LAPORAN PRAKTIKUM PHARMACEUTICAL ANALYSI docx

LAPORAN PRAKTIKUM
PHARMACEUTICAL ANALYSIS
IDENTIFIKASI SENYAWA NITRAT DAN NITRIT DALAM
MAKANAN SOSIS

Disusun oleh :
Nama

: Yoanes Deni

Kelompok

118114016

Gigih Prayoga

118114020

Elisabeth Indah

118114022


Vivo Puspitasari

118114030

Gemah Restuti

118114031

: A2

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.


Latar Belakang

Seiring berkembangnya jaman, banyak berbagai macam makanan yang
terdapat di dunia. Banyak produk yang ditawarkan oleh konsumen terkait dengan
pemenuhan gizi, makanan cepat saji, dll. Salah satu makanan yang berkembang pesat
saat ini adalah sosis. Sosis merupakan salah satu produk olahan daging dan yang
sangat populer serta digemari oleh berbagai kalangan, hal ini disebabkan karena sosis
memiliki rasa yang enak, harga yang relatif murah dan dapat diproduksi dalam
berbagai bentuk yang menarik serta daya simpan yang baik. Karena memiiki daya
simpan yang baik, sosis sering dipertanyakan apakah menggunakan bahan kimia
sebagai pengawet dalam proses pembuatannya. Faktor yang mendorong untuk
digunakannya bahan tambahan pangan, antara lain supaya meningkatkan kualitas
daya simpan, mempermudah dalam preparasinya, mempertahankan nilai gizi.
Pengawet yang paling umum digunakan pada produk-produk daging olahan yaitu
senyawa nitrat dan senyawa nitrit ( Cahyadi, 2008).
Nitrat nitrit telah lama digunakan dalam produk-produk daging dan
dimanfaatkan sebagai komponen senyawa curing, pengawet, antimikroba dan sebagai
bahan pembentuk faktor-faktor sendiri, misalnya warna, rasa dan aroma. Kombinasi
dari penggunaan senyawa nitrat dan senyawa nitrit sebagai pengawet dalam makanan

dapat meningkatkan daya tahan makanan karena peningkatan efek antimikrobanya,
nitrat nitrit dalam bentuk garam banyak digunakan untuk memperoleh warna merah
yang seragam pada produk daging yang diawetkan. Menurut Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM), penggunaan nitrat nitrit di Indonesia diatur dalam Permenkes
RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan yang
mengizinkan penggunaan nitrat nitrit dalam produk olahan dengan batas maksimum
nitrat 500 mg/kg per kg bahan, nitrit batas maksimum 125 mg/ kg per bahan.
Dalam proses pengawetan, nitrit akan membentuk nitrit oksida yang akan
bereaksi dengan pigmen mioglobin membentuk nitromioglobin yang berwarna merah
muda. Secara umum, nitrit lebih beracun daripada nitrat. Nitrit dapat bereaksi dengan

amina dan amida membentuk senyawa N-nitroso yang kebanyakan bersifat
karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Tidak seperti nitrit, nitrat tidak bereaksi
dengan cara yang sama, namun nitrat yang terkandung dalam pangan dapat direduksi
menjadi nitrit dengan bantuan bakteri Penitrifikasi. Melihat pemaparan di atas, maka
diperlukan pengawasan dan analisis kuantitatif terhadap pengawet nitrat nitrit secara
rutin. Apabila pemakaian bahan psangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi,
kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat
langsung,misalnya keracunan, maupun yang bersifat tidak angsung atau kumulatif,
misanya karsinogenik. Di Indonesia, regulasi hukum yang mengatur mengenai

penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988.
Dalam beberapa literatur, penetapan kadar nitrat nitrit dapat dilakukan antara
lain dengan metode Griess dan metode Xylenol (Cahyadi,2008). Metode yang
digunakan dalam praktikum ini adalah Metode Griess. Metode ini dipilih karena
kadar nitrit dan nitrat yang digunakan dalam jumlah yang kecil (dalam satuan ppm).
Metode yang digunakan untuk anlaisis kadar nitrit harus mempunyai sensitifitas yang
tinggi untuk dapat menetapkan kadar secara akurat. Maka metode kolorimetri yang
banyak digunakan menggunakan alat spektrofotometer visible karena intensitas
warna hasil reaksi dapat ditangkap pada daerah tampak yaitu pada panjang
gelombang antara 400nm – 800nm. Pemilihan metode ini dipertimbangkan juga daari
ketersediaan bahan-bahan di laboratorium. Parameter validasi yang akan dilakukan
dalam praktikum ini adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantifikasi.
B.

Perumusan Masalah

1. Berapa kadar senyawa nitrat maupun nitrit yang terkandung dalam Sosis merk. Y?
2. Apakah kandungan senyawa nitrat maupun nitrit yang terkandung dalam Sosis
merk. Y telah memenuhi persyaratan yang berlaku?

C.

Hipotesis

Hipotesis dari praktikum ini adalah terkandung nitrat serta nitrit dalam Sosis
merk Y dengan kadar nitrat dan nitrit sesuai dengan standar Permenkes RI Nomor
772/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan yaitu batas maksimum
nitrat 500 mg/kg per bahan dan batas maksimum nitrit 125 mg/kg per bahan.

D.

Tujuan

1. Mengetahui kadar nitrat serta nitrit yang terkandung dalam Sosis merk. Y.
2. Mengetahui apakah kadar nitrat serta nitrit dalam Sosis merk Y telah memenuhi
persyaratan yang berlaku.
E.
Manfaat teoritis

Manfaat


: Manfaat teoritis praktikum ini adalah memahami

langkah-langkah serta mampu menganalisis senyawa nitrat-nitrit dalam sediaan
makanan sosis merk Y serta mengetahui kadar yang terdapat dalam makanan tersebut.
Manfaat praktis

: manfaat praktis pada praktikum ini adalah sebagai

informasi untuk food safety tentang kadar nitrit-nitrat sebagai pengawet dalam produk
sosis yang beredar di masyarakat masih berada dlaam batas aman untuk dikonsumsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

SOSIS DAGING

1. Definisi Sosis
Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin Salsus yang berarti digarami atau

secara harafiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman (Kramlich,1971).
Sedangkan menurut SNI 01-3020-1995 (DSN,1995) sosis adalah produk makanan
yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari
75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan
bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung
sosis. Syarat mutu sosis dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 1. Syarat mutu sosis berdasarkan SNI 01-3020-1995
Nutrisi

Jumlah (%)

Air
Maks 67,0
Protein
Min 13,0
Abu
Maks 3,0
Lemak
Maks 25
Karbihidrat

Maks 8
Sumber : Dewan Standar Nasional (1995)
Bahan utama dalam pembuatan sosis adalah jaringan hewan. Selain daging lean
(tanpa lemak), daging berlemak juga ditambahkan untuk member rasa lezat. Jaringan
hewan yang berada dalam hal rasio kadar protein-air, rasio lemak daging dan jumlah
pigmen (Kramlich, 1971). Daging (termasuk lemak) merupakan bahan terbanyak
dalam sosis, yaitu sekitar 85-90% atau bahkan boleh lebih, daging yang digunakan
adalah bagian-bagian yang tingkat penerimaannya kurang (Wilson et al, 1981).
2. Proses Pembuatan
Pembuatan sosis pada dasarnya yaitu berawal dengna pemilihan daging,
kemudian dihaluskan secara hati-hati. Bahan Tambahan Makanan yang khusus
ditambahakan adalah natrium nitrit atau natrium nitrat supaya mempertahankan
warna daging, glukosa, sukrosa, merica, bawangputih, ketumbar. Setelah dicampur
rata maka dimasukkan ke dalam selubung sosis diasap diruang asap selama 12-16 jam

(Purnomo, 2009). Adonan sosis dimasukkan ke dalam selubung (casing) dengan
menggunakan alat khusus dengan tujuan membentuk dan mempertahankan kestabilan
(Karmlich, 1971) dan mengurangi terbentuknya kantong-kantong udara (Henrickson,
1978).
Pemanasan bertujuan untuk menyatukan komponen utama adonan sosis,

inaktivasi mikroorganisme dan meningkatkan atau menurunkan keempukan
tergantung tempertur serta jenis daging (Lawrie, 1991).
3. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum termasuk mikroorganisme/ bakteri gram positif berbentuk
panjang, besar, dan membentuk spora serta tidak dapat tumbuh apabila terdapat
oksigen. Mikroorganisme ini tetap dapat berkembang dalam makanan, dan dapat
tumbuh hanya beberapa millimeter saja di bawah permukaan makanan di mana
kondisi anaerobic terpenuhi, sekalipun makanan tersebut berhubungan langsung
dengan udara (Volk dan Wheeler, 1993).
4. Sifat Fisika Kimia dari Setiap Bahan
Tabel 2. Sifat Fisika kimia bahan yang digunakan
Senyawa

Sulfamid Acid

α-naftalamin

H2O

Fisiokimia

Bau

-

Amoniak

Tidak berbau

Bentuk

Solid

Crytal powder

Cair

Berat
molekul
Warna


97,10 g/mol

143,18 g/mol

18,02 g / mol

pH

1,18 (250C)

-

Titik didih
Titik leleh

Decomposes
(2050C/4010F))

Tidak berwarna
7,1

7

3010C

100 ° C
(212 ° F)

48-500C

Kelarutan

6,5 bagian di air
00C, 2 bagian di
air 800C.
Mudah larut dalam
larutan amoniak

Larut dalam 590
bagian air, sangat
larut dalam alcohol
eter

Efek
beracun
pada
Manusia
Senyawa

Fisiokimia
Bau
Bentuk
Berat
molekul
Warna
pH
Titik didih
Titik leleh
Kelarutan

Efek toksiknya
65mg/L

HgCl2

NaCl

Asam asetat

AgNO3

Tidak berbau

Berbau

Tidak berbau

Solid
(Kristal
padat)
271,5 g / mol

Solid (bubuk
Kristal putih)

Pedas seperti
cuka
cair

58.44 g / mol

60,05 g / mol

169,87 g /
mol

Putih

Putih

Putih

-

7

Tidak
berwarna
2

302 ° C
(575,6 ° F)
276 ° C
(528,8 ° F)
Mudah larut
dalam air
dingin, air
panas. Larut
dalam
metanol,
dietil eter.

1413 ° C
(2575,4 ° F)
801 ° C
(1473,8 ° F)
Mudah larut
dalam air
dingin, air
panas. Larut
dalam
gliserol, dan
amonia.
Sangat sedikit
larut dalam
alkohol. larut
dalam asam
klorida

118,1 ° C
(244,6 ° F)
16,6 ° C (61,9
° F)
Mudah larut
dalam air
dingin, air
panas. Larut
dalam dietil
eter, aseton.
Larut dengan
Gliserol,
alkohol,
benzena,
Karbon
Tetraklorida.
Praktis tidak
larut dalam

440 ° C
(824 ° F)
212 ° C
(413,6 ° F)
Mudah larut
dalam air
dingin, air
panas. Larut
dalam dietil
eter. Sangat
sedikit larut
dalam aseton.
Kelarutan
dalam air:
122 g/100ml
air

Solid (Kristal
padat)

6-7

Efek
beracun
pada
Manusia

5.

Sangat
bernahaya ,
dapat
menyebabka
n efek
karsinogenik
(kanker)

Dapat
menyebabkan
mutagenik

karbon
disulfida.
Dapat
menyebabkan
efek
mutagenik

Dapat
mengiritasi
kulit,
berbahaya
bila terhirup,
beresiko bila
terkena
membrane
mukosa
(Merck &Co,1989)

Nitrit (NO2) dan Nitrat
a. Pemerian Nitrit
Nitrit dalam bentuk garamnya (natrium nitrit) merupakan salah satu bahan
tambahan makanan yang diijinkan oleh pemerintah untuk menjadi bahan
pengawet makanan. Simbol dari natrium nitrit adalah NaNO 2. Natrium nitrit
adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Pemerian natrium nitrit yaitu:
Warna

: Putih sampai kekuningan

Bentuk

: Solid/ serbuk solid

Berat jenis

: 2,17 g/ml (250C)

Kelarutan

: Mudah larut dalam air panas, larut dalam air dingin, sebagian
larut dalam methanol tetapi sulit larut dalam diethyl eter

Sifat

: Alkalis (pH9)

Titik leleh

: 2710C

Titik didih

: 3200C

Berat molekul

: 69 g/mol

Bau

: tidak berbau

LD50

: 175 mg/kg (tikus)

Efek toksik yang dihasilkan terhadap manusia sangat berbahaya terutama
pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Pada kulit akan menimbulkan
iritasi/ skin contact. Efek kronis yang mungkin akan dialami manusia yang
disebabkan paparan nitrit adalah teratogenik dan mutagenik pada sel somatis pada
mamalia.
b. Pemerian Nitrat
Nitrat merupakan senyawa kimia yang terdiri dari satu atom nitrogen dan tiga
atom oksigen, biasanya disimbolkan dengan No3. Ini adalah bentuk paling umum
dari nitrogen yang ditemukan dalam air. Nitrat yang digunakan sebagai bahan
pengawet biasanya dalam bentuk garam dan disimbolkan dengan NaNO3.
Pemerian nitrat yaitu
Warna

: Putih

Bentuk

: granular dan serbuk

Massa jenis

: 2,26 g/ml

Kelarutan

: sangat mudah larut dalam air panas (180 g/100 ml – 1000C),
larut dalam air (92,1 g /100 ml – 250C), sebagian larut dalam
methanol (1g/300ml methanol dan 1g/125ml alcohol), sangat
sulit larut dalam aseton, dan sangat larut dalam larutan
ammonia.

Titik leleh

: 3080C

Titik didih

: 3800C

Berat molekul : 84,99 g/mol
Bau

: not avaible

LD50

: 12,67 mg/kg (tikus)

Efek toksik yang dapat ditimbulkan nitrat pada manusia adalah iritasi pada
kulit (kemerahan, gatal-gatal, dan nyeri), pada mata juga menimbulkan tanda yang
sama dengan kulit, pada saluran pernafasan iritasi pada membrane mukosa degan
gejala batuk dan sesak nafas), bahaya apabila tertelan dan masuk dalam system
pencernaan, dan kemungkinan menyebabkan keracunan pada Gastroenteritis, nyeri
pada bagian perut, mual, muntah, diare, pusing, gangguan mental, dan lain-lain.
c. Kegunaan

Nitrit dapat bersifat sebagai substansi pereduksi maupun oksidasi, dan ion
nitrit bersifat sangat reaktif terhadap zat organic dan labil terhadap panas. Nitrit
dapat dioksidasi menjadi nitrat, sebaliknya nitrit dapat mengoksidasi iodide
menjadi iodium (Furia, 1983). Dalam suasana asam ion nitrit ada dalam
kesetimbangan dengan molekul asam nitrit seusai dengan:

Gambar 1. Reaksi keseimbangan antara ion nitrit dengan molekul asam nitrit
Banyaknya asam nitrit tergantung pada pH larutan, makin rendah pHnya maka
makin besar asam nitritnya karena pKa nya 3,4 maka dalam daging biasanya
mempunyai pH ± 5,5 – 6,0 hanya sedikit dari nitrit yang ditambahkan ada dalam
bentuk asam nitrit (Furia, 1983).
Warna merah pada kebanyakan produk daging memang diinginkan bagi
sebagian banyak orang. Warna ini disebabkan akibat reaksi ion-ion nitrit
mengoksidasi zat warna mioglobin yang menghasilkan senyawa metmioglobin
yang bewarna coklat abu-abu. Dengan adanya zat peruksi did aging maka nitrit
direduksi

menjadi

nitrogen

monoksida

menghasilkan

senyawa

nitroso

metmioglobin yang bewarna coklat, nitroso metmioglobin selanjutnya direduksi
oleh zat-zat perudiksi dalam daging menjadi nitrosomioglobin (mudah terjadi
pada pH rendah), yang setelah perubahan oleh panas dan garam membentuk
nitroso hemochromogen yang mempunyai warna merah muda relative stabil.

Gambar 1. Reaksi pembentukan warna merah pada daging
Food Additives and Contaminant Committee menjelaskan tentang pemakaian
nitrat pada daging curing dan keju perlu dilakukan penurunan total maksimum
nitrit dan nitrat yang diizinkan. Hal ini didasarkan pada studi pada tahun 1978
menyatakan bahwa pemakaian nitrit dengan dosis tinggi menyebabkan kanker
pada sistem hewan percobaan (tikus). Karena pada kondisi tertentu akan terjadi
reaksi antar nitrit dan beberapa amin secara alami kepadatan dalam bahan pangan
sehingga membentuk senyawa nitrosamine yang dikenal sebagai senyawa
karsinogenik. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam
perut yang bersuasana asam:
R2NH + N2O3  R2N.NO + HNO2
(amin sekunder)
R3N + N2O3  R2N.NO + RNO2
Nitrosoamina (karsinogenik)
Gambar 2. Reaksi pembentukan nitrosamine
Salah satu kelebihan nitrosamine dibandingkan dengan karsinogenik lainnya
adalah kapasitasnya untuk menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ.
Beberapa senyawa N-nitroso lain (seperti nitrosodialkilamin, nitrosourea,
nitrosoguanidin, dll) dapat menyebabkan tumor hanya setelah satu dosis, bahkan
ada beberapa yang dapat menembus plasenta dan menimbulkan tumor pada janin.
6.

Metode Gries
Metode Griess merupakan salah satu metode colorimetry yang digunakan untuk

menetapkan kadar nitrit dengan reaksi diazotasi yang menghasilkan senyawa azo atau
senyawa yang berwarna, sering juga disebut metode pengkoplingan. Dalam medium
asam, nitrit bereaksi dengan amin aromatis menjadi bentuk garam diazonium. Garam
diazonium ini akan dikopling dengan cinicin aromatis lain yang mengandung gugus –
NH2 atau –OH, untuk membentuk zat warna azo sebagai basis darei metode
spektrofotometri

Reaksi nitrit, asam sulfanilat, dan 1-naftilamin dalam metode Griess :

Asam sulfanilat

Ion diazonium

asam nitrit

ion diazonium

1-naftilamin

senyawa azo (ungu)

Gambar 3. Reaksi pembentukan garam diazonium dan senyawa azo
(Marczenko, 2000)
Senyawa azo yang terbentuk memiliki λ

max

= 520 nm dengan absorpsivitas

spesifik 4,0.10-4 (Marczenko, 2000). Panjang gelombang 520 masuk dalam range
panjang gelombang 500-560 yang akan memberikan warna hijau dengan warna
komplementer ungu kebiruan (Sitorus, 2009). LOD metode Griess secara teoretis
untuk nitrit harus pada level koncentrasi 10-6 M - 10-7 M (Trojanowicz, 2008). Jadi,
warna ungu yang dihasilkan senyawa azo dari reaksi diazotasi nitrit dengan pereaksi
Griess dapat terukur dengan spektrofotometer-Vis dengan λ max = 520 nm.
Pengukuran nitrat dan nitrit dengan metode ini digolongkan menjadi dua
klasifikasi analisis yaitu:
1. Range besar (0-4.5 mg NO3- N/L)
2. Range kecil (0-0.4 mg NO3- N/L) (Zhang, 2007).
Metode Griess memiliki sensitivitas yang tinggi dan cukup spesifik hanya
dengan presisi yang baik. Namun metode ini memiliki kekurangan yaitu nitrat dengan
reaksi ini terlebih dahulu membutuhkan reduksi kimia atau enzimatik untuk
mengubah nitrat menjadi nitrit sebelum reaksi diazotasi.
7.

Kolom Cadmium

Granul cadmium diperlukan dalam metode analisis ini untuk mereduksi nitrat
menjadi nitrit. Granul cadmium yang digunakan harus dalam ukuran 0,5-2mm.
Kolom cadmium berupa kolom gelas dengan lapisan-lapisan tembaga yang
berdiameter 3-5mm dan panjang 10-20cm, dapat dipanaskan dan dibengkokkan
menjadi bentuk U. Lapisan tembaga yang digunakan untuk melapisi granul adalah
CuSO4 [Tembaga(II) Sulfat]. Kolom cadmium harus dibilas menggunakan asam,
misalnya HCl atau H2SO4 untung menghilangkan senyawa yang mungkin dapat
mengoksidasi dan selanjutnya dicuci dengan aquabidest. Kolom admium harus
diperiksa dan dicek dengan pH meter untuk melihat pembilasan telah berjalan
sempurna dan bersifat netral (Elsevier, 2001).
Mekanisme reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit oleh cadmium dengan
etilediamin-tetraacetic acid adalah :

(Margeson, 1980)
Mekanisme reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit oleh cadmium dengan sulfanilat
adalah :

(Zhang, 2007)
8.

Spektofotmeter UV-VIS
Prinsip

spektroskopi

didasarkan

adanya

interaksi

dari

energi

radiasi

elektromagnetik dengan zat kimia. Dalam analisis kimia peristiwa absorbs merupakan
dasar dari cara spektroskopi karena proses absorbs bersifat unik/spesifik untuk setiap
zat kimia. Disamping itu banyaknya absorbs berbanding lurus dengan banyaknya zat
kimia (Sudarmaji, dkk, 1989).
Spektrum tampak terentang dri sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah),
sedangkan spectrum ultraviolet (UV) terentang dari 100 sampai 400 nm. Baik radiasi
UV maupun radiasi cahaya tampak berenergi l lebih tinggi dari pada radiasi
inframerah. Absorbsi cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi
elektronik, yaittu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar berenergi

rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi (Fessenden dan
Fessenden, 1975).
Panjang geombang cahaya UV ataua cahaya tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
promosi electron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang
gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah
tampak mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang
menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek (Fessenden dan
Fessenden, 1975).
Interaksi radiasi elektromagnetik dengan bahan yaitu bila cahaya jatuh pada
senyawa maka sebagian dari cahaya di serap oleh molekul-molekul sesuai dengan
struktur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai tingkatan tenaga yang spesifik
(Sudarmaji, dkk, 1989).

9. Regulasi yang berlaku di Indonesia
Pengujian toksisitas jangka pendek terhadap suatu bahan biasanya dilakukan
dengan tiga macam percobaan pada hewan. Pertama, penentuan LD50 yaitu dosis
suatu bahan saat 50% hewan percobaan mati, dan hal ini memberikan indikasi
toksisitas relatif senyawa yang diuji. Kedua, penentuan dosis maksimum yang dapat
ditolerir, yaitu dosis harian maksimum saat hewan percobaan dapat bertahan hidup
untuk periode 21 hari, di mana tujuan pengujian ini adalah untuk menunjukkan bahan
organ yang diperiksa memperlihatkan adanya efek keracunan. Ketiga, pengujian
pemberian pakan selama 90 hari, di mana setelah 90 hari percobaan maka dapat
diketahui gejala tidak normal pada hewan percobaan sehubungan dengan pakan yang
diberikan. Hasil ketiga, pengujian tersebut dapat menunjukkan atau menetapkan dosis
“tidak ada efek” dan dari data percobaan pada hewan dapat di tentukan ADI
(Acceptable Daily Intake) (Cahyadi,2008).
Tujuan utama dari pengujian jangka panjang terhadap bahan tambahan makanan
adalah untuk menentukan potensi karsinogenik suatu bahan atau senyawa, tetapi
harus didukung pula dengan pengujian jangka pendek (Cahyadi,2008).

Tabel 3. Beberapa Bahan Pengawet yang Diizinkan Pemakaiannya dari Nilai ADI
Bahan Pengawet

Fungsi dalam Bahan

ADI

Pangan (mg/kg Berat
Natrium nitrit

Badan)
Antimikroba,
pelindung 0-0,2

warna
Sulfur dioksida
Antimikroba
Sumber : FAO/WHO, 1974

0-0,5

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988
tentang bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan yang diproduksi, diimpor,
atau diedarkan harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada Kodeks Pangan
Indonesia tentang bahan tambahan pangan atau persyaratan lain yang ditetapkan
menteri kesehatan.
Tabel 4. Daftar Bahan Pengawet Anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya dan
Dosis Maksimum yang Diperkenankan Oleh Dirjen POM (Lampiran Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988)
No
.
1.

2.

Nama BTP
Kalium nitrat

Kalium nitrit

Jenis Bahan

Batas Maksimum Penggunaan

Pangan
Daging olahan;

500 mg/kg, tunggal/ campuran

daging awetan

dengan Na-nitrat dihitung sebagai

Keju

Na-nitrat
50 mg/kg tunggal/ campuran

Daging olahan;

dengan Na-nitrat
125 mg/kg, tunggal/campuran

daging awetan
Korned kalengan

dengan Na-nitrit
50 mg/kg, tunggal/campuran
dengan Na-nitirit, dihitung sebagai

3.

Natrium nitrat

Daging olahan ;

Na-nitrit
500 mg/kg, tunggal/ campuran

daging awetan
Keju

dengan K-nitrat
50 mg/kg tunggal/ campuran

4.

Natrium nitrit

Daging olahan;

dengan K-nitrat
125 mg/kg, tunggal/campuran

daging awetan
Korned kalengan

dengan K-nitrit
50 mg/kg, tunggal/campuran
dengan K-nitirit

10. Kerangka Konsep
Daging olahan seperti sosis menggunakan pengawet nitrit serta nitrat dalam
proses pengolahannya. Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui kadar nitrit nitrat disesuaikan dengan Permenkes Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988.
Sosis

Pengawet
Nitrit

Pengawet
Nitrat

Kadar
Nitrit

Kadar
Nitrat

Memenuhi/ Tidak Memenuhi syarat Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/X/1988
Gambar 4. Kerangka Konsep Praktikum

11. Validasi Metode
Parameter validasi terdiri dari kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi),
selektivitas (spesifisitas), linearitas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi,
ketangguhan metode (ruggedness) dan ketahanan (robustness), Rohman (2007).
Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh
dengan prosedur tersebut dari harga yang sebenarnya. Akurasi merupakan ukuran
ketepatan prosedur analisis (Rohman, 2007).
Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian di antara masingmasing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah
cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi
standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi) (Rohman, 2007).

Kespeksifikan dari suatu metode analisis adalah kemampuannya untuk mengukur
kadar analit secara khusus dengan akurat, di samping komponen lain yang terdapat
dalam matriks sampel. Kespesifikan sering kali dinyatakan sebagai derajat bias dari
hasil analisis sampel yang mengandung pencemar, hasil degradasi, senyawa sejenis
yang ditambahkan atau komponen matriks, dibandingkan dengan hasil uji sampel
analit tanpa zat tambahan (Rohman, 2007).
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang
secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas
terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan
kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Rohman, 2007).
Limit deteksi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas, yaitu
konsentrasi analit terrendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dikuantitasi pada
kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit
(persen, bagian per milyar) dalam sampel. Limit kuntitasi adalah konsentrasi analit
terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat
diterima pada kondisi eksperimen yang ditentukan (Rohman, 2007).
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari
analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium,
analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain-lain.
Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi
atau lingkungan kerja pada hasil uji (Rohman, 2007).
Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan melakukan
variasi parameter-parameter metode seperti : presentase pelarut organik, pH, kekuatan
ionik, suhu, dan sebagainya (Rohman, 2007).
Ada dua macam kesalahan pada analisis kimia yaitu:
1. Kesalahan sistematik
Kesalahan ini disebut juga kesalahan prosedur, merupakan hasil analisis yang
menyimpang secara tetap dari harga sebenarnya karena proses pelaksanaan prosedur
analisis. Kesalahan sistematik ini dapat dicari sebabnya, misalnya kesalahan

instrumen karena penurunan tegangan listrik dan efek temperatur pada detektor sifat
kimia dari reagen yang tidak memadai, kontak reaksi yang tidak sempurna, dan
kesalahan individu dalam pengamatan dan pembacaan instrumentasi yang dihadapi.
Untuk memperkecil kesalahan ini, dapat dilakukan kalibrasi instrumen secara berkala,
pemilihan metode dan prosedur standard dari bahan resmi, pemakaian bahan kimia
dari derajat untuk analisis (pro analisis / p.a), dan peningkatan pengetahuan dari
peneliti yang bekerja di laboratorium analisis (Mulya dan Suharman, 1995).
2. Kesalahan tidak sistematik
Kesalahan ini disebut juga penyimpangan tidak tetap dari hasil penentuan
kadar dengan instrumentasi yang disebabkan fluktuasi dari instrument yang dipakai
(derau). Penyebab dari kesalahan ini tidak diketahui. Pemakaian instrumen dengan
kualitas baik akan menekan nilai kesalahan tidak sistematik (Mulya dan Suharman,
1995).

BAB III
METODE ANALISIS
Materi dan Metode
Metode Griess
a. Sampel
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah sosis beredar di pasaran
dengan yang diambil berdasarkan metode simple random sampling, yaitu metode
pengambilan sampel yang setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk diseleksi seabgai sampel. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara acak sederhana ke populasi sosis. Dari setiap penjual
dibutuhkan 1 sampel, maka total sampel adalah 2 buah sosis. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakah pada setiap sosis terkandung kadar nitrit dan nitrat dan
apakah dalam kadar yang berbeda-beda tiap kemasan.
Cara Pengambilan Sampel
Masing-masing sampel diambil sebanyak 5-10 g dan dilakukan pemeriksaan
kadar nitrit dengan metode Griess (pengukuran menggunakan spektrofotometri
untuk analisis kuantitatif), sedangkan untuk pemeriksaan analisis kualitatif
dilakukan dengan melihat perubahan warna yang terjadi serta spectra yang terjadi.
Adapun pemilhan metode tersebut karena mempertimbangkan metode lain dari
literatur dan metode yang kita pilih inilah yang memungkinkan untuk
dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Kimia Analisis Sanata Dharma.
Sampel sosis merk Y dibeli di pasar dan warung klontong. Setelah sampel
datang dilakukan identifikasi terlebih dahulu diawali dengan mengidentifikasi
semua yang tercantum dari di kemasan sosis merk Y tersebut seperti merk nya,
kode produksi, tanggal expired date, bahan-bahan lain yang terkandung pada
sosis, peringatan yang tercantum pada kemasan, barcode, cap Halal, kemasan
tertutup rapat atau tidak, berat bahan yang diuji, pabrik yang memproduksi, dan
lain-lain.

b. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang sosis pada tiap kemasan
plastik dan mencocokannya dengan berat bersih yang tercantum pada kemasan.
c. Analisis Organoleptis
Setelah semua itu dipertimbangkan dan layak digunakan maka dilakukan
tahap selanjutnya sosis dibuka dari kemasannya kemudian sosis dilepas dari plastik
pelindung, haluskan dengan mortir hingga homogen. Analisis warna, bau, dan
bentuk dari sampel analisis. Sampel analisis berupa sosis, sehingga harus memiliki
karektiristik-karakteristik dari sosis.
d. Persiapan Alat
Alat dicuci dengan menggunakan sabun, lalu dibilas dengan air keran,
kemudian dibilas dengan menggunakan air bebas nitrit dan reagen yang akan
diambil.
e. Alat-alat
Peralatan yang digunakan adalah : Neraca Analitik, Spektrofotometer UV-Vis
Mini 1240 Shimadzu,Mortir, stamper, Penangas air, alat destilasi, hot plate, kertas
saring dan alat-alat gelas (Pyrex), antara lain : labu ukur, Erlenmeyer, pengaduk,
Pipet tetets, pipet volum, gelas beker, gelas ukur, corong kaca.
f. Analisis kualitatif nitrit nitrat
Sampel ditimbang lebih kurang 5 gram, dihaluskan dalam mortir, ditambahkan
air pada suhu 80oC selama 2 jam, didinginkan lalu disaring dengan kertas saring.
Larutan hasil penyaringan kemudian ditambah dengan reagen pereaksi Griess
didiamkan selama Operating time. Dibaca serapan panjang gelombang 480-580.
Apabila serapan panjang gelombang maksimum berada di daerah serapan natrium
nitrit diperkirakan sampel mengandung natrium nitrit-nitrat.
g.

Pembuatan Pereaksi
1). Pereaksi Griess
Larutkan 0,05 g asam sulfanilat dalam 15 ml asam asetat 15% v/v.
Didihkan 0,01 g α-naptilamin dalam 2 ml air sampai larut dan tuangkan
dalam keadaan panas ke dalam 15 ml asam asetat encer. Campurkan
kedua larutan tersebut dan simpan dalam botol kaca berwarna coklat.

Menggunakan botol kaca berwarna coklat supaya mencegah terjadinya
degradasi senyawa karena cahaya.
2). Larutan Baku Nitrit
Larutan stok NaNO2 1 mg/ml
Timbang seksama lebih kurang 100 mg NaNO2 kemudian dilarutkan
dengan aquadest dalam labu ukur 100 ml sampai tanda.
Larutan kerja NaNO2 0,05 mg/ml
Pipet 5,0 ml larutan stok kemudian encerkan dengan aquadest dalam
labu ukur 100 ml sampai tanda.
3). Pembuatan Larutan Blanko
. Ukur serapan pada spektrofotometer dan larutan blanko diharapkan
tidak memberikan serapan atau sama dengan 0. Apabila larutan blanko
memberikan serapan, maka serapan yang terukur untuk sampel dan kurva
dikurangkan dengan serapan blanko. Dapat juga dilakukan dengan auto
zero pada instrumen.
4). Pembuatan HgCl2
Larutan HgCl2 jenuh dibuat dengan cara menyiapkan 500 ml larutan
NaHCO3 ditambahkan pada larutan HgSO4 atau larutan asam dengan
jumlah kecil sampai terbentuk buih, dan penambahan berhenti ketika
terbentuk endapan merah-coklat. Sarig endapan merah-coklat itu,
tambahkan beberapa ml larutan NaHCO3 ke filtrat untuk memastikan
bahwa HgSO4 telah beraksi seluruhnya. Saring dan ulangi sampai tidak
lagi terbentuk endapan merah-coklat. Cuci endapan dengan air suling
(aquades/aquabides), masukkan dalam gelas beker 500 ml dan buat
suspensi dengan 20 ml air suling. Buat larutan asam klorida kuat sebanyak
20 ml dalam 100 ml air suling. Tambahkan sedikit larutan asam kloria ke
dalam suspensi dengan pengadukan yang baik. Larutan akan berubah
menjadi coklat-merah ke kuning dan akhirnya terbentuk endapan putih
didalam campuran tadi. Hentikan penambahan HCl ketika endapan putih
terbentuk. pH larutan harus mendekati netral, karena kelebihan HCl akan
mencegah kristalisasi HgCl2 di tahap selanjutnya.

5). Pembuatan Larutan Amonium Klorida
Timbang seksama 175 gram NH4Cl

kemudian larutkan dengan

aquadest dalam labu ukur 500 ml sampai tanda batas (Larutan I). Ambil
Larutan I sebanyak 12,5 ml diencerkan sampai 500 ml dengan aquadest
(Larutan II).
6). Pengecekan Kertas Saring
Kertas saring yang digunakan sebagai penyaring ditetesi dengan
pereaksi

Griess.

Adanya

kandungan

nitrit

ditunjukkan

dengan

terbentuknya warna merah muda sampai ungu.
7). Pengecekan Air Bebas Nitrit
Air yang digunakan sebagai pelarut disaring dengan kertas saring.
Kertas saring yang telah jenuh dengan air ditetesi denganpereaksi Griess.
Adanya kandungan nitrit ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah
muda sampai ungu.
h. Prosedur Kerja
Optimasi Metode
1. Penetapan operating time
Natrium Nitrit konsentrasi 1 µg/ml dibuat sebanyak 6 buah larutan.
Pembuatan natrium nitrit konsentrasi 1µg/ml dilakukan dengan cara
mengambil 5,0 ml larutan kerja NaNO2 5µg/ml masukkan ke labu ukur
25 ml, kemudian tambahkan 2,5 ml Griess,diamkan selama waktu
yang ingin diteliti serapannya (10 menit; 30 menit; 60 menit).
Tambahkan air bebas nitrit sampai batas volume 25 ml sehingga
didapat konsentrasi kadar larutan natrium nitrit 1µg/ml. Intensitas
warna diukur pada panjang gelombang maksimum teoritis 520 nm.
Operating time ditandai dengan selang waktu dimana absorbansi stabil
(perbedaan serapan tidak terlalu jauh dari masing-masing selang
waktu).

2. Penetapan panjang gelombang
Penetapan panjang gelombang maksimum larutan natrium nitrit
padaseri konsentrasi 1 µg/ml. Pembuatan natrium nitrit konsentrasi 1
µg/ml dilakukan dengan cara mengambil 5,0 ml larutan kerja NaNO2
5µg/ml masukkanke labu ukur 25 ml, kemudian tambahkan 2,5 ml
reagen Griess diamkan selama OT yang diperoleh. Lalu tambahakan
aquadest bebas nitrit sampai batas 10 ml. Intensitas warna diukur pada
panjang gelombang antara 480 nm - 580 nm. Setelah itu tentukan
panjang

gelombang

larutan

tersebut

menghasilkan

absorbansi

maksimum. Panjang gelombang ini kemudian digunakan sebagai λ
. λmaks dihitung dengan tiga variasi kadar untuk menghindari

maks

kesalahan penetapan.
3. Penetapan kurva baku
Larutan seri kadar dibuat dengan cara pengambilan 1,0;2,0;3,0;4,0;5,0
dan 6,0 ml larutan kerja NaNO2 0,05 mg/ml ke dalam labu ukur 25 ml,
kemudian tambahkan 2,5 ml reagen Griess diamkan selama OT
diperoleh. Lalu tambahkan air bebas nitrit sampai batas volume 25 ml
sehingga didapat konsentrasi seri larutan dengan kadar larutan natrium
nitrit 2;4;6;8;10; dan 12 µg/ml. Intensitas warna diukur pada panjang
gelombang maksimum teoretis 520 nm, hasil penetapan dan buat
persamaan kurva bakunya dengan mengeplotkan ke dalam kurva
dimana absorbansi sebagai sumbu Y dengan konsentrasi sebagai
sumbu X.
4. Orientasi Sampel
Timbang 5 g sampel dalam gelas beker 100 ml, tambahkan ±40
ml aquadest bebas nitrit yang telah dipanaskan sampai 80˚C aduk
dengan pengaduk kaca, masukkan ke labu ukur 250 ml. Tambahkan air
panas ke dalam labu ukur hingga 200 ml, panaskan di atas penangas
air selama 2 jam sambil sesekali digoyang. Tambahkan 5,0 ml larutan
HgCl2 jenuh, goyangkan, pada suhu kamar, kemudian encerkan sampai
tanda batas, kocok, dan saring. Penyaringan dilakukan dengan

menyaring 2 kali dengan Erlenmeyer terpisah. Corong yang telah
diberi kertas saring dijenuhkan dengan air bebas nitrit terlebih dahulu.
Pada Erlenmeyer pertama saring sebagian larutan dalam labu ukur 250
ml. Pindahkan corong pada Erlenmeyer kedua, saring sisa larutan
dalam labu ukur 250 ml. Filtrat yang digunakan adalah filtrat dari
Erlenmeyer kedua, karena dikhawatirkan adanya pengenceran dari
penjenuhan kerts saring menggunakan air bebas nitrit.
Pipet 5,0 ml hasil penyaringan, masukkan ke dalam labu ukur 25
ml tambahkan 2,5 ml pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda batas
menggunakan air bebas nitrit. Diamkan sesuai OT yang didapat supaya
terbentuk warna. Ukur larutan dengan spektrofotometer dan tetapkan
serapannya pada panjang gelombang maksimal.
5. Orientasi Metode Penyiapan Sampel
Menambahkan 5,0 ml NaNO2 5 µg/ml ke dalam penyiapan
5gram sosis. Timbang 5 g sampel dalam gelas beker 100 ml,
tambahkan ±40 ml aquadest bebas nitrit yang telah dipanaskan sampai
80˚C aduk dengan pengaduk kaca, ,masukkan ke labu ukur 250 ml.
Tambahkan air panas ke dalam labu ukur hingga 200 ml, panaskan di
atas penangas air selama 2 jam sambil sesekali digoyang. Tambahkan
5,0 ml larutan HgCl2 jenuh, goyangkan, pada suhu kamar, kemudian
encerkan sampai tanda batas, kocok, dan saring. Penyaringan
dilakukan dengan menyaring 2 kali dengan Erlenmeyer terpisah.
Corong yang telah diberi kertas saring dijenuhkan dengan air bebas
nitrit terlebih dahulu. Pada Erlenmeyer pertama saring sebagian
larutan dalam labu ukur 250 ml. Pindahkan corong pada Erlenmeyer
kedua, saring sisa larutan dalam labu ukur 250 ml. Filtrat yang
digunakan adalah filtrat dari Erlenmeyer kedua, karena dikhawatirkan
adanya pengenceran dari penjenuhan kerts saring menggunakan air
bebas nitrit.
Pipet 5,0 ml hasil penyaringan, masukkan ke dalam labu ukur
25 ml tambahkan 2 ml pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda

batas menggunakan air bebas nitrit. Bandingkan dengan spektrum
absorbansi yang dihasilkan dari penambahan 5,0 ml NaNO2 5 µg/ml
yang diencerkan sampai 250 ml lalu diambil 5,0 ml filtrat ke dalam
labu ukur 50 ml. Tambahkan 2,5 ml reagen Griess. Diamkan selama
OT. Lalu tambahkan aquadest bebas nitrit sampai bataas volume 25
ml. Ukur larutan dengan spektrofotometer dan tetapkan serapannya
pada panjang gelombang maksimal.
6. Penetapan Kadar Nitrit dalam Sampel
Hancurkan sosis yang diambil secara acak dengan mortir atau
blender. Timbang seksama 5 gram sosis. Buat 5 sampel masing-masing
5 gram, dan dimasukkan masing-masing dalam gelas beker 100 ml.
Masing-masing sampel ditambahkan 0,0; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 ml NaNO2,
tambahkan ±40 ml aquadest bebas nitrit yang telah dipanaskan sampai
80˚C aduk dengan pengaduk kaca, ,masukkan ke labu ukur 250 ml.
Tambahkan air panas ke dalam labu ukur hingga 200 ml, panaskan di
atas penangas air selama 2 jam sambil sesekali digoyang. Tambahkan 5
ml larutan HgCl2 jenuh, goyangkan, pada suhu kamar, kemudian
encerkan sampai tanda batas, kocok, dan saring. Penyaringan
dilakukan dengan menyaring 2 kali dengan Erlenmeyer terpisah.
Corong yang telah diberi kertas saring dijenuhkan dengan air bebas
nitrit terlebih dahulu. Pada Erlenmeyer pertama saring sebagian larutan
dalam labu ukur 250 ml. Pindahkan corong pada Erlenmeyer kedua,
saring sisa larutan dalam labu ukur 250 ml. Filtrat yang digunakan
adalah filtrat dari Erlenmeyer kedua, karena dikhawatirkan adanya
pengenceran dari penjenuhan kerts saring menggunakan air bebas
nitrit.
Pipet 5,0 ml hasil penyaringan, masukkan ke dalam labu ukur 25
ml tambahkan 2,5 ml pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda batas
menggunakan air bebas nitrit. Diamkan sesuai OT yang didapat supaya
terbentuk warna. Ukur larutan dengan spektrofotometer dan tetapkan
serapannya pada panjang gelombang maksimal.

7. Penetapan Kadar Nitrat dalam Sampel
a. Proses Pembuatan dan Penggunaan Kolom Cadmium
Granul cadmium yang tersedia dicuci menggunakan 2N HCl dalam
tabung Erlenmeyer dan dibilas dengan aquabidest. Cek pH dengan pH
meter, pH yang diharapkan netral. Lapisi granul menggunakan
tembaga dengan menambahkan 5% w/w CuSO4, aduk dengan kuat
sampai warna birunya menghilang. Ulangi langkah tersebut hingga
larutan CuSO4 tidak lagi kehilangan warna ketika ditambahkan ke Cd.
Jaga granul cadmium tidak kontak dengan udara. Sambil terus diaduk
dengan pengaduk, bilas granul dengan aquabidest, dan ulangi hingga
air terbebas dari partikel kecil atau warna hitam sehingga granul
tampak bersinar. Kondisikan kolom dan granul cadmium terendam
aquabidest, masukkan granul dalam kolom gelas, dan isi bagian ujung
gelas dengan benang wool. Simpan kolom dengan ujung mulutnya
terendam aquabidest. Penggunaan kolom terlebih dulu diuji dengan
melewatkan Larutan II sebanyak 500 ml ditambah 10 μM nitrat untuk
mengaktifkan proses reduksi.
b. Penetepan Kadar Nitrat
Siapkan 5 sampel dan ambil masing-masing 50,0 ml sampel
tambahkan standar NaNO2 0,0; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 ml ditambah dengan 1
ml Larutan II. Lewatkan atau alirkan larutan ke dalam kolom
cadmium. Buang 15 ml larutan yang keluar pertama, dan tampung 25
ml larutan selanjutnya dengan Erlenmeyer. Larutan hasil penyaringan
dari kolom ini dipipet 5,0 ml, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml
tambahkan 2,5 ml pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda batas
menggunakan air bebas nitrit. Diamkan sesuai OT yang didapat supaya
terbentuk warna. Ukur larutan dengan spektrofotometer dan tetapkan
serapannya pada panjang gelombang maksimal.
8. Analisis Hasil

Analisis hasil yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengukur
kadar natrium nitrit dalam sosis dan validasi metode yang digunakan
dalam penelitian dengan menguji parameter akurasi , presisisi, rentang,
detection limit dan quantitation limit
 Akurasi
Akurasi ini dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (
recovery) analit yang ditambahkan. Persen perolehan kembali dapat
dihitung dengan cara :

CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
CaA = konsentrasi analit yang ditambahkan
Menurut Harmita metode memiliki akurasi yang baik bila nilai
recovery berada dalam rentang 90 -107 %
5,0 mL larutan filtrat sampel yang telah dipreparasi di pipet ke dalam 5 buah labu
takar 25mL

Ditambahkan larutan adisi ke dalam labu takar berturut-turut 0mL, 1,0mL; 2,0mL;
3,0mL; 4,0mL (larutan adisi adalah larutan standar NaNO2 0,05mg/mL)

Dihitung konsentrasi tiap adisi yang ditambahkan ke dalam tiap sampel (C’a)

Ditambahkan 2,5 ml pereaksi Griess, dibiarkan selama operating time

Diencerkan hingga batas

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum


Dicari konsentrasinya berdasarkan persamaan linear yang sudah didapat dari
pengukuran seri larutan baku (Cf)

Dihitung % recovery dengan rumus [(Cf-Ca)/C’a] × 100%
Dengan Ca adalah konsentrasi terukur sampel yang ditambah 0 mL adisi/tanpa
penambahan standar adisi.
 Presisi
Presisi dapat dinyatakan dengan koefisien variasi (KV). Koefisien
variasi dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Pengukuran Nitrit
Ambil 5,0 mL dari filtrat sampel ke dalam labu takar 25 mL

Ditambahkan 2,5 ml pereaksi Griess, Diencerkan hingga batas ukur dibiarkan selama
operating time

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum menggunakan
spektrofotometri visible (x)

Diukur absorbansi sampel yang telah direplikasi 3 kali dengan spektrofotometer
visibel pada panjang gelombang maksimum ( x́)

Hasil pengukuran dirata-rata lalu dihitung standar deviasinya (SD) dengan rumus
√(〖∑▒〖(x- x́ 〗)〗^2/((N-1)))
X = nilai dari masing-masing pengukuran;



= rata-rata (mean) pengukuran, dan

N=frekuensi penetapan


Ditentukan presisinya dengan menghitung persen standar deviasi relatif dengan
rumus RSD=

100 x SD


Pengukuran Nitrit Total
Ambil 50,0 mL dari filtrat sampel + 1ml larutan II

Lewatkan ke dalam kolom cadmium

Buang 15 ml larutan yang pertama, tampung 25 ml selanjutnya di erlenmeyer

Ambil 5,0 ml ditambah 2,5 ml pereaksi Griess, diamkan sesuai OT

Ukur absorbansi dengan spektrofotometer visible dengan panjang gelombag
maksimal (x)

Diukur absorbansi sampel yang telah direplikasi 3 kali dengan spektrofotometer
visibel pada panjang gelombang maksimum ( x́ )

Hasil pengukuran dirata-rata lalu dihitung standar deviasinya (SD) dengan rumus
√(〖∑▒〖(x- x́ 〗)〗^2/((N-1)))
x = nilai dari masing-masing pengukuran,;



= rata-rata (mean) pengukuran, dan

N=frekuensi penetapan

Ditentukan presisinya dengan menghitung persen standar deviasi relatif dengan
rumus RSD=

100 x SD


 Linearitas
Linieritas dilihat dari harga r (koefisien korelasi) hasil pengukuran
seri baku nitrit. Suatu metode dapat dikatakan memiliki linieritas yang
baik jika r > 0,99 atau r2 ≥ 0,997.

Ukur absorbansi keenam larutan seri konsentrasi baku dengan spektrofotometer
visible pada panjang gelombang maksimum

Dibuat kurva kalibrasi dengan menghitung hubungan antara konsentrasi dengan
absorbansi menggunakan regresi linear. Apabila nilai R yang didapatkan R>
0,99 atau R2 ≥ 0,997 menunjukkan kelinearan yang baik.
 Spesifisitas
Spesifisitas dapat dilihat dengan cara membandingkan larutan
baku dengan sampel. Metode ini memiliki spesifisitas yang baik jika
memiliki bentuk spektra yang mirip antara larutan baku dan sampel
 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi ( LOQ)
Batas Deteksi (LOD) dan Batas kuantitasi (LOQ) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut

Dimana SD merupakan simpang baku residual dan b merupakan
slope dari persamaan kurva baku
Diukur absorbansi keenam seri larutan baku yang telah dipreparasi pada
panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometri visibel

Dibuat kurva kalibrasi baku eksternal dan ditentukan persamaan kurva bakunya
dengan menggunakan regresi linier.
Dihitung LOD=

3 SD
S

dan LOQ=

10 SD
S

SD = standar deviasi larutan baku ; S = slope

DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi , W., 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan edisi
II.. Bumi Aksara. Jakarta. hal 7-36.
Ditjen Pengawasan Obat dan Pangan Departemen Kesehatan R.I. 1988. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang
Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Sosis Daging. Jakarta.
Elsevier, 2001, Global Seagrass Research Methods, Elvisier Science B.V,
Netherlands, pp. 397-399.
FAO Food And Nutrition Paper. 1980. Additives Contaminates Tehniques. Food and
Agriculture Organization of The United nations, Rome.
Furia, E. Thomas. 1983. Handbook of Food Additives. 2 nd edition, Vol. 1 & Vol. 2,
CRC Press, Boca Raton, Florida, USA.
Henrickson, R.L. 1978. Meat, poultry and Seafoood Products. The AVI Publishing
Company Inc. Westport, Connecticut.
Herlich K. 2007. Official Method of Analysis of AOAC. 18th Ed., Publ. By The AOAC
Inc. Arlington. Virginia. USA. 9.
http://www.erowid.org/archive/rhodium/chemistry/mercurychloride.html diakses tgl
18-9-2013 jam 21.00
Kramlich, W. E. 1971. Sausage product. In: J.F Price and B. S. Schweigert (Eds.).
The Science of Meat and Meat Product. 2 nd Edit W.H Freeman and Company,
San Fransisco.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: A. Praktisi. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Merck & Co. 1989. The Merck Index. Edisi 11. Merck & Co. Inc. USA. pp.
6318.8893.
Mulya, M dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Cetakan Pertama. Airlangga
University Press.Surabaya.pp 6-9.
Purnomo, H. 2009. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rohman, A.. 2007.Kimia Farmasi Analisis,.Pustaka Pelajar.Yogyakarta. hal. 464-471.

Sudarmaji, S. Haryono, B.Suhardi, 1989, Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta, pp.14-19.
Trojanowics, Marek, Advances in Flow Analysisis, Wiley, Germany, pp. 578-580
Volk A. W., Wheeler. F. M., 1990. Mikrobiologi Dasar, jilid II. Editor Soenartono.
Erlangga, Jakarta, pp 183-185.
Wilson, N.R.P. 1981. Meat and Meat Product: Factor Affecting Quality Control
Applied Science Publishers. London.
Zhang, Chunlong, 2007, Fundamentals of Environmental Sampling and Analysis,
Wiley, USA, pp. 362-363.