Analisis Dan Implementasikebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan)
BAB II
PROFIL PROVINSI RIAU DAN TATA KELOLA HUTAN DI PROVINSI
RIAU
II.1 Profil Provinsi Riau
Provinsi Riau merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak
dibagian tengah pulau Sumatera, Provinsi ini juga terletak di bagian tengah pantai
timur Pulau Sumatera, yaitu sepanjang pesisir Selat Melaka. Ibukota dan kota
terbesar Provinsi Riau adalah Pekanbaru, kota besar lainnya antara lain Dumai,
Selat panjang, Bagan siapiapi, Bengkalis, Bangkinang, Tembilahan, dan Rengat. 28
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, sumber
dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet,
kelapa sawit dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang merajalela
telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya
33% pada 2005. Rata-rata 160,000 hektare hutan habis ditebang setiap tahun,
meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009. Deforestasi dengan
tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah
menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama
bertahun-tahun. 29
28
"Sejarah Singkat Indragiri Hilir". Situs resmi pemerintah kabupaten Indragiri Hilir, diakses melalui situs
Wikipedia pada tanggal 21 Februari 2017
29
"Kondisi Sosial Budaya Provinsi Riau". Sekretariat Negara, diakses melalui situs Wikipedia pada tanggal
21 Februari 2017
31
II.1.2 Sejarah Provinsi Riau
Provinsi Riau diduga telah dihuni sejak masa antara 10.000-40.000 SM.
Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman Pleistosin di daerah
aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus
2009. Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih
dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih. Tim
peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua
dari alat-alat batu itu. 30 Diduga manusia pengguna alat-alat yang ditemukan di
Riau adalah pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Sangiran,
Jawa Tengah. Penemuan bukti ini membuktikan ada kehidupan lebih tua di Riau
yang selama ini selalu mengacu pada penemuan Candi Muara Takus di Kampar
sebagai titik awalnya.
Sejarah Riau pada masa pra-kolonial didominasi beberapa kerajaan
otonom yang menguasai berbagai wilayah di Riau. Kerajaan yang terawal,
Kerajaan Keritang, diduga telah muncul pada abad keenam, dengan wilayah
kekuasaan diperkirakan terletak di Keritang, Indragiri Hilir. Kerajaan ini pernah
menjadi wilayah taklukan Majapahit, namun seiring masukkan ajaran Islam,
kerajaan tersebut dikuasai pula oleh Kesultanan Melaka. Selain kerajaan ini,
terdapat pula Kerajaan Kemuning, Kerajaan Batin Enam Suku, dan Kerajaan
Indragiri, semuanya diduga berpusat di Indragiri Hilir.
30
Artikel Antara "Artefak Masa Prasejarah Ditemukan di Riau". ANTARA, diakses melalui Situs Wikipedia
pada tanggal 21 Februari 2017
32
Di akhir abad ke-18, Kerajaan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan
di pesisir timur Sumatera. Pada tahun 1761, Sultan Abdul Jalil Syah III mengikat
perjanjian ekslusif dengan Belanda, dalam urusan dagang dan hak atas kedaulatan
wilayahnya, serta bantuan dalam bidang persenjataan. Walau kemudian muncul
dualisme kepemimpinan di dalam tubuh kesultanan yang awalnya tanpa ada
pertentangan di antara mereka, Raja Muhammad Ali, yang lebih disukai Belanda,
kemudian menjadi penguasa Siak, sementara sepupunya Raja Ismail, tidak disukai
oleh Belanda, muncul sebagai Raja Laut, menguasai perairan timur Sumatera
sampai ke Laut Cina Selatan, membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh.
Tahun 1780, Siak menaklukkan daerah Langkat dan termasuk wilayah Deli
Serdang. Di bawah ikatan perjanjian kerjasama mereka dengan VOC, pada tahun
1784 Siak membantu tentara Belanda menyerang dan menundukkan Selangor, dan
sebelumnya mereka telah bekerjasama memadamkan pemberontakan Raja Haji
Fisabilillah di Pulau Penyengat. 31
Pada masa kolonial, invasi Belanda yang agresif ke pantai timur Sumatera
tidak dapat dihadang oleh kerajaan Siak. Belanda mempersempit wilayah
kedaulatan Siak, dengan mendirikan Keresidenan Riau (Residentie Riouw) di
bawah pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang. Para
sultan Siak tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka telah terikat perjanjian
dengan Belanda. Kedudukan Siak semakin melemah dengan adanya tarik-ulur
31
Ryan, N. J. 1969, “The making of modern Malaysia and Singapore : a history from earliest times to 1966
(4th ed., rev ed.)”, Oxford University Press, di akses melalui situs Wikipedia paa tanggal 22 Februari 2017
33
antara Belanda dan Inggris yang kala itu menguasai Selat Melaka, untuk
mendapatkan wilayah-wilayah strategis di pantai timur Sumatera.
Para sultan Siak saat itu terpaksa menyerah kepada kehendak Belanda dan
menandatangani perjanjian pada Juli 1873 yang menyerahkan Bengkalis kepada
Belanda, dan mulai saat itu, wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi
kekuasaan Siak satu demi satu berpindah tangan kepada Belanda. Pada masa yang
hampir bersamaan, Indragiri juga mulai dipengaruhi oleh Belanda, namun
akhirnya baru benar-benar berada di bawah kekuasaan Batavia pada tahun 1938.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Riau menjadi salah satu
sasaran utama untuk diduduki. Bala tentara Jepang menduduki Rengat pada 31
Maret 1942. Seluruh Riau dengan cepat tunduk di bawah pemerintahan Jepang.
Salah satu peninggalan masa pendudukan Jepang adalah jalur kereta api sepanjang
300 km yang menghubungkan Muaro Sijunjung dan Pekanbaru yang terbengkalai.
Ratusan ribu rakyat Riau dipaksa bekerja oleh tentara Jepang untuk
menyelesaikan proyek ini. 32
Pada awal kemerdekaan Indonesia, bekas wilayah Keresidenan Riau
dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi.
Seiring dengan penumpasan simpatisan PRRI, Sumatera Tengah dimekarkan lagi
menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera
Selatan. Ketika itu, Sumatera Tengah menjadi basis terkuat dari PRRI, situasi ini
menyebabkan pemerintah pusat membuat strategi memecah Sumatera Tengah
32
Samad, R. S., & Zulkarnain. 2010. Negara dan masyarakat: Studi penetrasi negara di Riau Kepulauan
masa Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar di Akses melalui situs Wikipedia pada Tanggal 22 Februari
2017
34
dengan tujuan untuk melemahkan pergerakan PRRI. Selanjutnya pada tahun 1957,
berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Sumatera Tengah
dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat.
Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk adalah bekas
wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Keresidenan Riau serta ditambah
Kampar yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukkan ke
dalam wilayah Rhio Shu. 33
Provinsi Riau sempat menjadi salah satu daerah yang terpengaruh
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia pada akhir 1950-an. Pemerintah
pusat menggelar Operasi Tegas dibawah pimpinan Kaharuddin Nasution, yang
kelak menjadi gubernur provinsi ini, dan berhasil menumpas sisa-sisa simpatisan
PRRI. Setelah situasi keamanan berangsur pulih, pemerintah pusat mulai
mempertimbangkan untuk memindahkan ibu kota provinsi dari Tanjung Pinang
ke Pekanbaru, yang secara geografis terletak di tengah-tengah. Pemerintah
akhirnya menetapkan Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi yang baru pada 20
Januari 1959 lewat Kepmendagri. 34
Setelah jatuhnya Orde Lama, Riau menjadi salah satu tonggak
pembangunan ekonomi Orde Baru yang kembali menggeliat. Pada tahun 1944,
ahli geologi NPPM, Richard H. Hopper dan Toru Oki bersama timnya
menemukan sumur minyak terbesar di Asia Tenggara yaitu di Minas, Siak. Sumur
ini awalnya bernama Minas No. 1. Minas terkenal dengan jenis minyak Sumatera
33
Asnan, Gusti. 2007. “Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an”. Yayasan Obor
Indonesia di akses melalui Wikipedia pada tanggal 22 Februari 2017
34
Ibid
35
Light Crude (SLC) yang baik dan memiliki kadar belerang rendah. Pada masa
awal 1950-an, sumur-sumur minyak baru ditemukan di Minas, Duri, Bengkalis,
Pantaicermin, dan Petapahan. Eksploitasi minyak bumi di Riau dimulai di Blok
Siak pada September 1963, dengan ditandatanganinya kontrak karya dengan PT
California Texas Indonesia (kini menjadi Chevron Pacific Indonesia). Provinsi ini
sempat diandalkan sebagai penyumbang 70 persen dari produksi minyak nasional
pada tahun 1970-an. Provinnsi Riau juga menjadi tujuan utama program
transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintahan Soeharto. Banyak keluarga dari
Pulau Jawa yang pindah ke perkebunan-perkebunan kelapa sawit yang baru
dibuka di Riau. 35
II.1.3 Geografis
Provinsi Riau terdiri dari daerah dataran dan perairan, dengan itu lebih
kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km), keberadaanya membentang dari lereng bukit
barisan sampai dengan Selat Malaka terletak antara 01 05’00’’ Lintang Selatan –
02 25’00’’ Lintang Utara atau antara 10 00’00’’ – 105 05’00’’ Bujur Timur. Di
daratan terdapat sungai Siak (300 Km) dengan Kedalaman -12m, Sungai Rokan
(400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman
lebih kurang 6 meter dan sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6-8 meter.
Keempat sungai yang membelah pegunungan dataran tinggi bukit barisan tersebut
bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. 36
35
ibid
36
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut di Provinsi
Riau". Badan Pusat Statistik.
36
Adapun batas – batas Provinsi Riau bila dilihat posisinya dengan negara
tetangga dan provinsi lainnya adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara
: Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara
b. Sebelah Selatan
: Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat
c. Sebelah Timur
: Provinsi Kepulauan Riau da Selat Malaka
d. Sebelah Barat
: Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara
Provinsi Riau sendiri memiliki 10 Kabupaten dan 2 Kota, yaitu :
a. KabupatenKuantan Singingi
b. KabupatenIndragiri Hulu
c. KabupatenIndragiri Hilir
d. Kabupaten Pelalawan
e. KabupatenSiak Sri Indrapura
f. KabupatenKampar
g. KabupatenRokan Hulu
h. KabupatenBengkalis
i. KabupatenRokan Hilir
j. Kota Pekanbaru
k. Kota Dumai
l. Kabupaten Kepulauan Meranti
II.1.4 Perekonomian dan Sosial Budaya
Mayoritas penghasilan yang dimiliki penduduk di Provinsi Riau adalah
dari Perkebunan. Perkebunan yang berkembang adalah perkebunan karet dan
37
perkebunan kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh rakyat.
Selain itu juga terdapat perkebunan jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan
perkebunan kelapa sawit saat ini provinsi Riau telah memiliki lahan seluas 1.34
juta hektare. Selain itu, telah terdapat sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit
(PKS) yang beroperasi dengan produksi coconut palm oil (CPO).
Letak strategis Provinsi Riau di jalur lintas perdagangan di Selat Malaka
menyebabkan terjadinya kontak suku bangsa di sekitaran nusantara seperti dengan
India, Arab dan Eropa. Masuknya agama Hindu, Budha dan Islam menyebabkan
terjadinya akulturasi, adaptasi dan asimilasi di bidang kebudayaan. Salah satu
warisan Hindu yang nyata di Provinsi Riau adalah adanya komplek Candi Muara
Takus di Kecamatan Tiga Belas Koto Kampar (Kabupaten Kampar). Selain itu,
terdapat pula dipadang candi di Kabupaten Indragiri Hulu dan juga Candi
Sedinginan di Kabupaten Rokan Hilir. 37
Pengaruh agam islam masuk ke Indonesia pada melenium pertama dan
sesudahnya terjadi secara damai dan berkembang, hampir semua elemen
kebudayaan mengalami penyesuaian terhadap agama islam, dengan demikinan
pengaruh islam menjadi dominan di kebudayaan melayu. Oleh sebab itu, agama
islam menjadi semakin kuat dan kemudian menyatu dengan nama komunitas
Riau.
Proses pembaharuan terjadi terus menerus di Provinsi Riau sampai saat
ini. Pembaharuan etnis yang ada saat ini sudah terjadi selama berabad, sehingga
37
Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah, Balai Pustaka di akses melalui
situs Wikipedia pada tanggal 23 Februari 2017
38
heterogenitas yang terjadi di Provinsi Riau saat ini merupakan hal yang wajar.
Kemajemukan yang terjadi dapat terlihat dari adanya penduduk yang bersuku
Bungis, Banjar, Minangkabau, Tapanuli, Jawa dan bahkan Arab. Oleh karena itu,
beberapa tradisi memiliki kemiripan satu sama lain, tetapi semuanya dikenal
sebagai kebudayaan melayu tanpa mempertanyakan asal usul mereka. 38
Jejak – jejak kebudayaan yang mewarisi masa lalu masih terlihat nyata di
dalam tradisi dan adat istiadat di tengah kehidupan sehari – hari masyarakat
Melayu Riau. Tetapi kebudaaan melayu di daerah ini tidak sepenuhnya berakat
semata – mata dari kebudayaan melayu, melainkan dari beberapa bentuk
kebudayaan lain dan tradisi lain yang telah ada di Indonsia Berabad – abad yang
lalu dimana tetap meninggalkan jejak dan memengaruhi kebudayaan melayu
setempat. Bentuk kesenian melayu Riau kebanyakan bernafaskan budaya islam.
II.2 Kondisi Hutan di Provinsi Riau
Proses degradasi hutan di Provinsi Riau sangatlah cepat, Provinsi Riau
adalah wilayah yang mempunyai lahan gambut terbesar di pulau Sumatera.
Menjamurnya indusrialisasi kehutanan merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya degradasi hutan yang tidak terkendali. Tata kelola hutan lestari tidak
dapat dilepaskan dari unsur pengelola. Hutan yang hanya diorentasikan kepada
pemanfaatan hutan melalui pemberian izin semata dengan cara membagi-bagi
seluruh kawasan hutan produksi. Pada dasarnya tata kelola harus dilihat dari
proses keserasian antara pengukuhan dan penetapan kawasan hutan dengan
38
Suwardi MS.1991. Budaya Melayu dalam perjalanannya menuju masa depan. Pekanbaru: Yayasan
Penerbit MSI-Riau Hal 23.
39
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), sehingga pengelolaan hutan
dilihat sebagai sebuah “landscape” ekonomi, politik, sosial dan tata ruang yang
utuh.
Sesuai dengan Rencana strategi Kementerian Kehutanan 2010-2014 maka
terdapat prioritas untuk menyelamatkan hutan, yaitu : 39
1. Pemantapan kawasan hutan yang berbasis pengelolaan hutan lestari,
2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS,
3. Perlindungan dan pengamanan hutan,
4. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
5. Revitalisasi hutan dan produk kehutanan,
6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan,
7. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan, dan
8. Penguatan kelembagaan kehutanan
Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang
terluas di Sumatera 4,044 juta hectare (56,1% dari luas lahan gambut Sumatera
atau 45% dari luas daratan provinsi Riau). Proses Deforestasi dan degradasi hutan
alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat. Selama kurun waktu 24 tahun
(1982-2005) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 3,7 Juta
hectare. Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 78%
(6.415.655 hektar) dari luas daratan Propinsi Riau 8.225.199 Ha (8.265.556,15
hektar setelah dimekarkan). Hingga tahun 2005 hutan alam yang tersisa hanya
39
Di kutip melalui situs internet http://www.mongabay.co.id/model-pengelolaan-hutan-lewat-konsepkesatuan-pengelolaan-hutan-kph/ di akses pada tanggal 24 Februari 2017
40
2,743,198 ha (33% dari luasan daratan Riau). Dalam Kurun waktu tersebut
provinsi Riau rata-rata setiap tahun kehilangan hutan alamnya seluas 160.000
Hektar/tahun. 40
Pelepasan kawasan hutan di provinsi Riau secara besar-besaran memuncak
di mulai pada tahun 1987 sampai tahun 1998 yang total pelepasannya mencapai
1.522.333 Ha. Kondisi tersebut yang mengakibatkan kebakaran hutan di Provinsi
Riau terus terjadi dan bahkan pelepasan kawasan hutan juga masih terjadi sampai
saat ini. Pelepasan hutan dilandasi oleh pola pembangunan yang dilakukan di
masa orde baru untuk memunculkan perusahaan-perusahaan besar untuk
melakukan industrialisasi kelapa sawit.
Tabel 2.1. Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Perkebunan di Provinsi Riau
berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Tahun 1999 s.d 2014.
No
Tahun
Luas (Ha)
1
1999
30.084
2
2000
27.872
3
2005
6.062
4
2008
29.564
5
2007
13.655
6
2009
13.416
7
2010
5.721
8
2012
18.410
40
Lihat Natgeo http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/01/eksploitasi-hutan-riau-potret-buruknya-tatakelola-kehutanan-ri (di akses pada 24 Februari 2017
41
9
2013
5.543
10
2014
8.062
Jumlah
158.389
Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan provinsi Riau Tahun 2015
Selain dari pada itu kondisi kawasan hutan dan non hutan di Provinsi Riau
memiliki luas seitar 9.020.232 Ha yang dapat difungsikan di tahun 2014. Luas
kawasan tersebut berdasarkan keputusan menteri kehutanan. Berikut ini adalah
gambar tabel dari Luas Kawasan Hutan dan Non Hutan Provinsi Riau
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : SK.878/Menhut-II/2014
tanggal 29 September 2014 (Menurut Fungsi Kawasan) :
Tabel 2.2. Kawasan Hutan \di Provinsi Riau 2014
No
Fungsi Kawasan Hutan
Luas (Ha)
%
A
Kawasan Hutan
1
Kawasan Suaka Alam
633.420
7.02
2
Kawasan Hutan Lindung
234.015
2.59
3
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
1.031.600
11.44
4
Kawasan Hutan Produksi Tetap
2.331.891
25.85
5
Kawasan Hutan Yanng Dapat di Konversi
1.268.767
14.07
42
B
Kawasan Non Kehutanan
1
Areal Penggunaan Lain
3.400.416
37.70
2
Tubuh Air
120.123
1.33
Jumlah
9.020.232
100.00
Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2015 hal 3
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Penyusunan
RTRWP dilakukan
dengan mengacu pada RTRWN (Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional), kemudian RTRWK (Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota) juga harus mengacu pada RTRWP. Hal tersebut dimaksudkan
agar ada singkronisasi Pembangunan antar Tingkat Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota. RTRWN disusun untuk jangka 25 Tahun, RTRWP untuk Jangka
15 Tahun, dan RTRWK untuk jangka waktu 10 Tahun. Revisi atau Peninjauan
Kembali dapat dilakukan setiap 5 Tahun. Revisi atau Peninjuan bertujuan untuk
mensingkronkan kembali berbagai perkembangan kebijakan Daerah, Nasional
maupun Internasional yang mungkin muncul di tengah perjalanan. 41
Pentingnya Penataan ruang ini mengandung makna bahwa setiap
kebijakan Pembangunan yang dibuat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
agar tidak keluar dari arahan pemanfaatan ruang yang sudah ada. Secara implisit
Tata Ruang juga memuat tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat
41
Data dan Fakta Pola Pemanfaatan Ruang Prov. Riau – Analisis Dept Riset dan GIS Kabut Riau
43
dan Daerah, baik dalam hal Penetapan/Perubahan Status Kawasan Hutan,
Pemberian izin alokasi Ruang untuk Investasi maupun Pengembangan. 42
Jika dilihat dari perspektif Ekologis Tata Ruang juga berfungsi untuk
memberikan kepastian bagi perlindungan/pelestrian terhadap kawasan, ekosistem,
dan habitat yang memiliki nilai ekologis tinggi. Kemudian Maknanya akan lebih
luas apabila dilihat dari Perspektif Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik.
Pada Pasal 77 UU No 26 Tahun 2007 poin penting yang berkaitan tentang
perencanaan tata ruang, yaitu : 43
1. Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana
tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
2. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya
diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
3. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan
rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh
sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
Keluarnya UU no 26 tahun 2007 diikuti dengan keluarnya PP no 26 Tahun
2008 tentang rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Berdasarkan PP No 26 tahun
2008 Hutan Tanaman Industri hanya diperbolehkan pada kawasan hutan produksi
tetap dan tidak berada pada kawasan lindung. Sedangkan Perizinan HTI sebagian
42
Ibid
Ibid
43
44
ada dalam kawasan lindung dan kawasan Hutan Produksi terbatas. Hutan tanaman
Industri tidak diperbolehkan pada Hutan Produksi Terbatas karena secara jelas
dalam penjelasan pasal 64 ayat 1 huruf a PP 26 2008 ditegaskan bahwa kawasan
peruntukan hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan yang secara ruang
digunakan untuk budi daya hutan alam.
Adapun gambar Proyeksi Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional
Terhadap Provinsi Riau sebagai berikut
:
Sumber: Lampiran VII Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tanggal 10 Maret 2008 Tentang Peta
Pola Ruang Wilayah Nasional (Di analisis ulang oleh dept Riset dan GIS Kabut Riau)
Tren pembangunan di Provinsi Riau di mulai pada tahun 1980an. Tren
tersebut di awali oleh berdirinya industry kelapa sawit oleh dua perusahaan besar
yaitu Pabrik industri pulp dan Kertas pertama kali masuk ke Riau diawal tahun
1980an yaitu dengan didirikanya Industri Pulp dan Kertas PT. Indah Kiat pulp
and Paper ( APP Goup) di Perawang Kabupaten Siak (dulubya Kabupaten
Bengkalis).
Kemudian diikuti dengan didirikanya Industri pulp dan kertas PT. Riau
Andalan Pulp and Paper (APRIL GrouP) pada tahun 1993 di Pangkalan Kerinci
45
Kabupaten Pelalawan (dulunya kabupaten Kampar). Kemudiannya kedua industri
ini seakan berlomba meningkatkan kapasitas Industri mereka, hingga tahun 2006
masing - masing kapasitas industri Pulp and Paper tersebut telah mencapai 2 juta
ton/tahun. Setidaknya semenjak tahun 1980-an hungga tahun 2000 kawasan HPH
yang sudah dialokasikan untuk dialihfungsikan menjadi HTI mencapai 1,57 juta
hectare yang terbagi kedalam 32 unit. HTI yang dikembangkan di propinsi Riau
terdiri dari sektor HTI Pulp, HTI kemitraan, HTI Transmigrasi, HTI Industri
Pengolahan dan HTI sagu. 44
Berikut ini adalah gambar tabel dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK) yang ada di Provinsi Riau Tahun 2014
no
Jenis IUPHHK
Jumlah (Unit)
Luas (Ha)
1
IUPHHK-HA
4
229.128
2
IUPHHK-RE
4
116.977
3
IUPHHK-HT
58
1.654.557
Jumlah
66
1.771.534
Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau
Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah barat Indonesia yang
memiliki hutan yang cukup luas. Namun, mengalami banyak kemerosotan setiap
tahunnya. Luas kawasan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 173/KPTSII/1986 adalah 9.465.160 Ha. Berdasarkan pada SK Kementerian Kehutanan No.
7651/Menhut/VII/KUH/2011 luas kawasan hutan di Provinsi Riau sebesar
7.121.344 Ha. Sedangkan untuk tahun 2014, berdasarkan pada SK Menteri
44 Dinas Kehutanan Riau
46
Kehutanan No. SK.637/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 menjadi
5.502.225 Ha.
Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau sejak 1997. Perhatian meluas
terhadap kejadian ini pada tahun 1999, di mana kabut asap sampai ke Malaysia
dan Singapura. Pada tahun 2005 jumlah titip api tertinggi di Riau yaitu mencapai
23.094 titik api. Sedangkan pada tahun 2013 lalu, kabut asap terjadi dua kali
dalam satu tahun. Fenomena yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
yang hanya terjadi satu tahun sekali.
Fakta mengenai jumlah kebakaran yang terjadi sangat memprihatinkan.
Pada tahun 2013, mayoritas kebakaran yang terjadi terpusat di Propinsi Riau.
Angka yang cukup mengejutkan dimana sebanyak 87% dari peringatan titik api di
sepanjang Sumatera berada di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan gabut di
Provinsi Riau terus meningkat. Kebakaran hutan di Riau masih terus terjadi
hingga saat ini, sehingga menimbulkan banyak dampak sosialnya seperti
kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain sebagainya.
Selama kurun tahun 2013, total 252.172 hektare hutan alam dihancurkan
oleh korporasi berbasis tanaman industri, dibanding tahun sebelumnya deforestasi
sebesar 188.000 hektare. Ada peningkatan sekitar 64 ribu lebih deforestasi terjadi
dibanding tahun 2012. Kini sisa hutan alam sekira 1.7 juta hektare atau tinggal 19
persen dari luas daratan Riau (8.9 juta hektare). Data menunjukkan bahwa tiga
tahun belakangan 2009-2012, Riau kehilangan tutupan hutan alam sebesar
565.197,8 (0.5 juta) hektare, dengan laju deforestasi per tahun 188 ribu hektare
47
per hari. Dan 73.5 persen kehancuran itu terjadi pada hutan alam gambut yang
seharusnya dilindungi. 45
Pada tahun 2014 bencana kebakaran hutan di Riau ditetapkan sebagai
bencana nasional oleh pemerintah, pada saat itu kabut asap lebih cepat dan lebih
tebal. Beberapa penerbangan diberhentikan, Standar Polusi Udara di Provinsi Riau
mencapai kategori yang sangat berbahaya. Hal tersebut berakibat sekolah –
sekolah di tutup, masyarakat menderita ISPA dan kehidupan masyarakat jadi
terganggu.
Tabel 2.3. Penderita ISPA di Provinsi Riau pada tahun 2014
No.
Kab/Kota
Jlh. Pddk
Usia Balita
Penderita Pneumonia pada
Balita
< 1 th
1- 4 th
Jumlah
1 Pekanbaru
76.330
473
878
1.351
2 Kampar
58.402
411
763
1.174
3 Pelalawan
23.681
16
30
46
4 Rokan Hulu
36.114
15
28
43
5 Indragiri Hulu
31.273
27
49
76
6 Kuantan Singingi
26.594
23
44
67
7 Indragiri Hilir
69.135
210
389
599
8 Bengkalis
71.479
736
1.368
2.104
45
Ibid, Lihat Natgeo
48
9 Dumai
23.532
124
229
353
10 Siak
30.740
567
1.054
1.621
11 Rokan Hilir
46.772
61
113
174
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi Riau, Tahun 2014
49
PROFIL PROVINSI RIAU DAN TATA KELOLA HUTAN DI PROVINSI
RIAU
II.1 Profil Provinsi Riau
Provinsi Riau merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak
dibagian tengah pulau Sumatera, Provinsi ini juga terletak di bagian tengah pantai
timur Pulau Sumatera, yaitu sepanjang pesisir Selat Melaka. Ibukota dan kota
terbesar Provinsi Riau adalah Pekanbaru, kota besar lainnya antara lain Dumai,
Selat panjang, Bagan siapiapi, Bengkalis, Bangkinang, Tembilahan, dan Rengat. 28
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, sumber
dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet,
kelapa sawit dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang merajalela
telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya
33% pada 2005. Rata-rata 160,000 hektare hutan habis ditebang setiap tahun,
meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009. Deforestasi dengan
tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah
menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama
bertahun-tahun. 29
28
"Sejarah Singkat Indragiri Hilir". Situs resmi pemerintah kabupaten Indragiri Hilir, diakses melalui situs
Wikipedia pada tanggal 21 Februari 2017
29
"Kondisi Sosial Budaya Provinsi Riau". Sekretariat Negara, diakses melalui situs Wikipedia pada tanggal
21 Februari 2017
31
II.1.2 Sejarah Provinsi Riau
Provinsi Riau diduga telah dihuni sejak masa antara 10.000-40.000 SM.
Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman Pleistosin di daerah
aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus
2009. Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih
dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih. Tim
peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua
dari alat-alat batu itu. 30 Diduga manusia pengguna alat-alat yang ditemukan di
Riau adalah pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Sangiran,
Jawa Tengah. Penemuan bukti ini membuktikan ada kehidupan lebih tua di Riau
yang selama ini selalu mengacu pada penemuan Candi Muara Takus di Kampar
sebagai titik awalnya.
Sejarah Riau pada masa pra-kolonial didominasi beberapa kerajaan
otonom yang menguasai berbagai wilayah di Riau. Kerajaan yang terawal,
Kerajaan Keritang, diduga telah muncul pada abad keenam, dengan wilayah
kekuasaan diperkirakan terletak di Keritang, Indragiri Hilir. Kerajaan ini pernah
menjadi wilayah taklukan Majapahit, namun seiring masukkan ajaran Islam,
kerajaan tersebut dikuasai pula oleh Kesultanan Melaka. Selain kerajaan ini,
terdapat pula Kerajaan Kemuning, Kerajaan Batin Enam Suku, dan Kerajaan
Indragiri, semuanya diduga berpusat di Indragiri Hilir.
30
Artikel Antara "Artefak Masa Prasejarah Ditemukan di Riau". ANTARA, diakses melalui Situs Wikipedia
pada tanggal 21 Februari 2017
32
Di akhir abad ke-18, Kerajaan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan
di pesisir timur Sumatera. Pada tahun 1761, Sultan Abdul Jalil Syah III mengikat
perjanjian ekslusif dengan Belanda, dalam urusan dagang dan hak atas kedaulatan
wilayahnya, serta bantuan dalam bidang persenjataan. Walau kemudian muncul
dualisme kepemimpinan di dalam tubuh kesultanan yang awalnya tanpa ada
pertentangan di antara mereka, Raja Muhammad Ali, yang lebih disukai Belanda,
kemudian menjadi penguasa Siak, sementara sepupunya Raja Ismail, tidak disukai
oleh Belanda, muncul sebagai Raja Laut, menguasai perairan timur Sumatera
sampai ke Laut Cina Selatan, membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh.
Tahun 1780, Siak menaklukkan daerah Langkat dan termasuk wilayah Deli
Serdang. Di bawah ikatan perjanjian kerjasama mereka dengan VOC, pada tahun
1784 Siak membantu tentara Belanda menyerang dan menundukkan Selangor, dan
sebelumnya mereka telah bekerjasama memadamkan pemberontakan Raja Haji
Fisabilillah di Pulau Penyengat. 31
Pada masa kolonial, invasi Belanda yang agresif ke pantai timur Sumatera
tidak dapat dihadang oleh kerajaan Siak. Belanda mempersempit wilayah
kedaulatan Siak, dengan mendirikan Keresidenan Riau (Residentie Riouw) di
bawah pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang. Para
sultan Siak tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka telah terikat perjanjian
dengan Belanda. Kedudukan Siak semakin melemah dengan adanya tarik-ulur
31
Ryan, N. J. 1969, “The making of modern Malaysia and Singapore : a history from earliest times to 1966
(4th ed., rev ed.)”, Oxford University Press, di akses melalui situs Wikipedia paa tanggal 22 Februari 2017
33
antara Belanda dan Inggris yang kala itu menguasai Selat Melaka, untuk
mendapatkan wilayah-wilayah strategis di pantai timur Sumatera.
Para sultan Siak saat itu terpaksa menyerah kepada kehendak Belanda dan
menandatangani perjanjian pada Juli 1873 yang menyerahkan Bengkalis kepada
Belanda, dan mulai saat itu, wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi
kekuasaan Siak satu demi satu berpindah tangan kepada Belanda. Pada masa yang
hampir bersamaan, Indragiri juga mulai dipengaruhi oleh Belanda, namun
akhirnya baru benar-benar berada di bawah kekuasaan Batavia pada tahun 1938.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Riau menjadi salah satu
sasaran utama untuk diduduki. Bala tentara Jepang menduduki Rengat pada 31
Maret 1942. Seluruh Riau dengan cepat tunduk di bawah pemerintahan Jepang.
Salah satu peninggalan masa pendudukan Jepang adalah jalur kereta api sepanjang
300 km yang menghubungkan Muaro Sijunjung dan Pekanbaru yang terbengkalai.
Ratusan ribu rakyat Riau dipaksa bekerja oleh tentara Jepang untuk
menyelesaikan proyek ini. 32
Pada awal kemerdekaan Indonesia, bekas wilayah Keresidenan Riau
dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi.
Seiring dengan penumpasan simpatisan PRRI, Sumatera Tengah dimekarkan lagi
menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera
Selatan. Ketika itu, Sumatera Tengah menjadi basis terkuat dari PRRI, situasi ini
menyebabkan pemerintah pusat membuat strategi memecah Sumatera Tengah
32
Samad, R. S., & Zulkarnain. 2010. Negara dan masyarakat: Studi penetrasi negara di Riau Kepulauan
masa Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar di Akses melalui situs Wikipedia pada Tanggal 22 Februari
2017
34
dengan tujuan untuk melemahkan pergerakan PRRI. Selanjutnya pada tahun 1957,
berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Sumatera Tengah
dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat.
Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk adalah bekas
wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Keresidenan Riau serta ditambah
Kampar yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukkan ke
dalam wilayah Rhio Shu. 33
Provinsi Riau sempat menjadi salah satu daerah yang terpengaruh
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia pada akhir 1950-an. Pemerintah
pusat menggelar Operasi Tegas dibawah pimpinan Kaharuddin Nasution, yang
kelak menjadi gubernur provinsi ini, dan berhasil menumpas sisa-sisa simpatisan
PRRI. Setelah situasi keamanan berangsur pulih, pemerintah pusat mulai
mempertimbangkan untuk memindahkan ibu kota provinsi dari Tanjung Pinang
ke Pekanbaru, yang secara geografis terletak di tengah-tengah. Pemerintah
akhirnya menetapkan Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi yang baru pada 20
Januari 1959 lewat Kepmendagri. 34
Setelah jatuhnya Orde Lama, Riau menjadi salah satu tonggak
pembangunan ekonomi Orde Baru yang kembali menggeliat. Pada tahun 1944,
ahli geologi NPPM, Richard H. Hopper dan Toru Oki bersama timnya
menemukan sumur minyak terbesar di Asia Tenggara yaitu di Minas, Siak. Sumur
ini awalnya bernama Minas No. 1. Minas terkenal dengan jenis minyak Sumatera
33
Asnan, Gusti. 2007. “Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an”. Yayasan Obor
Indonesia di akses melalui Wikipedia pada tanggal 22 Februari 2017
34
Ibid
35
Light Crude (SLC) yang baik dan memiliki kadar belerang rendah. Pada masa
awal 1950-an, sumur-sumur minyak baru ditemukan di Minas, Duri, Bengkalis,
Pantaicermin, dan Petapahan. Eksploitasi minyak bumi di Riau dimulai di Blok
Siak pada September 1963, dengan ditandatanganinya kontrak karya dengan PT
California Texas Indonesia (kini menjadi Chevron Pacific Indonesia). Provinsi ini
sempat diandalkan sebagai penyumbang 70 persen dari produksi minyak nasional
pada tahun 1970-an. Provinnsi Riau juga menjadi tujuan utama program
transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintahan Soeharto. Banyak keluarga dari
Pulau Jawa yang pindah ke perkebunan-perkebunan kelapa sawit yang baru
dibuka di Riau. 35
II.1.3 Geografis
Provinsi Riau terdiri dari daerah dataran dan perairan, dengan itu lebih
kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km), keberadaanya membentang dari lereng bukit
barisan sampai dengan Selat Malaka terletak antara 01 05’00’’ Lintang Selatan –
02 25’00’’ Lintang Utara atau antara 10 00’00’’ – 105 05’00’’ Bujur Timur. Di
daratan terdapat sungai Siak (300 Km) dengan Kedalaman -12m, Sungai Rokan
(400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman
lebih kurang 6 meter dan sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6-8 meter.
Keempat sungai yang membelah pegunungan dataran tinggi bukit barisan tersebut
bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. 36
35
ibid
36
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut di Provinsi
Riau". Badan Pusat Statistik.
36
Adapun batas – batas Provinsi Riau bila dilihat posisinya dengan negara
tetangga dan provinsi lainnya adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara
: Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara
b. Sebelah Selatan
: Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat
c. Sebelah Timur
: Provinsi Kepulauan Riau da Selat Malaka
d. Sebelah Barat
: Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara
Provinsi Riau sendiri memiliki 10 Kabupaten dan 2 Kota, yaitu :
a. KabupatenKuantan Singingi
b. KabupatenIndragiri Hulu
c. KabupatenIndragiri Hilir
d. Kabupaten Pelalawan
e. KabupatenSiak Sri Indrapura
f. KabupatenKampar
g. KabupatenRokan Hulu
h. KabupatenBengkalis
i. KabupatenRokan Hilir
j. Kota Pekanbaru
k. Kota Dumai
l. Kabupaten Kepulauan Meranti
II.1.4 Perekonomian dan Sosial Budaya
Mayoritas penghasilan yang dimiliki penduduk di Provinsi Riau adalah
dari Perkebunan. Perkebunan yang berkembang adalah perkebunan karet dan
37
perkebunan kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh rakyat.
Selain itu juga terdapat perkebunan jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan
perkebunan kelapa sawit saat ini provinsi Riau telah memiliki lahan seluas 1.34
juta hektare. Selain itu, telah terdapat sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit
(PKS) yang beroperasi dengan produksi coconut palm oil (CPO).
Letak strategis Provinsi Riau di jalur lintas perdagangan di Selat Malaka
menyebabkan terjadinya kontak suku bangsa di sekitaran nusantara seperti dengan
India, Arab dan Eropa. Masuknya agama Hindu, Budha dan Islam menyebabkan
terjadinya akulturasi, adaptasi dan asimilasi di bidang kebudayaan. Salah satu
warisan Hindu yang nyata di Provinsi Riau adalah adanya komplek Candi Muara
Takus di Kecamatan Tiga Belas Koto Kampar (Kabupaten Kampar). Selain itu,
terdapat pula dipadang candi di Kabupaten Indragiri Hulu dan juga Candi
Sedinginan di Kabupaten Rokan Hilir. 37
Pengaruh agam islam masuk ke Indonesia pada melenium pertama dan
sesudahnya terjadi secara damai dan berkembang, hampir semua elemen
kebudayaan mengalami penyesuaian terhadap agama islam, dengan demikinan
pengaruh islam menjadi dominan di kebudayaan melayu. Oleh sebab itu, agama
islam menjadi semakin kuat dan kemudian menyatu dengan nama komunitas
Riau.
Proses pembaharuan terjadi terus menerus di Provinsi Riau sampai saat
ini. Pembaharuan etnis yang ada saat ini sudah terjadi selama berabad, sehingga
37
Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah, Balai Pustaka di akses melalui
situs Wikipedia pada tanggal 23 Februari 2017
38
heterogenitas yang terjadi di Provinsi Riau saat ini merupakan hal yang wajar.
Kemajemukan yang terjadi dapat terlihat dari adanya penduduk yang bersuku
Bungis, Banjar, Minangkabau, Tapanuli, Jawa dan bahkan Arab. Oleh karena itu,
beberapa tradisi memiliki kemiripan satu sama lain, tetapi semuanya dikenal
sebagai kebudayaan melayu tanpa mempertanyakan asal usul mereka. 38
Jejak – jejak kebudayaan yang mewarisi masa lalu masih terlihat nyata di
dalam tradisi dan adat istiadat di tengah kehidupan sehari – hari masyarakat
Melayu Riau. Tetapi kebudaaan melayu di daerah ini tidak sepenuhnya berakat
semata – mata dari kebudayaan melayu, melainkan dari beberapa bentuk
kebudayaan lain dan tradisi lain yang telah ada di Indonsia Berabad – abad yang
lalu dimana tetap meninggalkan jejak dan memengaruhi kebudayaan melayu
setempat. Bentuk kesenian melayu Riau kebanyakan bernafaskan budaya islam.
II.2 Kondisi Hutan di Provinsi Riau
Proses degradasi hutan di Provinsi Riau sangatlah cepat, Provinsi Riau
adalah wilayah yang mempunyai lahan gambut terbesar di pulau Sumatera.
Menjamurnya indusrialisasi kehutanan merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya degradasi hutan yang tidak terkendali. Tata kelola hutan lestari tidak
dapat dilepaskan dari unsur pengelola. Hutan yang hanya diorentasikan kepada
pemanfaatan hutan melalui pemberian izin semata dengan cara membagi-bagi
seluruh kawasan hutan produksi. Pada dasarnya tata kelola harus dilihat dari
proses keserasian antara pengukuhan dan penetapan kawasan hutan dengan
38
Suwardi MS.1991. Budaya Melayu dalam perjalanannya menuju masa depan. Pekanbaru: Yayasan
Penerbit MSI-Riau Hal 23.
39
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), sehingga pengelolaan hutan
dilihat sebagai sebuah “landscape” ekonomi, politik, sosial dan tata ruang yang
utuh.
Sesuai dengan Rencana strategi Kementerian Kehutanan 2010-2014 maka
terdapat prioritas untuk menyelamatkan hutan, yaitu : 39
1. Pemantapan kawasan hutan yang berbasis pengelolaan hutan lestari,
2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS,
3. Perlindungan dan pengamanan hutan,
4. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
5. Revitalisasi hutan dan produk kehutanan,
6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan,
7. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan, dan
8. Penguatan kelembagaan kehutanan
Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang
terluas di Sumatera 4,044 juta hectare (56,1% dari luas lahan gambut Sumatera
atau 45% dari luas daratan provinsi Riau). Proses Deforestasi dan degradasi hutan
alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat. Selama kurun waktu 24 tahun
(1982-2005) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 3,7 Juta
hectare. Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 78%
(6.415.655 hektar) dari luas daratan Propinsi Riau 8.225.199 Ha (8.265.556,15
hektar setelah dimekarkan). Hingga tahun 2005 hutan alam yang tersisa hanya
39
Di kutip melalui situs internet http://www.mongabay.co.id/model-pengelolaan-hutan-lewat-konsepkesatuan-pengelolaan-hutan-kph/ di akses pada tanggal 24 Februari 2017
40
2,743,198 ha (33% dari luasan daratan Riau). Dalam Kurun waktu tersebut
provinsi Riau rata-rata setiap tahun kehilangan hutan alamnya seluas 160.000
Hektar/tahun. 40
Pelepasan kawasan hutan di provinsi Riau secara besar-besaran memuncak
di mulai pada tahun 1987 sampai tahun 1998 yang total pelepasannya mencapai
1.522.333 Ha. Kondisi tersebut yang mengakibatkan kebakaran hutan di Provinsi
Riau terus terjadi dan bahkan pelepasan kawasan hutan juga masih terjadi sampai
saat ini. Pelepasan hutan dilandasi oleh pola pembangunan yang dilakukan di
masa orde baru untuk memunculkan perusahaan-perusahaan besar untuk
melakukan industrialisasi kelapa sawit.
Tabel 2.1. Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Perkebunan di Provinsi Riau
berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Tahun 1999 s.d 2014.
No
Tahun
Luas (Ha)
1
1999
30.084
2
2000
27.872
3
2005
6.062
4
2008
29.564
5
2007
13.655
6
2009
13.416
7
2010
5.721
8
2012
18.410
40
Lihat Natgeo http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/01/eksploitasi-hutan-riau-potret-buruknya-tatakelola-kehutanan-ri (di akses pada 24 Februari 2017
41
9
2013
5.543
10
2014
8.062
Jumlah
158.389
Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan provinsi Riau Tahun 2015
Selain dari pada itu kondisi kawasan hutan dan non hutan di Provinsi Riau
memiliki luas seitar 9.020.232 Ha yang dapat difungsikan di tahun 2014. Luas
kawasan tersebut berdasarkan keputusan menteri kehutanan. Berikut ini adalah
gambar tabel dari Luas Kawasan Hutan dan Non Hutan Provinsi Riau
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : SK.878/Menhut-II/2014
tanggal 29 September 2014 (Menurut Fungsi Kawasan) :
Tabel 2.2. Kawasan Hutan \di Provinsi Riau 2014
No
Fungsi Kawasan Hutan
Luas (Ha)
%
A
Kawasan Hutan
1
Kawasan Suaka Alam
633.420
7.02
2
Kawasan Hutan Lindung
234.015
2.59
3
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
1.031.600
11.44
4
Kawasan Hutan Produksi Tetap
2.331.891
25.85
5
Kawasan Hutan Yanng Dapat di Konversi
1.268.767
14.07
42
B
Kawasan Non Kehutanan
1
Areal Penggunaan Lain
3.400.416
37.70
2
Tubuh Air
120.123
1.33
Jumlah
9.020.232
100.00
Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2015 hal 3
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Penyusunan
RTRWP dilakukan
dengan mengacu pada RTRWN (Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional), kemudian RTRWK (Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota) juga harus mengacu pada RTRWP. Hal tersebut dimaksudkan
agar ada singkronisasi Pembangunan antar Tingkat Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota. RTRWN disusun untuk jangka 25 Tahun, RTRWP untuk Jangka
15 Tahun, dan RTRWK untuk jangka waktu 10 Tahun. Revisi atau Peninjauan
Kembali dapat dilakukan setiap 5 Tahun. Revisi atau Peninjuan bertujuan untuk
mensingkronkan kembali berbagai perkembangan kebijakan Daerah, Nasional
maupun Internasional yang mungkin muncul di tengah perjalanan. 41
Pentingnya Penataan ruang ini mengandung makna bahwa setiap
kebijakan Pembangunan yang dibuat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
agar tidak keluar dari arahan pemanfaatan ruang yang sudah ada. Secara implisit
Tata Ruang juga memuat tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat
41
Data dan Fakta Pola Pemanfaatan Ruang Prov. Riau – Analisis Dept Riset dan GIS Kabut Riau
43
dan Daerah, baik dalam hal Penetapan/Perubahan Status Kawasan Hutan,
Pemberian izin alokasi Ruang untuk Investasi maupun Pengembangan. 42
Jika dilihat dari perspektif Ekologis Tata Ruang juga berfungsi untuk
memberikan kepastian bagi perlindungan/pelestrian terhadap kawasan, ekosistem,
dan habitat yang memiliki nilai ekologis tinggi. Kemudian Maknanya akan lebih
luas apabila dilihat dari Perspektif Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik.
Pada Pasal 77 UU No 26 Tahun 2007 poin penting yang berkaitan tentang
perencanaan tata ruang, yaitu : 43
1. Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana
tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
2. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya
diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
3. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan
rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh
sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
Keluarnya UU no 26 tahun 2007 diikuti dengan keluarnya PP no 26 Tahun
2008 tentang rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Berdasarkan PP No 26 tahun
2008 Hutan Tanaman Industri hanya diperbolehkan pada kawasan hutan produksi
tetap dan tidak berada pada kawasan lindung. Sedangkan Perizinan HTI sebagian
42
Ibid
Ibid
43
44
ada dalam kawasan lindung dan kawasan Hutan Produksi terbatas. Hutan tanaman
Industri tidak diperbolehkan pada Hutan Produksi Terbatas karena secara jelas
dalam penjelasan pasal 64 ayat 1 huruf a PP 26 2008 ditegaskan bahwa kawasan
peruntukan hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan yang secara ruang
digunakan untuk budi daya hutan alam.
Adapun gambar Proyeksi Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional
Terhadap Provinsi Riau sebagai berikut
:
Sumber: Lampiran VII Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tanggal 10 Maret 2008 Tentang Peta
Pola Ruang Wilayah Nasional (Di analisis ulang oleh dept Riset dan GIS Kabut Riau)
Tren pembangunan di Provinsi Riau di mulai pada tahun 1980an. Tren
tersebut di awali oleh berdirinya industry kelapa sawit oleh dua perusahaan besar
yaitu Pabrik industri pulp dan Kertas pertama kali masuk ke Riau diawal tahun
1980an yaitu dengan didirikanya Industri Pulp dan Kertas PT. Indah Kiat pulp
and Paper ( APP Goup) di Perawang Kabupaten Siak (dulubya Kabupaten
Bengkalis).
Kemudian diikuti dengan didirikanya Industri pulp dan kertas PT. Riau
Andalan Pulp and Paper (APRIL GrouP) pada tahun 1993 di Pangkalan Kerinci
45
Kabupaten Pelalawan (dulunya kabupaten Kampar). Kemudiannya kedua industri
ini seakan berlomba meningkatkan kapasitas Industri mereka, hingga tahun 2006
masing - masing kapasitas industri Pulp and Paper tersebut telah mencapai 2 juta
ton/tahun. Setidaknya semenjak tahun 1980-an hungga tahun 2000 kawasan HPH
yang sudah dialokasikan untuk dialihfungsikan menjadi HTI mencapai 1,57 juta
hectare yang terbagi kedalam 32 unit. HTI yang dikembangkan di propinsi Riau
terdiri dari sektor HTI Pulp, HTI kemitraan, HTI Transmigrasi, HTI Industri
Pengolahan dan HTI sagu. 44
Berikut ini adalah gambar tabel dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK) yang ada di Provinsi Riau Tahun 2014
no
Jenis IUPHHK
Jumlah (Unit)
Luas (Ha)
1
IUPHHK-HA
4
229.128
2
IUPHHK-RE
4
116.977
3
IUPHHK-HT
58
1.654.557
Jumlah
66
1.771.534
Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau
Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah barat Indonesia yang
memiliki hutan yang cukup luas. Namun, mengalami banyak kemerosotan setiap
tahunnya. Luas kawasan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 173/KPTSII/1986 adalah 9.465.160 Ha. Berdasarkan pada SK Kementerian Kehutanan No.
7651/Menhut/VII/KUH/2011 luas kawasan hutan di Provinsi Riau sebesar
7.121.344 Ha. Sedangkan untuk tahun 2014, berdasarkan pada SK Menteri
44 Dinas Kehutanan Riau
46
Kehutanan No. SK.637/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 menjadi
5.502.225 Ha.
Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau sejak 1997. Perhatian meluas
terhadap kejadian ini pada tahun 1999, di mana kabut asap sampai ke Malaysia
dan Singapura. Pada tahun 2005 jumlah titip api tertinggi di Riau yaitu mencapai
23.094 titik api. Sedangkan pada tahun 2013 lalu, kabut asap terjadi dua kali
dalam satu tahun. Fenomena yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
yang hanya terjadi satu tahun sekali.
Fakta mengenai jumlah kebakaran yang terjadi sangat memprihatinkan.
Pada tahun 2013, mayoritas kebakaran yang terjadi terpusat di Propinsi Riau.
Angka yang cukup mengejutkan dimana sebanyak 87% dari peringatan titik api di
sepanjang Sumatera berada di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan gabut di
Provinsi Riau terus meningkat. Kebakaran hutan di Riau masih terus terjadi
hingga saat ini, sehingga menimbulkan banyak dampak sosialnya seperti
kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain sebagainya.
Selama kurun tahun 2013, total 252.172 hektare hutan alam dihancurkan
oleh korporasi berbasis tanaman industri, dibanding tahun sebelumnya deforestasi
sebesar 188.000 hektare. Ada peningkatan sekitar 64 ribu lebih deforestasi terjadi
dibanding tahun 2012. Kini sisa hutan alam sekira 1.7 juta hektare atau tinggal 19
persen dari luas daratan Riau (8.9 juta hektare). Data menunjukkan bahwa tiga
tahun belakangan 2009-2012, Riau kehilangan tutupan hutan alam sebesar
565.197,8 (0.5 juta) hektare, dengan laju deforestasi per tahun 188 ribu hektare
47
per hari. Dan 73.5 persen kehancuran itu terjadi pada hutan alam gambut yang
seharusnya dilindungi. 45
Pada tahun 2014 bencana kebakaran hutan di Riau ditetapkan sebagai
bencana nasional oleh pemerintah, pada saat itu kabut asap lebih cepat dan lebih
tebal. Beberapa penerbangan diberhentikan, Standar Polusi Udara di Provinsi Riau
mencapai kategori yang sangat berbahaya. Hal tersebut berakibat sekolah –
sekolah di tutup, masyarakat menderita ISPA dan kehidupan masyarakat jadi
terganggu.
Tabel 2.3. Penderita ISPA di Provinsi Riau pada tahun 2014
No.
Kab/Kota
Jlh. Pddk
Usia Balita
Penderita Pneumonia pada
Balita
< 1 th
1- 4 th
Jumlah
1 Pekanbaru
76.330
473
878
1.351
2 Kampar
58.402
411
763
1.174
3 Pelalawan
23.681
16
30
46
4 Rokan Hulu
36.114
15
28
43
5 Indragiri Hulu
31.273
27
49
76
6 Kuantan Singingi
26.594
23
44
67
7 Indragiri Hilir
69.135
210
389
599
8 Bengkalis
71.479
736
1.368
2.104
45
Ibid, Lihat Natgeo
48
9 Dumai
23.532
124
229
353
10 Siak
30.740
567
1.054
1.621
11 Rokan Hilir
46.772
61
113
174
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi Riau, Tahun 2014
49