S PPB 1202672 Chapter1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Setiap orang pasti berharap dapat memiliki masa depan yang sukses. Akan
tetapi, untuk merealisasikannya tidak cukup hanya dengan berharap. Berbagai
usaha harus dilakukan untuk mencapai masa depan yang sesuai dengan harapan.
Salah satu usahanya yaitu dengan mempersiapkan diri sejak dini. Selain berfokus
pada usaha yang dilakukan saat ini, untuk mempersiapkan masa depan, individu
juga harus dapat memutuskan arah dan tujuan dalam hidupnya.
Usia remaja diidentifikasi sebagai masa yang penting untuk mengembangkan
orientasi masa depan. Menurut Trommsdorff, G. (1986, hlm. 121), remaja harus
menghadapi ketidakamanan yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri
sekarang dan masa depan mereka, juga terhadap lingkungan masa depan mereka.
Remaja dihadapkan pada berbagai macam tugas perkembangan diantaranya
pembentukan identitas peran gender, pembuatan pilihan karir, dan memperoleh
otonomi dari orang tua. Pencapaian tugas-tugas perkembangan ini tentunya akan
berpengaruh terhadap pencapaian tugas pada periode perkembangan selanjutnya
di masa depan, seperti pernikahan, pekerjaan, dan gaya hidup (Nurmi, J.E., 1991,
hlm. 9).
Pada masa remaja, individu mulai membayangkan akan menjadi apa mereka
di kemudian hari dan muncul keinginan-keinginan untuk mencapai sesuatu yang
pada masa sekarang belum bisa mereka capai. Hal ini sejalan dengan pendapat
Rarasati, N. dkk. (2012, hlm. 1264) yang menyebutkan bahwa orientasi masa
depan tentu saja memengaruhi cara remaja mempersiapkan kehidupan sekarang
untuk mencapai tujuan mereka.
Salah satu minat remaja dalam mengembangkan orientasi masa depan adalah
minat terhadap pendidikan yang juga dipengaruhi oleh minat mereka pada
pekerjaan. Jika mereka mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan
tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja
1
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam
bidang
pekerjaan
yang
dipilihnya
(Hurlock,
E.B.,
1980,
hlm.
220).
2
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Bagi remaja, aspirasi masa depan dapat dikonseptualisasikan sebagai
pendidikan dan jabatan impian yang mereka miliki untuk pekerjaan masa depan
mereka. Sebuah penelitian besar menunjukkan bahwa aspirasi remaja di masa
depan, di bidang karir, pendidikan dan keluarga, secara signifikan mempengaruhi
pengalaman hidup mereka nantinya (Sirin, S.R., dkk, 2004, hlm. 438). Semua
studi mengenai harapan, tujuan, dan ekspektasi menunjukkan bahwa remaja
paling tertarik dalam pekerjaan dan pendidikan masa depan mereka (Nurmi, J.E.,
1991, hlm. 16). Sehingga, dapat dinyatakan bahwa salah satu bidang yang
menjadi pusat perhatian atau titik berat pandangan remaja tentang masa depan
adalah bidang pekerjaan.
Berpikir dan merencanakan masa depan sangat penting bagi remaja karena
beberapa
alasan.
Pertama,
remaja
dihadapkan
dengan
sejumlah
tugas
perkembangan normatif (Dittmann-Kohli, 1986; Havighurst, 1948/1974), yang
ditetapkan oleh orang tua mereka, teman sebaya, dan guru, yang sebagian besar
berhubungan dengan perkembangan selama rentang kehidupan. Oleh karena itu,
Nurmi, J.E. menekankan bahwa berpikir tentang masa depan adalah penting.
Kedua, keputusan orientasi masa depan remaja, berkaitan dengan karir, gaya
hidup, masa depan keluarga, dan hal-hal penting yang memengaruhi kehidupan
dewasa mereka nanti. Ketiga, cara remaja melihat masa depan memainkan peran
penting dalam pembentukan identitas mereka, yang sering didefinisikan dalam hal
eksplorasi dan komitmen mengenai kepentingan orientasi masa depan (Bosma,
1985; Marcia, 1980) (dalam Nurmi, J.E., 1991, hlm. 1).
Dalam buku penataan pendidikan professional konselor dan layanan
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan (Depdiknas, 2008, hlm. 197),
menyebutkan bahwa tujuan pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli
dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta
kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan
kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan
lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; (4)
mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian
dengan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
bimbingan dan konseling di sekolah harus mampu membantu peserta didik
mengembangkan orientasi untuk masa depannya.
Perencanaan pekerjaan di masa depan berkaitan dengan pendidikan yang
dipilih pada masa sekarang, seperti dalam peminatan atau penjurusan di Sekolah
Menengah. Pada setiap tahun, banyak anak muda yang menamatkan studi dari
jenjang pendidikan tertentu. Banyak dari mereka mengharapkan dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, ada juga yang
memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan tetapi langsung
memasuki dunia pekerjaan, yang tentunya mereka juga mengharapkan agar dapat
diterima pada lapangan kerja yang sesuai (Prayitno & Amti, E., 2004, hlm. 276).
Hal tersebut memang tidak akan menjadi masalah bagi individu yang sudah
mempersiapkan diri menghadapi transisi setelah masa kelulusan. Akan tetapi,
tidak sedikit remaja yang merasa bingung, cemas, dan bahkan tidak punya
rencana sama sekali. Beberapa diantara mereka yang membuat rencana hanya
berdasarkan kemauan dan keinginannya, tidak menyesuaikan dengan kemampuan
dan bakat yang dimiliki. Bahkan ada diantaranya hanya ikut-ikutan teman.
Sehingga, ketika lulusan sudah masuk pada lembaga pendidikan atau jurusan
tertentu, mereka tidak dapat mencapai hasil belajar yang baik. Pada akhirnya,
mereka pun mengundurkan diri, pindah jurusan ataupun pindah sekolah. Sama
halnya ketika seseorang yang diterima pada lapangan pekerjaan tertentu, yang
setelah masuk mereka merasa tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut, sehingga
pemenuhan tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban tidak berjalan dengan baik dan
hasilnya pun tidak sesuai dengan harapan.
Bagi lulusan SMK yang memang pada masa pendidikan disekolahnya sudah
diarahkan atau disiapkan untuk menghadapi lapangan kerja, mungkin tidak akan
terlalu sulit dalam menentukan rencana setelah menamatkan sekolah. Hal ini
dilihat dari spesialisasi jurusan yang beragam pada pendidikan di SMK dan
banyaknya praktek yang dilakukan pada masa sekolah. Namun, bagi lulusan SMA
tentunya akan berbeda, karena spesialisasi jurusan di SMA hanya terdiri dari
jurusan IPA/MIA, IPS/IIS, dan Bahasa. Di SMK, siswa dibekali dengan ilmu-ilmu
yang bersifat aplikatif dalam bentuk-bentuk keterampilan tertentu. Sehingga,
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
lulusan SMK sudah langsung siap menghadapi dunia kerja, walaupun tidak
menutup kemungkinan bagi lulusan yang ingin melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, di SMA, siswa lebih diajarkan teori atau
dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan dilanjutkan pada program studi yang
lebih spesifik di perguruan tinggi.
Beberapa individu yang pindah jurusan ketika di perguruan tinggi
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya yaitu pertimbangan karir
dan prospek ekonomi di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi siswa SMA
yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, agar
mempersiapkan diri lebih baik, yaitu memilih peminatan dengan memperhatikan
kemampuan, minat dan bakat yang dimiliki sehingga setelah lulus SMA dan
memasuki perkuliahan nantinya secara bertahap akan membangun jaringan yang
sesuai kompetensi dan akan mempermudah dalam memasuki bidang pekerjaan
yang
diharapkan
di
masa
depan.
Dengan
demikian,
penting
adanya
pengembangan orientasi masa depan bidang pekerjaan bagi siswa.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orientasi tujuan masa depan
remaja dan dewasa awal dipengaruhi oleh konteks sosial budaya di tempat mereka
dibesarkan (Jambori, S., dan Sallay, H., 2003, hlm.131). Chen, P. dan Vazsonyi,
A.T., (2013, hlm. 67) meneliti tentang orientasi masa depan, konteks sekolah, dan
perilaku bermasalah pada sampel sebanyak 9163 siswa kelas 9 sampai kelas 12
dari 85 Sekolah National Longitudinal Study of Adolescent Health. Hasil
penelitian memberikan bukti bahwa orientasi masa depan remaja dikaitkan secara
independen dan negatif dengan masalah perilaku. Penelitian Iovu, M.B. (2014,
hlm. 433) tentang harapan positif dan kekhawatiran masa depan remaja pada
transisi mereka menuju dewasa, dengan partisipan sebanyak 3509 siswa,
menunjukkan bahwa remaja merasa masa depan mereka sebagian besar dalam hal
yang positif. Pengaruh terbesar bagi harapan positif yaitu kepercayaan diri dan
dukungan guru, sementara ekspektasi negatif diprediksi oleh rendahnya dukungan
guru, percaya diri, dan dukungan teman sebaya.
Selain itu, dalam sebuah penelitian, perbedaan usia pada orientasi masa depan
melalui sampel dari 935 individu dengan usia antara 10 dan 30 tahun
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
menggunakan delay discounting task yang merupakan pengukuran baru selfreport. Remaja awal secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah
untuk masa depan daripada individu berusia 16 dan lebih tua, serta dalam
karakteristik dirinya, mereka kurang peduli tentang masa depan dan lebih kecil
kemungkinannya untuk mengantisipasi konsekuensi dari keputusan mereka
(Steinberg, L. dkk., 2009, hlm. 28).
Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA
sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %)
menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat
dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022)
lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan siswa SMK.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan
mengakui tak semua lulusan SMA/sederajat bisa meneruskan ke jenjang
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Menurut Anies hanya 60 persen
yang bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka yang tak melanjutkan
kuliah, pilihan utamanya bekerja. Namun hal ini pun tak mudah. Data di
Kemendikbud menunjukkan, serapan kerja lulusan SMK sebesar 85 persen (dari
total 1.170.748 jumlah lulusan SMK pada 2014). Sementara lulusan SMA
angkanya jauh di bawah itu (dilansir dari Kaltim Post, 2015).
Khusus lulusan SMA yang terpaksa mencari kerja, mereka dihadapkan pada
persaingan yang tidak berimbang dengan lulusan SMK dari segi keterampilan dan
mentalitas
kerja.
Vivi
Alatas,
analisis
Ekonom
Senior
Bank
Dunia
mengungkapkan, “Sebanyak 20 persen tenaga kerja lulusan SMA banyak bekerja
di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semi-skilled”, statistik ini disebabkan
minimnya akses lulusan SMA ke bursa kerja dan mengambil lapangan kerja yang
diperuntukkan untuk lulusan SD dan SMP. Fenomena ini imbas dari kegagalan
lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana yang juga menganggur, dan
akhirnya mengambil jatah lulusan SMA (Meidianoor, Undas.co, 2015).
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Selain itu, faktor-faktor yang juga mempengaruhi masalah terkait bidang
pendidikan dan pekerjaan seperti contoh kasus diatas yaitu kesejahteraan
keluarga, rendahnya harapan peserta didik dan orang tua terhadap proses
pendidikan, dan kurangnya orientasi untuk masa depan. Selain itu, ada beberapa
penelitian sebelumnya yang mendukung data tersebut. Dalam sebuah penelitian
dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9% perempuan) berusia antara 9 dan
16 tahun yang melaporkan keterhubungan (connectedness) mereka dengan
keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka tentang orientasi masa depan.
Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih positif dari orientasi masa
depan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek dari variabel
konteks satu sama lain (Crespo, C. dkk, 2013, hlm. 993).
Dalam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru, individu
mempelajari harapan normatif mengenai perkembangan kehidupan, model peran
yang terkait, dan standar perilaku (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 30), sehingga hal-hal
tersebut akan mempengaruhi cara pandang individu tentang masa depan. Hal ini
karena, dari interaksi dengan orang-orang terdekat, individu mendapatkan
informasi-informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi dalam perencanaan
masa depannya.
Lembaga pendidikan membuat konteks penting lain dari banyaknya
kehidupan remaja, yang secara khusus ditujukan untuk memberikan sumber daya
pada remaja dalam mempersiapkan mereka untuk masa dewasa (Brown, B.B. &
Larson, R.W., 2002, hlm. 7). Di sekolah siswa-siswa dibimbing dan dibina serta
diberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya. Hal
ini juga didukung oleh pendapat Sirin, S.R., dkk. (2004, hlm. 437), yang
menyebutkan bahwa sekolah dan mentoring disediakan untuk remaja oleh orang
tua dan orang dewasa lainnya, yang bertujuan membantu mempersiapkan mereka
menuju peran dewasa yang sesuai dengan budaya.
Menurut Bowlby (dalam Crespo, dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa depan
mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan baik
dengan konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman
untuk mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. School
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
connectedness mengacu pada kepercayaan siswa bahwa orang dewasa di sekolah
peduli tentang pembelajaran mereka seperti halnya mereka sebagai individu
(Blum, R.W. & Libbey, H.P., 2004, hlm. 231).
Sejauh ini, telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang memprediksi orientasi masa depan dan menguji faktor-faktor tersebut dalam
membentuk pemikiran dan perencanaan remaja tentang masa depan mereka.
Dilihat dari penelitian sebelumnya, khususnya di Indonesia, secara spesifik
penelitian tentang keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi
masa depan belum dilakukan. Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk
meneliti seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 6
Bandung pada tanggal 23 maret 2016 melalui wawancara dengan guru BK,
diketahui bahwa untuk kurikulum yang digunakan saat ini mengharuskan
peminatan dimulai sejak siswa masuk ke SMA. Penetapan belajar siswa dilakukan
sesuai dengan kondisi dan daya dukung masing-masing satuan pendidikan. Guru
BK/Konselor mempertimbangkan beberapa alternatif dalam proses pemilihan dan
penetapan peminatan siswa, dintaranya yaitu berdasarkan prestasi belajar siswa
ketika di SMP/MTs, prestasi UN, prestasi non akademik di SMP/MTs, minat
belajar siswa, data deteksi/rekomendasi dari guru BK di SMP/MTs, serta
perhatian dan harapan orang tua. Namun, ketika penetapan peminatan tersebut
sudah diumumkan, ada beberapa siswa yang tidak setuju dengan hasil penetapan
tersebut. Hal itu terjadi setiap tahunnya, yaitu ketika penerimaan siswa baru.
Berbagai alasan melatarbelakangi ketidaksetujuan terhadap hasil keputusan
peminatan, seperti siswa yang memang merasa tidak berkeinginan masuk pada
jurusan tertentu atau menginginkan masuk pada jurusan tertentu, yang biasanya
disebabkan karena siswa memandang suatu jurusan lebih unggul dibandingkan
dengan jurusan lainnya. Selain itu, orangtua siswa yang menginginkan anaknya
memasuki jurusan tertentu karena obsesi mereka agar anaknya dapat masuk
jurusan yang menurut mereka lebih unggul ataupun pandangan mereka tentang
masa depan pekerjaan anaknya nanti.
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Hal tersebut menjadi sulit ketika keinginan siswa/orangtua siswa tidak
didasarkan atau tidak mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki siswa.
Ketika masalah tersebut muncul, maka guru BK memberikan pemahaman kepada
siswa dan orangtua yang tidak setuju dengan hasil peminatan yang telah
ditetapkan. Namun, jika siswa/orangtua siswa tetap bersikeras agar pindah
peminatan, maka guru BK mencari alternatif lain yaitu dengan melihat
persyaratan untuk memasuki suatu peminatan, apakah kemampuan siswa tersebut
cukup memadai walaupun tidak terlalu tinggi, selanjutnya siswa pun diberi
kesempatan untuk pindah peminatan. Dampaknya, beberapa siswa yang pindah
peminatan tapi tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, ketika di
semester 2 atau ketika memasuki kelas XI, beberapa diantaranya ada yang
mengeluh karena merasa tertinggal dari teman-temannya, sehingga prestasi siswa
tersebut pun cenderung rendah.
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, menunjukkan bahwa beberapa siswa
ketika memutuskan untuk memasuki suatu peminatan di SMA, diantaranya tidak
memperhatikan/mempertimbangkan kemampuannya dengan tuntutan dalam suatu
peminatan/jurusan yang berkaitan dengan pengembangan dirinya dalam
mempersiapkan masa depan terutama dalam bidang pekerjaan. Sehingga hal ini
menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan salah satu penelitian sebelumnya
yang mengatakan bahwa orientasi masa depan remaja SMA sudah tinggi, dan
memang seharusnya pada masa remaja, seseorang harus sudah mampu
mengembangkan orientasi masa depannya, namun kenyataannya beberapa remaja
masih belum memiliki orientasi masa depan yang jelas, termasuk dalam bidang
pekerjaannya. Ketidaksesuaian itulah yang dijadikan gap dan melatar belakangi
penelitian ini.
Dalam penelitian ini akan mengungkap bagaimana orientasi masa depan
siswa dalam bidang pekerjaan atau karir, karena ketika siswa memutuskan untuk
memasuki suatu peminatan/jurusan, tentunya penting untuk mempertimbangkan
prospek kedepannya dari pilihan peminatan ketika di SMA dan kesesuaian
peminatan tersebut terhadap pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi dan cita-cita
pekerjaannya di masa depan. Selain itu, sekolah juga berperan dalam
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
pengembangan orientasi masa depan siswa. Dukungan-dukungan dari berbagai
pihak sekolah akan membantu siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan untuk
bekal menjalani kehidupan dan mempersiapkan masa depan, termasuk juga
membantu siswa dalam mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan
karir masa depan. Berdasarkan wawancara dengan guru BK SMA Negeri 6
Bandung, diketahui bahwa beberapa siswa kelas XI masih merasa bingung dalam
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, terutama masa depan
bidang pekerjaan.
Menurut Hurlock, E.B. (1980, hlm. 221), anak SMA mulai memikirkan masa
depan mereka secara bersungguh-sungguh. Remaja akhir/remaja yang lebih tua
lebih memikirkan apa yang akan dilakukan dan apa yang mampu dilakukan.
Semakin mereka mendengar dan membicarakan berbagai jenis pekerjaan, semakin
ia kurang yakin mengenai apa yang akan dilakukan. Remaja juga memikirkan cara
untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan.
Penelitian tentang kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan perlu dilakukan
untuk mendapatkan data yang empiris tentang orientasi masa depan bidang
pekerjaan dan keterhubungan sekolah (school connectedness). Penelitian ini
diharapkan mampu dijadikan pertimbangan dalam pembuatan layanan bimbingan
dan konseling yang nantinya setelah diketahui kontribusinya, konselor mampu
menyusun layanan yang dapat meningkatkan keterhubungan sekolah (school
connectedness) siswa di sekolah, sehingga dapat mengembangkan orientasi masa
depan mereka.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Tujuan
dan
kepentingan
pribadi
memainkan
peran
penting
pada
perkembangan manusia karena keduanya mengarahkan perencanaan kehidupan,
pengambilan keputusan, dan tentu saja untuk kehidupan masa depan. Tujuan
remaja biasanya berhubungan dengan pekerjaan masa depan dan pendidikan
(Nurmi, J.E., 1992, hlm. 487).
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
Teori di lapangan setuju bahwa orientasi masa depan dibentuk oleh kekuatankekuatan dalam dunia sosial remaja dan harus dipahami pada kerangka relasional,
baik secara kontekstual dan interpersonal (Nurmi, 1991; Nuttin, 1984). Pada
tingkat kontekstual, hal itu adalah dalam konteks sosialisasi primer seperti
keluarga dan sekolah, saat pandangan diri, orang lain, dunia, dan masa depan
disampaikan dan diperoleh. Pada tingkat interpersonal, remaja sering membahas
rencana masa depan mereka dengan orang-orang penting dalam hidup mereka
seperti orang tua, saudara, teman dan guru (dalam Crespo, C., dkk, 2013).
Berkenaan dengan pengaruh sekolah, literaturnya masih jarang. Namun,
penelitian Israelashvili, M. (1997, hlm. 525) menemukan hubungan antara rasa
keanggotaan sekolah yang tinggi dan harapan masa depan remaja. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Goodenow, C. dan Grady, K.E. (2010, hlm. 60)
menunjukkan hubungan positif antara rasa memiliki sekolah dan hasil (outcome)
yang dekat dengan orientasi masa depan seperti harapan siswa, motivasi sekolah
dan usaha/ketekunan pada pekerjaan akademik yang sulit.
Penelitian Steinberg, L. dkk., (2009, hlm. 28) menyatakan bahwa remaja awal
secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah untuk masa depan
daripada individu berusia 16 dan yang lebih tua. Selain itu, penelitian Crespo, C.
dkk. (2013, hlm. 993) dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9%
perempuan) berusia antara 9 dan 16 tahun yang melaporkan keterhubungan
(connectedness) mereka dengan keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka
tentang orientasi masa depan. Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih
positif dari orientasi masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui efek dari variabel konteks satu sama lain.
Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA
sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %)
menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat
dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022)
lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan siswa SMK. Sedangkan pada kenyataannya, masih ada beberapa
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
siswa SMA yang memiliki orientasi masa depan yang masih kurang atau belum
jelas.
Menurut Bowlby (dalam Crespo, C. dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa
depan mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan
konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman untuk
mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. Persepsi siswa
tentang dukungan guru dan rasa memiliki sekolah (school belonging) memainkan
peran krusial dalam perasaan keterhubungan ke sekolah dan kesejahteraan sosioemosional (Stracuzzi, N.F. & Mills, M.L. 2010, hlm. 7). Dengan demikian, siswa
terhubung dengan lingkungan sekolah ketika terjalinnya hubungan yang positif
dan saling menghormati dan/atau menghargai antara siswa dengan orang-orang
yang ada di sekolah, seperti guru, staf sekolah dan siswa lainnya. Hal ini salah
satunya ditunjukkan dengan perasaan siswa yang mendapat dukungan kuat dari
gurunya dalam proses pembelajaran.
Siswa yang merasa terhubung pada sekolah, suka untuk pergi ke sekolah,
mereka menyukai guru mereka dan siswa lainnya, dan mereka berkomitmen untuk
belajar, menyelesaikan tugas mereka, dan melakukan yang terbaik. Menurut
Eccles (1993) sebagian besar saat di SD, siswa merasa terhubung pada sekolah
mereka, school connectedness pada umumnya mulai menurun di SMP. Di SMA,
sebanyak 40-60% dari semua remaja, baik itu remaja urban (perkotaan), sub
urban, dan rural (pedesaan), melaporkan terputus dari sekolah/tidak terhubung ke
sekolah (Klem & Connel, 2004), menunjukkan bahwa mereka tidak menyukai
guru mereka, kurangnya minat di sekolah, dan tidak menemukan pekerjaan
sekolah yang bermakna atau menarik (dalam Monahan, K.C. dkk., 2010, hlm. 3).
Survei BC Kesehatan Remaja (2008 dan 2013) menegaskan bahwa siswa
yang melaporkan school connectedness yang
tinggi lebih mungkin berharap
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (BC School Centered
Mental Health Coalition, 2014, www.healthyschoolbc.ca).
Beberapa penelitian telah menunjukkan betapa pentingnya orientasi masa
depan
bagi
remaja,
selain
membantu
merencanakan
juga
membantu
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Namun, beberapa remaja
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
masih kesulitan dalam menentukan arah dan tujuan dalam hidupnya, seperti dalam
menentukan pentingnya pendidikan bagi kehidupan mereka di masa yang akan
datang, dengan kata lain kurangnya orientasi masa depan dalam diri mereka.
Penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, telah menghubungkan
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap orientasi masa depan remaja, seperti
dukungan orangtua dan hubungan dengan teman sebaya, namun belum ada yang
secara spesifik meneliti tentang school connectedness dengan orientasi masa
depan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian kembali di Indonesia
pada usia remaja serta disesuaikan dengan budaya lokal, agar didapat data empiris
tentang seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan siswa khususnya di Indonesia.
Berdasarkan identifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan diatas,
maka rumusan masalah dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1.2.1 Bagaimana gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness)
siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?
1.2.2 Bagaimana gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa
kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?
1.2.3 Seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA
Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pernyataan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini
adalah menghasilkan gambaran empirik mengenai:
1.3.1 Gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di
SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.
1.3.2 Gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa
kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
1.3.3 Kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap
orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6
Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan serta referensi khususnya mengenai gambaran keterhubungan
sekolah (school connectedness) dengan orientasi masa depan serta membantu
perkembangan teori orientasi masa depan, khususnya dalam seting sekolah.
1.4.2 Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu:
a.
Menjadi pertimbangan konselor/guru BK untuk meningkatkan orientasi masa
depan siswa terutama dalam bidang pekerjaan melalui layanan bimbingan dan
konseling dengan pendekatan yang juga meningkatkan keterhubungan
sekolah (school connectedness) bagi seluruh siswa di sekolah.
b.
Bahan kajian dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan
dengan keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi masa
depan, diharapkan peneliti selanjutnya mengembangkan hasil penelitian ini
dengan menguji seberapa efektif intervensi dengan menggunakan pendekatan
keterhubungan sekolah (school connectedness) pada siswa terhadap orientasi
masa depan bidang pekerjaannya.
1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi mengenai kontribusi keterhubungan sekolah
(school connectedness) dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan, studi
deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016
terdiri dari lima bab. Bab 1 Pendahuluan, memaparkan latar belakang penelitian,
identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan struktur organisasi skripsi. Bab II Kajian pustaka memaparkan konsep-
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
konsep/teori-teori dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan,
dan kerangka pemikiran. Bab III Metode penelitian memaparkan desain
penelitian, partisipan penelitian,
populasi dan
sampel,
perumusan
dan
pengembangan instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan anlisis data. Bab IV
Temuan dan pembahasan memaparkan tentang temuan penelitian berdasarkan
hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan rumusan permasalahan
penelitian Bab V Simpulan, implikasi, dan rekomendasi terdiri dari simpulan,
implikasi, rekomendasi, utamanya bagi yang berkaitan dengan bimbingan dan
konseling serta peneliti selanjutnya.
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Setiap orang pasti berharap dapat memiliki masa depan yang sukses. Akan
tetapi, untuk merealisasikannya tidak cukup hanya dengan berharap. Berbagai
usaha harus dilakukan untuk mencapai masa depan yang sesuai dengan harapan.
Salah satu usahanya yaitu dengan mempersiapkan diri sejak dini. Selain berfokus
pada usaha yang dilakukan saat ini, untuk mempersiapkan masa depan, individu
juga harus dapat memutuskan arah dan tujuan dalam hidupnya.
Usia remaja diidentifikasi sebagai masa yang penting untuk mengembangkan
orientasi masa depan. Menurut Trommsdorff, G. (1986, hlm. 121), remaja harus
menghadapi ketidakamanan yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri
sekarang dan masa depan mereka, juga terhadap lingkungan masa depan mereka.
Remaja dihadapkan pada berbagai macam tugas perkembangan diantaranya
pembentukan identitas peran gender, pembuatan pilihan karir, dan memperoleh
otonomi dari orang tua. Pencapaian tugas-tugas perkembangan ini tentunya akan
berpengaruh terhadap pencapaian tugas pada periode perkembangan selanjutnya
di masa depan, seperti pernikahan, pekerjaan, dan gaya hidup (Nurmi, J.E., 1991,
hlm. 9).
Pada masa remaja, individu mulai membayangkan akan menjadi apa mereka
di kemudian hari dan muncul keinginan-keinginan untuk mencapai sesuatu yang
pada masa sekarang belum bisa mereka capai. Hal ini sejalan dengan pendapat
Rarasati, N. dkk. (2012, hlm. 1264) yang menyebutkan bahwa orientasi masa
depan tentu saja memengaruhi cara remaja mempersiapkan kehidupan sekarang
untuk mencapai tujuan mereka.
Salah satu minat remaja dalam mengembangkan orientasi masa depan adalah
minat terhadap pendidikan yang juga dipengaruhi oleh minat mereka pada
pekerjaan. Jika mereka mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan
tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja
1
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam
bidang
pekerjaan
yang
dipilihnya
(Hurlock,
E.B.,
1980,
hlm.
220).
2
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Bagi remaja, aspirasi masa depan dapat dikonseptualisasikan sebagai
pendidikan dan jabatan impian yang mereka miliki untuk pekerjaan masa depan
mereka. Sebuah penelitian besar menunjukkan bahwa aspirasi remaja di masa
depan, di bidang karir, pendidikan dan keluarga, secara signifikan mempengaruhi
pengalaman hidup mereka nantinya (Sirin, S.R., dkk, 2004, hlm. 438). Semua
studi mengenai harapan, tujuan, dan ekspektasi menunjukkan bahwa remaja
paling tertarik dalam pekerjaan dan pendidikan masa depan mereka (Nurmi, J.E.,
1991, hlm. 16). Sehingga, dapat dinyatakan bahwa salah satu bidang yang
menjadi pusat perhatian atau titik berat pandangan remaja tentang masa depan
adalah bidang pekerjaan.
Berpikir dan merencanakan masa depan sangat penting bagi remaja karena
beberapa
alasan.
Pertama,
remaja
dihadapkan
dengan
sejumlah
tugas
perkembangan normatif (Dittmann-Kohli, 1986; Havighurst, 1948/1974), yang
ditetapkan oleh orang tua mereka, teman sebaya, dan guru, yang sebagian besar
berhubungan dengan perkembangan selama rentang kehidupan. Oleh karena itu,
Nurmi, J.E. menekankan bahwa berpikir tentang masa depan adalah penting.
Kedua, keputusan orientasi masa depan remaja, berkaitan dengan karir, gaya
hidup, masa depan keluarga, dan hal-hal penting yang memengaruhi kehidupan
dewasa mereka nanti. Ketiga, cara remaja melihat masa depan memainkan peran
penting dalam pembentukan identitas mereka, yang sering didefinisikan dalam hal
eksplorasi dan komitmen mengenai kepentingan orientasi masa depan (Bosma,
1985; Marcia, 1980) (dalam Nurmi, J.E., 1991, hlm. 1).
Dalam buku penataan pendidikan professional konselor dan layanan
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan (Depdiknas, 2008, hlm. 197),
menyebutkan bahwa tujuan pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli
dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta
kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan
kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan
lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; (4)
mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian
dengan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
bimbingan dan konseling di sekolah harus mampu membantu peserta didik
mengembangkan orientasi untuk masa depannya.
Perencanaan pekerjaan di masa depan berkaitan dengan pendidikan yang
dipilih pada masa sekarang, seperti dalam peminatan atau penjurusan di Sekolah
Menengah. Pada setiap tahun, banyak anak muda yang menamatkan studi dari
jenjang pendidikan tertentu. Banyak dari mereka mengharapkan dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, ada juga yang
memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan tetapi langsung
memasuki dunia pekerjaan, yang tentunya mereka juga mengharapkan agar dapat
diterima pada lapangan kerja yang sesuai (Prayitno & Amti, E., 2004, hlm. 276).
Hal tersebut memang tidak akan menjadi masalah bagi individu yang sudah
mempersiapkan diri menghadapi transisi setelah masa kelulusan. Akan tetapi,
tidak sedikit remaja yang merasa bingung, cemas, dan bahkan tidak punya
rencana sama sekali. Beberapa diantara mereka yang membuat rencana hanya
berdasarkan kemauan dan keinginannya, tidak menyesuaikan dengan kemampuan
dan bakat yang dimiliki. Bahkan ada diantaranya hanya ikut-ikutan teman.
Sehingga, ketika lulusan sudah masuk pada lembaga pendidikan atau jurusan
tertentu, mereka tidak dapat mencapai hasil belajar yang baik. Pada akhirnya,
mereka pun mengundurkan diri, pindah jurusan ataupun pindah sekolah. Sama
halnya ketika seseorang yang diterima pada lapangan pekerjaan tertentu, yang
setelah masuk mereka merasa tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut, sehingga
pemenuhan tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban tidak berjalan dengan baik dan
hasilnya pun tidak sesuai dengan harapan.
Bagi lulusan SMK yang memang pada masa pendidikan disekolahnya sudah
diarahkan atau disiapkan untuk menghadapi lapangan kerja, mungkin tidak akan
terlalu sulit dalam menentukan rencana setelah menamatkan sekolah. Hal ini
dilihat dari spesialisasi jurusan yang beragam pada pendidikan di SMK dan
banyaknya praktek yang dilakukan pada masa sekolah. Namun, bagi lulusan SMA
tentunya akan berbeda, karena spesialisasi jurusan di SMA hanya terdiri dari
jurusan IPA/MIA, IPS/IIS, dan Bahasa. Di SMK, siswa dibekali dengan ilmu-ilmu
yang bersifat aplikatif dalam bentuk-bentuk keterampilan tertentu. Sehingga,
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
lulusan SMK sudah langsung siap menghadapi dunia kerja, walaupun tidak
menutup kemungkinan bagi lulusan yang ingin melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, di SMA, siswa lebih diajarkan teori atau
dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan dilanjutkan pada program studi yang
lebih spesifik di perguruan tinggi.
Beberapa individu yang pindah jurusan ketika di perguruan tinggi
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya yaitu pertimbangan karir
dan prospek ekonomi di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi siswa SMA
yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, agar
mempersiapkan diri lebih baik, yaitu memilih peminatan dengan memperhatikan
kemampuan, minat dan bakat yang dimiliki sehingga setelah lulus SMA dan
memasuki perkuliahan nantinya secara bertahap akan membangun jaringan yang
sesuai kompetensi dan akan mempermudah dalam memasuki bidang pekerjaan
yang
diharapkan
di
masa
depan.
Dengan
demikian,
penting
adanya
pengembangan orientasi masa depan bidang pekerjaan bagi siswa.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orientasi tujuan masa depan
remaja dan dewasa awal dipengaruhi oleh konteks sosial budaya di tempat mereka
dibesarkan (Jambori, S., dan Sallay, H., 2003, hlm.131). Chen, P. dan Vazsonyi,
A.T., (2013, hlm. 67) meneliti tentang orientasi masa depan, konteks sekolah, dan
perilaku bermasalah pada sampel sebanyak 9163 siswa kelas 9 sampai kelas 12
dari 85 Sekolah National Longitudinal Study of Adolescent Health. Hasil
penelitian memberikan bukti bahwa orientasi masa depan remaja dikaitkan secara
independen dan negatif dengan masalah perilaku. Penelitian Iovu, M.B. (2014,
hlm. 433) tentang harapan positif dan kekhawatiran masa depan remaja pada
transisi mereka menuju dewasa, dengan partisipan sebanyak 3509 siswa,
menunjukkan bahwa remaja merasa masa depan mereka sebagian besar dalam hal
yang positif. Pengaruh terbesar bagi harapan positif yaitu kepercayaan diri dan
dukungan guru, sementara ekspektasi negatif diprediksi oleh rendahnya dukungan
guru, percaya diri, dan dukungan teman sebaya.
Selain itu, dalam sebuah penelitian, perbedaan usia pada orientasi masa depan
melalui sampel dari 935 individu dengan usia antara 10 dan 30 tahun
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
menggunakan delay discounting task yang merupakan pengukuran baru selfreport. Remaja awal secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah
untuk masa depan daripada individu berusia 16 dan lebih tua, serta dalam
karakteristik dirinya, mereka kurang peduli tentang masa depan dan lebih kecil
kemungkinannya untuk mengantisipasi konsekuensi dari keputusan mereka
(Steinberg, L. dkk., 2009, hlm. 28).
Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA
sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %)
menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat
dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022)
lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan siswa SMK.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan
mengakui tak semua lulusan SMA/sederajat bisa meneruskan ke jenjang
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Menurut Anies hanya 60 persen
yang bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka yang tak melanjutkan
kuliah, pilihan utamanya bekerja. Namun hal ini pun tak mudah. Data di
Kemendikbud menunjukkan, serapan kerja lulusan SMK sebesar 85 persen (dari
total 1.170.748 jumlah lulusan SMK pada 2014). Sementara lulusan SMA
angkanya jauh di bawah itu (dilansir dari Kaltim Post, 2015).
Khusus lulusan SMA yang terpaksa mencari kerja, mereka dihadapkan pada
persaingan yang tidak berimbang dengan lulusan SMK dari segi keterampilan dan
mentalitas
kerja.
Vivi
Alatas,
analisis
Ekonom
Senior
Bank
Dunia
mengungkapkan, “Sebanyak 20 persen tenaga kerja lulusan SMA banyak bekerja
di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semi-skilled”, statistik ini disebabkan
minimnya akses lulusan SMA ke bursa kerja dan mengambil lapangan kerja yang
diperuntukkan untuk lulusan SD dan SMP. Fenomena ini imbas dari kegagalan
lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana yang juga menganggur, dan
akhirnya mengambil jatah lulusan SMA (Meidianoor, Undas.co, 2015).
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Selain itu, faktor-faktor yang juga mempengaruhi masalah terkait bidang
pendidikan dan pekerjaan seperti contoh kasus diatas yaitu kesejahteraan
keluarga, rendahnya harapan peserta didik dan orang tua terhadap proses
pendidikan, dan kurangnya orientasi untuk masa depan. Selain itu, ada beberapa
penelitian sebelumnya yang mendukung data tersebut. Dalam sebuah penelitian
dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9% perempuan) berusia antara 9 dan
16 tahun yang melaporkan keterhubungan (connectedness) mereka dengan
keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka tentang orientasi masa depan.
Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih positif dari orientasi masa
depan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek dari variabel
konteks satu sama lain (Crespo, C. dkk, 2013, hlm. 993).
Dalam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru, individu
mempelajari harapan normatif mengenai perkembangan kehidupan, model peran
yang terkait, dan standar perilaku (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 30), sehingga hal-hal
tersebut akan mempengaruhi cara pandang individu tentang masa depan. Hal ini
karena, dari interaksi dengan orang-orang terdekat, individu mendapatkan
informasi-informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi dalam perencanaan
masa depannya.
Lembaga pendidikan membuat konteks penting lain dari banyaknya
kehidupan remaja, yang secara khusus ditujukan untuk memberikan sumber daya
pada remaja dalam mempersiapkan mereka untuk masa dewasa (Brown, B.B. &
Larson, R.W., 2002, hlm. 7). Di sekolah siswa-siswa dibimbing dan dibina serta
diberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya. Hal
ini juga didukung oleh pendapat Sirin, S.R., dkk. (2004, hlm. 437), yang
menyebutkan bahwa sekolah dan mentoring disediakan untuk remaja oleh orang
tua dan orang dewasa lainnya, yang bertujuan membantu mempersiapkan mereka
menuju peran dewasa yang sesuai dengan budaya.
Menurut Bowlby (dalam Crespo, dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa depan
mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan baik
dengan konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman
untuk mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. School
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
connectedness mengacu pada kepercayaan siswa bahwa orang dewasa di sekolah
peduli tentang pembelajaran mereka seperti halnya mereka sebagai individu
(Blum, R.W. & Libbey, H.P., 2004, hlm. 231).
Sejauh ini, telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang memprediksi orientasi masa depan dan menguji faktor-faktor tersebut dalam
membentuk pemikiran dan perencanaan remaja tentang masa depan mereka.
Dilihat dari penelitian sebelumnya, khususnya di Indonesia, secara spesifik
penelitian tentang keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi
masa depan belum dilakukan. Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk
meneliti seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 6
Bandung pada tanggal 23 maret 2016 melalui wawancara dengan guru BK,
diketahui bahwa untuk kurikulum yang digunakan saat ini mengharuskan
peminatan dimulai sejak siswa masuk ke SMA. Penetapan belajar siswa dilakukan
sesuai dengan kondisi dan daya dukung masing-masing satuan pendidikan. Guru
BK/Konselor mempertimbangkan beberapa alternatif dalam proses pemilihan dan
penetapan peminatan siswa, dintaranya yaitu berdasarkan prestasi belajar siswa
ketika di SMP/MTs, prestasi UN, prestasi non akademik di SMP/MTs, minat
belajar siswa, data deteksi/rekomendasi dari guru BK di SMP/MTs, serta
perhatian dan harapan orang tua. Namun, ketika penetapan peminatan tersebut
sudah diumumkan, ada beberapa siswa yang tidak setuju dengan hasil penetapan
tersebut. Hal itu terjadi setiap tahunnya, yaitu ketika penerimaan siswa baru.
Berbagai alasan melatarbelakangi ketidaksetujuan terhadap hasil keputusan
peminatan, seperti siswa yang memang merasa tidak berkeinginan masuk pada
jurusan tertentu atau menginginkan masuk pada jurusan tertentu, yang biasanya
disebabkan karena siswa memandang suatu jurusan lebih unggul dibandingkan
dengan jurusan lainnya. Selain itu, orangtua siswa yang menginginkan anaknya
memasuki jurusan tertentu karena obsesi mereka agar anaknya dapat masuk
jurusan yang menurut mereka lebih unggul ataupun pandangan mereka tentang
masa depan pekerjaan anaknya nanti.
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Hal tersebut menjadi sulit ketika keinginan siswa/orangtua siswa tidak
didasarkan atau tidak mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki siswa.
Ketika masalah tersebut muncul, maka guru BK memberikan pemahaman kepada
siswa dan orangtua yang tidak setuju dengan hasil peminatan yang telah
ditetapkan. Namun, jika siswa/orangtua siswa tetap bersikeras agar pindah
peminatan, maka guru BK mencari alternatif lain yaitu dengan melihat
persyaratan untuk memasuki suatu peminatan, apakah kemampuan siswa tersebut
cukup memadai walaupun tidak terlalu tinggi, selanjutnya siswa pun diberi
kesempatan untuk pindah peminatan. Dampaknya, beberapa siswa yang pindah
peminatan tapi tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, ketika di
semester 2 atau ketika memasuki kelas XI, beberapa diantaranya ada yang
mengeluh karena merasa tertinggal dari teman-temannya, sehingga prestasi siswa
tersebut pun cenderung rendah.
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, menunjukkan bahwa beberapa siswa
ketika memutuskan untuk memasuki suatu peminatan di SMA, diantaranya tidak
memperhatikan/mempertimbangkan kemampuannya dengan tuntutan dalam suatu
peminatan/jurusan yang berkaitan dengan pengembangan dirinya dalam
mempersiapkan masa depan terutama dalam bidang pekerjaan. Sehingga hal ini
menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan salah satu penelitian sebelumnya
yang mengatakan bahwa orientasi masa depan remaja SMA sudah tinggi, dan
memang seharusnya pada masa remaja, seseorang harus sudah mampu
mengembangkan orientasi masa depannya, namun kenyataannya beberapa remaja
masih belum memiliki orientasi masa depan yang jelas, termasuk dalam bidang
pekerjaannya. Ketidaksesuaian itulah yang dijadikan gap dan melatar belakangi
penelitian ini.
Dalam penelitian ini akan mengungkap bagaimana orientasi masa depan
siswa dalam bidang pekerjaan atau karir, karena ketika siswa memutuskan untuk
memasuki suatu peminatan/jurusan, tentunya penting untuk mempertimbangkan
prospek kedepannya dari pilihan peminatan ketika di SMA dan kesesuaian
peminatan tersebut terhadap pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi dan cita-cita
pekerjaannya di masa depan. Selain itu, sekolah juga berperan dalam
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
pengembangan orientasi masa depan siswa. Dukungan-dukungan dari berbagai
pihak sekolah akan membantu siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan untuk
bekal menjalani kehidupan dan mempersiapkan masa depan, termasuk juga
membantu siswa dalam mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan
karir masa depan. Berdasarkan wawancara dengan guru BK SMA Negeri 6
Bandung, diketahui bahwa beberapa siswa kelas XI masih merasa bingung dalam
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, terutama masa depan
bidang pekerjaan.
Menurut Hurlock, E.B. (1980, hlm. 221), anak SMA mulai memikirkan masa
depan mereka secara bersungguh-sungguh. Remaja akhir/remaja yang lebih tua
lebih memikirkan apa yang akan dilakukan dan apa yang mampu dilakukan.
Semakin mereka mendengar dan membicarakan berbagai jenis pekerjaan, semakin
ia kurang yakin mengenai apa yang akan dilakukan. Remaja juga memikirkan cara
untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan.
Penelitian tentang kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan perlu dilakukan
untuk mendapatkan data yang empiris tentang orientasi masa depan bidang
pekerjaan dan keterhubungan sekolah (school connectedness). Penelitian ini
diharapkan mampu dijadikan pertimbangan dalam pembuatan layanan bimbingan
dan konseling yang nantinya setelah diketahui kontribusinya, konselor mampu
menyusun layanan yang dapat meningkatkan keterhubungan sekolah (school
connectedness) siswa di sekolah, sehingga dapat mengembangkan orientasi masa
depan mereka.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Tujuan
dan
kepentingan
pribadi
memainkan
peran
penting
pada
perkembangan manusia karena keduanya mengarahkan perencanaan kehidupan,
pengambilan keputusan, dan tentu saja untuk kehidupan masa depan. Tujuan
remaja biasanya berhubungan dengan pekerjaan masa depan dan pendidikan
(Nurmi, J.E., 1992, hlm. 487).
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
Teori di lapangan setuju bahwa orientasi masa depan dibentuk oleh kekuatankekuatan dalam dunia sosial remaja dan harus dipahami pada kerangka relasional,
baik secara kontekstual dan interpersonal (Nurmi, 1991; Nuttin, 1984). Pada
tingkat kontekstual, hal itu adalah dalam konteks sosialisasi primer seperti
keluarga dan sekolah, saat pandangan diri, orang lain, dunia, dan masa depan
disampaikan dan diperoleh. Pada tingkat interpersonal, remaja sering membahas
rencana masa depan mereka dengan orang-orang penting dalam hidup mereka
seperti orang tua, saudara, teman dan guru (dalam Crespo, C., dkk, 2013).
Berkenaan dengan pengaruh sekolah, literaturnya masih jarang. Namun,
penelitian Israelashvili, M. (1997, hlm. 525) menemukan hubungan antara rasa
keanggotaan sekolah yang tinggi dan harapan masa depan remaja. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Goodenow, C. dan Grady, K.E. (2010, hlm. 60)
menunjukkan hubungan positif antara rasa memiliki sekolah dan hasil (outcome)
yang dekat dengan orientasi masa depan seperti harapan siswa, motivasi sekolah
dan usaha/ketekunan pada pekerjaan akademik yang sulit.
Penelitian Steinberg, L. dkk., (2009, hlm. 28) menyatakan bahwa remaja awal
secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah untuk masa depan
daripada individu berusia 16 dan yang lebih tua. Selain itu, penelitian Crespo, C.
dkk. (2013, hlm. 993) dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9%
perempuan) berusia antara 9 dan 16 tahun yang melaporkan keterhubungan
(connectedness) mereka dengan keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka
tentang orientasi masa depan. Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih
positif dari orientasi masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui efek dari variabel konteks satu sama lain.
Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA
sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %)
menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat
dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022)
lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan siswa SMK. Sedangkan pada kenyataannya, masih ada beberapa
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
siswa SMA yang memiliki orientasi masa depan yang masih kurang atau belum
jelas.
Menurut Bowlby (dalam Crespo, C. dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa
depan mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan
konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman untuk
mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. Persepsi siswa
tentang dukungan guru dan rasa memiliki sekolah (school belonging) memainkan
peran krusial dalam perasaan keterhubungan ke sekolah dan kesejahteraan sosioemosional (Stracuzzi, N.F. & Mills, M.L. 2010, hlm. 7). Dengan demikian, siswa
terhubung dengan lingkungan sekolah ketika terjalinnya hubungan yang positif
dan saling menghormati dan/atau menghargai antara siswa dengan orang-orang
yang ada di sekolah, seperti guru, staf sekolah dan siswa lainnya. Hal ini salah
satunya ditunjukkan dengan perasaan siswa yang mendapat dukungan kuat dari
gurunya dalam proses pembelajaran.
Siswa yang merasa terhubung pada sekolah, suka untuk pergi ke sekolah,
mereka menyukai guru mereka dan siswa lainnya, dan mereka berkomitmen untuk
belajar, menyelesaikan tugas mereka, dan melakukan yang terbaik. Menurut
Eccles (1993) sebagian besar saat di SD, siswa merasa terhubung pada sekolah
mereka, school connectedness pada umumnya mulai menurun di SMP. Di SMA,
sebanyak 40-60% dari semua remaja, baik itu remaja urban (perkotaan), sub
urban, dan rural (pedesaan), melaporkan terputus dari sekolah/tidak terhubung ke
sekolah (Klem & Connel, 2004), menunjukkan bahwa mereka tidak menyukai
guru mereka, kurangnya minat di sekolah, dan tidak menemukan pekerjaan
sekolah yang bermakna atau menarik (dalam Monahan, K.C. dkk., 2010, hlm. 3).
Survei BC Kesehatan Remaja (2008 dan 2013) menegaskan bahwa siswa
yang melaporkan school connectedness yang
tinggi lebih mungkin berharap
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (BC School Centered
Mental Health Coalition, 2014, www.healthyschoolbc.ca).
Beberapa penelitian telah menunjukkan betapa pentingnya orientasi masa
depan
bagi
remaja,
selain
membantu
merencanakan
juga
membantu
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Namun, beberapa remaja
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
masih kesulitan dalam menentukan arah dan tujuan dalam hidupnya, seperti dalam
menentukan pentingnya pendidikan bagi kehidupan mereka di masa yang akan
datang, dengan kata lain kurangnya orientasi masa depan dalam diri mereka.
Penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, telah menghubungkan
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap orientasi masa depan remaja, seperti
dukungan orangtua dan hubungan dengan teman sebaya, namun belum ada yang
secara spesifik meneliti tentang school connectedness dengan orientasi masa
depan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian kembali di Indonesia
pada usia remaja serta disesuaikan dengan budaya lokal, agar didapat data empiris
tentang seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan siswa khususnya di Indonesia.
Berdasarkan identifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan diatas,
maka rumusan masalah dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1.2.1 Bagaimana gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness)
siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?
1.2.2 Bagaimana gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa
kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?
1.2.3 Seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)
terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA
Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pernyataan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini
adalah menghasilkan gambaran empirik mengenai:
1.3.1 Gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di
SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.
1.3.2 Gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa
kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
1.3.3 Kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap
orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6
Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan serta referensi khususnya mengenai gambaran keterhubungan
sekolah (school connectedness) dengan orientasi masa depan serta membantu
perkembangan teori orientasi masa depan, khususnya dalam seting sekolah.
1.4.2 Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu:
a.
Menjadi pertimbangan konselor/guru BK untuk meningkatkan orientasi masa
depan siswa terutama dalam bidang pekerjaan melalui layanan bimbingan dan
konseling dengan pendekatan yang juga meningkatkan keterhubungan
sekolah (school connectedness) bagi seluruh siswa di sekolah.
b.
Bahan kajian dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan
dengan keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi masa
depan, diharapkan peneliti selanjutnya mengembangkan hasil penelitian ini
dengan menguji seberapa efektif intervensi dengan menggunakan pendekatan
keterhubungan sekolah (school connectedness) pada siswa terhadap orientasi
masa depan bidang pekerjaannya.
1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi mengenai kontribusi keterhubungan sekolah
(school connectedness) dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan, studi
deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016
terdiri dari lima bab. Bab 1 Pendahuluan, memaparkan latar belakang penelitian,
identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan struktur organisasi skripsi. Bab II Kajian pustaka memaparkan konsep-
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
konsep/teori-teori dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan,
dan kerangka pemikiran. Bab III Metode penelitian memaparkan desain
penelitian, partisipan penelitian,
populasi dan
sampel,
perumusan
dan
pengembangan instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan anlisis data. Bab IV
Temuan dan pembahasan memaparkan tentang temuan penelitian berdasarkan
hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan rumusan permasalahan
penelitian Bab V Simpulan, implikasi, dan rekomendasi terdiri dari simpulan,
implikasi, rekomendasi, utamanya bagi yang berkaitan dengan bimbingan dan
konseling serta peneliti selanjutnya.
Aan Amelia, 2016
KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI
MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu