, struktur organisasi, strategi, dan
lain sebagainya yang dapat membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai
bukunya. CC adalah pengetahuan yang terdapat di dalam sistim pemasaran dan
hubungan dengan pelanggan.

2.1.2

Value Added Intellectual Capital (VAICTM)
Metode VAICTM, dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk

menyajikan informasi tentang penciptaan nilai dari aset berwujud (tangible asset)
dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan.
Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan

value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai

!

13
Universitas Sumatera Utara

keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan
nilai (value creation) (Pulic, 1998) sementara VA dihitung sebagai selisih antara
output dan input.
Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan
revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan
input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue.
Menurut Tan et al. (2007), hal penting dalam model ini adalah bahwa beban
karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam beban. Karena peran aktifnya
dalam proses value creation, maka beban karyawan tidak dihitung sebagai biaya.
Tan et al., 2007 menyebutkan aspek kunci dalam model Pulic adalah
memperlakukan tenaga kerja sebagai value creating entity, sehingga VA
dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC).
Hubungan lainnya dari VA adalah capital employed (CE), yang dalam hal

ini disebut dengan VACA (value added capital employed). VACA merupakan
indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic
(1998) mengasumsikan bahwa apabila sebuah perusahaan menghasilkan return
yang lebih besar dari setiap 1 unit dari CE, maka berarti perusahaan tersebut telah
memanfaatkan CE dengan baik. Sehingga menurut Tan et al., 2007 pemanfaatan
CE yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital.
Hubungan selanjutnya adalah VA dan HC. Value Added Human Capital
(VAHU) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan
kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan (Tan et al.,

!

14
Universitas Sumatera Utara

2007). Pulic (1998) berargumen bahwa total salary dan wage costs adalah
indikator dari HC perusahaan.
Hubungan ketiga adalah value added structural capital (STVA), yang
menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA

mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan
merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et
al., 2007). SC bukanlah ukuran yang independent sebagaimana HC, ia dependent
terhadap value creation (Pulic, 1999). Artinya, menurut Pulic (1999), semakin
besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi
SC dalam hal tersebut. Pulic (1999) menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi
HC, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri
tradisional (Pulic, 2000).
Rasio terakhir adalah menghitung intellectual capital perusahaan dengan
menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil
penjumlahan tersebut dirumuskan dalam indikator baru yang unik, yaitu VAICTM
(Tan et al., 2007). Keunggulan metode VAICTM adalah karena data yang
dibutuhkan mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data
yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka
keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan
perusahaan.
Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator
keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu
perusahaan secara individu. Indikator-indikator tersebut, khususnya indikator non-


!

15
Universitas Sumatera Utara

keuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lain (Tan et al.,
2007). Konsekuensinya, kemampuan untuk menerapkan pengukuran IC alternatif
tersebut secara konsisten terhadap sample yang besar dan terdiversifikasi menjadi
terbatas (Firer dan Williams, 2003)

2.1.3

Kinerja Keuangan Perusahaan
Untuk mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba dan

peningkatan nilai, biasanya digambarkan dalam kinerja keuangan perusahaan
tersebut.
ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.
ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah bunga dan pajak (EAT)

dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. ROA yang positif menunjukkan
bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu
memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila ROA negatif, menunjukkan
bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian
(Van Horne, 2005)

2.1.4

Nilai Perusahaan
Semula teori perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa maksud atau

tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba sekarang atau jangka pendek.
Akan tetapi, berdasarkan pengamatan perusahaan sering kali mengorbankan laba
jangka pendek untuk meningkatkan laba masa depan atau jangka panjang. Karena

!

16
Universitas Sumatera Utara


baik keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang sangat penting, teori
perusahaan (theory of the firm) sekarang mempostulatkan bahwa maksud atau
tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai
perusahaan (value of the firm). Hal ini dicerminkan dari nilai sekarang atas semua
keuntungan perusahaan yang diharapkan di masa depan.
Nilai dari perusahaan bergantung tidak hanya pada kemampuan
menghasilkan arus kas, tetapi juga bergantung pada karakteristik operasional dan
keuangan dari perusahaan yang diambil alih. Beberapa variabel kuantitatif yang
sering digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan sebagai berikut:
2.1.4.1 Nilai Buku

Nilai buku per lembar saham (BVS) digunakan untuk mengukur nilai
shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan
cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar.
Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio saham (paidup capital in
excess of par value) dan laba ditahan (retained earning).
2.1.4.2 Nilai Pasar Saham

Nilai pasar saham sebagaimana dinyatakan dalam kuotasi pasar modal
adalah pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis.

Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas utama dan secara luas
diperdagangkan, sebuah nilai pendekatan dapat dibangun berdasarkan nilai pasar.
Pendekatan nilai pasar adalah salah satu yang paling sering dipergunakan dalam
menilai perusahaan besar.

!

17
Universitas Sumatera Utara

Bagaimanapun nilai ini dapat berubah secara cepat. Faktor analisis
berkompetisi dengan pengaruh spekulatif murni dan berhubungan dengan
sentimen masyarakat dan keputusan pribadi.
2.1.4.3 Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik perusahaan disebut juga sebagai nilai wajar, yang
merupakan keseluruhan nilai kini dari aliran tunai bersih bebas. Untuk
menentukan nilai intrinsik perusahaan adalah dengan rumusan sebagai berikut :
Nilai perusahaan = (

!"!!!

!!!
!!! (!!!"##)!

)+(

!"
(!!!"##)!

!)

Keterangan :
FCFFt

=Free Cash Flow to Firm tahun ke-t

WACC

=Weighted average cost of capital

TV


=Terminal Value yaitu nilai sisa yang dihitung dengan cara
membagikan FCFF tahun ke-t, dengan capitalization rate

2.1.5

Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Discount rate yang digunakan untuk menentukan nilai kini perusahaan

adalah Weighted average cost of capital (WACC). Menurut Iramani dan Febrian
(2005), WACC digunakan sebagai discount rate, apabila pembiayaan atau
pendanaan perusahaan diperoleh dari berbagai sumber. Dengan demikian biaya
riil yang ditanggung oleh perusahaan merupakan keseluruhan biaya untuk semua
sumber pembiayaan yang digunakan. Menurut Fitriani et.al (2006), Cash flow
proyeksi akan didiskon dengan suatu discount rate tertentu yaitu Weighted
Average Cost of Capital (WACC) yang memperhitungkan adanya komposisi
struktur pendanaan pada investasi modal.

!

18
Universitas Sumatera Utara

Untuk menentukan jumlah biaya modal perlu dipertimbangkan struktur
modal perusahaan. Pada umumnya komponen struktur modal yang digunakan
dalam menghitung WACC adalah :
a. Sumber dana (saham preferen, saham biasa, hutang bank, obligasi)
b. Jumlah dana dari masing-masing sumber dana
c. Besarnya biaya dari masing-masing sumber
Sehingga untuk menghitung WACC digunakan rumusan sebagai berikut :
WACC = Wd.Kd(1-T) + Wps.Kps + Wcs.Kcs + …
Dengan :
Wd

= Jumlah dana / proporsi dana dari obligasi

Kd

= Biaya modal obligasi

Wps

= Proporsi dana dari saham preferen

Kps

= Biaya modal saham preferen

Wcs

= Proporsi dana dari saham biasa

Kcs

= Biaya modal saham biasa

2.1.6

Free Cash Flow to Firm (FCFF)
Free cash flow to firm adalah aliran kas yang merupakan sisa dari

pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif
yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Free cash flow ini lah
yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang
saham dan manajer (Jensen, 1986)
White et al (2003) mendefinisikan free cash flow sebagai aliran kas
diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash flow adalah kas dari

!

19
Universitas Sumatera Utara

aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan
untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini.
Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti
akuisisi dan pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan (growthoriented), pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham baik
dalam bentuk dividen. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu
perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang
tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan dividen.
Free cash flow menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang
dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar “strategi” menyiasati pasar dengan
maksud meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan
pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai
perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan dan
yang tidak (Uyara dan Tuasikal, 2003). Cara untuk mendapatkan FCFF adalah
dengan mengestimasi arus kas sebelum dilakukan pembayaran klaim, yaitu :
FCFF = EBIT(1-tax) + depresiasi – capital expenditure – !non-cash working
capital
Capital expenditure adalah pengeluaran yang menciptakan manfaat masa depan
yang biasanya digunakan untuk membeli aktiva tetap, dihitung dengan
mengurangkan aset tetap tahun kini dengan tahun sebelumnya, sedangkan noncash working capital adalah investasi jangka pendek bersih yang dibutuhkan
untuk melaksanakan setiap aktivitas, dihitung dengan mengurangkan antara aset
lancar dengan hutang lancar.

!

20
Universitas Sumatera Utara

2.1.7

Growth (Pertumbuhan)
Growth (pertumbuhan) memegang peranan yang sangat penting di dalam

menentukan nilai perusahaan, kesalahan dalam menentukan growth akan
mengakibatkan kesalahan didalam melakukan proyeksi arus kas tunai bersih
bebas (FCFF) yang merupakan komponen utama di dalam nilai perusahaan.
Growth merupakan komponen untuk menentukan arus kas tunai bersih
bebas (FCFF). Untuk menentukan growth digunakan beberapa pendekatan, yakni:
1. Pendekatan data historis
Apabila pada data historis perusahaan, ditemukan bahwa growth cenderung
stabil, maka growth tersebut dapat digunakan kembali sebagai dasar dalam
melakukan prediksi

growth di masa yang akan datang. Pertumbuhan

perusahaan dapat diprediksi dengan memperhatikan rencana jangka pendek
maupun jangka panjang perusahaan.
2. Pendekatan forecast analysis
Pada umumnya, pendekatan ini yang paling aktual untuk digunakan di dalam
penentuan growth perusahaan di masa yang akan datang, karena pendekatan
ini merupakan hasil analisis dari para analis manajemen keuangan. Forecast
analis dapat dipergunakan dan biasanya cukup akurat karena mereka sudah
terbiasa mengamati pertumbuhan banyak perusahaan dalam jangka waktu
yang cukup lama dan memiliki intuisi yang cukup kuat. Para analis
memperhatikan banyak aspek antara lain perekonomian secara makro,
rencana ekspansi perusahaan di masa yang akan datang, laju inflasi, dan lain
sebagainya.

!

21
Universitas Sumatera Utara

Apabila growth historis perusahaan tidak stabil atau tidak konstan, maka
pendekatan inilah yang digunakan untuk memprediksi pertumbuhan
perusahaan di masa depan.
3. Pendekatan Growth in Operating Income
Pendekatan ini digunakan untuk menentukan growth yang memiliki
kecenderungan pertumbuhan yang stabil, dapat dihitung dengan rumusan :
Expected Growth(g) = Reinvestment Rate x ROC
Reinvestment Rate =

!!"#$!!"#$"%&'(&)*!!∆!"!#$%!!!"#$%&'!!"#$%"&
!"#$ !!!

ROC = EBIT(1-T)/Capital invested

2.2 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Basyar (2009)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modal intelektual
(Intellectual Capital/IC) yang diukur menggunakan metode Value Added
Intellectual Coefficient (VAIC) terhadap Return On Asset perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 –
2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Value Added Intellectual

Coeffisient (VAIC) yang terdiri dari HCE, SCE, dan CEE secara
bersamaan (simultan) berpengaruh positif secara signifikan terhadap
terhadap Return on Asset (ROA) perusahaan perbankan.
2.

Solikhah, Rohman, dan Meiranto (2010)
Melakukuan penelitian tentang Implikasi Intellectual Capital terhadap
Financial Performance, Growth and Market Value; studi empiris dengan
pendekatan simplistic. Modal Intelektual terbukti berpengaruh positif dan

!

22
Universitas Sumatera Utara

signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Modal Intelektual
terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
perusahaan. Modal Intelektual tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap nilai pasar perusahaan.
3.

Yudhanti dan Shanti (2011)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara ukuran intellectual
capital dan ukuran fundamental kinerja keuangan perusahaan. Penelitian
ini juga menggunakan beberapa variabel kontrol yaitu size dan jenis
industri. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
perusahaan yang secara intensif menggunakan modal intelektual yaitu
industri jasa. Intellectual capital pada perusahaan jenis industri jasa
menunjukkan adanya pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Ukuran eksternal perusahaan digunakan pada penelitian ini untuk
mengukur intellectual capital yaitu market-to-book value.

4.

Ongkorahardjo, Susanto, Rachmawati (2008)
Penelitian ini menggunakan obyek kantor akuntan publik Penelitian ini
berusaha menguji apakah individual capability dan the organizational
climate yang merupakan komponen dari human capital memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja perusahaan kantor akuntan publik baik
secara individual (parsial) maupun secara simultan. Hasil penelitian
menunjukkan
signifikan

bahwa

terhadap

pertama,
kinerja

individual

kantor

capability

akuntan

publik.

berpengaruh
Kedua,

the

organizational climate berpengaruh signifikan terhadap kinerja kantor
akuntan publik. Ketiga, individual capability dan the organizational

!

23
Universitas Sumatera Utara

climate berpengaruh signifikan secara bersama- sama terhadap kinerja
kantor akuntan publik.
5. Rachmawati (2012).
Populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bank Indonesia periode 2006-2009 dengan sampel sebanyak 68
perusahaan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel
independen yaitu Intelectual Capital (IC) dan satu variabel dependen yaitu
Return on Asset (ROA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif antara intellectual capital terhadap Return On Asset
(ROA).
6. Ulum, Ghozali dan Chariri (2009).
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang
beroperasi di Indonesia sampai dengan tahun 2006, dan secara rutin
melaporkan posisi keuangannya kepada Bank Indonesia. Penelitian ini
menguji pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja perusahaan pada
masa sekarang dan efeknya ke masa yang akan datang, kesimpulannya
bahwa Intellectual Capital berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan dimasa sekarang dan masa yang akan datang.
7. Artinah & Muslih (2011)
Penelitian ini menggunakan variabel capital gain sebagai variabel
dependennya, yang mengukur hubungan antara Intellectual Capital
terhadap Capital gain pada perusahaan perbankan. Penelitian ini
menemukan bahwa Intellectual Capital tidak berpengaruh signifikan
terhadap capital gain.

!

24
Universitas Sumatera Utara

8. Yudha & Nasir (2012).
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang masuk dalam kelompok
LQ 45, dan mengukur hubungan antara reaksi

investor terhadap

intellectual capital, yang hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
signifikan antara Human Capital, Structural Capital, dan Capital
Employee terhadap reaksi investor.
9. Suhendah (2012)
Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada signifikansi antara Intellectual
capital yang terdiri dari VAHU, VACA, dan STVA terhadap nilai pasar
perusahaan, dimana populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan
yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2012.
Pada Tabel 2.1 disajikan penelitian terdahulu yang mengukur hubungan
IC terhadap kinerja keuangan perusahaan maupun terhadap nilai perusahaan.
Tabel 2.1 Penelitian-Penelitian Empiris Tentang Intellectual Capital
Dikembangkan
oleh

Variabel

Basyar (2009)

VAIC – ROA

Solikhah, Rohman,
dan Meiranto
(2010)

Intellectual
Capital,
Financial
Performance,
Growth
and
Market Value
Intellectual
Capital, Market
to Book Value
the
organizational
climate,
Individual
Capability

Yudhanti
Shanti (2011)

dan

Ongkorahardjo,
Susanto,
Rachmawati (2008)

!

Sampel

Hasil Penelitian

Perusahaan
Perbankan di BEI
(2007-2009)
Perusahaan
Perbankan di BEI
(2007-2010)

a.

VAIC berpengaruh positif signifikan
terhadap ROA

a.

IC berpengaruh positif terhadap
Kinerja keuangan
IC tidak berpengaruh positif terhadap
Nilai pasar perusahaan.

Perusahan
Industri Jasa di
BEI (2008-2011)
Perusahaan Jasa
Akuntan publik

a.

IC berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan

a.

Organizational Climate berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan
Individual
Capability
memiliki
pengaruh terbesar terhadap kinerja
keuangan perusahaan

b.

b.

25
Universitas Sumatera Utara

Rachmawati (2012)

Intellectual
Capital, ROA

Ulum, Ghozali dan
Chariri (2009)

Artinah,
(2011)

Muslih

a.

IC berpengaruh signifikan terhadap
ROA

Intellectual
Capital, ROA,
ROGIC

Perusahaan
Perbankan di BEI
(2006-2009)
Perusahaan
Perbankan di BEI
(2006-2009)

a.
b.

IC berpengaruh positif terhadap ROA
IC berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan dimasa depan.

Intellectual
Capital, Capital
Gain

Perusahaan
perbankan di BEI
(2008-2011)

a.

IC tidak berpengaruh terhadap Capital
Gain
Human Capital Effeciency tidak
berpengaruh terhadap capital gain
Structural Capital tidak berpengaruh
positif terhadap Capital gain
Capital Employee tidak berpengaruh
terhadap Capital gain

b.
c.
d.

Yudha,
(2012)

Nasir

Intellectual
Capital, Reaksi
Investor

Perusahaan yang
masuk kelompok
LQ 45

a.
b.
c.

Suhendah (2012)

Intellectual
Capital, Nilai
Pasar
perusahaan

Perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI
(2009-2012)

a.
b.
c.
d.

!

IC tidak berpengaruh positif terhadap
reaksi investor
Capital Employee berpengaruh positif
terhadap reaksi investor
Human capital dan Structural capital
tidak berpengaruh terhadap reaksi
investor
IC tidak berpengaruh signifikan
terhadap nilai pasar perusahaan
Physical capital tidak berpengaruh
positif terhadap nilai pasar perusahaan
Human Capital tidak berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan
Structural capital tidak berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan

26
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI PASAR PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING.

3 6 46

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2012-2015

0 1 4

Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Intrinsik Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Perbankan di Indonesia

0 0 16

Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Intrinsik Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Perbankan di Indonesia

0 0 2

Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Intrinsik Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Perbankan di Indonesia

0 3 11

Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Intrinsik Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Perbankan di Indonesia Chapter III VI

0 0 53

Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Intrinsik Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Perbankan di Indonesia

0 0 4

Pengaruh Intellectual Capital terhadap Nilai Intrinsik Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Perbankan di Indonesia

0 1 11

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR - Perbanas Institutional Repository

0 1 16

PENGARUH INTELLCTUAL CAPITAL (CEE, HCE, SCE) DAN INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI INDONESIA

0 0 17