Pembuatan Keramik Paduan Zirkonia (ZrO2) dengan Alumina (Al2O3) dan Karakterisasinya

(1)

DENGAN ALUMINA (Al2O3) DAN KARAKTERISASINYA

TESIS

Oleh

AWAN MAGHFIRAH

057026003/FIS

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AWAN MAGHFIRAH

057026003/FIS

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(ZrO2) DENGAN ALUMINA (Al2O3) DAN KARAKTERISASINYA

Nama Mahasiswa : Awan Maghfirah Nomor Pokok : 057026003

Program Studi : Ilmu Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) Ketua

(Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS) Anggota

Ketua program Studi Direktur Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana

(Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Eddy Marlianto,M.Sc. Anggota : 1. Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS

2. Dr. Marhaposan Situmorang 3. Prof.Dr. Muhammad Zarlis, MS


(5)

Pembuatan keramik paduan alumina (Al2O3) dengan keramik zirkonia (ZrO2) yang distabilkan dengan aditif CaO. Dimana bahan ZrOCl2.8H2O sebagai sumber ZrO2 dan CaCO3 sebagai sumber CaO, kemudian diperoleh fasa kubik zirkonia (c-ZrO2) pada suhu sintering 12000C yang tergolong fasa paling stabil terhadap perubahan suhu. Serbuk c-ZrO2 yang dihasilkan kemudian dicampur dengan serbuk keramik alumina (Al2O3) dengan persentase berat 70% Al2O3-30%ZrO2; 60% Al2O3 -40%ZrO2,50% Al2O3-50%ZrO2; 40% Al2O3-60%ZrO2 dengan variasi suhu sintering 12000C, 13000C, 14000C, 15000C dan 16000C. Hasil karakterisasi dari cuplikan yang telah disentering menunjukan bahwa suhu sintering optimal adalah 15000C untuk sample keramik 70% Al2O3-30%ZrO2, dapat diperoleh densitas tertinggi adalah 3,78 g/cm3, porositas 1.12%, kekuatan patah 1477,38 kgf/cm2, nilai kekerasan 1278,54 kgf/mm2, ketangguhan 2,056 MPa.m1/2, koefisien ekspansi termal 8,7 x 10-6 /0C, dan suhu sintering optimal 16000C untuk sampel keramik 60% Al2O3-40%ZrO2,50% Al2O3-50%ZrO2; 40% Al2O3-60%ZrO2 diperoleh densitas tertinggi adalah 4,01 g/cm3,4,15 g/cm3 dan 4,24 g/cm3, porositas 0,20%, 4,75% dan 12,67%, kekuatan patah 2170,96 kgf/cm2, 1162,52 kgf/cm2, dan 1110,00 kgf/cm2, nilai kekerasan 1501,22 kgf/mm2, 1155,10 kgf/mm2 dan 1077,02 kgf/mm2, ketangguhan 2,128 MPa.m1/2, 2,012 MPa.m1/2, dan 1,981 MPa.m1/2, koefisien ekspansi termal 8,7 x 10-6 /0C, 7,66 x 10-6 /0C, dan 8,36 x 10-6 /0C. Hasil analisis dengan difraksi sinar X menunjukkan bahwa fasa dominan yang terbentuk adalah ZrO2 dan Al2O3.


(6)

The making ceramic composite alumina ( Al2O3) with ceramic zirkonia ( ZrO2) what

is stabilized with additive CaO. Where materials ZrOCl2.8H2O as source ZrO2 and

CaCO3 as source CaO, is then obtained phase cubic zirkonia ( c-ZrO2) at

temperature sintering 12000C the pertained phase very stable to change of temperature. Powder c-ZrO2 is yielded then mixed with ceramic alumina ( Al2O3)

powder with heavy percentage 70% Al2O3-30%ZrO2; 60% Al2O3-40%ZrO2,50%

Al2O3-50%ZrO2; 40% Al2O3-60%ZrO2 with variation sintering temperature 12000C,

13000C, 14000C, 15000C and 16000C. The characterization of the products indicates that the optimal sintering temperature is 15000C to sample ceramic 70% Al2O3

-30%ZrO2, obtainable density highest is 3,78 g/cm3, porosity of 1.12%, bending

strength 1477,38 kgf/cm2, hardness of 1278,54 kgf/mm2, toughness of 2,056 MPa.m1/2, thermal expansion coefficient of 8,7 x 10-6 /0C, and the optimal sintering temperature 16000C to sample ceramic 60% Al2O3-40%ZrO2,50% Al2O3-50%ZrO2;

40% Al2O3-60%ZrO2 obtained density highest is 4,01 g/cm3,4,15 g/cm3 and 4,24

g/cm3, porosity of 0,20%, 4,75% and 12,67%, bending strength is 2170,96 kgf/cm2, 1162,52 kgf/cm2, and 1110,00 kgf/cm2, hardness of 1501,22 kgf/mm2, 1155,10 kgf/mm2 and 1077,02 kgf/mm2, toughness of 2,128 MPa.m1/2, 2,012 MPa.m1/2, and 1,981 MPa.m1/2, thermal expansion coefficient of 8,7 x 10-6 /0C, 7,66 x 10-6 /0C, and 8,36 x 10-6 /0C. X-ray diffraction (XRD) record reveal that the dominant phase is ZrO2 and Al2O3.


(7)

Pertama-tama puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini yang berjudul “PEMBUATAN KERAMIK PADUAN

ZIRKONIA (ZrO2) DENGAN ALUMINA (AL2O3) DAN

KARAKTERISASINYA” sebagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai syarat menyelesaikan Program studi Magister Ilmu Fisika.

Dengan selesainya Tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K). atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nissa B, M.Sc atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran secara maksimal dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tesis ini selesai.

Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc. Anggota Komisi pembimbing Bapak Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS, dan Bapak Drs. Perdamean Sebayang, MS selaku pembimbing lapangan yang sangat banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Bapak dan Ibu seluruh staf Tenaga Pengajar Program studi Magister Ilmu Fisika dan seluruh rekan Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Fisika Angkatan ’05 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis.


(8)

mengikuti Program Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, serta seluruh staf pengajar dan pegawai dilingkungan Perguruan Al-Azhar Medan yang telah memberikan dukungan moralnya. Khususnya kepada Istri tercinta Suharti, S.Si dan ananda tersayang Farras Putri Maghfirah, terutama orang tua tersayang Bapak Muslini Merisyaf, BA dan Ibunda Murmi serta Bapak H. Sailan dan Ibunda Hj. Tuyem dengan dukungan, kesabaran dan do’a mereka selama mengikuti pendidikan dan dalam menyelesaikan tesis ini.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis telah bekerja semaksimal sesuai dengan kemampuan yang ada, walaupun demikian kemungkinan didalamnya terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga Allah SWT memberkahi kita semua.

Medan, Agustus 2007 Penulis


(9)

Nama : Awan Maghfirah Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Manna/02 September 1979

Kewarganegaraan : Indonesia

A g a m a : Islam

Pekerjaan : Guru Perguruan Al-Azhar Medan Alamat : Jl. Pijer Podi Gang Tariganta No. 123B

Padang Bulan Medan

Nama Orang Tua :

Ayah : Muslini Merisyaf, BA

Ibu : Murmi

Pendidikan :

Ü SD Negeri 10 Manna, Tahun lulus 1992

Ü SMP Negeri 1 Manna, Tahun lulus 1995

Ü SMA Negeri 5 Manna, Tahun lulus 1998

Ü Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara, Tahun lulus 2003

Ü Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara, Tahun lulus 2007


(10)

ABSTRAK i

ABSTRACK ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG 1

1.2. PERUMUSAN MASALAH 2

1.3. TUJUAN PENELITIAN 3

1.4. BATASAN MASALAH 3

1.5. HIPOTESIS 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KERAMIK ZIRCONIA (ZrO2) 5

2. 2. SIFAT-SIFAT DAN APLIKASI KERAMIK ZIRKONIA 7

2.3. KERAMIK ALUMINA ( Al2O3 ) 8

2.4. PROSES PEMBUATAN MATERIAL KERAMIK 10 2.4.1. Preparasi Serbuk Keramik 11

2.4.2. Proses Pembuatan Keramik 11

2.4.3. Proses Pembakaran (Sintering) 12 2.5. KARAKTERISASI MATERIAL KERAMIK 16

2. 5. 1. Analisis Termal 16

2. 5. 2. Struktur kristal 17

2. 5. 3. Difraksi Sinar-X 18

2. 5. 4. Pengukuran Porositas 19


(11)

2. 5. 8. Ketangguhan (Fracture Toughness, Kic) 23 2.5. 9. Koefisien Ekspansi Termal 24 2.5. 10. Analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron

Microscope (SEM) 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. BAHAN YANG DIGUNAKAN 26

3.2. PERALATAN YANG DIGUNAKAN 26

3.3. VARIABEL DAN PARAMETER PENELITIAN 27

3.4. TAHAPAN PEMBUATAN SAMPEL 27

3.5. PROSEDUR PENELITIAN 29

3.5.1. Pengeringan 29

3.5.2. Penghalusan dan Pengayakan 29

3.5.3. Pembakaran 29

3.5.4. Pengukuran Densitas dan Porositas 29 3. 5. 5. Kekuatan Patah (Bending Strength) 30 3. 5. 6. Kekerasan (Vickers Hardness,Hv) dan

Fracture toughness (Kic) 31 3. 5. 7. Pengukuran Koefisien Ekspansi Thermal 32

3.5.8. X-Ray Diffraction (XRD) 33

3.5.9. Pengamatan mikrostruktur dengan

Scanning Electron Microscope (SEM) 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 POROSITAS DAN DENSITAS 35

4.2. KEKUATAN PATAH (BENDING STRENGTH) 37

4. 3. KEKERASAN 38

4.4. PENGUKURAN TOUGHNESS 39

4.5. KOEFISIEN EKSPANSI TERMAL 40

4. 6. ANALISIS HASIL DIFFERENTIAL THERMAL


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN 50

5.2. SARAN 50

DAFTAR PUSTAKA 51


(13)

Tabel 2.1. Sifat-Sifat Fisis beberapa keramik Zirkonia 7 Tabel 2.2. Sifat-sifat keramik Alumina Al2O3 10 Tabel 2.3. Struktur Geometri Kristal 17


(14)

Gambar II.1. diagram transformasi fasa dari ZrO2 6 Gambar II.2. Struktur kristal korundum ((g)–Al2O3 ) [Worral, 1986] 9 Gambar II.3. Model dua bola saling kontak dengan pembentukan leher

kontak (neck) [Ristic, 1989]

13

Gambar II.4. Mekanisme perpindahan materi selama sintering

[Ristic, 1989, William, 1991] 14

Gambar II.5. Hubungan suhu sintering terhadap perubahan sifat –sifat material Keterangan : (1) Porositas, (2) Densitas, (3) Sifat listrik,

(4) Kekuatan Mekanik, (5) Ukuran butir (grain Size)

[Ristic, 1987] 15

Gambar II.6. Difraksi Sinar X (Azwar Manaf,2006) 18

Gambar II.7. Skema peralatan pada SEM 25

Gambar III.1. Diagram Tahapan Preparasi serbuk keramik stabilized ZrO2 :

22% mole CaO dan 78% mole ZrO2 27

Gambar III.2. Diagram Tahapan Proses Sintering 28 Gambar IV.1. Hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap porositas (%)

dan densitas (g/cm3) untuk sampel 70% Al2O3 – 30% ZrO2 35 Gambar IV.2. Hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap porositas (%)

dan densitas (g/cm3) untuk sampel 60% Al2O3 – 40% ZrO2 36 Gambar IV.3. Hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap porositas (%)

dan densitas (g/cm3) untuk sampel 50% Al2O3 – 50% ZrO2 36 Gambar IV.4. Hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap porositas (%)

dan densitas (g/cm3) untuk sampel 40% Al2O3 – 60% ZrO2 36 Gambar IV. 5. Hubungan antara suhu Sintering (0C) terhadap

Bending Strength (kgf/cm ) untuk sampel 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40% ZrO2 ; 50% Al2O3-50% ZrO2 ;


(15)

untuk sampel: 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40% ZrO2 ;

50% Al2O3-50% ZrO2 ; 40% Al2O3-60% ZrO2 38 Gambar IV.7. Hubungan antara Suhu Sintering (0C) terhadap Fracture

toughness (Kic(Mpa m1/2)) untuk sampel : 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40% ZrO2 ; 50% Al2O3-50% ZrO2 ;

40% Al2O3-60% ZrO2 39

Gambar IV. 8. Hubungan antara Suhu pemanasan (0C) terhadap l/lo (%)

untuk sample 70% Al2O3-30% ZrO2 40 Gambar IV. 9 . Hubungan antara Suhu pemanasan (0C) terhadap l/lo (%)

untuk sampel 60% Al2O3-40% ZrO2 41

Gambar IV. 10 . Hubungan antara Suhu pemanasan (0C) terhadap l/lo (%)

untuk sampel 50% Al2O3-50% ZrO2 41 Gambar IV. 11. Hubungan antara Suhu pemanasan (0C) terhadap l/lo (%)

untuk sampel 40% Al2O3-60% ZrO2 41 Gambar IV.12. Hasil analisis Diffrential Thermal Analysis (DTA) dari sampel hasil

campuran antara ZrOCl2.8H2O dengan CaCO3 setelah proses

pengeringan. 42

Gambar IV. 13. Pola difraksi sinar X sampel serbuk ZrO2 yang distabilisasi

dengan CaO dan telah dibakar pada suhu 12000C 43 Gambar IV. 14. Pola difraksi sinar X sampel keramik 70% Al2O3-30% ZrO2

dengan suhu sintering 15000C 44

Gambar IV. 15. Pola difraksi sinar X sampel keramik 60% Al2O3-40% ZrO2

dengan suhu sintering 16000C 45

Gambar IV. 16. Pola difraksi sinar X sampel keramik 50% Al2O3-50% ZrO2

dengan suhu sintering 16000C 46

Gambar IV. 17. Pola difraksi sinar X sampel keramik 40% Al2O3-60% ZrO2

dengan suhu sintering 16000C 47

Gambar IV. 18. Foto SEM untuk sampel keramik 70%Al2O3-30% ZrO2

dengan suhu sintering 15000C 48

Gambar IV. 19. Foto SEM untuk sampel keramik 60%Al2O3-40% ZrO2


(16)

Gambar IV. 21. Foto SEM untuk sampel keramik 40%Al2O3-60% ZrO2


(17)

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Zirkonia (ZrO2 ) merupakan salah satu jenis dari keramik teknik yang aplikasinya sangat luas baik dibidang mekanik /otomotif, elektrik dan refraktori. ZrO2 tergolong material yang bersifat polimorfi yang memiliki tiga macam struktur kristal yaitu : monoklinik, tetragonal, dan kubus. Monoklinik ZrO2 (m-ZrO2 ) tergolong tidak stabil pada suhu 1000 – 11000 C, karena pada kisaran suhu tersebut terjadi transformasi fasa dari monoklinik ke tetragonal (reversible) sehingga dapat menimbulkan perubahan volume (3-5%). Dampaknya akan terjadi keretakan mikro (micro crack), bila retak tersebut menjalar maka dapat menimbulkan kerusakan (failure) pada material. Sedangkan kubik–ZrO2 (c- ZrO2) tergolong fasa yang paling stabil terhadap perubahan suhu. ZrO2 murni umumnya memiliki struktur kristal monoklinik, untuk menstabilkan perlu struktur kristalnya sebagian atau seluruhnya dirubah ke fasa c-ZrO2.

Penstabil struktur kristal ZrO2 dapat dilakukandengan memberikan aditif, seperti CaO, MgO, Y2O3, sehingga struktur kristalnya terdapat fasa stabil kubus ZrO2 dan sebagian terdapat fasa tetragonal ZrO2. Keramik ZrO2 yang struktur kristalnya telah distabilkan memiliki sifat-sifat : stabil terhadap segala perubahan suhu, memiliki kekerasan dan kekuatan mekanik yang tinggi, ketahanan terhadap suhu cukup baik. Keramik semacam ini akan sangat cocok sebagai komponen mekanik dan refraktori, tetapi kelemahannya terletak pada sifat toughness, dan ketidakstabilan struktur kristalnya pada suhu tinggi. Alumina dengan struktur kristal korundum (g–Al2O3) tergolong material keramik oksida yang cukup handal dan kekuatan mekaniknya dan sifat toughness nya


(18)

(ketangguhannya), lebih baik dibandingkan ZrO2, serta keramik alumina (g–Al2O3) sangat stabil struktur kristalnya terhadap perubahan suhu sampai mendekati titik leburnya (19000). Untuk memperbaiki kelemahan keramik ZrO2 perlu memadukan dua jenis keramik Al2O3 dan ZrO2 menjadi satu paduan keramik yang diharapkan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan ketahanan terhadap perubahan suhu akan cendrung lebih baik.

Sampai saat sekarang produk keramik ZrO2 maupun keramik alumina masih diimpor baik dari Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika. Bahan baku zirkonia dan alumina cukup banyak terdapat di alam Indonesia dalam bentuk pasir zircon, maupun mineral bauksit yang selama ini mineral tersebut masih diekspor dan di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal untuk produk keramik teknik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguasai pembuatan keramik Al2O3–ZrO2, yang diarahkan untuk mengetahui pengaruh komposisi perbandingan ZrO2 / Al2O3 dan suhu sintering dalam pembuatan keramik Al2O3–ZrO2 terhadap mikrostruktur dan pengaruhnya terhadap karakterisasinya.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Keramik ZrO2 murni memiliki struktur kristal monoklinik, dan sangat tidak stabil untuk aplikasi pada suhu tinggi diatas 10000 C, karena pada suhu tersebut akan mengalami transformasi bolak balik dari monoklinik ke tetragonal yang menimbulkan perubahan volum sehingga menimbulkan retak mikro. Oleh karena itu perlu dilakukan penstabilan struktur kristal ZrO2 dengan aditif CaO, karena CaO merupakan salah satu aditif yang


(19)

Keramik ZrO2 yang telah distabilkan masih memiliki kelemahannya yaitu sifat kekuatan mekanik, ketangguhan dan sifat ketahanan / kestabilan struktur kristalnya masih kurang. Perlu dilakukan usaha perbaikan dari kelemahan tersebut dengan cara membuat keramik paduan ZrO2 dan Al2O3. alumina ( g – Al2O3 ) tergolong material yang sangat stabil pada suhu tinggi, sangat keras dan kekuatan mekaniknya cukup andal, beberapa parameter yang mungkin sangat berpengaruh terhadap perubahan karakteristik adalah komposisi atau perbandingan antara ZrO2 dan Al2O3 dan variasi suhu sintering / pembakaran.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.Membuat keramik ZrO2 yang distabilkan dengan CaO 2.Membuat keramik paduan antara ZrO2 dengan Al2O3

3.Mengetahui pengaruh komposisi perbandingan ZrO2 / Al2O3dan variasi suhu sintering / pembakaran pada pembuatan keramik paduan antara ZrO2 dengan Al2O3 terhadap perubahan struktur kristalnya serta terhadap karakterisasinya yaitu : porositas, densitas, kekuatan patah, kekerasan, ketangguhan, dan termal ekspansi.

1.4 BATASAN MASALAH

1. Pembuatan keramik ZrO2 yang distabilkan dengan CaO

2. Pembuatan keramik paduan ZrO2 dengan Al2O3 dengan suhu sintering 12000C, 13000C, 14000C ,15000C dan 16000C.

3.Karaterisasi yang dilakukan meliputi porositas, densitas, kekuatan patah, kekerasan, ketangguhan, dan termal ekspansi.


(20)

1.4 HIPOTESIS

Melalui proses penambahan CaO pada pembuatan keramik ZrO2 diharapkan dapat terbentuk stabilisasi ZrO2 dengan struktur kristal kubik- ZrO2 pada suhu sekitar 1100 – 12000C. Variasi komposisi perbandingan Zirkonia (ZrO2) dan Alumina (Al2O3) dan variasi suhu sintering /pembakaran dapat memberikan efek terhadap peningkatan karateristiknya (porositas, densitas, kekuatan patah, kekerasan, ketangguhan, dan termal ekspansi).


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 KERAMIK ZIRKONIA (ZrO2)

Zirkonia (ZrO2 ) merupakan oksida logam yang memiliki sifat polimorfi yaitu tiga

macam struktur kristal antara lain : monoklinik, tetragonal, dan kubus. ZrO2 diperoleh

melalui proses permurnian pasir zircon (ZrSiO4) dimana pasir zircon banyak ditemukan

dialam bahan tambang. Zirkonia murni pada suhu kamar memiliki struktur kristal monoklinik (m- ZrO2), dan bila terkena pemanasan sampai suhu 10000C–11000C akan

berubah struktur kristalnya menjadi tetragonal (t-ZrO2), jika didinginkan kembali pada

suhu ruang akan berubah kembali menjadi monoklinik (m-ZrO2). Jadi monoklinik (m-

ZrO2) dan tetragonal (t- ZrO2) tergolong memiliki sifat yang tidak stabil, selama terjadi

transformasi fasa mengalami perubahan volum sebesar 3–5%, sehingga dapat menimbulkan keretakan. Zirkonia yang paling stabil adalah dengan struktur kristal kubik (c- ZrO2 ), fasa c- ZrO2 dapat terbentuk pada suhu yang sangat tinggi diatas titik

leburnya yaitu sekitar 26800C, fasa kubik (c-ZrO2) sangat stabil terhadap perubahan

suhu dari suhu kamar sampai titik leburnya. Pada Gambar 2.1 ditunjukkan diagram transformasi fasa struktur kristal zirkonia.


(22)

Gambar 2.1 Diagram Transformasi Fasa Dari ZrO2

Kelemahan material keramik ZrO2 yang hanya memiliki struktur kristal monoklinik

saja, atau tetragonal adalah tidak stabil bila terkena pemanasan sampai 11000C karena terjadi transformasi fasa. Efeknya dapat menimbulkan perubahan volum yang mengakibatkan terjadinya retak mikro. Jika retak mikro itu menjalar akan menimbulkan kerusakan material (failure). Oleh karena itu keramik ZrO2 dengan struktur kristal

monoklinik atau tetragonal hanya sesuai untuk aplikasi suhu rendah atau suhu ruang, akan tetapi m- ZrO2 maupun t- ZrO2 memiliki kekuatan mekanik lebih tinggi dibanding

dengan c- ZrO2. Keramik ZrO2 agar dapat digunakan pada suhu tinggi perlu dilakukan

proses penstabilan sebagian dengan pembentukan fasa c-ZrO2 yang merupakan fasa

yang paling stabil terhadap perubahan suhu. Material keramik ZrO2 yang mengalami

proses penstabilan sebagian disebut keramik PSZ (partialy stabilized zirkonia), dimana keramik PSZ disamping memiliki struktur kristal monoklinik atau tetragonal juga


(23)

terdapat struktur kristal kubik. Karena fasa c-ZrO2 dapat meredam penjalaran retak

mikro sehingga material tetap dalam keadaan stabil.

2.2 SIFAT-SIFAT DAN APLIKASI KERAMIK ZIRKONIA

Ada beberapa macam tipe keramik zirkonia yang tergantung dari struktur kristalnya yaitu keramik PSZ (partialy stabilized zirkonia), keramik TZP (tetragonal zirkonia polycrystalline), dan keramik FSZ (fully stabilized zirkonia). Keramik PSZ dan TZP umumnya digunakan sebagai komponen mekanik (cutting tools, bio ceramic, dan bahan refraktori) karena kedua jenis keramik ketahanan terhadap suhu tinggi, tahan korosi dan memiliki kekerasan yang sangat tinggi, serta kekuatan mekanik yang tinggi. (Gernot, 1998). Sedangkan keramik FSZ banyak terdapat kekosongan (vacancy), sehingga memiliki konduktifitas listrik yang tinggi, tetapi sifat mekaniknya jauh lebih rendah dibandingkan dengan PSZ atau TZP (Nguyen, 1993)

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Beberapa Keramik Zirkonia Material Densitas

(gr/cm3)

Modulus Elastis(GPa)

MOR, (MPa)

Ketangguhan (MPa m1/2)

Mg -PSZ 5,71 206 641 3

TZP 6,02 205 1021 4

Y-PSZ 5,81 185 713 4

FSZ 5,60 - 300 2

PSZ (Nilcra Brand) Bio-Ceramic


(24)

2.3 KERAMIK ALUMINA ( Al2O3 )

Senyawa alumina ( Al2O3 ) bersifat polimorfi yaitu diantaranya memiliki struktur alpa

(g)–Al2O3 dan gamma ( )–Al2O3. Bentuk struktur yang lain misalnya beta ( )- Al2O3

adalah alumina tidak murni yang merupakan paduan antara Al2O3-Na2O dengan

formula Na2O.11 Al2O3 [Worral, 1986]. Alpa (g)–Al2O3 merupakan bentuk struktur

yang paling stabil sampai suhu tinggi dan memiliki nama lain yaitu korundum. Struktur dasar kristal korudum adalah tumpukan padat heksagonal (Hexagonal Closed Paked – HCP) [Worral, 1986, Walter, 1970]. Kationnya (Al3+) menempati 2/3 bagian dari sisipan oktohedral, sedangkan anionnya (O2-) menepati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korudum adalah 6, maka tiap ion Al3+ dikelilingi oleh 6 ion O2-, dan tiap ion O2- dikelilingi oleh 4 ion Al3+ untuk mencapai muatan yang netral [Worral, 1986]. Bentuk struktur kristal korudum ditunjukan pada Gambar II.1. Struktur gamma ( )– Al2O3 menyerupai struktur dasar spinel yaitu A3B6C12 atau AB2O4, dengan A dan B

masing-masing adalah kation valensi dua dan tiga. Struktur gamma ( )–Al2O3 jika

dinyatakan dalam bentuk formula spinel adalah Al8O12, dan bila dibandingkan dengan

formulasi spinel A3B8O12, maka gamma ( )–Al2O3 hanya memiliki 8 kation sedangkan

pada spinel total kationya harus 9. jadi pada struktur kristal gamma ( )–Al2O3

kekurangan satu kation dan hal ini merupakan bentuk cacat struktur (vacancy defect) pada kristal tersebut [Walter, 1970]. Struktur gamma ( )–Al2O3 merupakan senyawa

alumina yang stabil dibawa 10000C dan umumnya lebih reaktif dibangdingkan dengan struktur alpha (g)–Al2O3.


(25)

Gambar 2.2 Struktur kristal korundum ((g)–Al2O3 ) [Worral, 1986]

Senyawa alumina secara komersial dihasilkan melalui proses ekstraksi (bayer process) dari bahan alam yaitu mineral bauxit. Mineral tersebut mengandung Al2O3 bervariasi

pada kisaran 40-60% berat dan sisanya berupa bahan ikutan misalnya : SiO2, Fe2O3, dan

TiO2 [Walter, 1970]. Proses ekstraksi mineral bauxit dilakukan pada suhu 160-1700C

dan tekanan 0,4 Mpa dengan menggunakan larutan NaOH [Worral, 1986, Walter, 1970]. Dari hasil proses tersebut diperoleh senyawa Al(OH)3 yang sudah bebas dari

bahan ikutannya. Selanjutnya melalui proses perlakuan panas / kalsinasi akan diperoleh Al2O3 dengan struktur korundum atau alpa alumina (g–Al2O3) tergantung suhu

kalsinasi [Worral, 1986, Walter H, 1970]. Sumber bahan baku alumina berasal dari bauxit yang merupakan bahan alam yang banyak terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Melalui proses ekstraksi bauxit dapat diperoleh senyawa alumina hidroksida Al(OH)3,

apabila Al(OH)3 diberikan perlakuan termal sampai suhu 700-8000C akan menjadi –


(26)

– 11000C. g–Al2O3 merupakan struktur yang paling stabil terhadap perubahan suhu, dan

dikenal dengan nama korundum. Keramik alumina (corundum) memiliki sifat-sifat antara lain titik lebur sekitar 20500C, sangat keras, kekutan mekanik yang tinggi dan sifat isolator listrik. Kegunaan keramik alumina sangat luas, misalnya sebagai komponen elektrik /elektronik, refraktor, komponen mekanik dan otomotif.

Tabel 2.2. Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3

1. densitas, gr/cm3

2. Koefisien Termal Ekspansi, 0C-1 3. Kekuatan Patah , Mpa

4. Sifat daya hantar panas 5. kekerasan (Hv), kgf/mm2 6. titik lebur, 0C

7. ketangguhan , Mpa m1/2

3,96 (8-9) x 10-6 350

Konduktor 1500-1800 2050 4,9

2.4 PROSES PEMBUATAN MATERIAL KERAMIK

Material keramik umumnya berupa senyawa polikristal yang proses pembuatannya dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan yaitu : proses preparasi serbuk, pembentukan dan pembakaran (sintering). Parameter-parameter proses pembuatan keramik tergantung pada jenis keramik yang akan dibuat, bidang aplikasinya dan sifat-sifat yang diharapkan. Misalnya proses pembuatan keramik tradisional memiliki parameter yang berbeda dengan pembuatan keramik teknik. Karena pada keramik


(27)

tinggi, sedangkan untuk pembuatan keramik teknik diperlukan bahan baku dengan kemurnian tinggi serta terkontrol agar diperoleh sifat-sifat bahan yang diinginkan sesuai dengan aplikasinya.

2.4.1 Preparasi Serbuk Keramik

Pada proses preparasi serbuk beberapa faktor yang menentukan sifat produk keramik adalah : kemurnian bahan, homogenitas, dan kehalusan serbuk. Teknik preparasi serbuk keramik yang digunakan adalah teknik kimia basah/larutan. Proses ini dilakukan melalui percampuran dalam bentuk larutan, sehingga akan diperoleh tingkat homogenitas yang lebih tinggi. Metode ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu : metode desolvent dan metode presipitasi. Metode desolvent dilakukan dengan cara mencampurkan beberapa sistem larutan kemudian diubah menjadi serbuk dengan cara pelepasan bahan pelarutnya (solvent) secara fisika yaitu melalui pemanasan/pendinginan secara cepat supaya tidak terjadi proses separasi kation-kationnya [Reed, 1988, Yoshitaka, 1989]. Contoh dari metode ini antara lain : freeze drying, liquid drying dan spray drying [Mazdlyasnl, 1982]. Metode presipitasi adalah proses pemisahan bahan terlarut (solute) dari larutan dengan cara pengendapan. Untuk mengubah endapan menjadi serbuk dilakukan proses pemanasan atau kalsinasi. Contoh dari metode ini antara lain : coopresipitasi, sol gel [Reynen, 1986].

2.4.2 Proses Pembuatan Keramik

Proses pembentukan bahan keramik dibedakan menurut keadaan massa yang akan dibentuk (massa cair, massa kental, massa plastik, massa setengah kering dan massa kering).


(28)

Berdasarkan keadaan massa bahan maka teknik pembentukan atau pencetakan dapat dibedakan menjadi :

1. Cetak basah (wet pressing) 2. Cetak panas (hot pressing) 3. Cetak kering (dry pressing) 4. Rubber Mold Pressing 5. Tape casting

Dalam penelitian ini dipakai adalah proses cetak kering dengan menggunakan metode cetak tekan [Reed, 1987].

2.4.3 Proses Pembakaran (Sintering)

Sintering merupakan salah satu langkah pada proses produksi keramik, dimana kualitas suatu produk keramik sangat ditentukan sekali pada tahap ini. Sintering adalah suatu proses pembakaran keramik setelah melalui proses pencetakan sehingga diperoleh suatu produk keramik yang kuat dan lebih padat. Suhu pembakaran pada proses sintering sangat tergantung sekali dengan jenis bahan keramik, umumnya disekitar 80-90% dari titik lebur campuran bahan baku yang digunakan. Selama berlangsungnya proses sintering akan terjadi pengurangan pori, penyusutan dan perubahan ukuran butir. Terjadinya pengurangan pori dan pertumbuhan butir (grain growth) selama proses sintering akibat proses difusi diantara butir. Jenis proses difusi akan memberikan efek terhadap perubahan sifat-sifat fisis yaitu perubahan densitas, porositas, penyusutan dan ukuran butir. Umumnya peningkatan densitas, pengurangan pori dan penyusutan


(29)

keramik yang setelah mengalami proses sintering akan semakin padat. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain : jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Menurut Reynen, 1979 dan Ristic, 1989 proses sintering dapat berlangsung apabila :

1.Adanya perpindahan materi diantara butiran yang disebut proses difusi

2.Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energi tersebut digunakan untuk menggerakan butiran hingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna.

Energi untuk menggerakan proses sintering disebut gaya dorong (driving force) yang ada hubungannya dengan energi permukaan butiran ( ). Gaya dorong tersebut dapat diilustrasikan dari dua buah bola yang berukuran sama yang saling kontak dengan ukuran kontak x seperti ditunjukan pada Gambar 2.3. Gaya dorong ( ) untuk terjadinya kontak tersebut dapat bersifat tekan bila lekukan kontak (neck) tersebut cembung dan bersifat tarik bila lekukan kontak (neck) tersebut cekung [Ristic, 1989].

Gambar 2.3. Model Dua Bola Saling Kontak Dengan Pembentukan Leher Kontak (neck) [Ristic, 1989].


(30)

Persamaan gaya dorong ( ) dapat ditulis [Ristic, 1989] :

x

γ

σ= ... 2.1

Gaya dorong tersebut diperoleh melalui pemberian energi yang dalam hal ini berupa pemberian panas dari luar pada suatu proses pembakaran. Energi permukaan partikel ( ) persatuan volum berbanding terbalik dengan ukuran partikel [Ristic, 1989, William, 1991]. Berarti proses sintering dari partikel-partikel halus akan lebih cepat dibandingkan partikel-partikel yang besar atau densitas sinternya semakin tinggi.

Proses perpindahan materi (difusi) selama proses sintering ditunjukkan pada Gambar II.4. ada beberapa mekanisme difusi selama proses sintering yaitu [Ristic, 1989, William, 1991] : difusi volum, difusi permukaan, difusi batas butir dan difusi secara penguapan dan kondensasi. Tiap-tiap mekanisme difusi tersebut akan memberikan efek terhadap perubahan sifat fisis bahan setelah sintering antara lain perubahan : densitas, porositas, penyusutan dan pembesaran butiran.

(1) Difusi permukaan (2),(5),(6) difusi volume (3) penguapan kondensasi (4) difusi batas butir ( grain boundary diffusion)


(31)

Beberapa parameter yang dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi proses sintering material keramik adalah : Porositas, densitas, sifat listrik, kekuatan mekanik, dan ukuran butir. Hubungan antara parameter tersebut terhadap suhu sintering untuk keramik secara umum ditunjukan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Hubungan Suhu Sintering Terhadap Perubahan Sifat –Sifat Material Keterangan : (1) Porositas, (2) Densitas, (3) Sifat listrik, (4) Kekuatan Mekanik, (5)

Ukuran butir (grain Size) [Ristic, 1987]

Pengaruh suhu sintering terhadap perubahan densitas dan porositas saling berlawanan, suhu sintering semakin tinggi maka densitas, kekuatan mekanik dan ukuran butir semakin besar sedangkan porositas dan sifat listrik menurun.


(32)

2.5 KARAKTERISASI MATERIAL KERAMIK

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu bahan keramik maka perlu dilakukan suatu pengujian atau analisa. Beberapa jenis pengujian / analisa yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : analisis struktur mikro yaitu XRD,SEM, analisis termal, serta pengukuran sifat-sifat fisis, sifat mekanik dan sifat termal (porositas, densitas, kekuatan patah, kekerasan, ketangguhan, dan termal ekspansi)

2.5.1 Analisis Termal

Analisis termal untuk material keramik yang sering digunakan adalah analisis dengan Differential Thermal Analysis (DTA). Analisa DTA meliputi pengamatan perubahan-perubahan material sebagai fungsi suhu. Perubahan tersebut berupa adanya pelepasan panas (eksotermis) dan penyerapan panas (endotermis). Proses penyerapan atau pelepasan panas tersebut merupakan suatu tanda adanya peristiwa yang terjadi pada bahan yang dianalisa, misalnya : perubahan struktur fasa (transformasi polimorfi), proses pelepasan air atau zat-zat yang menguap lainnya, proses oksidasi/reduksi, dan proses peleburan [Speyer, 1994].

Prinsip dari analisis ini adalah mengukur perubahan suhu ( T) antara suhu sampel dengan suhu acuan (reference), dan sebagai bahan acuan adalah material yang stabil (inert) terhadap perubahan suhu dan lingkungan atmosfer, misalnya serbuk korundum [Speyer, 1994]. Bila dalam pengamatan ternyata suhu bahan acuan lebih tinggi daripada suhu sampel maka diperoleh perubahan suhu ( T) negatif atau terjadi perubahan endotermis, dan sebaliknya akan diperoleh perubahan suhu ( T) positif atau terjadi


(33)

diperoleh termogram. Bila suhu sampel dengan suhu acuan sama berarti tidak terjadi perubahan, dalam hal ini hanya ditunjukan berupa garis lurus (base line) [Gallagher, 1991].

2.5.2 Struktur Kristal

Kristal yaitu zat padat yang terdiri dari atom-atom yang teratur dalam pola periodik pada ruang tiga dimensi. Seluruh pembagian antara kristal dapat dikategorikan ke dalam tujuh sistem kristal yaitu ; triclinik, monoklinik, ortorombic, tetragonal, kubic, trigonal (rombohedral), dan heksagonal [Lawrence, 1989, Chan, 1992].

Dalam struktur kristal terdapat berbagai bidang yang paling sejajar dan membuat arak ketiga rusuknya, untuk membedakan antara satu bidang dengan bidang lain, maka setiap bidang diberi indeksnya dengan notasi (hkl) yang disebut dengan indeks Miller.

Tabel 2.3. Struktur Geometri Kristal

Sistem kristal Sumbu Sudut Sumbu

Kubik a = b =c α = β = = 900

Rombhohedral a = b =c α = β = ≠ 900

Tetragonal a = b ≠c α = β = = 900

Heksagonal a ≠ b ≠c α = β = 900 , = 1200 Orthorombik a ≠ b ≠c α = = 900, β≠ 900 Triclinic a ≠ b ≠c α≠β≠ ≠ 900 Monoclinic a ≠ b ≠c α = = 900, β≠ 900


(34)

2.5.3 Difraksi Sinar X

Untuk analisis struktur kristal dari suatu material keramik dapat dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-X. Sinar-X adalah suatu radiasi elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang mendekati jarak antar atom pada kristal. Karena kristal terdiri atas susunan atom-atom yang teratur, maka kristal akan mampu mendifraksikan sinar-X yang melaluinya. Berkas sinar-X monokromatis yang jatuh pada suatu permukaan kristal akan didifraksi kesegala arah, tetapi karena keteraturan letak atom-atom kristal pada arah tertentu gelombang hambur itu akan berinterferensi konstruktif dan berinterferensi destruktif [Lawrence, 1989, Chan, 1992]. Gambar berkas sinar yang mengenai bidang kristal diperlihatkan pada Gambar 2.6 dibawah ini :

λ λ

dsinθ dsinθ

d

A

B

B'

B"

C'

C"

A'

A"

θ

C

Gambar 2.6. Difraksi Sinar X (Azwar Manaf,2006)

Pada Gambar 2.6 diatas, terlihat bahwa suatu berkas sinar-X yang panjang gelombangnya λ, jatuh pada kristal dengan sudut θ terhadap permukaan bidang Bragg


(35)

jarak antaranya d. Seberkas sinar mengenai atom A pada bidang pertama dan atom B pada bidang berikutnya, dan masing-masing atom menghamburkan sebagian berkas tersebut dalam arah rambang. Interferensi konstruktif hanya terjadi antara sinar terhambur yang sejajar dan beda jarak jalannya λ, 2λ, 3λ, dan seterusnya. Jadi beda jarak jalan harus nλ, dengan n menyatakan bilangan bulat. Berkas sinar yang dihamburkan oleh D dan B yang memenuhi ialah bertanda I dan II. Dari gambar 5 diperoleh :

AB = BC = d sin θ

DB = d

Sudut ADB = sudut DBC Beda lintasan antara sinar 1 dan sinar 2 adalah

AB + BC = d sin θ + d sin θ = 2 d sin θ = n λ

Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L. Bragg sebagai :

2 d sin θ = n λ ... 2.2 dengan n = 1,2,3,... (bilangan bulat)

Rumus diatas dikenal dengan Hukum Bragg. Bilangan bulat n menyatakan orde berkas yang dihamburkan [Lawrence, 1989].

2.5.4 Pengukuran Porositas

Porositas didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volum pori-pori yang dimiliki zat padat (volum kosong) dengan jumlah volum yang ditempati zat padat.


(36)

Adanya volum kosong yang disebut pori menjelaskan bahwa didalam keramik terjadi perubahan bentuk [Anonimus, 1992].

Perhitungan porositas dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut :

) ( 1 2

1 V V V Porositas +

= ... II.3 dengan : V1 = Volum kosong pada zat padat (cm3)

V2 = Volum yang ditempati zat padat (cm3)

Pada prakteknya perumusan diatas sulit dilakukan karena tidak mudah untuk mengukur volum kosong yang terdapat pada zat padat, oleh sebab itu pengukuran porositas dilakukan dengan Apparent porosity dengan persamaan :

% 100 3 2 1 2 x W W W W Porositas −−

= ... 2.4 dengan :

W1 : Berat sampel kering (gr)

W2 : Berat sampel basah/setelah direndam air (gr) W3 : Berat sampel digantung dalam air (gr)

2.5.5 Pengukuran Densitas

Densitas didefinisikan sebagai massa persatuan volum. Persamaan umum densitas adalah ρ = m/v. Bulk density dapat diukur dengan menggunakan prinsip Archimedes. Dalam perhitungan, jika kawat penggantung diperhitungkan maka dengan prinsip Archimedes diperoleh [Anonimus, 1992] :

Wk

ρ


(37)

dengan :

Wk : Berat sampel kering (gr)

Wb : Berat sampel basah/setelah direndam air (gr) Wt : Berat sampel digantung dalam air (gr)

2.5.6 Kekuatan Patah (Bending Strength).

Material keramik sebagian besar memiliki ikatan kovalen yang kuat sehingga pada suhu ruang, keramik bersifat rapuh (brittle) serta kekuatan tekannya jauh lebih kuat yaitu 8 sampai 20 kali dari kekuatan tariknya [Jushiro, 1991]. Walaupun kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanik yang penting pada suatu material, ternyata dalam pengujian kekuatan tarik untuk keramik jarang sekali dilakukan, hal ini disebabkan keramik bersifat rapuh sehingga sulit untuk memberikan tegangan tarik yang murni. Evaluasi sifat mekanik untuk material keramik dilakukan pengujian kekuatan patah (bending strength) atau sering disebut Modulus of Rupture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal stress). Pengukuran kekuatan patah (bending strength) sampel keramik digunakan dengan metode tiga titik tumpu (triple point bending). Nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan standar ASTM C.733-79 melalui persamaan berikut :

2 2

3 tan

bd PL patah

kekua = ……… 2.6 dengan :

P : gaya penekan (kgf) L : jarak dua penumpu (cm) b,d : dimensi sampel (cm)


(38)

2.5.7 Kekerasan (Vickers Hardness, Hv)

Pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi (penetrasi) pada permukaannya. Terdapat tiga jenis pengukuran kekerasan yang tergantung pada cara melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah :

1. Kekerasan goresan (Scratch Hardness)

2. Kekerasan lekukan (identation Hardness) menurut icker, Brinell, Rockwell, Meyer dan Knoop.

3. Kekerasan pantulan (Rebound) atau kekerasan dinamik (Dynamic hardness) Hal yang paling penting dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar kekerasan yang dimiliki oleh bahan sesuai dengan persentase pencampuran % beratnya. Semakin besar nilai kekerasan yang dimiliki oleh suatu bahan maka semakin tangguh bahan tersebut untuk menahan atas apa yang ditahannya. Jenis kekerasan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kekerasan Vickers. Nilai kekerasan Vickers didefinisikan sebagai beban dibagi dengan luas permukaan lekukan. Diagonal jejak terbentuk dari penekan indentor pada permukaan cuplikan yang diamati melalui mikroskop piramid mempunyai kemiringan sudut 136 derajat. [John, 1991].

Nilai kekerasan Vickers (Hv) dapat ditentukan dengan persamaan :

2 2 2

D PSin HV

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

θ

2 854 , 1

D P


(39)

dengan : P : Gaya tekan yang diberikan (kgf) D : Panjang digonal identer (mm) Hv : Kekerasan Vikers (kgf/mm2)

Uji kekerasan Vickers dilakukan dengan menggunakan indentor piramid intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Sifat dari uji ini ditentukan oleh unsur, jenis, perbandingan atom dan komposisi pembentukan bahan. Dalam penelitian ini digunakan alat Micro Harness Tester.

2.5.8 Ketangguhan (Fracture Toughness )(Kic)

Uji ketangguhan (toughness) dilakukan dengan metode indentation fracture pada alat yang sama dengan uji kekerasan, bedanya yang diukur adalah panjang retak C. besarnya nilai fracture toughness, Kic dapat dihitung dengan persamaan berikut :

2 / 1 3

/

2 ( / )

016 , 0

Hv E C

P

Kic= ……….. 2. 8

dengan :

P : Beban yang diberikan (kgf)

D : Panjang diagonal jejak indentor (mm) Hv : Kekerasan Vickers (kgf/mm2)

E : Modulus Young, (250 Gpa)

C : jarak dari pusat kesalah satu ujung retak (m)

Dengan mensubstitusikan nilai modulus Young, E dan kekerasan, Hv (hasil pengukuran) maka besarnya nilai Kic dapat dicari.


(40)

2.5.9 Koefisien Ekspansi Termal

Pada umumnya material bila dipanaskan atau didinginkan akan mengalami perubahan panjang atau volum secara bolak balik (reversible), sepanjang material tersebut tidak mengalami kerusakan yang permanen. Sifat ekspansi termal suatu bahan keramik sangat penting karena ada kaitannya dengan aplikasi, pemilihan bahan untuk suatu proses pengglasiran keramik atau untuk penyambungan (joining) keramik [Anonimus, 1988]. Perubahan panjang relatif terhadap panjang awal sampel yang berhubungan dengan temperatur (T) disebut sebagai koefisien termal ekspansi. Dengan kata lain koefisien ekspansi termal dapat didefenisikan sebagai perubahan panjang relatif terhadap panjang awal sampel yang berhubungan dengan suhu (T) yang dapat ditulis dengan persamaan :

100 )

( 0 0

0

0

Tx L

L T

T L

L Lt

∆∆ = − − =

α ... 2.9 dimana :

Lt : panjang sampel pada suhu T1 (cm)

L0 : panjang sampel pada suhu T2 (cm)

: Koefisien ekspansi termal ( 0C-1)

2.5.10 Analisis Mikrostruktur Dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

Analisis mikrostruktur untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan SEM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis mikrostruktur


(41)

setelah proses sintering, dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu sintering. Dari foto SEM yang dihasilkan dapat diketahui apakah terjadi pembesaran butiran atau grain growth, sejauh mana pori-pori sisa yang terbentuk di dalam badan keramik. Skema peralatan SEM diperlihatkan pada Gambar 2.7.


(42)

3.1 BAHAN YANG DIGUNAKAN

Pada penelitian bahan-bahan yang dipergunakan untuk pembuatan keramik paduan zirkonia yang distabilkan dengan CaO dengan alumina antara lain :

a. Sumber ZrO2 digunakan bahan ZrOCl2.8H20

b. Sumber CaO digunakan CaCO3

c. Serbuk Alumina ( -Al2O3)

d. Aquadest

3.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Pada penelitian peralatan-peralatan yang digunakan untuk pembuatan keramik paduan zirkonia yang distabilkan dengan CaO dengan alumina antara lain :

a. Magnetic Stirrer

b. Alat – alat gelas (beaker)

c. Ayakan 400 Mesh

d. Oven Pengering

e. Tungku Pembakar (Thermolyn)

f. XRD (X-Ray Diffractometer)

g. Microhaardness Tester


(43)

3.3 VARIABEL DAN PARAMETER PENELITIAN

Pada penelitian variabel-variabel yang digunakan antara lain komposisi zirkonia 30% ZrO2, 40% ZrO2, 50% ZrO2, 60% ZrO2;komposisi alumina 70% Al2O3, 60% Al2O3,

50% Al2O3, 40% Al2O3 dan variasi suhu sintering : 12000C, 13000C, 14000C, 15000C

dan 16000C, sedangkan parameter yang digunakan antara lain : porositas / densitas, kekerasan ( Vickers), ketangguhan (Toughness), kuat patah (bending strength), termal ekspansi dan mikrostruktur dengan XRD dan SEM

3.4 TAHAPAN PEMBUATAN SAMPEL

Tahapan preparasi serbuk keramik stabilized ZrO2 : 22% mole CaO dan 78% mole ZrO2

adalah sebagai berikut :

ZrOCl2.8H20 CaCO3 H2O

PENCAMPURAN Dengan Magnetic Stirrer

PENGENDAPAN

PENGERINGAN (1100C)

PEMBAKARAN

SERBUK KERAMIK stabilized ZrO2

Gambar 3.1 Diagram Tahapan Preparasi serbuk keramik stabilized ZrO2 : 22%


(44)

Diagram alir tahapan proses sintering adalah sebagai berikut :

SERBUK KERAMIK stabilized ZrO2

SERBUK Al2O3 PENCAMPURAN

PENGHALUSAN DAN

PENGAYAKAN 400 mesh

PENGERINGAN

PENCETAKAN DENGAN CETAK TEKAN

SINTERING

KARAKTERISASI


(45)

3.5 PROSEDUR PENELITIAN 3.5.1 Pengeringan

Bahan baku yang digunakan baik untuk preparasi serbuk zirkonia yang distabilkan dengan aditif CaO maupun pembentukan sampel pada tahapan proses sintering

dicampur kemudian dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 1100C selama ± 20

jam.

3.5.2 Penghalusan dan Pengayakan

Bahan yang telah kering dimasukkan ke dalam mortat agregate untuk dihaluskan dan

diayak untuk memperoleh ukuran yang lebih kecil dan seragam digunakan ayakan 400 mesh.

3.5.3 Pembakaran

Proses pembakaran bahan bertujuan untuk memadatkan butiran sehingga butiran yang akan dihasilkan padat dan kuat. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan tungku suhu tinggi dengan suhu pembakaran 12000C, 13000C, 14000C, 15000C, dan 16000C.

3.5.4 Pengukuran Densitas dan Porositas.

Pengukuran densitas dan porositas dapat dilakukan secara simultan, pelaksanaannya mengacu pada standar ASTM C. 373 – 72. Prosedur kerja untuk menentukan besarnya

bulk density (g/cm2) suatu bahan berbentuk pellet sebagai berikut:

a. pellet yang telah disinter direbus selama 10 jam, permukaannya dikeringkan dan ditimbang massa basahnya (W2).


(46)

c. tuangkan air kira-kira ¾ dari volum beker gelas dan letakkan tiang penyangga sampel diatas neraca.

d. pellet diikatkan dengan kawat penggantung dan timbang massanya (W3), dimana

pastikan posisi pellet tenggelam seluruhnya di dalam air.

e. pellet dikeringkan didalam oven pada suhu 100oC, selama 12 jam dan timbang massanya (W1).

Melalui persamaan (2.5) besarnya nilai bulk density dapat ditentukan. Dengan cara yang sama seperti pengukuran densitas dan menerapkan persamaan (2.4) maka besarnya nilai porositas juga dapat dihitung.

3.5.5 Kekuatan Patah (Bending Strength)

Pengujian kekuatan patah (Bending Strength) dilakukan dengan menmggunakan alat

Universal Testing Machine (UTM). Prosedur pengujian mengacu pada standar ASTM C. 773-79 dan besarnya kekuatan patah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.6). Prosedur pengujian kekuatan patah adalah sebagai berikut :

a. Dimensi sampel (lebar, b dan tinggi, d serta jarak antara kedua titik tumpu, L) diukur dengan menggunakan jangka sorong.

b. Tempatkan sampel pada dudukannya sedekat mungkin (±1 cm dari bagian

penekan) kemudian set jarum penunjuk gaya yang akan diberikan (P) pada posisi tepat angka nol.

c. Atur posisi return speed kearah preset dan tekan tombel power ke posisi ON


(47)

d. Arahkan tombol direction ke posisi down/ bawah maka secara otomatis bagian penekan akan bergerak maju hingga benda uji patah. Catat besarnya gaya pada puncak beban P yang terbaca pada manometer tersebut.

3.5.6 Kekerasan (Vickers Hardness) (Hv) dan Fracture Toughness (Kic).

Pengukuran kekerasan (Vickers Hardness) (Hv) dan Fracture toughness (Kic) dari

sampel keramik dilakukan dengan menggunakan Micro Hardness Tester, tipe MXT-50

keluaran Matsuzawa. Prosedur pengukuran kekerasan Vickers Hardness (Hv) dari

material keramik dilakukan sebagai berikut :

a. Haluskan permukaan uji yang akan diamati dengan menggunakan Ipolising

machine dan bahan polesnya (amplas dan serbuk alumina) dari ukuran mm hingga orde micron. Untuk permukaan yang telah halus ditandai dengan permukaannya mengkilat dan memantul.

b. Letakkan benda uji pada dudukannnya dan pastikan benar-benar sudah stabil.

c. Tekan tombol power maka lampu power nyala dan set besarnya beban yang

akan diberikan (P) berikut waktu identifikasinya (15 sekon).

d. Tekan tombol identor maka penekan akan bekerja secara otomatis. Catatlah

panjang diagonal jejak indentor (D) dari hasil penekanan tersebut (berbentuk diamond sempurna). Berdasarkan data yang diperoleh dan menggunakan persamaan (2.7) maka besarnya nilai kekerasan dapat ditentukan.

e. Kemudian untuk mengetahui panjangnya crack (jarak retak, C) lakukan

pembebanan hingga menghasilkan bentuk diamond yang cacat maka dengan menggunakan persamaan (2.8) fracture toughness dapat dihitung.


(48)

3.5.7 Pengukuran Koefisien Ekspansi Termal

Pengukuran koefisien ekspansi termal dilakukan dengan alat Dilatometer Harrop Model TD-712 dengan rentang suhu pengukuran ditentukan mulai suhu ruang sampai suhu 7000C. Prosedur pengukuran koefisie ekspansi thermal adalah sebagai berikut :

1. Ukur panjang sampel (L) dengan menggunakan jangka sorong, sampel

diletakkan pada tempat yang telah ditentukan (sample holder)

2. Menentukan nilai (A), menghitung nilai koreksi (C) dengan rumus C =

A.L0/2.54, dengan L0 panjang awal sampel (cm)

3. Menekan tombol power dan tombol hold hingga lampu hold menyala.

4. Tekan upper temperature dengan mengatur tombol upper dan tetapkan rate

kenaikan suhu dengan menggunakan tombol rate.

5. Atur suhu pembacaan awal mencapai 300C dengan menekan tombol slow dan

down, ditandai lampu slow dan down menyala.

6. Tentukan skala range yang diinginkan, letakkan pen recorder dan kertas

keposisinya.

7. Atur posisi pen ke posisi up (atas) dan down (bawah) dengan mengatur skala mikrometer atau mengatur tombol X dan Y, tekan tombol instrument power ke posisi ON dan dapatkan posisi pen yang stabil.

8. Apabila posisi pen sudah tepat dan stabil, arahkan tuas pen recorder keposisi

ON dan tekan tombol run dan up.

9. Tekan tombol power pada furnace ke posisi ON, artinya furnace sudah mulai bekerja dan cacat suhu yang ditunjukkan pada paparan untuk interval kenaikan


(49)

Hasil yang diperoleh berupa grafik hubungan antara suhu T dan % perubahan panjang. Dari data yang diperoleh kemudian dihitung kemiringan (slop) grafik terhadap suhu sehingga koefisien ekspansi termal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.9).

3.5.8. X-Ray Diffraction (XRD)

Sinar – X adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik, dipancarkan dari tabung sinar-X dengan panjang gelombang yang ditembakkan mengenai sampel dan dihamburkan

sesuai ketentuan hukum Bragg. Sudut difraksi 2 dan intensitas yang diperoleh

disesuaikan dengan kartu hanawalt, kartu ini disebut Joint Committee of Powder

Diffraction Standard (JCPDS). Prosedur penggunaan Difraksi sinar-X adalah sebagai berikut :

1. (A) adalah generator tegangan tinggi yang berfungsi sebagai catu daya sumber sinar-X.

2. sampel (C) diletakkan di atas tatakan (D) yang dapat diputar.

3. Sinar-X dari sumber (B) dipantulkan oleh sampel menjadi berkas sinar

konvergen yang terfokus dicelah E, kemudian masukkan alat pencacah (F).

4. (D) dan (F) dihubungkan secara mekanis. Jika F berputar sebesar 2 maka D

akan berputar sebesar .

5. Intensitas difraksi sinar-X yang masuk dalam alat pencacah (F) dikonversikan dengan alat kalibrasi (G) dalam signal tegangan yang sesuai dan direkam oleh alat rekam (H) dalam bentuk kurva.


(50)

3.5.9 Pengamatan Mikrostruktur Dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

Analisis struktur mikro dari suatu bahan dapat dilakukan dengan menggunakan SEM. Prosedur preparasi sampel dan pemotretannya adalah sebagai berikut :

1. Sampel yang akan dianalisa dengan SEM harus dipoles dengan diamond paste

mulai dari ukuran yang paling kasar hingga 0.25 µm, dimana permukaannya menjadi halus dan rata.

2. Pembersihan permukaannya dari lemak dan pengotor lainnya dengan

menggunakan ultrasonic cleaner selama 2 menit dan menggunakan bahan

alkohol.

3. pelapisan permukaan sampel dengan bahan emas dan selanjutnya difoto

bagian-bagian yang diinginkan dengan perbesaran tertentu.


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 POROSITAS DAN DENSITAS

Pengukuran porositas dan densitas dengan menggunakan prinsip Archimedes, maka nilai porositas dan densitas dapat diperoleh. Dari hasil pengukuran porositas dan densitas setiap sampel dengan komposisi 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40% ZrO2 ; 50% Al2O3-50% ZrO2 dan 40% Al2O3-60% ZrO2 menunjukan bahwa semakin tinggi suhu sintering, nilai densitas (bulk density) cenderung meningkat, karena selama proses sintering berlangsung terjadi proses difusi, dan suhu sintering ditingkatkan dapat mengakibatkan adanya pertumbuhan butir sehingga pori-pori diantara butir dapat berkurang atau tereliminir semakin banyak (Ristic,1990). Hal ini terjadi penyusutan yang semakin besar dengan naiknya suhu sintering. Sedangkan densitas merupakan perbandingan massa dengan volum benda, dimana setelah proses sintering terjadi penyusutan, sehingga volum benda semakin berkurang maka nilai densitasnya cenderung meningkat. Ini dapat dilihat pada Gambar 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4 sebagai berikut.

70%Al2O3-30%ZrO2 3.88 2.92 3.78 3.54 2.98 56.31 35.92 17.65 0.27 1.12 -0.5 0.5 1.5 2.5 3.5 4.5

1200 1300 1400 1500 1600

Suhu sintering, oC

D e n s ita s , g /c m 3 0 15 30 45 60 1200 1300 1400 1500 1600

Po ro s it a s , % Densitas Porositas

Gambar 4.1. Hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap porositas (%) dan densitas (g/cm3) untuk sampel 70% Al2O3 – 30% ZrO2


(52)

60%Al2O3-40%ZrO2

4.01 3.92 3.6 3.19 3.07 46.48 20.35 0.2 0.77 11.18 -0.5 0.5 1.5 2.5 3.5 4.5

1200 1300 1400 1500 1600

Suhu sintering, oC

D en si tas, g /cm 3 0 10 20 30 40 50 1200 1300 1400 1500 1600

P o ro s it as, % Densitas Porositas

Gambar 4.2. Hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap porositas (%) dan densitas (g/cm3) untuk sampel 60% Al2O3 – 40% ZrO2

50%Al2O3-50%ZrO2

4.15 4 3.68 3.22 3.09 4.75 35.4 49.23 9.87 12.8 -0.5 0.5 1.5 2.5 3.5 4.5

1200 1300 1400 1500 1600

Suhu sintering, oC

D en si tas, g /cm 3 0 10 20 30 40 50 60 1200 1300 1400 1500 1600

P o ro si tas, % Densitas Porositas

Gambar 4.3. Hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap porositas (%) dan densitas (g/cm3) untuk sampel 50% Al2O3 – 50% ZrO2

40%Al2O3-60%ZrO2

4.24 3.23 4.17 3.83 3.09 12.67 42.61 14.37 16.41 49.53 0.5 1.5 2.5 3.5 4.5

1200 1300 1400 1500 1600

Suhu sintering, oC

D en si tas, g /cm 3 0 10 20 30 40 50 60 1200 1300 1400 1500 1600

Po ro si ta s, % Densitas Porositas


(53)

Dari data pengukuran densitas dapat terlihat pada pada suhu sintering 12000C, 13000C, 14000C, 15000C dan 16000C untuk setiap sampel keramik paduan dengan komposisi 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40% ZrO2 ; 50% Al2O3-50% ZrO2 dan 40% Al2O3 -60% ZrO2 didapat nilai densitas berkisar antara 2,93 g/cm3 sampai dengan 4,24 g/cm3 ini menunjukan bahwa nilai densitas yang kita peroleh sesuai atau mendekati nilai densitas secara teori baik untuk alumina (Al2O3) sebesar 3,9 g/cm3 untuk kemurnian 99% sedangkan untuk zirkonia (ZrO2) sebesar 5,74 g/cm3.

4.2. KEKUATAN PATAH (BENDING STRENGTH)

Dari hasil pengukuran kekuatan patah (Bending Strength) untuk sampel 70% Al2O3 -30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40% ZrO2 ; 50% Al2O3-50% ZrO2 ; 40% Al2O3-60% rOZ2 yang diperoleh dapat terlihat bahwa semakin tinggi suhu sintering yang digunakan maka akan semakin besar pula nilai bending strength yang diperoleh ini dapat dilihat pada gambar 4. 5. 180 0 500 1000 1500 2000 2500

1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700

Suhu sintering, oC

B e ndi ng s tr e ngt h, k gf /c m

2 70%Al2O3-30%ZrO2 60%Al2O3-40%ZrO2 50%Al2O3-50%ZrO2 40%Al2O3-60%ZrO2 referensi

m inim al s/d 3920 kgf/cm2

Gambar 4. 5. Hubungan antara suhu Sintering (0C) terhadap Bending Strength (kgf/cm ) untuk sampel 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40% ZrO2 ; 50% Al2O3-50% ZrO2 ; 40% Al2O3-60% rOZ2


(54)

Dari Gambar 4.5 ini dapat dilihat batas minimal bending strength secara teori untuk suhu sintering 12000C adalah 180 kgf/cm2 sedangkan hasil yang diperoleh untuk suhu minimal 12000C diperoleh nilai bending strengthnya diantara 433,88 kgf/cm2 sampai dengan 594,01 kgf/cm2. Hal ini menunjukan bahwa keramik paduan yang dibuat untuk setiap sampel dengan komposisi ini mengalami peningkatan nilai bending strengthnya yang berarti ketangguhanya lebih baik. Ini dapat juga dilihat untuk setiap sampel keramik semakin tinggi suhu sintering maka kekuatan patahnya (bending strength) juga semakin meningkat dan kenaikkannya linier.

4.3. KEKERASAN

Hubungan antara suhu sintering terhadap kekerasan pada keramik paduan alumina (Al2O3) dan zirkonia (ZrO2) untuk setiap sampel 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3 -40% ZrO2 ; 50% Al2O3-50% ZrO2 ; 40% Al2O3-60% ZrO2, ditunjukkan pada Gambar 4.6. 1250 600 800 1000 1200 1400 1600

1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700

Suhu sintering,oC

K e k e ra s a n , H v ( k g f/ m m

2 ) 70%Al2O3-30%ZrO2 60%Al2O3-40%ZrO2 50%Al2O3-50%ZrO2 40%Al2O3-60%ZrO2 literatur

(Al2O3)


(55)

Terlihat bahwa nilai kekerasan untuk setiap sampel mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan suhu sintering. Pada suhu sintering 12000C untuk setiap sampel keramik diantara 772,45 kgf/mm2 sampai dengan 805,63 kgf/mm2. Hal ini menunjukan untuk suhu sintering 12000C nilai kekerasan sampel keramik cenderung sama. Untuk suhu sintering maksimum nilai kekerasan setiap sampel keramik diantara 1077,02 kgf/mm2 sampai dengan 1501,22 kgf/mm2. Hal ini menunjukkan bahwa sifat kekerasan keramik paduan alumina dan zirkonia berbanding lurus terhadap temperatur, dimana erat kaitannya dengan proses dinamis butiran selama sintering dilakukan, sehingga terjadi pemadatan akibat berkurangnya porositas.

4.4 PENGUKURAN TOUGHNESS

Ketangguhan (fracture toughness) dari sampel keramik paduan alumina dan Zirkonia dapat diukur dengan menggunakan microhardness tester. Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh hubungan antara suhu sintering (0C) terhadap fracture toughness (Kic(MPa.m1/2)) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.

1.8 1.9 2 2.1 2.2

1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700

Suhu sintering, oC

Fra ct u re toughne ss , K ic (M P am 1/ 2 ) 70%Al2O3-30%ZrO3 60%Al2O3-40%ZrO2 50%Al2O3-50%ZrO2 40%Al2O3-60%ZrO2

Gambar 4.7. Hubungan antara Suhu Sintering (0C) terhadap Fracture toughness (Kic(Mpa m1/2)) untuk sampel : 70% Al2O3-30% ZrO2 ; 60% Al2O3-40%


(56)

Dimana untuk sampel : 70% Al2O3-30% ZrO2 diperoleh fracture toughness sebesar 1,841 MPa.m-1/2 – 2,105 MPa.m-1/2; 60% Al2O3-40% ZrO2 diperoleh fracture toughness sebesar 1,858 MPa.m-1/2 – 2,128 MPa.m-1/2; 50% Al2O3-50% ZrO2 diperoleh fracture

toughness sebesar 1,858 MPa.m-1/2 – 2,012 MPa.m-1/2;sedangkan 40% Al2O3-60% ZrO2 diperoleh fracture toughness sebesar 1,854 MPa.m-1/2 – 1,981 MPa.m-1/2, terlihat bahwa semakin tinggi suhu sintering maka nilai fracture toughnessnya semakin besar dan kenaikannya linier. Secara keseluruhan besar nilai fracture toughness yang diperoleh adalah 1,841 MPa.m1/2 sampai dengan 2,128 MPa.m1/2.

4.5 KOEFISIEN EKSPANSI TERMAL

Sifat termal bahan sangat berhubungan dengan daya tahan bahan tersebut terhadap perubahan panas. Menurut literatur nilai koefisien ekspansi termal untuk bahan keramik zirkonia sebesar 9,7 x 10-6/0C, sedangkan untuk keramik alumina besar koefisien ekspansi termalnya sebesar 7,9 x 10-6/0C (www.caceramic.com). Hasil pengukuran ekspansi termal dilakukan dengan menggunakan Dilatometer,dapat dilihat pada Gambar 4.8, 4.9, 4.10 dan 4.11.

y = 0 .0 0 0 9 x - 0 .0 8 7 8

-0 .2 0 0 .2 0 .4 0 .6

0 2 0 0 4 0 0 6 0 0 8 0 0

S uh u p e m a na s a n , oC

l/

lo, %


(57)

60%Al2O 3-40%ZrO 2

y = 0.0008x - 0.0772

- 0.2 0 0.2 0.4 0.6

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Su h u p e m an as an , oC

l/

lo

, %

Gambar 4. 9 . Hubungan Antara Suhu Pemanasan (0C) terhadap l/lo (%) Untuk Sampel

60% Al2O3-40% ZrO2

y = 0.0007x - 0.0719

-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Suhu pemanasan, oC

L/

LO

, %

50%AL2O3-50%ZrO2, 1600oC

Gambar 4. 10 . Hubungan Antara Suhu Pemanasan (0C) Terhadap l/Lo (%) Untuk

Sampel 50% Al2O3-50% ZrO2

y = 0.0008x - 0.0737

-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Suhu pemanasan, oC

l/lo

, %

40%Al2O3-60%ZrO2, 1600oC

Gambar 4. 11. Hubungan Antara Suhu Pemanasan (0C) Terhadap l/Lo (%) Untuk


(58)

Diperoleh data untuk setiap sampel : 70% Al2O3-30%ZrO2 suhu sintering 15000C nilai koefisien ekspansi termal sebesar 8,7 x 10-6/0C; 60% Al2O3-40%ZrO2 suhu sintering 16000C nilai koefisien ekspansi termal sebesar 8,7 x 10-6/0C; 50% Al2O3-50%ZrO2 suhu sintering 16000C nilai koefisien ekspansi termal sebesar 7,7 x 10-6/0C; dan 40% Al2O3-60%ZrO2 suhu sintering 16000C nilai koefisien ekspansi termal sebesar 8,36 x 10-6/0C.

4. 6. ANALISIS HASIL DIFFERENTIAL THERMAL ANALYSIS (DTA)

Analisis hasil Diffrential Thermal Analysis (DTA) dari sampel hasil campuran antara ZrOCl2.8H2O dengan CaCO3 setelah proses pengeringan ditunjukkan pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Hasil DTA Dari Sampel Hasil Campuran Antara ZrOCl2.8H2O Dengan CaCO3 Setelah Proses Pengeringan.

Tujuan dilakukan analisis DTA untuk mengetahui suhu pembakaran agar dapat terbentuk serbuk keramik stabilized ZrO . Dari kurva DTA tersebut terdapat tiga


(59)

pertama yaitu pada suhu 1300C, dimana pada suhu tersebut telah terjadi proses pelepasan air yang membutuhkan energi sehingga pada puncak ini dinamakan puncak endotermis. Puncak endotermis kedua pada suhu 9000C merupakan peristiwa terjadinya pembentukkan oksida-oksida : ZrO2 dan CaO yang juga memerlukan energi dalam proses pembentukan oksida-oksida tersebut. Sedangkan puncak ketiga (eksotermis) pada suhu 11900C, menunjukkan pada suhu tersebut terjadi proses perubahan struktur kristal ZrO2 dimana atom-atom Ca sebagai aditif masuk kestruktur ZrO2 sehingga terjadi proses stabilisasi dari kristal ZrO2, pada peristiwa stabilisasi tidak ada lagi energi yang dibutuhkan bahkan melepaskan energi. Jadi berdasarkan kurva DTA tersebut, maka diperoleh suhu pembakaran untuk serbuk keramik stabilized ZrO2 adalah pada suhu 12000C.

4.7 HASIL PENGUKURAN X-Ray Diffraction

Pola difraksi sinar-X sampel serbuk ZrO2 yang distabilisasi dengan CaO dan telah dibakar pada suhu 12000C dapat ditunjukkan pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Serbuk ZrO2 Yang Distabilkan Dengan CaO Dan Telah Dibakar 12000c


(60)

Dari pola difraksi yang diperoleh ternyata terbentuk tiga macam struktur kristal ZrO2, yaitu monoklinik, tetragonal dan kubik ZrO2. Berarti dengan aditif CaO dan setelah dibakar pada suhu 12000C terbentuk stabilized ZrO2. Sedangkan untuk ZrO2 yang tidak distabilisasi hanya memiliki struktur kristal monoklinik ZrO2, dimana fasa monoklinik ini tidak stabil pada suhu diatas 10000C. Sedangkan fasa kubik ZrO2 dan fasa tetragonal ZrO2 merupakan fasa yang sudah stabil.

Menstabilkan ZrO2 tanpa menggunakan aditif berlangsung pada suhu yang sangat tinggi mendekati suhu lebur ZrO2 yaitu sekitar 20000C, sedangkan dengan aditif CaO proses penstabilannya terjadi pada suhu lebih rendah. Dalam penelitian ini dilakukan pada suhu 12000C.

Pola difraksi sinar-X sampel keramik 70% Al2O3-30% ZrO2 dengan suhu sintering 15000C ditunjukkan pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Keramik 70% Al2O3-30% ZrO2 Dengan Suhu Sintering 15000C


(61)

Dari gambar pola difraksi sinar-X sampel keramik 70% Al2O3-30% ZrO2 dengan suhu sintering 15000C menunjukkan bahwa terdapat dua fasa yaitu fasa dominant adalah alumina (alpha Al2O3) dan fasa minor adalah kubik zirconia (c- ZrO2) dan tetragonal zirconia (t- ZrO2).

Pola difraksi sinar-X sampel keramik 60% Al2O3-40% ZrO2 dengan suhu sintering 16000C ditunjukkan pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Keramik 60% Al2O3-40% ZrO2 Dengan Suhu Sintering 16000C

Dari Gambar 4.15 yang menunjukkan pola difraksi sinar-X sampel keramik 60% Al2O3 -40% ZrO2 dengan suhu sintering 16000C terdapat dua fasa yaitu fasa dominan adalah alpa alumina dan fasa minor yaitu zirkonia dimana fasa zirkonia yang terbentuk ada dua macam yaitu monoklinik dan kubik zirkonia.

Pola difraksi sinar-X sampel keramik 50% Al2O3-50% ZrO2 dengan suhu sintering 16000C ditunjukkan pada Gambar 4.16.


(62)

Gambar 4.16 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Keramik 50% Al2O3-50% ZrO2 Dengan Suhu Sintering 16000C

Pola difraksi dari sampel keramik 50%Al2O3-50% ZrO2 berbeda dengan sampel-sampel sebelumnya, dimana untuk sampel ini setelah disinter 16000C menunjukkan bahwa fasa dominant adalah fasa ZrO2 dan fasa minor adalah alumina (Apha Al2O3). Fasa Zirconia yang terbentuk ada tiga macam yaitu monoklinik, tetragonal dan kubik.

Pola difraksi sinar-X sampel keramik 40% Al2O3-60% ZrO2 dengan suhu sintering 16000C ditunjukkan pada Gambar 4.17.


(63)

Gambar 4.17 Pola Difraksi Sinar-X Sampel Keramik 40% Al2O3-60% ZrO2 Dengan Suhu Sintering 16000C

Pola difraksi dari sampel keramik 40%Al2O3-60% ZrO2 hampir sama dengan sampel-sampel 50%Al2O3-50% ZrO2 sebelumnya, dimana untuk sampel ini setelah disinter 16000C menunjukkan bahwa fasa dominan adalah fasa ZrO2 dan fasa minor adalah alumina (alpa Al2O3). Fasa Zirconia yang terbentuk ada tiga macam yaitu monoklinik, tetragonal dan kubik.

4.8 HASIL ANALISIS MIKROSTRUKTUR DENGAN SEM

Hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk sampel keramik 70% Al2O3-30% ZrO2 di setering pada suhu 15000C ; 60% Al2O3-40% ZrO2 di setering pada suhu 16000C; 50% Al2O3-50% ZrO2 di setering pada suhu 16000C ; 40% Al2O3-60% ZrO2 di setering pada suhu 16000Cditunjukkan pada Gambar 4.18, 4.19, 4.20 dan 4.21 sebagai berikut :


(64)

Gambar 4. 18. Foto SEM untuk sampel keramik 70%Al2O3-30% ZrO2 dengan suhu sintering 15000C

Gambar 4. 19. Foto SEM untuk sampel keramik 60%Al2O3-40% ZrO2 dengan suhu sintering 16000C


(65)

Gambar 4. 21. Foto SEM untuk sampel keramik 40%Al2O3-60% ZrO2 dengan suhu sintering 16000C

Hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk sampel keramik 70% Al2O3-30% ZrO2 di sintering pada suhu 15000C pada gambar 4.18. terlihat bahwa butiran-butiran yang terbentuk adalah butiran alumina yang hampir memenuhi permukaan foto, ini menunjukan bahwa pada sampel ini terbentuk fasa yang dominan yaitu fasa alumina dan pori-pori yang mulai berkurang dengan semakin mengecilnya ukuran butir alumuna yang terbentuk. Hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk sampel keramik 60% Al2O3-40% ZrO2 di sintering pada suhu 16000C butiran yang terbentuk sudah menunjukan adanya dua butiran yang berbeda yaitu alumina dan zirkonia yang memiliki pori yang relative kecil yang diakibatkan tingginya suhu sintering berkisar 0,20%-1,12%. Sedangkan untuk sample 50% Al2O3-50% ZrO2 dan 40% Al2O3-60% ZrO2 setelah di sintering 16000C ukuran butir yang terbentuk semakin besar sehingga pori-pori yang dihasilkanpun menunjukan semakin membesar pula berkisar 4,75 %-12,67%.


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pembuatan dan karakterisasi keramik paduan alumina (Al2O3) dengan keramik zirkonia (ZrO2) dapat disimpulkan bahwa :

1. Penggunaan bahan aditif CaO pada keramik zirkonia (ZrO2) dapat menghasilkan fasa kubik zirkonia (c-ZrO2) pada suhu sintering 12000C yang tergolong fasa paling stabil terhadap perubahan suhu..

2. Hasil pembuatan keramik paduan alumina (Al2O3) dengan keramik zirkonia (ZrO2) ini dapat diaplikasikan sebagai komponen mekanik dan bahan refraktori sesuai dengan karakterisasi bahan.

3. Hasil karakterisasi didapat nilai densitas diantara 2,93 g/cm3 - 4,24 g/cm3, nilai bending strengthnya diantara 433,88 kgf/cm2 -594,01 kgf/cm2, nilai kekerasan yang mendekati nilai kekerasan teori hanya sampel keramik pada suhu sintering diatas 15000C diantara 1278,54 kgf/mm2 –1501,22 kgf/mm2, nilai fracture toughness yang diperoleh diantara 1,841 MPa.m1/2-2,128 Mpa.m1/2, nilai koefisien ekspansi termal diantara 7,7 x 10-6/0C– 8,7 x 10-6/0C,

4. Hasil analisa dengan difraksi sinar X menunjukkan bahwa fasa dominan yang terbentuk adalah ZrO2 dan Al2O3.

5.2. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya didalam pembuatan dan karakterisasi keramik paduan alumina (Al2O3) dengan keramik zirkonia (ZrO2), penstabil keramik zirkonia dapat divariasikan


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1988, Standard test Method for Linier Thermal Expansion of Porcelain Dhamel and Glaze First and Fired Ceramic Whiteware Products by The Dilatometer method, ( ASTM C. 372-88 ).

Anonimus. 1992, Standard Test Methods For Apparent Porosity, Water Absorption, Apparent Specific Gravity, and Bulk of Burned Refractory Brick and Shapes by Boilling Water, (ASTM C. 20-92).

Cahn, R.W, Haasen, P, 1992, E.J. Kramer, Material Science and technology, Characterization of Materials, VCH, Weinheim, Part 1, Vol.2A, Germany. Coblenz William, 1991, Firing or Sintering ( Densification ) of Ceramics,

Engineered Materials Handbook, Edited by Samuel J. Schneider, ASM International publisher, Vol.4, New York.

Gallagher, P.K, 1991, Thermoanalytical Methods, Materials Science and Technology, edited by R.W. Cahn, P. Haasen, E.J. Kramer, VCH Publisher, Part 1, Vol.2A, New York.

Hayakawa Junshiro, 1991, Testing Method of Bending Strength and its Evaluation, JICA-SIRIM Publishing, Malaysia.

Harrop Industries. Inc, Intruction Manual for Thermal Dilatometric analyzer Harrop Model TD-712 Serial No. 5712.

John W Halloran , 1991, Calcination, Ceramic and Glasses, The Materials Information Society, Vol.4.

Lawrence Van Vlack H, 1989,Ilmu dan Teknologi Bahan ( Ilmu Logam dan Bukan Logam ), Edisi 1, Erlangga, Jakarta.

Mazdiyasni, K.S, 1982, Ceramic International, vol.8, No.2.

Muljadi, Hans K. Sudjono, 1994, Pengaruh Aditif Y2O3 dan Suhu Pembakaran Pada Proses Sintering Keramik ZrO2, Majalah Indo Kimia, Vol.2, No:4, Yogyakarta.

Nomiya Yoshitaka, 1989, Journal of The Ceramic Society of Japan, International Edition, Vol.97.

Reed, James W, 1987, Principles of Ceramic Processing, Second Edition, New York.


(68)

Reed James S, 1988, Introduction to The Principles of Ceramic Processing, John Willey & Sons Inc, Singapore.

Reynen, P, 1979, The Impact of Sintering Theory on Powder Technology, Proceeding of the 4 th. Yogoslav-German Meeting on Materials Science and Development, Beograd.

Reynen, P, Bastius, H, 1986, Powder Metallurgy International, Vol.8, No.2.

Ristic, M.M, 1989, Sintering-New Development, Elsevier Scientific Publishing Company, Vol.4, Netherland.

Speyer Robert F, 1994, Thermal Analysis of Materials, Marcel Dekker, Inc, New York.

Walter H. Gilzen, 1970, Alumina as a Ceramic Raw materials, The American Ceramic Society Inc, Vol.20.

Worral, W.E, 1986, Clays and Ceramic Raw Materials, Elvisier Applied Science Publishers Ltd, 2ed, new York.


(69)

Tabel A.1. Hasil pengukuran porositas dari keramik: 70% Al2O3-30% ZrO2

T. sintering, (oC) W1, (g) W2, (g) W3, (g) Porositas, (%)

1200 3.3461 3.9914 2.8454 56.31

1300 3.3860 3.7941 2.6580 35.92

1400 3.3755 3.5439 2.5896 17.65

1500 3.3349 3.3448 2.4622 1.12

1600 3.3462 3.3485 2.4863 0.27

Tabel.A.2. Hasil pengukuran bulk densiti dari keramik: 70% Al2O3-30% ZrO2

T. sintering, (oC) Wk, (g) Wb, (g) Wt, (g) Bulk densltl, (g/cm3)

1200 3.3461 3.9914 2.8454 2.92

1300 3.3860 3.7941 2.6580 2.98

1400 3.3755 3.5439 2.5896 3.54

1500 3.3349 3.3448 2.4622 3.78

1600 3.3462 3.3485 2.4863 3.88

Tabel A.3. Hasil pengukuran porositas dari keramik: 60% Al2O3-40% ZrO2

T. sintering, (oC) W1, (g) W2, (g) W3, (g) Porositas, (%)

1200 3.3861 3.8992 2.7954 46.48

1300 3.3881 3.6041 2.5427 20.35

1400 3.3954 3.5009 2.5576 11.18

1500 3.4049 3.4116 2.5433 0.77

1600 3.3908 3.3925 2.5463 0.20

Tabel.A.4. Hasil pengukuran bulk densiti dari keramik: 60% Al2O3-40% ZrO2

T. sintering, (oC) Wk, (g) Wb, (g) Wt, (g) Bulk densltl, (g/cm3)

1200 3.3861 3.8992 2.7954 3.07

1300 3.3881 3.6041 2.5427 3.19

1400 3.3954 3.5009 2.5576 3.60

1500 3.4049 3.4116 2.5433 3.92


(70)

T. sintering, (oC) W1, (g) W2, (g) W3, (g) Porositas, (%)

1200 3.5871 4.1580 2.9984 49.23

1300 3.6801 4.0841 2.9427 35.40

1400 3.5754 3.6999 2.7276 12.80

1500 3.5049 3.5915 2.7143 9.87

1600 3.5518 3.5925 2.7363 4.75

Tabel.A. 6. Hasil pengukuran bulk densiti dari keramik: 50% Al2O3-50% ZrO2

T. sintering, (oC) Wk, (g) Wb, (g) Wt, (g) Bulk densltl, (g/cm3)

1200 3.5871 4.1580 2.9984 3.09

1300 3.6801 4.0841 2.9427 3.22

1400 3.5754 3.6999 2.7276 3.68

1500 3.5049 3.5915 2.7143 4.00

1600 3.5518 3.5925 2.7363 4.15

Tabel A.7. Hasil pengukuran porositas dari keramik: 40% Al2O3-60% ZrO2

T. sintering, (oC) W1, (g) W2, (g) W3, (g) Porositas, (%)

1200 3.5826 4.1570 2.9974 49.53

1300 3.5901 4.0641 2.9517 42.61

1400 3.6024 3.7569 2.8156 16.41

1500 3.5879 3.7115 2.8513 14.37

1600 3.5718 3.6785 2.8363 12.67

Tabel.A.8. Hasil pengukuran bulk densiti dari keramik: 40% Al2O3-60% ZrO2

T. sintering, (oC) Wk, (g) Wb, (g) Wt, (g) Bulk densltl, (g/cm3)

1200 3.5826 4.1570 2.9974 3.09

1300 3.5901 4.0641 2.9517 3.23

1400 3.6024 3.7569 2.8156 3.83

1500 3.5879 3.7115 2.8513 4.17


(71)

Menghitung nilai Porositas keramik : 70% Al2O3-30% ZrO2 pada suhu sintering

15000C.

Diketahui : Berat sampel kering ( W1) = 3.3349 gr

Berat sampel setelah direndam dalam air (W2) = 3.3448 gr Berat sampel digantung dalam air (W3) = 2.4622 gr

% 12 . 1 % 100 8826 . 0 0099 . 0 % 100 4622 . 2 3488 . 3 3349 . 3 3448 . 3 % 100 3 2 1 2 = = −− = −− = x x x W W W W Porositas

Menghitung nilai Densitas keramik : 70% Al2O3-30% ZrO2 pada suhu sintering

15000C.

Diketahui : Berat sampel kering ( Wk) = 3.3349 gr

Berat sampel setelah direndam dalam air (Wb) = 3.3448 gr Berat sampel digantung dalam air (Wt) = 2.4622 gr

3 / 78 , 3 8826 . 0 3349 . 3 1 4622 , 2 3448 . 3 3349 . 3 ) ( cm g x x Wt Wb Wk Density Bulk air = = − = − = ρ ρ


(72)

T. sintering, (oC) L, (cm) b, (cm) d, (cm) P, (kgf) Bending strength, (kgf/cm2)

1200 5.00 1.20 1.00 82 512.50

1300 5.00 1.20 1.10 122 630.16

1400 5.00 1.15 1.10 215 1158.82

1500 5.00 0.90 0.95 160 1477.38

1600 5.00 0.90 0.95 211 1948.29

Tabel. B.2. Hasil pengukuran Bending Strength dari keramik: 60% Al2O3-40% ZrO2

T. sintering, (oC) L, (cm) b, (cm) d, (cm) P, (kgf) Bending strength, (kgf/cm2)

1200 5.00 1.20 1.10 115 594.01

1300 5.00 1.20 1.10 160 826.45

1400 5.00 1.00 0.95 138 1146.81

1500 5.00 1.00 0.92 180 1594.99

1600 5.00 1.00 0.92 245 2170.96

Tabel.B.3. Hasil pengukuran Bending Strength dari keramik: 50% Al2O3-50% ZrO2

T. sintering, (oC) L, (cm) b, (cm) d, (cm) P, (kgf) Bending strength, (kgf/cm2)

1200 5.00 1.20 1.10 92 475.21

1300 5.00 1.20 1.10 118 609.50

1400 5.00 1.00 1.10 165 1022.73

1500 5.00 1.00 1.10 187 1159.09

1600 5.00 1.00 1.00 155 1162.50

Tabel.B. 4. Hasil pengukuran Bending Strength dari keramik: 40% Al2O3-60% ZrO2

T. sintering, (oC) L, (cm) b, (cm) d, (cm) P, (kgf) Bending strength, (kgf/cm2)

1200 5.00 1.20 1.10 84 433.88

1300 5.00 1.20 1.10 90 464.88

1400 5.00 1.00 1.10 135 836.78

1500 5.00 1.00 1.10 155 960.74

1600 5.00 1.00 1.00 148 1110.00


(73)

sintering 1500 C.

Diketahui : Beban (P) = 160 kg/cm2

Jarak antara kedua titik tumpu (L) = 5 cm Lebar sampel uji (b) = 0.90 cm

Tebal sampel uji (d) = 0.95 cm

2 2 2 / 38 . 1477 6245 , 1 2400 95 . 0 90 . 0 2 5 160 3 2 3 tan cm kgf x x x x bd PL patah kekua = = = =


(1)

Tabel.D.4. Hasil pengukuran toughness (Kic) dari keramik: 40% Al2O3-60% ZrO2

Kekerasan, Hv T. sintering,

(oC)

Panjang crack,

C,

P, ( N )

(kgf/mm2) GPa

Fracture toughness, Kic (MPa m1/2) 1200 27.41 2.9412 797.33 7.82 1.854 1300 27.18 2.9412 811.35 7.96 1.861 1400 25.52 2.9412 925.40 9.07 1.916 1500 24.60 2.9412 998.72 9.79 1.949 1600 23.73 2.9412 1077.02 10.56 1.981 Menghitung nilai Toughnesskeramik : 70% Al2O3-30% ZrO2 pada suhu sintering

15000C.

Diketahui : P = 300 gf = 102 N/gf = 2.9412 N C = 21.86 µm

E = 250 Gpa

Hv = 1278.54 kgf/mm2

= 1278.54 kgf/mm2 x 9.806x10-3 Gpa/(kgf/mm2) = 12.54 Gpa

2 / 1 2 / 1 9 9 9 2 / 1 2 / 3 2 / 1 3 / 2 . 056 . 2 . 10 002056 . 0 ) 46497 . 4 ( 10 0288 . 0 016 . 0 ) 46497 . 4 ( 10 205 . 102 9412 . 2 016 . 0 ) 54 . 12 / 250 ( 86 . 21 9412 . 2 016 . 0 ) / ( 016 , 0 m MPa m Pa x x x x Hv E C P Kic = = = = = =


(2)

Lampiran E. Data Pengukuran Koefisien Ekspansi Termal

Tabel.E.1. Hasil pengukuran koef. Ekspansi termal dari keramik: 70% Al2O3-30%

ZrO2

Tabel. E. 2. Hasil pengukuran koef. Ekspansi termal dari keramik: 60% Al2O3-40%

ZrO2

No Suhu pemanasan, (oC) ∆l/lo

1 50 0

2 100 0.013

3 150 0.027

4 200 0.060

5 250 0.110

6 300 0.151

7 350 0.205

8 400 0.263

9 450 0.296

10 500 0.340

11 550 0.394

12 600 0.436

13 650 0.484

14 700 0.522

No Suhu pemanasan, (oC) ∆l/lo

1 50 0

2 100 0.01

3 150 0.05

4 200 0.08

5 250 0.11

6 300 0.16

7 350 0.21

8 400 0.24

9 450 0.29

10 500 0.35

11 550 0.40

12 600 0.44

13 650 0.47


(3)

Tabel. E.3. Hasil pengukuran koef. Ekspansi termal dari keramik: 50% Al2O3-50%

ZrO2

Tabel. E. 4. Data koef. Ekspansi termal dari keramik: 40% Al2O3-60% ZrO2

No Suhu pemanasan, (oC) ∆l/lo

1 50 0

2 100 0.01

3 150 0.02

4 200 0.05

5 250 0.11

6 300 0.14

7 350 0.19

8 400 0.21

9 450 0.26

10 500 0.29

11 550 0.33

12 600 0.38

13 650 0.42

14 700 0.46

No Suhu pemanasan, (oC) ∆l/lo

1 50 0

2 100 0.013

3 150 0.020

4 200 0.080

5 250 0.111

6 300 0.

7 350 0.203

8 400 0.250

9 450 0.284

10 500 0.327

11 550 0.369

12 600 0.405

13 650 0.450


(4)

Menghitung nilai Koefisien ekspansi termal keramik : 70% Al2O3-30% ZrO2 pada

suhu sintering 15000C. Diketahui :

C x

Tx L

L T

T L

L Lt

0 6

0 0 0

0

/ 10 7 . 8

100 ) 100 700 (

522 . 0

100 )

(

= − =

∆∆ = − − =


(5)

Lampiran F. Data Pengukuran X-Ray Diffraction (XRD)

Tabel F. 1. Hasil Pengukuran XRD Sampel serbuk ZrO2 yang distabilkan dengan

CaO dan telah dibakar 12000C

No 2 (degree) d (Angstrom) I/I0 (%)

1 29,18 3,0600 100

2 34,02 2,6353 22

3 49,39 1,8500 52

4 58,33 1,5820 38

Tabel F. 2. Hasil pengukuran XRD sampel keramik 70% Al2O3-30% ZrO2 dengan

suhu sintering 15000C

No 2 (degree) d (Angstrom) I/I0 (%)

1 25,70 3,4791 51

2 35,16 2,5240 85

3 37,82 2,3788 44

4 43,40 2,0850 100

5 52,60 1,7399 47

6 58,33 1,5820 86

7 66,62 1,4038 43

8 68,38 1,3740 51

9 77,40 1,2220 28

Tabel F. 3. hasil pengukuran XRD sempel keramik 60% Al2O3-40% ZrO2 dengan

suhu sintering 16000C

No 2 (degree) d (Angstrom) I/I0 (%)

1 25,71 3,4791 39

2 28,33 3,1570 27

3 31,69 2,8341 22

4 35,17 2,5510 100

5 37,82 2,3791 24

6 43,41 2,0851 61

7 53,20 1,7203 38

8 57,64 1,5990 79

9 61,42 1,5096 17

10 66,64 1,4039 26


(6)

Tabel F. 4. Hasil pengukuran XRD sempel keramik 50% Al2O3-50% ZrO2 dengan

suhu sintering 16000C

No 2 (degree) d (Angstrom) I/I0 (%)

1 24,100 3,690 20

2 28,220 3,1601 100

3 31,500 2,8340 65

4 35,161 2,5524 26

5 35,920 2,5001 16

6 37,210 2,3788 8

7 41,720 2,1650 15

8 43,400 2,0850 18

9 49,300 1,8411 24

10 50,180 1,8180 23

11 52,600 1,7399 23

12 57,762 1,677 15

13 57,400 1,6007 19

14 58,330 1,5820 5

15 59,840 1,5460 16

Tabel F. 5. Hasil pengukuran XRD sempel keramik 40% Al2O3-60% ZrO2 dengan

suhu sintering 16000C

No 2 (degree) d (Angstrom) I/I0 (%)

1 24,040 3,6990 20

2 28,220 3,1600 100

3 31,491 2,8341 65

4 34,140 2,6240 33

5 35,160 2,5524 14

6 37,212 2,3788 9

7 40,700 2,2130 14

8 43,400 2,0850 7

9 46,200 1,9640 7

10 49,300 1,8410 28

11 50,182 1,8181 28

12 54,120 1,6770 8

13 56,240 1,6360 17

14 57,760 1,6011 9