Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Alumina dengan Aditif Glass Bead

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramik
Johnson dan Alan (1995) menyatakan, material keramik merupakan kandidat
yang ideal dalam berbagai aplikasi karena mempunyai karakteristik seperti
kekerasan, kekakuan dan stabilitas temperatur yang baik. Selain itu, untuk
meningkatkan karakteristik menjadi high melting atau memiliki temperatur
dekomposisi yang tinggi, banyak keramik yang didesain dengan sifat seperti densitas
rendah, kuat pada temperatur tinggi, tahan terhadap reaksi kimia dan korosi serta
mempunyai ketahanan arus yang tinggi. Namun keramik pada umumnya mempunyai
sifat fractrure toughness yang rendah, seperti rendahnya ketahanan keramik terhadap
perambatan retak bahkan pada kerusakan retak yang sangat kecil (William, 1995).
Van Vlanck (1985) (dalam Haries (2009)) menyatakan, keramik mengandung
senyawa antara logam dan non logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan
ikatan kovalen, berbeda sifat dengan logam (Haries, 2009). Demikian pula
Ismunandar menyatakan, dua ikatan yang dapat terjadi dalam keramik, yaitu ikatan
ionik dan kovalen. Sifat keseluruhan material bergantung pada ikatan yang dominan.
Keramik juga memiliki karakteristik lainnya seperti kapasitas panas yang baik,
konduktivitas listrik yang rendah, sifat listriknya dapat insulator, semikonduktor,

konduktor bahkan superkonduktor, dan dapat bersifat magnetik dan nonmagnetik.
Klasifikasi bahan keramik dapat dibedakan menjadi dua kelas : kristal dan
amorf (non crystaline). Dalam bahan kristal terdapat keteraturan unsur-unsurnya
untuk jarak dekat maupun jauh sedangkan dalam bahan amorf dimungkinkan
keteraturan unsur dan ukuran butirnya tidak ada jenis ikatan yang dominan (ionik
atau kovalen) dan struktur internal (kristal atau amorf) mempengaruhi sifat-sifat
bahan keramik. Aplikasi bahan keramik maju diterapkan pada komponen mesin
mobil dan struktur pesawat. Misalnya bahan titanium karbida (TiC) mempunyai
kekerasan 4 kali lebih besar dari baja. Jadi, kawat baja dalam struktur pesawat dapat
diganti dengan kawat TiC yang mampu menahan beban yang sama dengan diameter
dan berat separuhnya. Contoh lainnya adalah semen dan tanah liat, keduanya dapat
dibentuk ketika basah namun ketika kering akan menghasilkan objek yang lebih

Universitas Sumatera Utara

7

keras dan lebih kuat. Material yang sangat kuat seperti alumina (Al2O3) dan silikon
karbida (SiC) merupakan bahan yang tahan abrasi sehingga sering digunakan sebagai
alat grinding dan polishing (Ismunandar, 2017).

Kelemahan utama keramik adalah kerapuhannya, yakni kecendrungan untuk
patah dengan tiba-tiba saat terjadi deformasi plastis. Ini merupakan masalah khusus
jika bahan ini digunakan untuk aplikasi struktural. Dalam logam, elektron-elektron
yang terdelokalisasi memungkinkan atom-atomnya berubah-ubah tanpa semua ikatan
dalam strukturnya putus. Hal inilah yang memungkinkan logam terdeformasi
dibawah pengaruh tekanan. Tetapi, dalam keramik karena kombinasi ikatan ion dan
kovalen tadi menyebabkan partikel-partikelnya tidak mudah bergeser. Sehingga
keramik dengan mudah putus bila gaya yang diberikan terlalu besar. (Putri, 2014)

2.2 Keramik Alumina
Salah satu penggunaan bahan keramik adalah Alumina (Al2O3). Alumina
dengan rumus kimia (Al2O3) merupakan material yang sering digunakan dalam
berbagai aplikasi karena alumina mempunyai karakteristik sifat fisika dan kimia
yang tinggi, seperti kekuatan yang sangat tinggi, sangat keras, isolasi elektrik yang
baik, ketahanan panas yang tinggi, temperatur lebur yang tinggi, ketahanan abrasi
dan korosi yang tinggi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, permintaan alumina
dengan kemurnian tinggi berkembang pesat diberbagai sektor seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan mobil, komputer, semikonduktor, dan sektor lain. (Shinji
fujiwara, 2007)
Alumina merupakan oksida keramik atau keramik teknik yang paling banyak

digunakan diantara dua puluh macam oksida keramik yang ada dan dianggap sebagai
pelopor keramik rekayasa material. Kandungan alumina (Al 2O3) bergantung pada
permintaan pasar biasanya berkisar 85-99.9%. (R.E Smallman, 2001)
Alumina murni diproduksi dengan menggunakan proses bayer dengan material
bauksit sebagai bahan baku pembuatan alumina. Proses ini digunakan untuk produk
refraktori, busi, armor, tabung termokopel, substrat IC dan elektronik. Alumina
kemurnian tinggi dengan kadar 99.99% mempunyai partikel halus yang seragam dan
telah banyak digunakan dalam tabung transluen untuk lampu sodium bertekanan

Universitas Sumatera Utara

8

tinggi, material kristal tunggal seperti safir, dan material abrasif untuk pita magnetik.
(Shinji Fujiwara, 2007)
Alumina Oksida (Al2O3) memiliki struktur keramik heksagonal dimana
parameter kisi a = 4.7588, c = 12.991, c/a = 2.72 (James, 2001). Densitas alumina
3.97-3.986 g/cm3 (Ibid, 2003). Alumina oksida (Al2O3) mempunyai dua fasa dasar
yaitu α-(Al2O3) dan - (Al2O3) atau biasa digolongkan ke dalam alumina murni,
sedangkan diantara kedua fasa itu ada -(Al2O3) yang merupakan bentuk alumina

tidak murni. Worall (1986) α-Alumina merupakan bentuk struktur yang paling stabil
dari struktur alumina sampai temperatur tinggi. α-Alumina atau yang biasa disebut
korundum memiliki struktur dasar kristal heksagonal (hexsagonal closed packedHCP). Kation korundum (Al3+) menempati 2/3 bagian dari sisipan oktahedral, anion
(O2-) menempati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korundum adalah 6,
maka tiap ion Al3+ dikelilingi 6 ion O2- dan tiap ion O2-dikelilingi oleh 4 ion Al3+
untuk mencapai muatan netral. (Muhammad Rais, 2007)
Aplikasi korundum (α-Al2O3) disamping sebagai bahan paling tahan
temperatur tinggi sampai 1700 0C, juga merupakan material yang sangat keras dan
kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan mekanik. Disamping itu sifat listrik atau
konduktivitas listriknya sangat rendah sehingga sangat cocok digunakan sebagai
bahan isolator listrik (Ramlan, 2007). -Alumina ( -Al2O3) merupakan nama dari
alumina yang memiliki komposisi perbandingan massa Na2O terhadap Al2O3, dengan
kisaran 1 : 5 sampai 1 : 11 yang dikenal sebagai konduktor ion Na. -Alumina
sendiri adalah salah satu jenis superionik yang dapat digunakan sebagai elektrolit
baterai. Bahan ini digunakan pada sistem penyimpanan energi listrik yang
menyediakan bentuk baterai siap pakai dan dapat digunakan di daerah yang jauh dari
jaringan listrik. (Marzuki Silalahi, 2009).
Karakteristik keramik alumina memiliki kekerasan yang tinggi, modulus
elastisitas tinggi, kekuatan mekanis yang baik, sifat listrik atau konduktivitas
listriknya sangat rendah, tahan korosi dan bahan kimia. Dense finegrained alumina

keramik mempunyai nilai modulus young 400 GPa (dua kali modulus baja), rasio
poisson 0.25, kekerasan vickers 20 Gpa dan kekuatan bending σF γ00-500 MPa.
(Philippe Boch, 2007). Untuk aplikasi pada temperatur tinggi yang tahan korosi,

Universitas Sumatera Utara

9

sintering alumina dapat dicapai pada temperatur 1600℃, namun nilai tegangan
(stress) tidak lebih dari beberapa MPa.

Sifat fisis dan mekanis keramik alumina secara umum ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis keramik alumina secara umum
Sinonim
Aluminium Oksida
Rumus Molekul
Al2O3
Berat Molekul
101,96
Deskripsi

Berbentuk serbuk berwarna putih
Densitas
3960 kg/m3
Kelarutan dalam air
Tidak larut dalam air
Titik didih (°C)
~ 3000
Titik leleh
2050℃

ΔHf0 solid
-1675.7 kJ/mol
Kekerasan
1500-1800 kgf/mm2
Kuat Tekan
230-350 Mpa
Koefisien Ekspansi termal 8-9 X 10 -6 ℃ -1
Konduktivitas termal
24-26 W/m °K
Untuk pengaplikasian alumina ada beberapa karakteristik yang diperlukan,

antara lain (Akmal Johan, 2009) :
1. Mempunyai densitas yang tinggi dan porositas rendah
2. Mempunyai ukuran butir yang kecil untuk aplikasi temperatur rendah
3. Mempunyai ukuran butir yang besar untuk aplikasi temperatur tinggi
4. Mempunyai kemurnian yang tinggi
Ukuran butir yang sangat kecil sangat diperlukan pada aplikasi temperatur
rendah karena pada temperatur rendah kekuatan dan ketangguhan alumina meningkat
dengan menurunnya ukuran butir. Untuk aplikasi temperatur tinggi diperlukan
alumina dengan ukuran butir besar agar tidak terjadi pertumbuhan butir yang tidak
terkendali yang dapat menurunkan kekuatan alumina tersebut. Proses sintering pada
temperatur rendah dapat menghasilkan butir alumina yang relatif kecil, tetapi pada
saat yang sama terdapat pula porositas dalam jumlah besar. Pada sintering temperatur
tinggi, porositas dapat dikurangi dengan adanya pergerakan batas butir akan tetapi
terjadi pula pertumbuhan butir yang tidak terkendali (Akmal Johan, 2009)
Penggunaan keramik alumina pada armor (jaket anti peluru, lapisanpelindung helikopter atau tank) mampu menghentikan kecepatan proyektil yang
tinggi (~1.000 m/s) atau lelehan lemparan logam tinggi dengan kecepatan (~10.000
m/s). Sehingga dibutuhkan produk dengan modulus tinggi dan kekuatan mekanis
yang tinggi dibawah tekanan untuk aplikasi armor (Philippe Boch, 2007). Selain itu,

Universitas Sumatera Utara


10

keramik alumina secara luas digunakan untuk industri elektronik. Sparks plugs untuk
automobil menggunakan material antara aluminous ceramic dan alumina dengan
komposisi ~94% Al2O3. Pada bidang elektronik, substrat insulasi seperti kapasitor
dan resistor. Kelebihan alumina adalah sifat resistivitas yang tinggi. Sifat mekanik
bagus (kekerasan, kekuatan mekanik). Aplikasi lainnya adalah Al2O3 porous dengan
ketahanan kimia dan panas yang dimilikinya digunakan dalam aplikasi seperti
sebagai membran ultrafiltrasi, pemisah gas.(Putri, 2014)

2.3 Glass Bead
Glass bead merupakan butiran kaca. Glass bead terdiri dari 74% berat SiO2, 16%
Na2O, 5% berat CaO, 1% berat Al2O3, dan yang lain 4MgO. Karakteristik glass bead
memiliki suhu leleh rendah, mudah dikerjakan, juga tahan lama (William, 1995).
Glass bead memiliki densitas 2,50 gr/cm 3 (George, 1987).
Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxsida)
yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral
adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa
mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal

silika (SiO2). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit
dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870°C dan bila
pemanasan dilakukan pada suhu 1470°C dapat diperoleh silika dengan struktur
kristobalit. Silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen
atau udara pada suhu tinggi. Silika yang diperoleh melalui metode ekstraksi alkalis
adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah fase amorf atau
mudah reaktif. Sedangkan pada metode pengabuan, sekam padi dibakar pada suhu
diatas 200°C selama 1 jam untuk mendapatkan arang sekam padi yang berwarna
hitam.
Karakteristik silika amorf diperlihatkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Silika Amorf (Handoyo, 1996).
Nama lain
Silikon Dioksida
Rumus Molekul
SiO2
Berat Jenis (g/cm3)
2,6
Bentuk
Padat
Daya larut dalam air

Tidak larut
Titik cair (°C)
1610
Titik didih (°C)
2230

Universitas Sumatera Utara

11

Kekerasan (Kg/mm2)
Kekuatan tekuk (Mpa)
Kekuatan tarik (Mpa)
Modulus elastisitas (Gpa)
Resistivitas ( m)
Koordinasi geometri
Struktur kristal

650
70

110
73 - 75
>1014
Tetrahedral
Kristobalit, Tridimit,
Kuarsa
Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur
dengan empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat
yaitu atom silikon.

Gambar 1. Struktur silika tetrahedral (Anonim B, 2013).
Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorf terhidrat, namun bila
pembakaran berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650°C maka tingkat
kristalinitasnya akan cenderung naik dengan terbentuknya fasa quartz, crystobalite,
dan tridymite. Bentuk struktur quartz, crystobalite, dan tridymite yang merupakan
jenis kristal utama silika memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda. Struktur
kristal quartz, crystobalite, dan tridymite memiliki nilai densitas masing-masing
sebesar 2,65×103 kg/m3, 2,27×103 kg/m3, dan 2,23×103 kg/m3 (Smallman and Bishop
2000). Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu < 570°C terbentuk low quartz,
untuk suhu 570-870°C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur
menjadi crystobalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870-1470°C terbentuk high
tridymite, pada suhu ˃ 1470°C terbentuk high crystobalite, dan pada suhu 1723°C
terbentuk silika cair. Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah
tetrahedron SiO4, dimana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen
(seperti terlihat pada gambar 1). Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal
dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat. Pada silika murni
tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung
antara dua atom silikon.

Universitas Sumatera Utara

12

Silika mengandung senyawa

pengotor

yang terbawa

selama proses

pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir
kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO,
MgO,dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa
pengotornya. Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari
menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian
dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan
dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih
besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah yang
kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu (Anonim C,
2013).

2.4 Proses Pembuatan Material Keramik
Material keramik umumnya berupa senyawa polikristal yang proses
pembuatannya dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan yaitu : proses preparasi
serbuk, pembentukan dan pembakaran (sintering). Parameter-parameter proses
pembuatan keramik tergantung pada jenis keramik yang akan dibuat, bidang
aplikasinya dan sifat-sifat yang diharapkan. Misalnya proses pembuatan keramik
tradisional memiliki parameter yang berbeda dengan pembuatan keramik teknik.
Karena pada keramik tradisional hanya memerlukan bahan baku alam dengan
kemurnian yang tidak perlu tinggi, sedangkan untuk pembuatan keramik teknik
diperlukan bahan baku dengan kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh sifatsifat bahan yang diinginkan sesuai dengan aplikasinya.

2.4.1. Preparasi Serbuk Keramik
Pada proses preparasi serbuk beberapa faktor yang menentukan sifat produk
keramik adalah : kemurnian bahan, homogenitas, dan kehalusan serbuk. Teknik
preparasi serbuk keramik dapat dikelompokan tiga macam (Reed, 1988):
a. Teknik Konvensional
Metode ini merupakan pencampuran padat-padatan (solid-solid mixing) yang
umumnya digunakan pada industri-industri keramik. Proses penghalusan dan

Universitas Sumatera Utara

13

homogenisasi dilakukan dalam satu tahapan dengan menggunakan alat penggiling
yaitu ball milling. Waktu penggilingan banyak berpengaruh terhadap tingkat homoge
dan kehalusan serbuk.
b. Teknik Kimia Basah / Larutan
Proses ini dilakukan melalui percampuran dalam bentuk larutan, sehingga akan
diperoleh tingkat homogenitas yang lebih tinggi. Metode ini dapat dikelompokan
menjadi dua yaitu (Reed, 1988) : metode desolvent dan metode presipitasi. Metode
desolvent dilakukan dengan cara mencampurkan beberapa sistem larutan kemudian
diubah menjadi serbuk dengan cara pelepasan bahan pelarutnya (solvent) secara
fisika yaitu melalui pemanasan/pendinginan secara cepat supaya tidak terjadi proses
separasi kation-kationnya. Contoh dari metode ini antara lain : freeze drying, liquid
drying dan spray dryin. Metode presipitasi adalah proses pemisahan bahan terlarut
(solute) dari larutan dengan cara pengendapan. Untuk mengubah endapan menjadi
serbuk dilakukan proses pemanasan atau kalsinasi. Contoh dari metode ini antara lain
: coopresipitasi, sol gel.
c .Teknik Preparasi Dalam Fasa Gas
Cara ini dilakukan untuk mendapatkan serbuk dengan kemurnian yang sangat
tinggi dan kehalusan sampai orde nano meter. Ada dua cara yaitu : precipitation
vapour deposition (PVD) dan chemical vapour deposition (CVD) (Reynen, 1986).

2.4.2 Proses Pembentukan Keramik
Ada beberapa cara proses pembentukan keramik tergantung bentuk dan
ukuran yang dikehendaki yaitu :
a. Proses Pembentukan Dengan Tekan ( Die Pressing )
Metode ini cocok dilakukan untuk membuat bentuk yang sederhana dan tebal.
Pada proses ini ditambahkan bahan pembantu misalnya : bahan perekat (cellulose,
polyvinil alkohol) dan bahan pelumas (asam sterat). Kemudian dimasukkan kedalam
cetakan dan ditekan hingga mencapai bentuk padat. Proses cetak tekan ada dua
macam yaitu : dengan tekanan biasa yang arah tekanannya satu arah dan dengan cara
isostatik pres yang arah tekanannya kesegala arah.
Skema proses pencetakan keramik dengan kedua cara tersebut ditunjukkan
pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2. Skema pembentukan dengan cara tekan satu arah

Gambar 3. Skema pembentukan dengan cara isostatik pres
b. Proses Pembentukan Dengan Ekstrusi.
Cara ini dilakukan untuk bahan yang memiliki plastisitas tinggi, biasanya untuk
membuat produk dalam bentuk pipa, bata berlubang dan filter honeycomb. Untuk
bahan yang tidak plastis perlu ditambahkan bahan tambahan yaitu plastisizing agent.
c. Proses Pembentukan Dengan Cara Cor.
Cara ini digunakan untuk membentuk produk-produk keramik yang memiliki
bentuk yang rumit. Pencetakan dengan cara ini harus disediakan massa tuang dalam
bentuk suspensi dengan kekentalan dan kandungan padatan yang tertentu, agar dapat
dengan mudah dituangkan pada cetakan yang terbuat dari gips (plaster of Paris).
Sifat rheologi massa tuang sangat menentukan hasil cetakannya. (Reed,1988)

2.5 Sintering
Fayed and Otten (1997) (dalam Daniel (2011)) menyatakan, proses sintering
merupakan proses pemadatan material serbuk dengan cara membentuk ikatan batas
butir antar serbuk penyusunnya. Ikatan antar butir terjadi akibat pemanasan dengan
atau tanpa penekanan dan temperatur sintering yang diatur di bawah temperatur leleh
dari partikel penyusunnya. Menurut German (1994), pada proses sinter, benda padat
terjadi karena terbentuknya ikatan-ikatan antar partikel. Pemanasan menyebabkan
bersatunya partikel dan efektivitas reaksi tegangan permukaan meningkat. Sehingga,

Universitas Sumatera Utara

15

proses sinter menyebabkan bersatunya partikel sedemikian rupa sehingga kepadatan
serbuk bertambah.
Selama proses sinter terbentuklah batas-batas butir yang merupakan tahap
permulaan rekristalisasi. Di samping itu, gas yang ada menguap dan temperatur
sinter umumnya berada di bawah titik cair unsur serbuk, selama proses sinter terjadi
perubahan dimensi, baik berupa pengembangan maupun penyusutan tergantung pada
bentuk dan distribusi ukuran partikel serbuk, komposisi serbuk, prosedur sinter dan
tekanan pemampatan.( Ibid, 2003)
Proses sintering adalah proses pemadatan atau konsolidasi dari sekumpulan
serbuk pada temperatur mendekati titik leburnya. Sintering merupakan tahapan
pembuatan keramik yang sangat penting dan menentukan sifat-sifat produk keramik.
Energi yang digunakan untuk menggerakan proses sintering disebut gaya dorong
(driving force) yang ada hubungannya dengan energi permukaan butir. Pengaruh
temperatur sintering terhadap perubahan densitas dengan porositas saling
berlawanan. Jika temperatur sintering semakin tinggi maka densitas, kekuatan
mekanik dan ukuran butir semakin besar sedangkan porositas menurun( Marzuki
Silalahi, 2009). Energi permukaan tiap satuan volume berbanding terbalik dengan
diameter partikel jadi partikel berukuran kecil mempunyai energi lebih besar
daripada partikel dengan ukuran besar. Selama proses sintering terjadi perpindahan
massa dari partikel ke neck dan perpindahan massa ini terjadi untuk mengurangi
energi permukaan partikel dengan cara memperluas permukaan partikel. Jadi, selama
proses sintering terjadi eliminasi atau pengurangan energi permukaan. Sehingga
parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat sintering (degree of sintering)
adalah luas permukaan. Parameter lain yang bisa digunakan dalam mengukur tingkat
sintering adalah perbandingan antara ukuran neck (x) dengan diameter partikel (D),
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.( Daniel Subekti, 2011)

Gambar 4. Pemodelan Partikel

Universitas Sumatera Utara

16

Sintering merupakan proses heat treatment, sebuah langkah proses untuk
memproduksi material dengan mengontrol mikrostruktur dan porositas secara
konstan. Hasil dari proses sintering bertujuan untuk mengurangi porositas dan
meningkatkan kekuatan mekanik setelah kompaksi ( Ender Suvaci, 2008). Selain itu,
pada proses sintering terjadi perubahan mikrostruktur seperti pertumbuhan butir
(grain growth), peningkatan densitas dan penyusutan (shrinkage). Sintering
merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting dan sangat menentukan
sifat-sifat dari produk keramik ( Randal,1991). Seperti yang dijelaskan Randall
(1991) sebelumnya bahwa proses sintering sangat mempengaruhi perubahan dimensi
sampel (shrinkage). Semakin tinggi temperatur maka nilai penyusutannya semakin
meningkat.
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi mikrostruktur dan sintering yaitu
variabel material dan variabel proses. Pertama, variabel yag berkorelasi dengan
bahan dasar (variabel material) meliputi serbuk (bentuk, ukuran, distribusi ukuran,
aglomerasi, campuran bahan) dan Chemistry (komposisi, impuritas, non-stokiometri,
homogenitas). Kedua, variabel yang berhubungan dengan sintering (variabel proses)
meliputi temperatur, waktu, tekanan, atmosfer, heating dan cooling rate ( Ender
Suvaci, 2008). Pada dasarnya, proses sintering dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu solid state sintering dan liquid state sintering.
Menurut Ristic (1989) dan Randall (1991) (dalam Rais (2007)), proses
sintering dapat berlangsung apabila (Muhammad Rais,2007)
1. Adanya transfer materi diantara butiran (proses difusi).
2. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, kemudian
energi tersebut digunakan untuk menggerakan butiran sehingga terjadi kontak dan
ikatan yang sempurna.
Mekanisme proses sinter materi (difusi) selama proses sintering dapat
berlangsung melalui: difusi volume, difusi permukaan, difusi batas butir, difusi
secara penguapan dan kondensasi ( Kaston Sijabat,2008). Tiap-tiap mekanisme difusi
akan memberikan efek terhadap perubahan sifat fisik bahan setelah sintering antara
lain perubahan: densitas, porositas, penyusutan, dan pembesaran butir. Dengan
adanya difusi tersebut maka akan terjadi kontak antara partikel dan terjadi suatu
ikatan yang kuat diantara partikel-partikel, disamping itu terjadi rekonstruksi susunan

Universitas Sumatera Utara

17

partikel. Menurut Ristic (1989) (dalam Kaston (2008)), umumnya peningkatan
densitas, pengurangan pori dan penyusutan disebabkan karena adanya difusi volume
dan difusi batas butir. Faktor-faktor yang dapat mempercepat laju proses sintering
antara lain: ukuran partikel, dan penggunaan aditif. Untuk penggunaan partikel yang
lebih kecil maka proses sintering akan dapat berjalan lebih cepat dibandingkan
dengan pengunaan partikel yang lebih besar. (Ibid, 2003)
Mekanisme sintering dimulai dengan adanya kontak antara butir yang
dilanjutkan dengan pelebaran titik kontak akibat proses difusi atom-atom. Difusi
yang berlebihan menyebabkan penyusutan volume pori yang terjadi selama proses
sintering berlangsung. Densitas alumina meningkat dengan peningkatan temperatur
sintering. Secara umum, perubahan yang terjadi saat proses sintering berlangsung
dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang ditandai dengan peningkatan temperatur
sintering dan densifikasi material. (Anonim, 2014)
1. Tahap awal (initial stage), secara umum ditandai dengan penyusunan
kembali formasi leher, yang meliputi penyusunan kembali partikel dan formasi leher
awal di titik kontak antar partikel. Porositas pada tahap ini tidak banyak berkurang,
begitu pula penyusutan tidak banyak terjadi.
Tahap pertama dalam proses sinter ditunjukan Gambar 5.

Gambar 5. Tahap pertama proses sinter, (a) partikel awal, (b) penyusunan kembali,
(c) terbentuknya formasi leher
2. Tahap pertengahan (intermediate stage), pertumbuhan terus berlanjut yang
diikuti dengan pertumbuhan butir dan pertumbuhan pori. Perubahan fisik yang terjadi
pada tahap dua, meliputi pertumbuhan ukuran leher antar partikel, porositas menurun
atau berkurang, pusat partikel bergerak semakin dekat secara bersama-sama. Batas
butir mulai berpindah sehinggabutir mulai tumbuh, terbentuk saluran yang saling
berhubungan (continous channel) dan berkahir ketika porositas terisolasi.
Densifikasi paling banyak terjadi pada tahap ini. Akibatnya material yang menjalani

Universitas Sumatera Utara

18

tahap ini akan mengalami penyusutan yang cukup signifikan. Pada tahap ini masih
terdapat banyak pori meskipun bentuknya telah berubah.
3. Tahap akhir (final stage), ditandai dengan hilangnya struktur pori dan
munculnya batas butir. Tahap ini batas butir bergerak dan terjadi pembesaran ukuran
butir sampai kanal-kanal pori tertutup dan sekaligus terjadi penyusutan. Tahap akhir
sinter ditunjukan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tahap Akhir Sinter (a) Pertumbuhan leher dengan discontinues porephase, (b) pertumbuhan butir dengan pengurangan porositas, (c) pertumbuhan butir.

Gambar 7. Pertumbuhan ikatan mikrostruktur antar partikel keramik selama proses
sinter (diadopsi dari German, 1994)
Model sinter dapat digambarkan dalam bentuk dua partikel yang membentuk
ikatan antar partikel selama sintering. Dimulai dengan kontak titik dan dilanjutkan
dengan pertumbuhan leher yang terjadi pada batas butir kontak partikel. Jika waktu
cukup, dua partikel akan bergambung menjadi satu partikel besar seperti pada
Gambar 8.

Gambar 8. Model sinter dua partikel

Universitas Sumatera Utara

19

Laju penyusutan dipengaruhi oleh waktu dan temperatur sintering. Randall
(1991) (dalam Rais (2007)) menyatakan, pengaruh temperatur sintering terhadap
perubahan densitas dan porositas saling berlawanan. Apabila temperatur sintering
semakin tinggi maka kekuatan mekanik dan ukuran butir semakin besar, sedangkan
porositas dan sifat listriknya menurun.( Muhammad Rais, 2007)
Dalam tahap pembuatan bahan keramik, proses pembakaran merupakan
proses yang sangat menentukan sifat bahan. Temperatur pembakaran ditentukan oleh
bahan yang ingin dibuat. Bahan dasar yang digunakan dapat digolongkan sebagi
bahan teknis yang rendah kemurniannya, atau bahan p.a (pro analysis) yang tinggi
kemurniannya. Dalam proses sintering, berbagai bahan yang tidak diharapkan dapat
dihilangkan agar bahan dengan komposisi tertentu yang diinginkan terbentuk. (Tino
Umbar, 2013)
Melalui proses pencetakan terjadi penggabungan atau pengelompokan
beberapa butiran, tetapi butiran satu dengan yang lainnya belum terikat kuat. Ikatan
antara butiran setelah proses sintering, dimana akan terjadi penyusutan dimensi yang
disertai pengurangan pori yang ada diantara butiran. Dengan demikian material yang
telah disintering akan menjadi semakin padat dan kuat.
Semakin banyak jumlah partikel yang kecil maka nilai densitas sintering
semakin besar atau persen kepadatannya semakin besar. Pengaruh temperatur
sintering terhadap perubahan densitas, kekuatan mekanik dan ukuran butir adalah
berbanding lurus akan tetapi sebaliknya terhadap porositas, resistivitas. (Kaston
Sijabat, 2008)

2.6 Densitas
Densitas pada material didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan
volume. Densitas dinyatakan dalam g/cm3 dan dilambangkan dengan ρ
(rho).


ρ = � ............................................................................................................(2.1)

Dengan : m = massa (g)

V = volume (cm3)
ρ = densitas (g/cm3)

Universitas Sumatera Utara

20

2.7 Kekerasan
Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan yang pada
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut permukaan piramida intan yang
saling berhadapan adalah 1360. Nilai ini dipilih karena mendekati sebagian besar
nilai perbandingan yang diinginkan antar diameter lekukan dan diameter bola
penumbuk pada uji kekerasan brinell. (Geoege Dieter, 1987)
Angka kekerasan vickers didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan
lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang
diagonal jejak. Hv dapat ditentukan dari persamaan berikut:
Hv=
Dengan :

2 � sin
�2


2

=

(1,854)�
�2

..............................................................................(2.2)

P : Gaya tekan yang diberikan (kgf)
D : Panjang digonal identer (mm)
Hv : Kekerasan Vikers (kgf/mm2)
Bentuk indenter vickers dan pengujian vickers ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10

Gambar 9. Bentuk Identer vickers

Gambar 10. Pengujian vickers
Karena jejak yang dibuat dengan penekanan piramida serupa secara
geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka VHN tidak
bergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang
sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji vickers berkisar antara 1-120
kg tergantung pada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi
keuntungan pemakaian metode vickers adalah :

Universitas Sumatera Utara

21

1. Uji ini tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian ini
sangat lamban.
2. Memerlukan persiapan permukaan benda uji.
3. Terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang
diagonalnya.
Keuntungan metode vickers :
I.

Indentor dibuat dari bahan yang cukup keras sehingga dimungkinkan
dilakukan untuk berbagai jenis logam.

II.

Memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu dan dapat digunakan
untuk menentukan kekerasan pada material yang sangat lunak.

III.

Dapat dilakukan untuk benda-benda dengan ketebalan yang sangat tipis
sampai 0.006 inchi.

IV.

Harga kekerasan yang didapat dari uji vickers tidak bergantung pada besar
beban identor.( William Calister, 2003)

2.8 Susut Bakar
Susut bakar (Sb) adalah pengurangan diameter suatu bahan uji dari keadaan sebelum
dibakar (do)ke keadaan sesudah dibakar (ds). Pengukuran susut diameter dilakukan
pada sampel uji yang berbentuk pelet dengan massa awal (sebelum dibakar). Susut
bakar (Sb) dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut. (Guner Sumer, 1998)
Susut massa =
Dengan :

� 0 −� �
�0

x 100%........................................................................(2.3)

do = diameter sebelum dibakar

ds = diameter sesudah dibakar

2.9 XRD
Sifat-sifat dari suatu material keramik merupakan fungsi intrinsik dari fasa-fasa
yang terkandungnya. Berarti keberadaan fasa yang dominan maupun yang minor
akan mempengaruhi sifat keseluruhan dari bahan. Ada beberapa teknik untuk
menganalisa fasa pada suatu material keramik, diantaranya dengan menggunakan
difraksi sinar-X bentuk serbuk ( powder X-ray diffraction – XRD). Sinar-X adalah
gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5 sampai 2,5 Angstrom
yang mendekati jarak antar atom kristal (Chan, 1992). Jika sinar- ditembakkan pada
suatu permukaan material, maka atom-atom akan menghamburkan sinar- X ke segala

Universitas Sumatera Utara

22

arah dan dalam arah tertentu berkas sinar yang dihamburkan akan sefasa dan saling
menguatkan. Jika atom-atom tersusun secara periodik pada sebuah kisi maka sinar
yang dihamburkan oleh atom-atom tersebut memiliki hubungan fasa tertentu.
Hubungan fasa menghasilkan interferensi konstruktif dalam arah tertentu membentuk
berkas difraksi seperti pada Gambar 11.

Gambar 11. Difraksi dari bidang kristal
Berkas sinar-X dengan panjang gelombang λ jatuh dengan sudut θ pada
sekumpulan bidang ristal yang berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ
hanya dapat dampak jika berkas-berkas dari tiap bidang yang berdekatan dari bidang
difraksi sesuai dengan jarak antar kisi. Persamaan dari pantulan sinar yang saling
menguatkan dinyatakan dengan hukum Bragg yaitu (Chan, 1992):
β d sin θ = n λ............................................................................................... (2.4)
Dengan menggunakan sinar-X yang telah diketahui panjang gelombangnya λ
(λ = 1,5418γ8 Angstrom), maka harga d dari berbagai bidang pada kristal dapat
ditentukan. Tiap bahan mempunyai nilai d tertentu, dan untuk mengidentifikasi jenis
fasa dalam suatu bahan dilakukan dengan membandingkan nilai d pengukuran
dengan nilai d yang ada pada data standar (hanawalt Method).

Universitas Sumatera Utara