Kualitas Hidup Penderita Tinitus pada Pekerja Pandai Besi yang Terpajan Bising di Kota Medan

(1)

KUALIT

PANDA

TAS HID

AI BESI Y

UN

DUP PEND

YANG TE

VA

FAKUL

NIVERSIT

DERITA

ERPAJAN

ALENSIA

100100

LTAS KED

TAS SUM

MEDA

2013

TINITUS

N BISING

PUTRA

047

DOKTER

MATERA

AN

3

S PADA P

G DI KOT

RAN

UTARA

PEKERJA

TA MEDA

A

AN


(2)

KUALITAS HIDUP PENDERITA TINITUS PADA PEKERJA PANDAI BESI YANG TERPAJAN BISING DI KOTA MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

”Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

VALENSIA PUTRA 100100047

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Kualitas Hidup Penderita Tinitus pada Pekerja Pandai Besi yang Terpajan Bising di Kota Medan

Nama : Valensia Putra NIM : 100100047

Pembimbing

(dr. H. R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT-KL)

NIP. 196701261997071001

Penguji I Penguji II

(dr. Lazuarni, Sp.M) (dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi) NIP. 140349520 NIP. 197312212003122001

Medan, 3 Januari 2014 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Tinitus merupakan salah satu efek yang disebabkan pajanan bising yang dapat berdampak terhadap kualitas hidup secara signifikan. Penderita tinitus yang terganggu kualitas hidupnya dapat mengalami penurunan produktivitas dalam aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, mengetahui gangguan kualitas hidup akibat tinitus dengan menggunakan kuesioner Tinnitus Handicap Inventory (THI) yang merupakan kuesioner standar sangatlah penting sehingga pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.

Tujuan: Mengetahui dampak tinitus terhadap kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner tinnitus handicap inventory pada pandai besi yang terpajan bising.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Data yang digunakan adalah data kuesioner yang diisi oleh responden setelah penjelasan dan penandatanganan lembar persetujuan. Data ini kemudian dianalisis dengan menggunakan program komputerisasi.

Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan 19,6% pekerja tidak mengalami gangguan, 39,2% pekerja mengalami gangguan ringan, 17,6% pekerja mengalami gangguan sedang, 11,8% pekerja mengalami gangguan berat dan membahayakan.

Kesimpulan: Gangguan ringan dalam kualitas hidup merupakan gangguan yang paling banyak ditemukan pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan, sedangkan gangguan berat dan membahayakan merupakan gangguan yang paling jarang ditemukan.


(5)

ABSTRACT

Background: Tinnitus is one of the effect caused by noise exposure which may impact in quality of life significantly. Tinnitus sufferers whom are impared quality of life can decrease their productivity in daily activities. Therefore, knowing impact of tinnitus in quality of life with tinnitus handicap inventory (THI) questionnaire as a standard is very important so that prevention can be done as early as possible.

Objective: Knowing the impact of tinnitus in quality of life with tinnitus handicap inventory questionnaire in noise-exposed blacksmith.

Method: This research is descriptive study with cross sectional design. Data used is questionnaire data which filled by respondents after received an explanation and have signed the letter of consent. Data were analized by using computerized program.

Result: There are 19,6% workers have no impairment in quality of life, 39,2% workers have mild impairment, 17,6% workers have moderate impairment, 11,8% workers have severe and catastrophic impairment.

Conclusion: Mild impairment in quality of life is the most commonly found in noise-exposed blacksmith in Medan city. Whereas, severe and catastrophic impairment is the most rarely found.

Key words: tinnitus, Tinnitus Handicap Inventory, THI, blacksmith, noise exposure


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Kualitas Hidup Penderita Tinitus pada Pekerja Pandai Besi yang Terpajan Bising di Kota Medan, yang merupakan salah satu syarat kelulusan pendidikan sarjana kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan masukan dan perngarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. H. R. Yusa Herwanto, Sp. THT-KL, M.Ked (ORL-HNS) selaku dosen pembimbing penulis atas kesabaran, waktu, dan masukan-masukan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. dr. Parluhutan Siagian, Sp.P dan dr. Lazuarni, Sp.M selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dalam memperbaiki penelitian ini menjadi lebih baik. 4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

5. Orang tua penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

6. Kakak dan abang senior yang memberikan nasihat-nasihat, dukungan materi dan moril, bagi penulis dalam menjalani pendidikan selama ini.

7. Sahabat saya, Sindry Johnson yang telah dengan setia selalu menemani, membantu, memberikan saran dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.


(7)

8. Rekan satu dosen pembimbing yaitu Cut Keumala yang telah saling membantu dan memberikan masukan terhadap karya tulis ilmiah masing-masing.

9. Teman-teman angkatan 2010 yang telah memberikan dukungan dan saran selama pembuatan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk meningkatkan kemajuan dan kualitas penelitian ini.

Akhir kata penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua orang dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Medan, 2 Desember 2013

Valensia Putra (NIM:100100047)


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Anatomi telinga ... 5

2.2. Fisiologi Pendengaran ... 7

2.2.1. Fungsi Telinga Luar ... 7

2.2.2. Transmisi Suara ... 8

2.2.3. Transmisi Suara Melalui Tulang Pendengaran ... 8

2.2.4. Anatomi dan Fungsi koklea ... 9

2.2.5. Transmisi Gelombang Suara di Koklea ... 10

2.2.6. Fungsi Organ Corti ... 11

2.2.7. Fungsi Sel Rambut dalam dan Luar ... 12

2.2.8. Jaras Persarafan Pendengaran ... 13

2.2.9. Menentukan Kekerasan Suara ... 14

2.3. Tinitus ... 14

2.3.1. Definisi Tinitus ... 14

2.3.2. Kasifikasi dan Etiologi ... 14

2.3.3. Prevalensi ... 15

2.3.4. Teori-teori Mekanisme tinitus ... 17


(9)

2.4. Bising ... 18

2.5. Mekanisme Bising Menyebabkan Tinitus ... 18

2.6. Tinnitus Handicap Inventory ... 19

2.7. Geografi dan Demografi Kota Medan ... 19

2.7.1 Geografi Kota Medan ... 19

2.7.2 Demografi Kota Medan ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 22

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 22

3.2. Defenisi Operasional ... 22

3.3.1. Tinitus ... 22

3.3.2. Kualitas Hidup ... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

4.3.1. Populasi ... ... 24

4.3.2. Sampel ... 24

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25

4.6. Keterbatasan Penelitian ... 26

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 27

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 27

5.1.3. Kualitas hidup penderita berdasarkan karakteristik reponden... ... 28

5.1.4. Aspek-aspek Kuesioner THI Berdasarkan Hasil Jawaban Responden... ... 29

5.2. Pembahasan ... 32

5.2.1. Frekuensi gangguan kualitas hidup responden... ... 32

5.2.2. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Usia... ... 32

5.2.3. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Lokasi... ... 33

5.2.4. Frekuensi Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek Fungsional... ... 34


(10)

5.2.5. Frekuensi Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek

Emosional... ... 34

5.2.6. Frekuensi Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek yang Membahayakan... ... 35

5.2.7. Frekuensi Nilai Rata-rata dari Keseluruhan Pertanyaan Kuesioner... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

6.1. Kesimpulan ... 37

6.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyebab dan Tipe tinitus 16

2.2. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Kota Medan (2005-2009) 21

3.1. Grading THI 23

5.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden 27

5.2. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Responden 28

5.3. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Usia 28 5.4. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Lokasi 29 5.5. Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek Fungsional 29

5.6. Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek Emosional 30

5.7. Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek yang Membahayakan 30 5.8. Nilai Rata-rata Setiap Pertanyaan,


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Struktur telinga 5

Gambar 2.2. Telinga Dalam 7

Gambar 2.3. koklea 9

Gambar 2.4. Potongan satu lingkaran koklea 10

Gambar 2.5. Organ Corti 12

Gambar 2.6. Jaras persarafan pendengaran 13


(13)

DAFTAR SINGKATAN

BMHS : Blue Mountains Hearing Study

DSM IV : Diagnostic and Statistical Manual IV NIHL : Noise Induce Hearing Loss


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 Surat Persetujuan Ikut dalam Penelitian Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Lampiran 6 Ethical Clearance Lampiran 7 Hasil output


(15)

ABSTRAK

Latar Belakang: Tinitus merupakan salah satu efek yang disebabkan pajanan bising yang dapat berdampak terhadap kualitas hidup secara signifikan. Penderita tinitus yang terganggu kualitas hidupnya dapat mengalami penurunan produktivitas dalam aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, mengetahui gangguan kualitas hidup akibat tinitus dengan menggunakan kuesioner Tinnitus Handicap Inventory (THI) yang merupakan kuesioner standar sangatlah penting sehingga pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.

Tujuan: Mengetahui dampak tinitus terhadap kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner tinnitus handicap inventory pada pandai besi yang terpajan bising.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Data yang digunakan adalah data kuesioner yang diisi oleh responden setelah penjelasan dan penandatanganan lembar persetujuan. Data ini kemudian dianalisis dengan menggunakan program komputerisasi.

Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan 19,6% pekerja tidak mengalami gangguan, 39,2% pekerja mengalami gangguan ringan, 17,6% pekerja mengalami gangguan sedang, 11,8% pekerja mengalami gangguan berat dan membahayakan.

Kesimpulan: Gangguan ringan dalam kualitas hidup merupakan gangguan yang paling banyak ditemukan pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan, sedangkan gangguan berat dan membahayakan merupakan gangguan yang paling jarang ditemukan.


(16)

ABSTRACT

Background: Tinnitus is one of the effect caused by noise exposure which may impact in quality of life significantly. Tinnitus sufferers whom are impared quality of life can decrease their productivity in daily activities. Therefore, knowing impact of tinnitus in quality of life with tinnitus handicap inventory (THI) questionnaire as a standard is very important so that prevention can be done as early as possible.

Objective: Knowing the impact of tinnitus in quality of life with tinnitus handicap inventory questionnaire in noise-exposed blacksmith.

Method: This research is descriptive study with cross sectional design. Data used is questionnaire data which filled by respondents after received an explanation and have signed the letter of consent. Data were analized by using computerized program.

Result: There are 19,6% workers have no impairment in quality of life, 39,2% workers have mild impairment, 17,6% workers have moderate impairment, 11,8% workers have severe and catastrophic impairment.

Conclusion: Mild impairment in quality of life is the most commonly found in noise-exposed blacksmith in Medan city. Whereas, severe and catastrophic impairment is the most rarely found.

Key words: tinnitus, Tinnitus Handicap Inventory, THI, blacksmith, noise exposure


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinitus merupakan sensasi adanya persepsi suara tanpa sumber suara dari luar (Erlandsson & Hallberg, 2000; Makar, et. al., 2012), yang biasanya berupa suara berdenging atau berdengung (Rubak, et al., 2008). Berdasarkan data epidemiologi, didapati prevalensi tinitus pada orang dewasa secara konstan yakni sebesar 10 sampai 15 persen dari populasi dunia (Makar et al., 2012). Namun, ditemukan peningkatan menjadi 29.6−30.3% pada orang tua (Sindhusake,et al., 2003; Xu, et al., 2006; Xu, Bu, Zhou, et al., 2011). Prevalensi tinitus meningkat mencapai 70%-80% pada orang yang mengalami gangguan pendengaran.

Tinitus disebabkan oleh beragam penyebab. Tinitus dapat disebabkan oleh gangguan telinga dalam seperti tuli mendadak dan acustic neuroma, dapat juga disebabkan oleh gangguan lain seperti penyakit meiere, dan tuli konduktif. Selain itu, penyebab lain tinitus adalah tinitus idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya (Hiller & Goebel, 2007). Namun, penyebab tersering tinitus adalah pajanan bising (Axelsson & Deepak, 2000).

Penderita dengan tinitus biasanya telah terpapar dengan pajanan bising (Rubak, et al., 2008), tetapi tidak selalu (Savastano, 2004). Berdasarkan salah satu studi epidemiologi menunjukan bahwa pajanan bising merupakan penyebab paling sering kejadian tinitus dengan angka kejadian sebesar 37,8% (Gananca et al., 2011).

Pekerja yang terpajan dengan bising biasanya terkena tinitus (Axelsson & Prasher, 2000; Palmer et al, 2002; Sindhusake et al, 2003; Rubak, et al., 2008). Berdasarkan studi epidemiologi, didapati sekitar 33% dari 400 pasien tinitus yang diketahui sebelumnya terpapar bising akibat pekerjaan (Axelsson & Prasher, 2000).

Tinitus dapat memengaruhi kualitas hidup penderita dan dikeluhkan sebagai suatu gejala yang berbahaya (Henry & Wilson, 2001). Sekitar 2,2% penderita mengeluh mengalami gangguan yang parah. Sekitar 17% dari seluruh


(18)

populasi yang menderita tinitus Pada penelitian di Blue Mountains Hearing Study (BMHS) di Australia, dilaporkan sebanyak 64% mengeluhkan mengalami tinitus yang sering atau setiap waktu dan 4% merasa sangat terganggu dengan tinitusnya (Sindhusake et al., 2003).

Tinitus memiliki efek yang signifikan terhadap kualitas hidup penderita. Tinitus dapat disertai dengan depresi, kecemasan, insomnia, dan sakit kepala (Nagler, 2003; Nondahl et al., 2007). Beberapa penderita juga menjadi mudah tersinggung (Sadlier, et al., 2008). Prevalensi tinitus dengan ganguan tidur terjadi antara 25% dan 60% (Lasisi & Gureje, 2011).

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Marciano et al. (2003) ditemukan bahwa sebesar 77% pasien dengan tinitus memenuhi kriteria paling tidak satu dari kriteria gangguan mental DSM-IV. Kegelisahan dan depresi merupakan gejala yang paling sering timbul akibat tinitus (Hiller & Goebel, 2007). Menurut Hallam et al. (2004) mengamati bahwa pasien tinitus melaporkan terdapat peningkatan kegagalan dalam melakukan tugas sehari-hari dan menjadi melamban dalam mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan kognisi.

Pengaruh tinitus terhadap kualitas hidup pasien dapat dinilai melalui tinnitus handicap inventory (THI). THI merupakan penilaian sejauh mana kualitas hidup pasien telah dipengaruhi. THI dapat mengevaluasi aspek emosional, fungsional dan aspek yang membahayakan. Selain itu, THI dapat digunakan sebagai evaluasi praterapi dan pascaterapi (Ferreira, et al., 2005).

Tinnitus handicap inventory merupakan kuesioner paling baru dan terpercaya. THI sangat sering digunakan pada beberapa pertanyaan yang dikembangkan dalam 20 tahun terakhir (Keate, 2011).

THI merupakan kuesisoner yang dikembangkan oleh Newman dengan dua peneliti lain pada tahun 1996 dan menjadi kuesioner standar yang digunakan sampai hari ini. THI terdiri dari 25 pertanyaan yang dibagi kedalam 3 kelompok yaitu fungsional, emosional dan yang membahayakan. Aspek fungsional terdiri dari 11 pertanyaan, aspek emosional terdiri dari 9 pertanyaan, dan aspek yang membahyakan terdiri dari 5 pertanyaan (Keate, 2011; Aksoy, 2013).


(19)

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kualitas hidup penderita tinitus pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah kualitas hidup penderita tinitus pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hidup penderita tinitus pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui banyaknya pekerja pandai besi yang menderita tinitus. b. Mengetahui besarnya derajat gangguan kualitas hidup akibat tinitus

pada pekerja pandai besi yang terpajan bising.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Institusi Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan informasi mengenai kualitas hidup penderita tinitus pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan.

2. Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dalam penulisan karya tulis ilmiah serta dapat menambah pengalaman dalam bidang penelitian khususnya penelitian mengenai kualitas hidup penderita tinitus pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan.


(20)

3. Masyarakat khususnya pekerja yang berkaitan dengan bising

a. Hasil penelititan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan khususnya bagi pekerja mengenai tinitus yang dapat mengganggu kualitas hidup.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu telinga luar, telinga tengah atau cavum tympani, dan telinga dalam atau labyrinth (Tortora, 2009; Snell, 2006).

Gambar 2.1: Struktur telinga (Martini et. al., 2012) 1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas auricula (pinna) dan meatus acusticus externus.

2. Telinga tengah (cavum tympani)

Telinga tengah merupakan ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa.


(22)

3. Telinga Dalam (Labyrinthus)

Telinga dalam terdiri atas labyrinthus osseus, yang tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang dan labyrinthus membranaceus yang tersusun dari saccus dan ductus membranosa di dalam labyrinthus osseus.

a. Labyrinthus osseus

Terdiri dari tiga bagian yaitu vestibulum, canalis semicirculares dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang berisi cairan perilympha, yang di dalamnya terdapat labirynthus membranaceus.

Vestibulum merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicirculares.

Canalis semicirculares terbagi mendjadi tiga, yaitu canalis semisirculares superior, posterior, dan lateral. Setiap canalis memiliki pelebaran diujungnya yang disebut dengan ampula.

Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara pada bagian anterior vestibulum.

b. Labyrinthus Membranaceus

Terletak didalam labyrinthus ossesus, dan berisi endolympha yang dikelilingi perilympha. Labyrinthus membranaceus terdiri atas sacculus dan utriculus yang terdapat di dalam vestibulum ossesus. Tiga duktus semicircularis, yang terletak didalam canalis semicircularis osseus, dan ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea (Snell, 2006).


(23)

Gambar 2.2: Telinga Dalam (Tortora, 2009).

2.2Fisiologi Pendengaran

Mendengar merupakan persepsi neural dari energi suara. Mendengar memiliki dua aspek yaitu identifikasi suara dan lokalisasi suara.

2.2.1 Fungsi Telinga Luar

Telinga luar yang terdiri dari auricula (pinna), external auditory meatus (meatus acusticus externus), dan membran tympani.

Pinna akan mengumpulkan gelombang suara dan menghubungkanya dengan meatus acusticus externus. Pinna juga berfungsi untuk mengetahui penentuan arah suara yang berasal dari depan atau dari belakang.

Meatus acusticus externus dilindungi oleh rambut-rambut halus dan terdapat modifikasi kelenjar keringat yang memproduksi serumen atau lilin (earwax). Secara bersama-sama rambut dan serumen akan mencegah masuknya partikel-partikel mengganggu seperti debu agar tidak sampai ke membrana tympani dan telinga dalam (Sherwood, 2010).


(24)

2.2.2 Transmisi Suara

Sebagai respon terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang suara di permukaan luarnya, membran timpani bergerak keluar masuk. Membran timpani berfungsi sebagai resonator yang menghasilkan ulang getaran dari sumber suara dan akan berhenti bergetas hampir segera setelah suara berhenti. Gerakan membran timpani disalurkan ke manubrium malleus (Ganong, 2008).

Ujung tangkai malleus melekat dibagian tengah membran timpani, dan tempat perlekatan ini akan konstan tertarik oleh muskulus tensor tympani, yang menyebabkan membran tympani tetap tegang. Keadaan ini menyebabkan getaran pada setiap bagian membran timpani akan dikirim ke tulang-tulang pendengaran, hal ini tidak dapat terjdai jika membran tersebut longgar.

Malleus terikat pada incus oleh ligamen yang kecil sehingga ketika malleus bergerak incus juga ikut bergerak. Ujung yang berlawanan dari incus akan berartikulasi dengan batang stapes, dan bidang depan dari stapes terletak berhadapan dengan membran labyrith cochlea pada muara fenestra ovalis (Guyton, 2008).

2.2.3 Transmisi Suara Melalui Tulang Pendengaran

Malleus bergoyang yang kemudian menyalurkan getararan manubrium ke incus, incus bergerak sedemikian rupa sehingga getaran diteruskan ke bagian kepala stapes. Pergerakan kepala stapes menyebabkan lempeng kakinya bergerak maju mundur seperti pintu berengsel di tepi posterior fenestra ovalis. Dengan demikian, tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai pengungkit (Ganong, 2008).

Sistem pengungkit tersebut mengurangi jarak antar tulang dan meningkatkan tenaga 1,3 kali lebih kuat. Luas permukaan membran timpani (55 milimeter persegi) yang jauh lebih besar dari luas lempeng kaki stapes (3,2 milimeter persegi) menyebabkan penekanan total yang


(25)

lebih kuat yang diberikan pada cairan koklea (Guyton, 2008; Ganong, 2008).

2.2.4 Anatomi dan fungsi koklea

Koklea adalah sistem tuba yang melingkar-lingkar yang teridiri dari tiga tuba yang saling bersisian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran reissner yang disebut juga membran vestibular. Diantara skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar.

Gambar 2.3: Koklea (Guyton, 2008).

Pada permukaan membran basilar tersebut terletak organ corti, yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara elektromagnetik, yaitu sel-sel rambut. Sel-sel ini merupakan organ reseptif terakhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara (Guyton, 2008).


(26)

Gambar 2.4: Potongan satu lingkaran koklea (Guyton, 2008).

Skala vestibuli dan skala timpani mengandung perilymph dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui lubang kecil yang disebut helikotrema (Ganong, 2008). Skala media atau disebut juga duktus koklearis mengandung cairan yang berbeda yaitu endolymph (Sherwood, 2010).

Perilymph merupakan cairan dengan komposisi ion yang serupa dengan komposisi cairan ekstrasel di tempat lain tetapi kandungan proteinya sangat rendah. Sedangkan endolymph memiliki komposisi kalium yang lebih tinggi dan natrium yang rendah (Junqueira & Carneiro, 2007).

2.2.5 Transmisi Gelombang suara di koklea

Ketika kaki stapes menekan fenestra ovalis, getaran suara memasuki skala vestibuli. Bidang stapes akan menyebabkan perylimph pada skala vestibuli bergetar hingga sampai helikotrema lalu kemudian menuju fenestra rotundum. Fenestra ovale dan fenestra rotundum ikut


(27)

bergerak ke dalam dan ke luar sesuai dengan arah getaran suara (Guyton, 2008; Sherwood, 2010).

Tujuan utama dari gelombang suara yang masuk ke fenestra ovale adalah untuk menggerakan membran basilar pada skala media (Guyton, 2008). Gelombang tekanan pada skala vestibuli akan di transfer ke skala media melalu membran reissner yang tipis dan kemudian akan ditranfer ke membran basiler pada skala media dan kemudian akan di transfer ke skala timpani yang akan menyebabkan foramen rotundum bergerak masuk dan keluar. Transmisi dari tekanan ke membran basiler akan membuat membran basilar bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan tekanan suara (Sherwood, 2010).

2.2.6 Fungsi Organ Corti

Organ corti merupakan organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran membran basilar. Reseptor pada organ corti merupakan tipe sel saraf yang khusus yang disebut dengan sel rambut yang terdiri dari sel rambut interna dan sel rambut eksterna.

Rambut-rambut ini tertanam pada permukaan lapisan gel dari membran tektorial. Bagian dasar dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan ujung saraf koklearis. Serabut saraf yang dirangsang oleh sel rambut akan menuju ganglion spiralis corti, yang terletak pada modiolus koklea. Neuron ganglion spiralis akan mengirimkan akson ke dalam nervus koklearis dan kemudian kedalam sistem saraf pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas (Guyton, 2008).


(28)

Gambar 2.5: Organ Corti(Guyton, 2008).

2.2.7 Fungsi sel rambut dalam dan luar

Fungsi sel rambut dalam lebih banyak berperan dalam mekanisme pendengaran. Sekitar 90% saraf auditorik dihantarkan melalui sel-sel rambut bagian dalam (Guyton, 2008). Rambut dalam menransfer getaran suara menjadi impuls elektrik yang akan disampaikan ke kortex serebri.

Stereocillia dari rambut-rambut tesusun mulai dari tinggi ke rendah dan diikat oleh filamen penghubung yang merupakan CAMs (Cell Adhesion Mollecule). Ketika membrana basiler bergerak ke atas, stereocillia akan bergerak ke arah yang paling tinggi dan akan menarik filamen penghubung. Kemudian, akan terjadi pembukaan kanal kation. Kalium-kalium yang berasal dari endolymph akan masuk dan akan terjadi depolarisasi.

Ketika membrana basilaris bergerak ke bawah maka akan terjadi hal yang sebaliknya. Kanal ion akan tertutup dan terjadi hiperpolarisasi. Gerakan membrana basiler yang bergerak ke atas dan ke bawah secara sinkron akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan hiperpolarisasi secara bergantian yang akan menyebabkan terangsangnya ujung-ujung saraf koklea yang bersinaps di sel-sel rambut (Sherwood, 2010; Guyton,


(29)

Rambut luar akan secara aktif dan cepat mengubah panjangnya sebagai respon pada membran potensial, yang dikenal dengan elektromotility. Rambut luar akan memendek ketika depolarisasi dan akan memanjang ketika hiperpolarisasi. Dengan demikian, rambut luar akan meningkatkan respon rambut dalam dan membuatnya lebih sensitif (Sherwood, 2010).

2.2.8 Jaras Persarafan pendengaran

Gambar 2.6 dibawah ini menggambarkan jaras pendengaran utama. Jaras ini menunjukan bahwa nervus cochlearis (cochlear nerve) memasuki

Gambar 2.6: Jaras persarafan pendengaran (Kennedy, 2010)

nukleus koklearis dorsalis dan ventralis berjalan terus hingga nukleus olivarius superior yang selanjutkan akan berakhir di korteks auditorik pada girus superior lobus temporalis (Guyton, 2008; Kennedy, 2010).

2.2.9 Menentukan kekerasan suara


(30)

a. Ketika suara semakin keras, amplitudo getaran membran basilar dan sel-sel rambut juga meningkat, sehingga sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.

b. Ketika amplitudo getaran meningkat, semakin banyak sel-sel rambut yang terangsang sehingga terjadi transmisi melalui banyak serabut saraf.

c. Sel-sel rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran membran basiler mencapai intensitas yang tinggi, dan perangsangan ini tam,paknya mengabarkan pada sistem saraf bahwa suara tersebut sangat keras (Guyton, 2008).

2.3Tinitus

2.3.1 Definisi Tinitus

Tinitus merupakan persepsi suara yang berasa dari kepala atau telinga tanpa adanya sumber suara dari luar dan dapat mengganggu kegiatan sehari-hari, dalam pekerjaan dan tidur (Xu, et. al., 2011).

2.3.2 Klasifikasi dan Etiologi

Tinitus dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Tinitus Subjektif dimana bunyi hanya didengar oleh penderita (Kennedy, 2010).

Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar (Bashiruddin & Sosialisman, 2007).

Tinitus subjektif dapat disebabkan oleh gangguan dari telinga, neurologis, infeksi, dan akibat obat-obatan. Penyebab lainya adalah Noise induce hearing loss, presbyscusis, otosklerosis, otitis, serumen yang keras, Meniere’s disease, dan sudden sensori neural hearing loss. Penyebab neurologis termasuk akibat dari trauma kepala, whiplash, sklerosis multipel, vestibular schwannoma, dan tumor cerebellopontine angle. Penyebab tinitus karena penyakit infeksi seperti otitis media,


(31)

subjektif adalah antibiotik golongan aminoglikosida, salisilat, anti inflamasi non steroid, loop diuretics, dan obat-obatkan kemoterapi (Chan, 2010).

b. Tinnitus Objektif dimana bunyi terdengar pada penderita dan pemeriksa (Kennedy, 2010).

Jenis ini bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya disebabkan oleh kelainan vaskular, sehingga tinnitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinnitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi ateriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinnitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik (clicking sound) yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau myoclonus palatal. Tuba eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinnitus akibat hantaran udara dari nasofaring ke telinga tengah (Bashiruddin & Sosialisman, 2007).

2.3.3 Prevalensi

Prevalensi tinitus telah diestimasi pada basis data dalam studi epidemiologi yang dilaksanakan di beberapa negara yang berbeda (Sindhusake, et al., 2003; Henry, Dennis, schechter, 2005). Prevalensi tinnitus pada orang dewasa adalah sekitar 10-15%. Prevalensi data tinnitus spesifik umur pada orang dewasa (Henry, Dennis, Schechter, 2005).


(32)

Tabel 2.1: Penyebab dan Tipe tinitus

S u

mber: Lockwood, Salvi, Bruckard, 2002

Tipe Penyebab

Subjektif

Otologik Noise-induced hearing loss, presbikusis, otosklerosis, otitis, serumen yang keras, tuli mendadak, Meniere’s disease, dan penyebab kehilangan pendengaran yang lain.

Neural Cedera kepala, whiplash, multiple sclerosis, vestibular schwannoma (acoustic neuroma) dan tumor cerebellopontine angle.

Infeksi otitis media, meningitis, sifilis dan infeksi lain yang berhubungan dengan pendengaran

Obat antibiotik golongan aminoglikosida, salisilat, anti inflamasi non steroid, loop diuretics, dan obat-obatkan kemoterapi

Objektif

Pulsasi Carotid stenosis, arteriovenous malformations, anomali vaskular lain, tumor vascular, penyakit katup jantung (biasanya stenosis aorta), and kondisi-kondisi yang menyebabkan aliran darah turbulen.

Muskular Mioklonus Palatal, spasme stapedius atau otot tensor timpani, patulous eustachian tube.


(33)

Masing-masing studi menunjukan peningkatan prevalensi pada orang tua. Pada orang tua didapati peningkatan prevalensi menjadi 29.6−30.3% (Sindhusake, Mitchell, Newall, 2003; Xu, Bu, Xing, et al., 2006).

Dari hasil penelitian pada penderita tinitus diperkirakan usia rata-rata 40 sampai 70 tahun. Kira-kira hanya 1% yang dijumpai pada penderita yang berusia kurang dari 45 tahun. Pada usia 70 tahun terdapat sekitar 25% sampai 30% risiko tinitus (Pray & Pray, 2005).

2.3.4 Teori-teori Mekanisme Tinitus

2.3.4.1Model Neural

Tinitus merupakan simptom fungsional yang melibatkan seluruh aspek sistem mulai dari transduksi suara di dalam telinga sampai dengan area somatosensori pada korteks.

Model ini menekankan pada pentingnya sinkronisasi sinaps pada sel rambut oleh influks Ca++, kejadian patologis pada proses transduksi, kebocoran kalium pada bagian apeks dari sel rambut dan juga berbagai kerusakan pada sel rambut, sistem eferen auditorius dan saraf auditorius (Holgers, 2003).

2.3.4.2Model for tinnitus suffering

Model ini berdasarkan hipotesis Jastreboff dan Hazel (1993) yang menyatakan tinitus dapat dipertimbangkan sebagai bentuk dari respon yang terkondisi. Model ini fokus pada jaringan aktivitas neural pada sistem auditori, sistem limbik dan sistem saraf simpatis dan parasimpatis.

Tinitus diperkirakan berasal dari perifer, dan seluruh level dari jaras auditori mulai dari koklea, sub korteks dan korteks auditori merupakan bagian yang penting dari pembuatan persepsi tinitus (Holgers, 2003).

2.3.5 Dampak Psikososial Tinitus

Tinitus lebih dari hanya sekedar bunyi berdenging dan biasanya diikuti dengan simptom-simptom tertekan yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan faktor-faktor otologis. Perasaan tertekan ini berhubungan


(34)

dengan faktor psikologis dari pada faktor audiologis. Banyak problem akibat tinitus yang didasarkan oleh faktor psikososial.

Reaksi yang terjadi dapat berupa rasa tertekan, frustasi, marah, penurunan konsentrasi dan gangguan tidur, yang akhirnya masuk kedalam kondisi ansietas yang konstan, perhatian langsung terhadap tinitus dan membangun ‘lingkaran kemarahan’ ketika tinitus meningkat secara langsung mengakibatkan ansietas (Holmes & Padgham, 2009).

2.4Bising

Bising dapat didefinisikan sebagai suara yang merusak yang memiliki efek samping terhadap kesehatan individu. Bising yang level suara yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pendengaran, dan juga dapat menyebabkan anxietas, depresi, dan meningkatkan angka kecelakaan (Mrena, et al., 2007).

Suara diukur dengan desibel (db). Pada skala desibel, peningkatan 10 berarti surata tersebut 10 kali lebih intens dan lebih kuat. Percakapan sehari-hari adalah sebesar 60db, suara lemari es yang menyala sekitar 45db, suara kemacetan di jalan raya dapat mencapai 85 db, sedangkan suara motor, kembang api berkisar antara 120-150 db (NIDCD, 2008)

Berdasarkan National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (2008), pemaparan yang lama dan berulang-ulang dengan kekuatan suara sekitar 85db dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

2.5Mekanisme Bising Menyebabkan Tinitus

Bising dapat menyebabkan tinitus dikarenakan tinitus merupakan efek sekunder dari NIHL (Noise Induce Hearing Loss). Bising menyebabkan kerusakan pada rambut luar koklea dan dapat mengubah poin operasi dari rambut dalam. Pemaparan bising dapat menyebabkan kerusakan pada rambut dalam dan membran basilar sehingga terjadi tubrukan dari membran tektorial secara langsung dengan stereocillia dari rambut dalam sehingga menyebabkan depolarisasi. Pemaparan bising juga dapat mningkatkan konsentrasi kalsium


(35)

pada rambut luar dan dapat menyebabkan tinitus dengan meningkatkan pengeluaran neurotransmitter.

Perubahan fungsi atau plastisitas neural juga memainkan peran penting dalam terjadinya tinnitus. Hal ini juga dapat terjadi karena pengurangan input sehingga terjadi disinhibisi dari nukleus koklearis dan dapat meningkatkan sistem auditori sentral dengan tanda hipersensitivitas (Rubak, et al., 2008)

2.6 Tinnitus Handicap Inventory (THI)

Tinnitus handicap inventory merupakan tes yang digunakan untuk menentukan derajat stres yang dialami pasien tinitus (Keate B, 2011).

THI memperhitungkan evaluasi hubungan antara tinitus dan manifestasi stres, frustasi, iritasi, gangguan, depresi, ansietas, ketidaknyamanan dan kesulitan bersosialisasi dengan keluarga dan teman. Dari aspek fungsional THI mengenali gangguan tinitus dengan kegiatan yang berhubungan dengan konsentrasi, ketajaman pendengaran, perhatian, tidur, kegiatan sosial dan harian, membaca, disamping sensasi melelahkan yang dapat memperburuk tinitus dengan stress. THI juga digunakan sebagai evaluasi pra terapi dan pascaterapi (Ferreira et al., 2005).

2.7Geografi dan Demografi Kota Medan

2.7.1 Geografi Kota Medan

Batas kota Medan secara administratif adalah sebagai berikut: 1. Utara : Selat Malaka

2. Selatan : Kabupaten Deli Serdang 3. Barat : Kabupaten Deli Serdang 4. Timur : Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, kota Medan dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan.


(36)

1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10.Medan Selayang 11.Medan Sunggal 12.Medan Helvetia 13.Medan Petisah 14.Medan Barat 15.Medan Timur 16.Medan Perjuangan 17.Medan Tembung 18.Medan Deli 19.Medan Labuhan 20.Medan Marelan 21.Medan Belawan

2.7.2 Demografi Kota Medan.

Secara demografi kota Medan sedang mengalami transisi, yaitu dari tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju ke tingkat kelahiran dan kematian rendah. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan ini adalah perubahan pola pikir masyarakat yang semakin maju dan perubahan sosial ekonomi merupakan faktor-faktor utama. Faktor-faktor lain yang memengaruhi perubahan tersebut antara lain perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat.


(37)

Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kota Medan dari tahun 2005-2009 (Pemkomedan, 2013).

Tabel 2.2: Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Medan (2005-2009)

Sumber: Pemkomedan, 2013

Tahun Jumlah Penduduk Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)

[1] [2] [3] [4] 2005 2.036.185 265,10 7.681 2006 2.067.288 265,10 7.798 2007 2.083.156 265,10 7.858 2008 2.102.105 265,10 7.929,5 2009 2.121.053 265,10 8.001


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

Gambar 3.1: Kerangka Konsep

3.2Definisi Operasional 3.2.1 Tinitus

Tinitus merupakan suara berdenging pada telinga yang terdengar oleh penderita baik lebih ataupun kurang dari lima menit pada pekerja pandai besi di kota Medan yang terpajan bising.

3.2.2 Kualitas hidup

Kualitas hidup adalah keadaan dimana individu dapat melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari tanpa adanya gangguan emosional, fungsional dan adanya aspek yang membahayakan yang seluruh gangguan ini diakibatkan oleh tinitus.

a. Cara ukur : Angket

b. Alat ukur : Kuesioner, yang terdiri dari 25 nomor pertanyaan. Pertanyaan nomor 03, 06, 10, 14, 16, 17, 21, 22 dan 25 mengevaluasi aspek emosional. Pertanyaan nomor 01, 02, 04, 07, 09, 12, 13, 15, 18, 20, dan 24 mengevaluasi aspek fungsional, dan pertanyaan nomor 05, 08, 11, 19, dan 23 mengevaluasi aspek yang membahayakan. Jawaban dari Tinitus

Kualitas hidup pekerja pandai besi yang terpajan bising


(39)

Jawaban “Ya” diberi skor 4.

Jawaban “Tidak” diberi skor 0.

Jawaban “Kadang-kadang” diberi skor 2. c. Kategori :

 Grade 1 (total skor 0-16).

 Grade 2 (total skor 18-36).

 Grade 3 (total skor 38-56).

 Grade 4 (total skor 58-76).

 Grade 5 (total skor 78-100). d. Skala pengukuran : Skala ordinal.

Tabel 3.1: Grading THI

Grade Jumlah nilai Gangguan

Grade 1 0−16 Tidak ada hambatan (hanya mendengar di

lingkungan yang tenang).

Grade 2 18−36 Ringan (mudah disembunyikan oleh suara

lingkungan dan mudah dilupakan dengan kegiatan).

Grade 3 38−56 Sedang (mendengar meskipun dengan latar belakang yang bising, meskipun kegiatan sehari-hari masih dapat dilakukan).

Grade 4 58−76 Berat (hampir selalu mendegar, menyebabkan pola tidur terganggu, dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari).

Grade 5 78−100 Membahayakan (selalu mendengar,

mengganggu pola tidur dan menyebabkan kesulitan dengan kegiatan).


(40)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan design penelitian cross sectional (potong lintang).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di bengkel-bengkel besi di kota Medan. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan kurangnya perlindungan diri para pekerja pandai besi terhadap pajanan bising.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan November 2013 pada jam makan siang.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini merupakan semua karyawan yang secara langsung terpajan bising di toko besi di kota Medan.

4.3.2. Sampel

Sampel yang diambil merupakan subjek dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non-probability sampling, yaitu total sampling. Sampel diambil dengan cara mengambil seluruh data responden yang mengalami tinitus subjektif berdasarkan anamnesis dan sesuai dengan kriteria inklusi mulai dari bulan September 2013 hingga bulan November 2013.


(41)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1. Karyawan toko besi yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini. 2. Telah bekerja ≥1 tahun.

3. Terpajan kebisingan ≥ 85 desibel.

4. Karyawan yang mengalami tinitus subjektif.

b. Kriteria eksklusi

1. Karyawan yang memiliki hobi yang berkaitan dengan bising.

2. Karyawan yang mengonsumsi obat-obatan ototoksik lebih atau sama dengan 6 bulan.

3. Karyawan yang memiliki riwayat penyakit telinga yang berkaitan dengan tinitus.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini merupakan data primer melalui kuesioner yang secara langsung diisi oleh responden. Data yang didapatkan dari kuesioner adalah mengenai derajat gangguan kualitas hidup penderita tinitus akibat pajanan bising pada karyawan toko besi di kota Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul telah ditabulasi dan kemudian telah diolah secara komputerisasi.


(42)

4.6. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pengambilan sampel, seperti: 1. Keterbatasan waktu dalam pengambilan sampel

2. Kurangnya kerjasama pemilik bengkel besi

Beberapa responden yang sudah setuju untuk dilakukan wawancara, mengundurkan niat mereka karena tidak diperbolehkan oleh pemilik bengkel tempat mereka bekerja. Peneliti telah melakukan pendekatan dengan pemilik bengkel, meng enai kerahasiaan yang terjamin, dan sebagainya, tetapi tetap tidak mendapat persetujuan pemilik bengkel.


(43)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di kecamatan Medan Kota dan kecamatan Medan Selayang, tepatnya di Jalan Mahkamah, Jalan Wahidin, Jalan Sambas, dan Jalan Setia Budi. Jalan Mahkamah dan Jalan Sambas bertempat di kelurahan Masjid, kecamatan Medan Kota. Jalan wahidin terletak di kelurahan Pandau Hulu I, kecamatan Medan kota, dan Jalan Setia Budi terletak di kelurahan Asam Kumbang, kecamatan Medan Selayang.

5.1.2. Deskripsi karakteristik responden

Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 51 orang yang merupakan pekerja pandai besi di kota Medan yang mengalami tinitus.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden

Kelompok usia Jumlah (orang) Persentasi (%)

16−25 tahun 21 41,2

26−35 tahun 15 29,4

36−45 tahun 7 13,7

46−55 tahun 5 9,8

56−65 tahun 3 5,9

Total 51 100,0

Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 21 orang (41,2%) untuk kelompok usia 16-25 tahun, 15 orang (29,4%) kelompok usia 26-35 tahun, 7 orang (13,7%) untuk kelompok usia 36-45 tahun, 5 orang (9,8%) untuk kelompok usia 46-55 tahun, dan 3 orang (5,9%) untuk kelompok usia 56-65 tahun.


(44)

5.1.3. Kualitas hidup penderita berdasarkan karakteristik reponden

Tabel 5.2. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Responden

Gangguan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tidak ada 10 19,6

Ringan 20 39,2

Sedang 9 17,6

Berat 6 11,8

Membahayakan 6 11,8

Total 51 100,0

Responden dengan hasil tidak ada gangguan terhadap kualitas hidup terdapat sebanyak 10 orang (19,6%), gangguan ringan sebanyak 20 orang (39,2%), gangguan sedang sebanyak 9 orang (17,6%), gangguan berat dan gangguan yang membahayakan sebanyak 6 orang (11,8%).

Tabel 5.3. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Usia

Usia (Tahun)

Gangguan Kualitas Hidup

Tidak ada Ringan Sedang Berat Membahayakan Total

J % J % J % J % J % J %

16−25 2 3,9 9 17,6 6 11,8 2 3,9 2 3,9 21 41,2

26−35 5 9,8 4 7,8 1 2,0 3 5,9 2 3,9 15 29,4

36−45 1 2,0 2 3,9 2 3,9 0 0 2 3,9 7 13,7

46−55 1 2,0 3 5,9 0 0 1 2,0 0 0 5 9,8

56−65 1 2,0 2 3,9 0 0 0 0 0 0 3 5,9

Total 10 19,6 20 39,2 9 17,6 6 11,8 6 11,8 51 100,0

Berdasarkan tabel 5.3., persentase gangguan kualitas hidup terbesar berupa gangguan ringan yaitu 17,6% terjadi pada rentang usia 16−25 tahun. Persentase gangguan terendah berupa tidak ada gangguan yaitu sebesar 2% terjadi pada rentang usia 56−65 tahun.


(45)

Tabel 5.4. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Lokasi

Lokasi Tidak ada Ringan Sedang Berat Membahayakan Total J  %  J  %  J  %  J  %  J  %  J  %  Medan Kota 10 19,6 15 29,4 6 11,8 3 5,9 6 11,8 40 78,4

Medan Selayang 0 0 5 9,8 3 5,9 3 5,9 0 0 11 21,6

Total 10 19,6 20 39,2 9 17,6 6 11,8 6 11,8 51 100,0

Berdasarkan tabel 5.4., persentase gangguan kualitas hidup terbesar terdapat di kecamatan Medan Kota yaitu berupa gangguan ringan dengan jumlah 40 orang atau sebesar 29,4 % Persentase gangguan kualitas hidup terkecil terdapat pada kecamatan Medan Selayang yaitu berupa gangguan sedang dan berat yang masing-masing berjumlah tiga orang atau sebesar 5,9%.

5.1.4. Aspek-aspek kuesioner THI berdasarkan hasil jawaban responden

Tabel 5.5. Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek Fungsional

Kode Rata-rata F1 2,55 F2 2,78 F4 1,84 F7 1,22 F9 1,37 F12 1,33 F13 1,49 F14 1,73 F15 1,33 F18 2,16 F20 1,22 F24 1,57

Berdasarkan tabel 5.5., nilai rata-rata tertinggi terdapat pada pertanyaan F2 yaitu 2,78. Nilai rata-rata terendah terdapat pada pertanyaan F7 dan F20 yaitu 1,22.


(46)

Tabel 5.6. Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek Emosional

Berdasarkan tabel 5.6., nilai rata-rata terbesar pada aspek emosional terdapat pada pertanyaan E16 yaitu sebesar 2,24. Nilai rata-rata terendah terdapat pada pertanyaan E10 sebesar 0,55.

Tabel 5.7. Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek yang Membahayakan

Kode Rata-rata C5 ,82 C8 1,22 C11 ,94 C19 1,88 C23 1,02

Berdasarkan tabel 5.7., nilai rata-rata tertinggi dari aspek yang membahayakan terdapat pada pertanyaan C19 dengan nilai rata-rata sebesar 1,88. Nilai rata-rata terendah rerdapat pada pertanyaan C5 dengan nilai rata-rata sebersar 0,82.

Kode Rata-rata E3 2,12 E6 1,88 E10 ,55 E16 2,24 E17 1,41 E21 ,90 E22 1,53 E25 1,96


(47)

Tabel 5.8. Nilai Rata-rata Setiap Pertanyaan, Disusun dari yang Terbesar

Berdasarkan tabel 5.8., nilai rata-rata terbersar secara keseluruhan terdapat pada pertanyaan F2 dari aspek fungsional yaitu Apakah kuatnya suara telinga berdenging membuat anda kesulitan untuk mendengar orang lain? dengan nilai rata-rata sebesar 2,78. Nilai rata-rata terkecil secara keseluruhan terdapat pada pertanyaan E10 dari aspek emosional yaitu Karena telinga berdenging, anda merasa frustasi? dengan nilai rata-rata sebesar 0,55.

Kode Pertanyaan Rata-rata

F2 Apakah kuatnya suara telinga berdenging membuat anda kesulitan untuk mendengar orang lain? 2,78 F1 Apakah karena keluhan telinga berdenging, anda sulit berkonsentrasi? 2,55 E16 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda kesal? 2,24 F18 Apakah anda kesulitan untuk menghilangkan perhatian terhadap telinga berdenging dibandingkan hal yang lain? 2,16

E3 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda marah? 2,12

E25 Karena telinga berdenging anda merasa tidak aman? 1,96

E6 Apakah anda sangat mengeluhkan telinga berdenging ini? 1,88 C19 Apakah anda kesulitan mengontrol telinga berdenging anda? 1,88 F4 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda bingung? 1,84 F14 Karena telinga berdenging, anda merasa anda sangat terganggu? 1,73 F24 Apakah keluhan telinga berednging bertambah kuat saat anda dibawah tekanan? 1,57

E22 Karena telinga berdenging anda merasa cemas? 1,53

F13 Apakah telinga berdenging mengganggu pekerjaan anda? 1,49 E17 Apakah telinga berdenging membuat anda kesulitan menjaga hubungan dengan anggota keluarga dan teman anda? 1,41 F9 Apakah karena keluhan telinga berdenging, anda menjadi terganggu dengan aktivitas sosial anda? 1,37 F12 Apakah karena telinga berdenging anda kesulitan menikmati kehidupan anda? 1,33 C8 Apakah anda merasa tidak dapat menghilangkan dengingan pada telinga anda? 1,22

F20 Karena telinga berdenging anda merasa lelah? 1,22

C23 Apakah karena telinga berdenging anda merasa tidak dapat mengatasi keluhan tersebut? 1,02 C11 Karena telinga berdenging anda merasa menderita penyakit yang berbahaya? 0,94

E21 Karena telinga berdenging anda merasa depresi? 0,9

C5 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda putus asa? 0,82


(48)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Frekuensi gangguan kualitas hidup responden

Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan gangguan kualitas hidup penderita tinitus dengan jumlah terbesar adalah gangguan ringan yaitu sebesar 39,2%, dilanjutkan dengan tidak adanya gangguan sebesar 19,6%, gangguan sedang sebesar 17,6%. Jumlah terkecil terdapat pada gangguan berat dan gangguan yang membahayakan dengan jumlah terkecil sebesar 11,8%.

Hal ini menyerupai penelitian yang dilakukan oleh Steinmetz et. al. (2009), penderita tinitus dengan gangguan ringan terdapat sebersar ≥35% dan gangguan berat berjumlah <12%.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Handscomb pada tahun 2006, didapatkan persentase tertinggi gangguan kualitas hidup terdapat pada gangguan berat dan membahayakan yakni sebesar 39,8%. Persentase terkecil terdapat pada tidak adanya gangguan yakni sebesar 11,3%.

Gangguan ringan (grade 2) dapat dengan mudah tertutupi dengan suara-suara sekitar yang lebih kuat dan dapat dengan mudah terlupakan ketika penderita sibuk bekerja (Steinmetz et. al., 2009).

Faktor-faktor risiko tinitus yang berbeda pada masing-masing populasi seperti pajanan bising, penyakit penyerta, obat-obatan, trauma kepala, dan sebagainya (Engdahl, et. al., 2011) dapat memengaruhi hasil penelitian.

Tinitus akibat pajanan bising, dapat memiliki hasil yang bervariasi disebabkan oleh faktor-faktor seperti jenis suara, lamanya pajanan terhadap bising, dan besarnya desibel (Axelsson & Deepak, 2000; Steinmetz et. al., 2009). 5.2.2. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Usia

Penderita tinitus terbanyak berada pada rentang usia 16−25 tahun yaitu sebesar 41,2%. Persentase terkecil terdapat pada rentang usia 56−65 tahun yaitu sebesar 3%.

Persentase gangguan kualitas hidup terbesar berupa gangguan ringan yaitu


(49)

berupa tidak ada gangguan yaitu sebesar 2% terjadi pada rentang usia 56−65 tahun.

Persentase gangguan ringan dan gangguan sedang (11,8%) terbesar terdapat pada rentang usia 16−25 tahun. Persentase tidak adanya gangguan (9,8%) dan gangguan berat (5,9%) terbesar terdapat pada rentang usia 26−35 tahun. Gangguan yang membahayakan memiliki persentase yang sama pada rentang usia 16−45 tahun, yakni sebesar 3,9%.

Hal ini dapat dikaitkan dengan banyaknya pekerja yang berada pada rentang usia 25−35 tahun. Sebagai contoh, salah satu provinsi di Indonesia memiliki data tenaga kerja terbanyak terdapat pada rentang usia 25−35 tahun atau sebesar 13,67% (jabarprov.go.id).

Pendidikan akhir merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah tenaga kerja pada usia tertentu dan juga menentukan produktivitas kerja. Tingkat pendidikan yang relatif rendah (dibawah SLTA) membuat peluang untuk mendapatkan pekerjaan di sektor-sektor formal dengan produktivitas tinggi menjadi terbatas.

Persentase pendidikan akhir di kota Medan masih didominasi pada tingkat SLTA kebawah. Persentase terbesar terdapat pada tingkat SLTA yaitu sebesar 39,9%, pada tingkat SLTP sebesar 20,15%, dan tingkat SD sebesar 17,48%. Persentase tingkat pendidikan akhir S1 dan D3 masih relatif rendah dengan jumlah sebesar 9,06% dan 2,41% (pemkomedan.go.id).

5.2.3. Frekuensi Gangguan Kualitas Hidup Berdasarkan Lokasi

Berdasarkan distribusi frekuensi lokasi responden, 78,4% berasal dari kecamatan Medan Kota, dan 21,6% berasal dari kecamatan Medan Selayang.

Berdasarkan hasil crosstab antara gangguan kualitas hidup dengan lokasi responden, didapatkan di kecamatan Medan Kota, persentase gangguan kualitas hidup terbesar berupa gangguan ringan sebesar 29,4%, dilanjutkan dengan tidak adanya gangguan sebesar 19,6%, gangguan sedang dan gangguan yang


(50)

membahayakan masing-masing sebesar 11,8%. Persentase gangguan kualitas hidup terkecil berupa gangguan berat sebesar 5,9%.

Persentase gangguan kualitas hidup di kecamatan Medan Selayang, yang terbesar berupa gangguan ringan sebesar 9,8%, dilanjutkan dengan gangguan sedang dan berat yang masing-masing sebesar 5,9%.

5.2.4. Frekuensi Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek Fungsional

Nilai rata tertinggi terdapat pada pertanyaan F2 yaitu 2,78. Nilai rata-rata terendah terdapat pada pertanyaan F7 dan F20 yaitu 1,22.

Responden yang menjawab “ya” pada pertanyaan F2 sebanyak 56,9%. Hal ini menggambarkan lebih dari setengah responden mengalami gangguan untuk mendengar orang lain ketika terjadi tinitus.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anderson dan Baguley pada tahun 2003, pertanyaan F2 termasuk kedalam pertanyaan tiga terbanyak yang menjawab “ya” dengan nilai rata-rata 2,3.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Zeng, et. al. (2010), pertanyaan F2 menempati urutan tiga terbawah dari seluruh pertanyaan.

Perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan perbedaan lamanya serangan tinitus pada setiap individu. Tinitus kronik adalah tinitus yang bersifat persisten, diatas 6 bulan atau lebih (Folmer, et. al., 2004). Responden penelitian ini mengeluhkan tinitus yang terjadi hanya sekali-sekali dan tidak persisten atau yang disebut dengan tinitus akut.

5.2.5. Frekuensi Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek Emosional

Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata terbesar pada aspek emosional terdapat pada pertanyaan E16 yaitu sebesar 2,24. Nilai rata-rata terendah terdapat pada pertanyaan E10 sebesar 0,55.

Responden yang menjawab “ya” pada pertanyaan E16 adalah sebanyak 49%. Hal ini menunjukan hampir separuh responden yang merupakan penderita tinitus merasa kesal dengan tinitusnya.


(51)

Responden yang menjawab “ya” untuk pertanyaan E10 adalah 11,8%, sedangkan responden yang menjawab “tidak” sebanyak 43 orang atau sebesar 84,3%.

Penelitian yang dilakukan oleh Zeng, et. al. (2010) memiliki hasil yang serupa dalam aspek emosional. E16 merupakan nilai dari aspek emosional tertinggi, dan E10 merupakan aspek emosional dengan nilai terendah.

5.2.6. Frekuensi Nilai Rata-rata Berdasarkan Aspek yang Membahayakan

Nilai rata-rata tertinggi dari aspek yang membahayakan terdapat pada pertanyaan C19 dengan nilai rata-rata sebesar 1,88. Nilai rata-rata terendah rerdapat pada pertanyaan C5 dengan nilai rata-rata sebersar 0,82.

Responden yang menjawab “ya” pada pertanyaan C19 adalah orang sebanyak 39,2%. Pertanyaan C19 menggambarkan kesulitan responden dalam mengontrol tinitus yang dialami.

Responden yang menjawab “ya” pada pertanyaan C5 adalah sebanyak 19,6%. Pertanyaan C5 menggambarkan rasa putus asa yang dialami respondedn akibat tinitus.

Serupa dengan penelitian yang dilakukan Zeng, et. al. (2010), nilai tertinggi dari aspek yang membahayakan terdapat pada pertanyaan C19 dan nilai terendah terdapat pada pertanyaan C5.

5.2.7. Frekuensi Nilai Rata-rata dari Keseluruhan Pertanyaan Kuesioner

Nilai rata-rata terbersar secara keseluruhan terdapat pada pertanyaan F2 dari aspek fungsional yaitu Apakah kuatnya suara telinga berdenging membuat anda kesulitan untuk mendengar orang lain? dengan nilai rata-rata sebesar 2,78. Nilai rata-rata terkecil secara keseluruhan terdapat pada pertanyaan E10 dari aspek emosional yaitu Karena telinga berdenging, anda merasa frustasi? dengan nilai rata-rata sebesar 0,55.

Pertanyaan F1 menempati urutan kedua terbanyak dengan nilai rata-rata 2,55, dilanjutkan dengan E16 dan F18 dengan nilai rata-rata masing-masing 2,24


(52)

dan 2,16. Hal ini menunjukan, lima nilai tertinggi dari setiap pertanyaan di dominasi oleh aspek fungsional dan aspek emosional yang terganggu.

Responden merasa kesulitan untuk mendengar orang lain dan berkonsentrasi ketika awal serangan, responden juga merasa kesal dan sulit untuk menghilangan tinitus yang dialami.

Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Handscomb (2006), Anderson & Baguley (2003), memiliki persamaan dalam pertanyaan F1 yang masuk kedalam lima nilai rata-rata tertinggi.

Namun, terdapat perbedaan pada nilai rata-rata tertinggi. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada C19 dan C8 dimana terjadi kesulitan dalam mengontrol tinitus (Handscomb, 2006; Anderson & Baguley , 2003).

Kesulitan untuk mengontrol tinitus yang terjadi pada penderita tinitus kronik (Zeng, et. al.,2010) menjadi dasar dari penderita untuk mencari pertolongan (Handscom, 2006).

Pertanyaan E10, C5, E21, C11, dan C23 menempati urutan lima pertanyaan dengan nilai rata-rata terendah dengan nilai rata-rata masing-masing 0,55, 0,82, 0,9, 0,94, dan 1,02. Hal ini menggambarkan sedikitnya responden yang merasa frustasi, putus asa, depresi dan merasa bahwa tinitus adalah penyakit yang berbahaya dan sulit di kontrol.


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan sebelumnya di dapatkan beberapa kesimpulan seperti berikut:

1. Pekerja pandai besi di kota Medan yang mengalami tinitus berjumlah 51 orang.

2. Pekerja dengan tidak ada gangguan terhadap kualitas hidup (grade 1) terdapat sebanyak 10 orang (19,6%), gangguan ringan (grade 2) sebanyak 20 orang (39,2%), gangguan sedang (grade 3) sebanyak 9 orang (17,6%), gangguan berat (grade 4) dan gangguan yang membahayakan (grade 5) sebanyak 6 orang (11,8%).

6.2.Saran

Beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak antara lain: 1. Hendaknya pekerja pandai besi dibekali dengan alat pelindung telinga

sebagai upaya preventif kejadian tinitus.

2. Hendaknya jam kerja pekerja terhadap pajanan bising dikurangi. 3. Perlunya waktu yang lebih lama dalam melakukan penelitian. 4. Penderita tinitus hendaknya memeriksakan diri ke dokter THT

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan lama bekerja sebagai pandai besi dengan kejadian tinitus.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Aksoy, S 2013. The Tinnitus Handicap Inventory: A Study of Validity and Reliability. Available from:

http://www.tinnitusjournal.com/imprimir.asp?id=80 [Accessed 21 May 2013]

Andersson, G., Baguley, D. M. 2003. Factor Analysis of The Tinntius Handicap Inventory. American Journal of Audiology 12: 31−34.

Axelsson, A., Barrenäs, M.L., 1992. Tinnitus in noise-induced hearing loss. In: Dancer, A.L., Henderson, D., Salvi R.J., Hamernik R.P., ed. Noise-induced Hearing Loss. St. Louis: Mosby Year Book, pp. 269−276.

Axelsson, A., Prasher, D., 2000. Tinnitus induced by occupational and leisure noise. Noise & Health 2 (8): 47-54.

Bashiruddin, J., Sosialisman., 2011. Tinitus. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.W., ed. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp. 111-113.

Chan, Y., 2009. Tinnitus: Etiology, Classification, Characteristics, and Treatment. Available from:

http://www.discoverymedicine.com/YvonneChan/2009/10/10/tinnitus-etiology-classification-characteristics-and-treatment/ [Accessed 2 June 2013]

Engdahl, B., Krog, N. H., Kvestad, E., Hoffman, H. J., Tambs, K. 2011. Occupation and The Risk of Bothersome Tinnitus: Results from a Prospective Cohort Study (HUNT). BMJ Open 2: e000512.

Erlandsson, S.I., Hallberg, L.R., 2000. Prediction of Quality of Life in Patients with Tinnitus. Bri J Audiology 34: 11-20.


(55)

Folmer, R. L., Martin, W. H., Shi, Y. 2004. Tinnitus: Questions to reveal the cause, answers to provide relief. J Fam Pract 53: 532−540.

Folmer, R.L., Griest, S.E., Martin, W.H., 2001. Chronic Tinnitus as Phantom Auditory Pain. Otolaryngol Head Neck Surg 124: 394–400.

Gananca, M.M., Caovilla, H.H., Gazzola, J.M., Gananca, C.F., Gananca, F.F., 2011. Betahistine in The Treatment of Tinnitus in Patients with Vestibular Disorder. Brazillian Journal of Otorhinolaryngology 77 (4): 499-503.

Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke- 23. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C., & Hall, J.E., 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC.

Hallam, R.S., McKenna, L., Shurlock L., 2004. Tinnitus Impairs Cognitive Efficiency. Int J Audiol 43: 218-226.

Handscomb, L., 2006. Analysis of Response to Individual Items on the Tinnitus Handicap Inventory According to Severity of Tinnitus Handicap. American Journal of Audiology 15: 102−107.

Henry, J.A., Dennis, K.C., Schechter, M.A., 2005. General Review of Tinnitus: Prevalence, Mechanism, Effects, and Management. Journal of Speech, Language, and Hearing Research 48: 1204-1235.

Hiller, W., Goebel, G., 2007. When Tinnitus Loudness and Annoyance are Discrepant: Audiological Characteristics and Psychological Profile. Audiol Neurotol 12: 391-400.

Holgers, K.M., 2003. Mechanisms and Classification of Tinnitus: a Discussion Paper. Audiological Medicine 1: 238–241.


(56)

Holmes, S., Padgham, N. D., 2009. Review Paper: More Than Ringing in The Ears: a Review of Tinnitus and Its Psychosocial Impact. Journal of Clinical Nursing 18: 2927-2937.

Jabarprov, available from: http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1011 [Accessed 1 Desember 2013]

Junqueira, L.C., Carneiro, J., 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. Edisi ke-10. Jakarta: EGC.

Keate, B 2011. Tinnitus Handicap Inventory (Article). Available from: www.tinnitusformula.com/library/tinnitus-handicap-inventory/ [Accessed 21 May 2013]

Lasisi, A.O., Gureje, O., 2011. Prevalence of Insomnia and Impact on Quality of Life Among Community Elderly Subjects With Tinnitus. Annals of Otology, Rhinology & Laryngology 120 (4): 226−230.

Lockwood, A.H., Salvi, R.J., Burkard, R.F., 2002. Review Article: Tinnitus. N Engl J Med 347 (12): 904-910.

Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H., 2011. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S., ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Makar, S.K., Kumar, S., Narayanan, P.S., dan Chatterjee, I., 2000. Status of the Tinnitus Management Program in India-A Survey. The International Tinnitus Journal 17: 51−57.

Marciano, E., Carrabba, L., Giannini, P., Sementina, C., Verde, P., Bruno, C., Di Pietro, G., Ponsillo, N.G., 2003. Psychiatric Comorbidity in a Population of Outpatients Affected by Tinnitus. Int J Audiol 42: 4–9.

Martini, F.H., Nath, J.L., Bartholomew, E.F., 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed. US: Benjamin Cummings.


(57)

Mrena, R., Ylikoski, M., Makitie, A., Pirvola, U., Ylikoski, J., 2007. Occupational Noise-Induce Hearing Loss Reports and Tinnitus in Finland. Acta Oto-Laryngologica 127: 729-735.

Nagler, S.M., 2003. Tinnitus: A Patient’s Perspective. Otolaryngol Clin North Am 36 (2): 235–238.

Nondahl, et al., 2007. The Impact of Tinnitus on Quality of Life in Older Aldults. J Am Acad Audiol 18: 257–266.

Pemko Medan, available from:

http://www.pemkomedan.go.id/file/h_1197211827.pdf [Accessed 1 Desember 2013]

Pemko Medan, available from: www.pemkomedan.go.id/selayang_informasi.php [Accessed 17 July 2013]

Pray, J.J., Pray, W.S., 2005. Tinnitus: When The Ears Ring. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/506920. [Accessed 2 June 2013]

Rubak, T., Samuel, K., Nelsen B.K., Lund, S.P., Bonde, J.P., dan Kolstad, H.A., 2008. The Risk of Tinnitus Following Occupational Noise Exposure in Workers With Hearing Loss or Normal Hearing. International Journal of Audiology 47: 109−114.

Sadlier, M., Stephens, S.D.G., Kennedy, V., 2008. Tinnitus Rehabilitation: A Mindfulness Meditation Cognitive Behavioural Therapy Approach. The Journal of Laryngology & Otology 122: 31–37.

Savastano, M., 2004. Characteristics of Tinnitus: Investigation of Over 1400 Patients. J Otolaryngol 33: 248−253.

Sherwood, L., 2010. Human Physiology from Cells to System. 7th edition. Canada: Brooks/Cole.


(58)

Sindhusake, D., Mitchell, P., Newall, P., et al., 2003. Prevalence and Characteristics of Tinnitus in Older Adults: The Blue Mountains Hearing Study. Int J Audiol 42:289–294.

Snell, R. S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Steinmetz, L. G., Zeigelboim, B. S., Lacerda A. B., Morata, T. C., Marques, J. M. 2009. The Characeristic of Tinnitus in Workers Exposed to Noise. Braz J Otorhinolaryngol 75: 7-14.

Tortora, G.J., and Bryan, D., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Xu, X., Bu, X., Zhou, L., Xing, G., Liu, C., Wang, D., 2011. An Epidemiologic Study of Tinnitus in a Population in Jiangsu Province, China. J Am Acad Audiol 22: 578−585.

Xu, X., Bu, X.K., Xing, G.Q., et al., 2006. An Epidemiologic Study on Tinnitus in Aged Population of Jiangsu Province. Chin J Geriatr 25: 548–550.

Zeng, X., Cen, J., Li, Z., Li, P., Wang, S., Zhang., G. 2010. Result Analysis og Tinntius Handicap Inventory In 60 Patients with Chronic Tinntius. Int. Adv. Otol. 6: 182-187.


(59)

Lampiran 1: Riwayat Hidup Peneliti

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI

DATA PRIBADI

1. Nama : Valensia Putra

2. Tempat/Tanggallahir : Jakarta, 31 Juli 1992

3. Agama : Buddha

4. Alamat : Perumahan Taman Modern Blok B1/36.

Cakung-Jakarta timur. 13960

5. No Telp/HP : 08988710768

6. Alamat email : len.valensia@rocketmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1996 – 1999 : TK Dharma Budhi Bakti 2. Tahun 1997 – 2003 : SD Harapan Bunda 3. Tahun 2004 – 2007 : SMP Harapan Bunda 4. Tahun 2007 – 2010 : SMAK 5 Penabur

RIWAYAT PELATIHAN

1. Seminar Dokter Keluarga & Workshop Sirkumsisi

2. Workshop Hewan Coba, Scientific Class & Seminar Update Kedokteran 2010 3. Seminar KTI & Update Kedokteran 2012

RIWAYAT ORGANISASI

1. Anggota KMB USU

2. Anggota Divisi Humas SCORE PEMA FK USU 2010-2011 3. Anggota Departemen Kerohanian PEMA FK USU 2011-2012


(60)

Lampiran 2: Lembar Penjelasan Penelitian

LEMBAR PENJELASAN

Bapak/Ibu Yth,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita tinitus pada pekerja pandai besi yang terpajan bising di kota Medan. Setelah itu, hasil skor yang didapat dari responden akan dianalisis. Bila telah didapatkan hasil, maka dapat diupayakan usaha yang lebih optimal sehubungan dengan hasil yang telah didapat.

Untuk memperoleh keterangan di atas, suatu alat penelitian yang disebut kuesioner dan metode angket akan digunakan. Kuesioner yang diberikan terdiri dari 25 pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Identitas responden akan dirahasiakan dan data penelitian hanya digunakan untuk keperluan penelitian serta tidak akan dipublikasi dalam bentuk apapun.

Partisipasi responden dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari siapapun. Seandainya Saudara/i menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan terdapat sanksi apapun. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu yang terpilih menjadi sukarelawan pada penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan ikut dalam penelitian yang telah dipersiapkan.

Jika masih terdapat hal-hal yang kurang jelas sehubungan dengan penelitian ini, Bapak/Ibu dapat menghubungi saya, Valensia (HP: 08988710768). Atas perhatian Saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya, Valensia


(61)

Lampiran 3: Surat Persetujuan Ikut dalam Penelitian

LEMBAR PERNYATAAN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama :

Umur : Jenis Kelamin : Alamat :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti secara terperinci dan jelas tentang penelitian “Kualitas Hidup Penderita Tinitus Pada Pekerja Pandai Besi Yang Terpajan Bising”, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia diikutkan dalam penelitian tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan,_______________2013 Yang membuat pernyataan

(_______________________) Nama dan Tanda Tangan


(62)

Lampiran 4: Kuesioner Penelitian

KUESIONER TINNITUS HANDICAP INVENTORY

F1 Apakah karena keluhan telinga berdenging, anda sulit berkonsentrasi?

Ya Tidak Kadang-kadang

F2 Apakah kuatnya suara telinga berdenging membuat anda kesulitan untuk mendengar orang lain?

Ya Tidak Kadang-kadang

E3 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda marah?

Ya Tidak Kadang-kadang

F4 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda bingung?

Ya Tidak Kadang-kadang

C5 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda putus asa?

Ya Tidak Kadang-kadang

E6 Apakah anda sangat mengeluhkan telinga berdenging ini?

Ya Tidak Kadang-kadang

F7 Karena kesulitan telinga berdenging, apakah anda kesulitan tidur pada malam hari?

Ya Tidak Kadang-kadang

C8 Apakah anda merasa tidak dapat menghilangkan tinitus anda?

Ya Tidak Kadang-kadang

F9 Apakah karena keluhan telinga berdenging, anda menjadi terganggu dengan aktivitas sosial anda? (seperti makan malam, menonton ke bioskop)

Ya Tidak Kadang-kadang

E10 Karena telinga berdenging, anda merasa frustasi?

Ya Tidak Kadang-kadang

C11 Karena telinga berdenging anda merasa menderita penyakit yang berbahaya?

Ya Tidak Kadang-kadang

F12 Apakah karena telinga berdenging anda kesulitan menikmati kehidupan anda?

Ya Tidak Kadang-kadang


(63)

pekerjaan anda?

F14 Karena telinga berdenging, anda merasa anda sangat terganggu?

Ya Tidak Kadang-kadang

F15 Karena telinga berdenging, anda merasa kesulitan membaca?

Ya Tidak Kadang-kadang

E16 Apakah keluhan telinga berdenging membuat anda kesal?

Ya Tidak Kadang-kadang

E17 Apakah telinga berdenging membuat anda kesulitan menjaga hubungan dengan anggota keluarga dan teman ada?

Ya Tidak Kadang-kadang

F18 Apakah anda kesulitan untuk menghilangkan perhatian terhadap telinga berdenging dibandingkan hal yang lain?

Ya Tidak Kadang-kadang

C19 Apakah anda kesulitan mengontrol telinga berdenging anda?

Ya Tidak Kadang-kadang

F20 Karena telinga berdenging anda merasa lelah?

Ya Tidak Kadang-kadang

E21 Karena telinga berdenging anda merasa depresi?

Ya Tidak Kadang-kadang

E22 Karena telinga berdenging anda merasa cemas?

Ya Tidak Kadang-kadang

C23 Apakah karena telinga berdenging anda merasa tidak dapat mengatasi keluhan tersebut?

Ya Tidak Kadang-kadang

F24 Apakah keluhan telinga berednging

bertambah kuat saat anda dibawah tekanan?

Ya Tidak Kadang-kadang

E25 Karena telinga berdenging anda merasa tidak aman?


(64)

(65)

(66)

Lampiran 7: Hasil output

Statistics

usiakel

N Valid 51

Missing 0

usiakel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 16-25 tahun 21 41.2 41.2 41.2

26-35 tahun 15 29.4 29.4 70.6

36-45 tahun 7 13.7 13.7 84.3

46-55 tahun 5 9.8 9.8 94.1

56-65 tahun 3 5.9 5.9 100.0

Total 51 100.0 100.0

Statistics

Grade

N Valid 51


(67)

Grade

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak ada 10 19.6 19.6 19.6

Ringan 20 39.2 39.2 58.8

Sedang 9 17.6 17.6 76.5

Berat 6 11.8 11.8 88.2

Membahayakan 6 11.8 11.8 100.0

Total 51 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

usiakel * Grade 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%

Statistics

Grade

N Valid 51


(68)

usiakel * Grade Crosstabulation

Grade

Total

Tidak ada Ringan Sedang Berat Membahayakan

usiakel 16-25 tahun Count 2 9 6 2 2 21

% of Total 3.9% 17.6% 11.8% 3.9% 3.9% 41.2%

26-35 tahun Count 5 4 1 3 2 15

% of Total 9.8% 7.8% 2.0% 5.9% 3.9% 29.4%

36-45 tahun Count 1 2 2 0 2 7

% of Total 2.0% 3.9% 3.9% .0% 3.9% 13.7%

46-55 tahun Count 1 3 0 1 0 5

% of Total 2.0% 5.9% .0% 2.0% .0% 9.8%

56-65 tahun Count 1 2 0 0 0 3

% of Total 2.0% 3.9% .0% .0% .0% 5.9%

Total Count 10 20 9 6 6 51

% of Total 19.6% 39.2% 17.6% 11.8% 11.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14.415a 16 .568

Likelihood Ratio 17.173 16 .375

Linear-by-Linear Association .980 1 .322

N of Valid Cases 51

a. 23 cells (92,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,35.


(69)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lokasi * Grade 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 8.143a 4 .086

Likelihood Ratio 10.914 4 .028

Linear-by-Linear Association .542 1 .461

N of Valid Cases 51

a. 7 cells (70,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,29.

Lokasi * Grade Crosstabulation

Grade

Total

Tidak ada Ringan Sedang Berat Membahayakan

Lokasi Medan Kota Count 10 15 6 3 6 40

% of Total 19.6% 29.4% 11.8% 5.9% 11.8% 78.4%

Medan Selayang Count 0 5 3 3 0 11

% of Total .0% 9.8% 5.9% 5.9% .0% 21.6%

Total Count 10 20 9 6 6 51


(70)

F1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 13 25.5 25.5 25.5

KADANG-KADANG 11 21.6 21.6 47.1

YA 27 52.9 52.9 100.0

Total 51 100.0 100.0

F2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 9 17.6 17.6 17.6

KADANG-KADANG 13 25.5 25.5 43.1

YA 29 56.9 56.9 100.0

Total 51 100.0 100.0

F4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 24 47.1 47.1 47.1

KADANG-KADANG 7 13.7 13.7 60.8

YA 20 39.2 39.2 100.0


(71)

F7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 31 60.8 60.8 60.8

KADANG-KADANG 9 17.6 17.6 78.4

YA 11 21.6 21.6 100.0

Total 51 100.0 100.0

F12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 28 54.9 54.9 54.9

KADANG-KADANG 12 23.5 23.5 78.4

YA 11 21.6 21.6 100.0

Total 51 100.0 100.0

F13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 28 54.9 54.9 54.9

KADANG-KADANG 8 15.7 15.7 70.6

YA 15 29.4 29.4 100.0


(72)

F14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 23 45.1 45.1 45.1

KADANG-KADANG 12 23.5 23.5 68.6

YA 16 31.4 31.4 100.0

Total 51 100.0 100.0

F15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 33 64.7 64.7 64.7

KADANG-KADANG 2 3.9 3.9 68.6

YA 16 31.4 31.4 100.0

Total 51 100.0 100.0

F9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 29 56.9 56.9 56.9

KADANG-KADANG 9 17.6 17.6 74.5

YA 13 25.5 25.5 100.0


(73)

F18

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 18 35.3 35.3 35.3

kadang-kadang 11 21.6 21.6 56.9

ya 22 43.1 43.1 100.0

Total 51 100.0 100.0

F20

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 34 66.7 66.7 66.7

kadang-kadang 3 5.9 5.9 72.5

ya 14 27.5 27.5 100.0

Total 51 100.0 100.0

F24

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 28 54.9 54.9 54.9

kadang-kadang 6 11.8 11.8 66.7

ya 17 33.3 33.3 100.0


(74)

E3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 19 37.3 37.3 37.3

KADANG-KADANG 10 19.6 19.6 56.9

YA 22 43.1 43.1 100.0

Total 51 100.0 100.0

E6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 23 45.1 45.1 45.1

KADANG-KADANG 8 15.7 15.7 60.8

YA 20 39.2 39.2 100.0

Total 51 100.0 100.0

E10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 43 84.3 84.3 84.3

KADANG-KADANG 2 3.9 3.9 88.2

YA 6 11.8 11.8 100.0


(75)

E21

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 39 76.5 76.5 76.5

kadang-kadang 1 2.0 2.0 78.4

ya 11 21.6 21.6 100.0

Total 51 100.0 100.0

E17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 31 60.8 60.8 60.8

kadang-kadang 4 7.8 7.8 68.6

ya 16 31.4 31.4 100.0

Total 51 100.0 100.0

E16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 19 37.3 37.3 37.3

kadang-kadang 7 13.7 13.7 51.0

ya 25 49.0 49.0 100.0


(76)

E22

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 29 56.9 56.9 56.9

kadang-kadang 5 9.8 9.8 66.7

ya 17 33.3 33.3 100.0

Total 51 100.0 100.0

E25

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 22 43.1 43.1 43.1

kadang-kadang 8 15.7 15.7 58.8

ya 21 41.2 41.2 100.0

Total 51 100.0 100.0

C5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 40 78.4 78.4 78.4

KADANG-KADANG 1 2.0 2.0 80.4

YA 10 19.6 19.6 100.0


(1)

E3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 19 37.3 37.3 37.3

KADANG-KADANG 10 19.6 19.6 56.9

YA 22 43.1 43.1 100.0

Total 51 100.0 100.0

E6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 23 45.1 45.1 45.1

KADANG-KADANG 8 15.7 15.7 60.8

YA 20 39.2 39.2 100.0

Total 51 100.0 100.0

E10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 43 84.3 84.3 84.3

KADANG-KADANG 2 3.9 3.9 88.2

YA 6 11.8 11.8 100.0


(2)

E21

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 39 76.5 76.5 76.5

kadang-kadang 1 2.0 2.0 78.4

ya 11 21.6 21.6 100.0

Total 51 100.0 100.0

E17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 31 60.8 60.8 60.8

kadang-kadang 4 7.8 7.8 68.6

ya 16 31.4 31.4 100.0

Total 51 100.0 100.0

E16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 19 37.3 37.3 37.3

kadang-kadang 7 13.7 13.7 51.0

ya 25 49.0 49.0 100.0


(3)

E22

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 29 56.9 56.9 56.9

kadang-kadang 5 9.8 9.8 66.7

ya 17 33.3 33.3 100.0

Total 51 100.0 100.0

E25

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 22 43.1 43.1 43.1

kadang-kadang 8 15.7 15.7 58.8

ya 21 41.2 41.2 100.0

Total 51 100.0 100.0

C5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 40 78.4 78.4 78.4

KADANG-KADANG 1 2.0 2.0 80.4

YA 10 19.6 19.6 100.0


(4)

C8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 33 64.7 64.7 64.7

KADANG-KADANG 5 9.8 9.8 74.5

YA 13 25.5 25.5 100.0

Total 51 100.0 100.0

C11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 37 72.5 72.5 72.5

KADANG-KADANG 4 7.8 7.8 80.4

YA 10 19.6 19.6 100.0

Total 51 100.0 100.0

C19

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 23 45.1 45.1 45.1

kadang-kadang 8 15.7 15.7 60.8

ya 20 39.2 39.2 100.0


(5)

C23

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 36 70.6 70.6 70.6

kadang-kadang 4 7.8 7.8 78.4

ya 11 21.6 21.6 100.0


(6)