Gambaran Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Pandai Besi Yang Terpajan Bising Di Kota Medan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Telah diketahui bahwa gangguan pendengaran (hearing impairment) atau
ketulian (deafness) mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita, keluarga,
masyarakat maupun Negara. Penderita akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya, terisolasi, kehilangan kesempatan dalam
aktualisasi diri, mengikuti pendidikan formal di sekolah umum, kehilangan
kesempatan memperoleh pekerjaan yang pada akhirnya berakibat pada rendahnya
kualitas hidup yang bersangkutan (Suwento, 2007).
Menurut World Health Organization (WHO, 2013) gangguan pendengaran
adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan
pendengaran di satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran didefinisikan
sebagai pengurangan dalam kemampuan seseorang untuk membedakan suara.
Saat ini diperkirakan ada 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan
pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki,
145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anak anak. Prevalensi gangguan
pendengaran meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Hasil survey di Indonesia, gangguan pendengaran dan ketulian saat ini
masih merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat. Sampai dengan tahun
1996 Indonesia belum memiliki angka gangguan pendengaran dan ketulian.
Berdasarkan
hasil
Survei
Nasional
Kesehatan Indera
Penglihatan dan
Pendengaran dengan sampel sebesar 19.375 di 7 provinsi ( Sumbar, Sumsel,
Jateng, Jatim, NTB, Sulsel dan Sulut) dari tahun 1994 - 1996, prevalensi ketulian
sekitar 0,4% dan gangguan pendengaran sekitar 16,8%. Penyebabnya, akibat
infeksi telinga tengah 3,1%, presbikusis 2,6%, tuli akibat obat (ototoksik) 0,3%,
tuli sejak lahir (kongenital) dan tuli akibat paparan bising sekitar 0,1%. Bila saat
ini jumlah penduduk Indonesia adalah 214,1 juta berarti diperkirakan terdapat 36
juta orang yang mengalami gangguan pendengaran dan 850.000 orang penderita
ketulian (Suwento, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Ada banyak penyebab gangguan pendengaran, termasuk infeksi, tumor,
paparan bahan kimia dan farmasi (ototoksin), penuaan, dan paparan bising.
Kebisingan yang menyebabkan gangguan pendengaran dapat terjadi secara
bertahap dan bersifat sementara atau permanen tergantung pada intensitas
kebisingan dan lama pemaparan. Paparan terhadap bising merupakan penyebab
paling umum dari gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss / NIHL)
adalah tuli akibat terpapar bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang
cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat
bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah
presbikusis (Rambe,2003).
Noise induced hearing loss (NIHL) adalah penyakit akibat pekerjaan yang
paling umum dan dapat dicegah di sebagian besar negara Asia, dan kebisingan
kerja adalah penyebab paling umum dari NIHL pada orang dewasa. Hasil studi
tentang kebisingan pada tenaga kerja telah ditemukan NIHL di sekitar 40% dari
pekerja, prevalensi berkisar antara 19% dan 56% ( Bhumika, 2013).
Kebisingan kerja merupakan faktor risiko penting pada gangguan
pendengaran pada pekerja, mulai dari 7% sampai 21% (rata-rata 16%) dari orang
dewasa kehilangan pendengaran di seluruh dunia (Nelson, D et al, 2005).
Lebih dari 5,1 juta di Amerika pekerja terpajan bising dengan intensitas
lebih dari 85 dB, sedangkan Indonesia di dapati 31,55% pekerja menderita tuli
akibat bising dengan intensitas bising antara 85-105 dB (Soejipto, 2007).
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang
intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor
pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea
dan biasanya terjadi pada kedua telinga. Banyak hal yang mempermudah
seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang
lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu
dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Rambe, 2003). Selain gangguan
pendengaran, kebisingan kerja dikaitkan dengan tinnitus, penyakit jantung,
Universitas Sumatera Utara
depresi, peningkatan risiko kecelakaan, dan penurunan produktivitas (Timmins,
2010).
Dari data di atas dapat di lihat bahwa gangguan pendengaran akibat
pajanan bising merupakan suatu masalah yang serius di kalangan pekerja. Oleh
karena itu penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui jenis gangguan
pendengaran pada pekerja yang terpajan bising.
1.2. Perumusan Masalah
Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti
untuk merumuskan pertanyaan peneliti berikut:
Bagaimana gambaran gangguan pendengaran pada pekerja pandai besi yang
terpajan bising?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran gangguan pendengaran pada pekerja pandai besi
yang terpajan bising.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gangguan pendengaran berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri
b. Mengetahui angka kejadian gangguan pendengaran pada pekerja pandai besi
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Untuk Peneliti lain
Sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan ganggun pendengaran dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Untuk Tenaga kerja
1.4.2.1. Mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising yang
bersifat menetap dan irreversible.
1.4.2.2.
Meningkatkan kewaspadaan di kalangan pekerja terhadap
gangguan pendengaran.
1.4.3. Untuk Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai hubungan
pemaparan bising pada pekerja dengan gangguan pendengaran.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Telah diketahui bahwa gangguan pendengaran (hearing impairment) atau
ketulian (deafness) mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita, keluarga,
masyarakat maupun Negara. Penderita akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya, terisolasi, kehilangan kesempatan dalam
aktualisasi diri, mengikuti pendidikan formal di sekolah umum, kehilangan
kesempatan memperoleh pekerjaan yang pada akhirnya berakibat pada rendahnya
kualitas hidup yang bersangkutan (Suwento, 2007).
Menurut World Health Organization (WHO, 2013) gangguan pendengaran
adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan
pendengaran di satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran didefinisikan
sebagai pengurangan dalam kemampuan seseorang untuk membedakan suara.
Saat ini diperkirakan ada 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan
pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki,
145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anak anak. Prevalensi gangguan
pendengaran meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Hasil survey di Indonesia, gangguan pendengaran dan ketulian saat ini
masih merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat. Sampai dengan tahun
1996 Indonesia belum memiliki angka gangguan pendengaran dan ketulian.
Berdasarkan
hasil
Survei
Nasional
Kesehatan Indera
Penglihatan dan
Pendengaran dengan sampel sebesar 19.375 di 7 provinsi ( Sumbar, Sumsel,
Jateng, Jatim, NTB, Sulsel dan Sulut) dari tahun 1994 - 1996, prevalensi ketulian
sekitar 0,4% dan gangguan pendengaran sekitar 16,8%. Penyebabnya, akibat
infeksi telinga tengah 3,1%, presbikusis 2,6%, tuli akibat obat (ototoksik) 0,3%,
tuli sejak lahir (kongenital) dan tuli akibat paparan bising sekitar 0,1%. Bila saat
ini jumlah penduduk Indonesia adalah 214,1 juta berarti diperkirakan terdapat 36
juta orang yang mengalami gangguan pendengaran dan 850.000 orang penderita
ketulian (Suwento, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Ada banyak penyebab gangguan pendengaran, termasuk infeksi, tumor,
paparan bahan kimia dan farmasi (ototoksin), penuaan, dan paparan bising.
Kebisingan yang menyebabkan gangguan pendengaran dapat terjadi secara
bertahap dan bersifat sementara atau permanen tergantung pada intensitas
kebisingan dan lama pemaparan. Paparan terhadap bising merupakan penyebab
paling umum dari gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss / NIHL)
adalah tuli akibat terpapar bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang
cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat
bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah
presbikusis (Rambe,2003).
Noise induced hearing loss (NIHL) adalah penyakit akibat pekerjaan yang
paling umum dan dapat dicegah di sebagian besar negara Asia, dan kebisingan
kerja adalah penyebab paling umum dari NIHL pada orang dewasa. Hasil studi
tentang kebisingan pada tenaga kerja telah ditemukan NIHL di sekitar 40% dari
pekerja, prevalensi berkisar antara 19% dan 56% ( Bhumika, 2013).
Kebisingan kerja merupakan faktor risiko penting pada gangguan
pendengaran pada pekerja, mulai dari 7% sampai 21% (rata-rata 16%) dari orang
dewasa kehilangan pendengaran di seluruh dunia (Nelson, D et al, 2005).
Lebih dari 5,1 juta di Amerika pekerja terpajan bising dengan intensitas
lebih dari 85 dB, sedangkan Indonesia di dapati 31,55% pekerja menderita tuli
akibat bising dengan intensitas bising antara 85-105 dB (Soejipto, 2007).
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang
intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor
pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea
dan biasanya terjadi pada kedua telinga. Banyak hal yang mempermudah
seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang
lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu
dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian (Rambe, 2003). Selain gangguan
pendengaran, kebisingan kerja dikaitkan dengan tinnitus, penyakit jantung,
Universitas Sumatera Utara
depresi, peningkatan risiko kecelakaan, dan penurunan produktivitas (Timmins,
2010).
Dari data di atas dapat di lihat bahwa gangguan pendengaran akibat
pajanan bising merupakan suatu masalah yang serius di kalangan pekerja. Oleh
karena itu penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui jenis gangguan
pendengaran pada pekerja yang terpajan bising.
1.2. Perumusan Masalah
Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti
untuk merumuskan pertanyaan peneliti berikut:
Bagaimana gambaran gangguan pendengaran pada pekerja pandai besi yang
terpajan bising?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran gangguan pendengaran pada pekerja pandai besi
yang terpajan bising.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gangguan pendengaran berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri
b. Mengetahui angka kejadian gangguan pendengaran pada pekerja pandai besi
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Untuk Peneliti lain
Sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan ganggun pendengaran dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Untuk Tenaga kerja
1.4.2.1. Mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising yang
bersifat menetap dan irreversible.
1.4.2.2.
Meningkatkan kewaspadaan di kalangan pekerja terhadap
gangguan pendengaran.
1.4.3. Untuk Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai hubungan
pemaparan bising pada pekerja dengan gangguan pendengaran.
Universitas Sumatera Utara