Pengembangan Model Pembelajaran Guided P

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

Pengembangan Model Pembelajaran Guided Project Based Learning Untuk
Mengintegrasikan 21st Century Skills Dalam Pembelajaran Sains
Oleh:
Muhammad Randy Fananta1& Tria Umbara2
1,2
STKIP Surya || Gedung SURE Jl. Scientia Boulevard Blok U/7
Gading Serpong, Tangerang 15810 Banten, Indonesia||Email:
[email protected] & [email protected]
Abstrak
Istilah 21st cntury skills telah mengubah paradigma penelitian di bidang
pendidikan oleh pakar-pakar pendidikan di dunia terutama Amerika untuk
bersaing dan bertahan dalam waktu yang panjang pada masa ekonomi global
(Boyles, 2012: 43). Cavanagh, et.al., dalam Boyles (2012: 41-42) menjelaskan
bahwa kerangka pembelajaran abad ke-21 berpusat pada kompetensi inti dalam
keterampilan komunikasi, kolaborasi dan literasi digital untuk mempersiapkan
peserta didik menghadapi tantangan dunia kerja global. Keterampilan abad ke-21
yang dimaksud dijelaskan oleh Binkley, dkk dalam jurnalnya yang berjudul

“Defining 21st Century Skills”. Banyak model pembelajaran yang telah
dikembangkan untuk mengintegrasikan 21st Century Skills dalam pembelajaran.
Salah satu model yang dikembangkan adalah Project Based Learning (PjBL).
Project Based Learning merupakan pembelajaran berbasis proyek yang dapat
mengintegrasikan interdisipliner ilmu seperti sains, teknologi, kemasyarakatan,
sejarah, matematika, politik, dan seni (Turgut, 2008: 62), selain itu juga dapat
mengintegrasikan keterampilan-keterampilan abad ke-21. Namun berdasarkan
penelitian Aiedah (2012: 45) terdapat tantangan penerapan model PjBL seperti
adanya kesenjangan komitmen diantara peserta didik dan menyita waktu yang
cukup panjang dalam kelas. Oleh karena itu penting dikembangkan modifikasi
model PjBL terbimbing yang selanjutnya akan dikenal sebagai Guided Project
Base learning.
Kata Kunci : Project Based Learning, PjBL, 21st century skills
PENDAHULUAN
Ide dasar pendidikan itu adalah kerja membangun manusia supaya dia bisa
survive melindungi diri terhadap alam serta mengatur hubungan antar-manusia

(Freud, 2007, dalam BSNP, 2010: 5). Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional merumuskan fungsi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

347

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab (Depdiknas,
2003).
Dengan tujuan pendidikan Indonesia yang telah dirumuskan seharusnya
Indonesia siap menghadapi tantangan abad ke-21, dimana terjadi percepatan
perkembangan ilmu pengetahuan yang ditandai oleh kemajuan teknologi dan
informasi serta tidak terdapatnya batas “ruang dan waktu” antar negara yang
memunculkan perdagangan bebas. Pendidikan di Indonesia harus siap
menghasilkan generasi muda yang dibekali oleh keterampilan-keterampilan abad

ke-21.
Istilah keterampilan abad ke-21 (21st Century Skills) telah mengubah
paradigma penelitian di bidang pendidikan oleh pakar-pakar pendidikan di dunia,
terutama Amerika untuk bersaing dan bertahan dalam jangka waktu yang panjang
pada masa ekonomi global (Boyles, 2012: 43). Cavanagh, et.al. (dalam Boyles,
2012: 41-42) menjelaskan bahwa kerangka pembelajaran abad ke-21 berpusat
pada kompetensi inti dalam keterampilan komunikasi, kolaborasi dan literasi
digital untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan dunia kerja.
Dalam dunia pendidikan, para pendidik diajak untuk secara rutin memperbaharui
strategi belajar untuk lebih terhubung dengan generasi yang dikenal sebagai
generasi milenium. Namun dengan zaman sekarang ini, pergeseran dalam
pembelajaran sangat diperlukan untuk mencapai visi jauh kedepan (Boss, S., &
Krauss, J., 2007: 11).
Twenty-first century skills pertama kali didefinisikan oleh lembaga P21 (2009: 6-

7) yaitu meliputi: (a) Learning and inovation skills (Kreatif dan inovatif, bekerja dengan
inovatif dan mengimplementasikan keterampilan berinovasi); (b) Critical thinking and
problem solving (berpikir efektif dan sistematik, Membuat keputusan dan menyelesaikan

masalah); (b) Communication and colaboration (Berkomunikasi dengan jelas dan dapat

berkolaborasi dengan orng lain dan juga bekerja sama dalam tim); (c) Information, media
and technology skills (literasi informasi, literasi media dan literasi ICT); (d) Life and

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

348

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

carier skills (Fleksibel dan beradaptasi, berinisiatif dan mandiri, dapat bersosial dan

berinteraksi antar suku dan bangsa, Produktivitas dan akuntabilitas, berkepemimpinan
dan bertanggung jawab). Kemudian Binkley et.al (2012: 19-20) dalam penelitiannya
bersama ATCS21 membagi 21at century skills menjadi 4 grup yang terdiri dari (a) ways of
thingking; (b) ways of working; (c) tools for working; (d) living in the world .

Posisi Indonesia menurut survey Trends in Mathematics and Science Study

(TIMSS) pada bidang sains tahun 2011 menunjukkan bawah Indonesia berada
pada posisi ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara (Martin, 2011: 55), Skors tes
sains peserta didik Indonesia ini turun 21 angka dibandingkan TIMSS 2007. Tentu
hal ini menjadi tantangan terbesar untuk memperbaiki kualitas pendidikan di
Indonesia, serta tantangan besar bagi sekolah bagaimana membekali peserta didik
dengan keterampilan-keterampilan abad ke-21 (komunikasi, kolaborasi dan
literasi digital) untuk menghadapi persaingan global.
Banyak penelitian yang mengembangkan model pembelajaran untuk
mempercepat pencapaian tujuan agar tantangan abad ke-21 dapat terjawab dan
membekali peserta didik dengan keterampilan abad ke-21. Salah satu model
pembelajaran tersebut adalah Project Based Learning (PjBL). Definisi PjBL
mengarah

pada

suatu

proyek

yang mengintegrasikan sains,


teknologi,

kemasyarakatan, sejarah, matematik, politik dan bahkan seni yang memicu peserta
didik untuk berdiskusi secara produktif dan memberikan kebebasan dalam
pembelajaran dipandang sebagai jawaban untuk pertanyaan sebagai strategi
belajar (Turgut, 2008: 62). Dalam PjBL peserta didik diajak untuk menjawab
sebuah pertanyaan masalah yang menantang dan mengajak peserta didik terlibat
dalam kegiatan mendesign, problem solving, membuat keputusan atau kegiatan
investigasi. Proyek yang dimaksud seperti yang disebutkan oleh Railsback (2002:
7) adalah berpusat pada aktivitas, produk, performa dan presentasi yang mengasah
keterampilan kognitif dan belajar. Proyek yang dilakukan itu harus berhubungan
dengan lingkungan akademik, kehidupan sehari-hari dan keterampilan kerja dari
peserta didik.
Railsback (2002: 8) juga menjelaskan bahwa pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan peserta didik untuk
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

349


Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

bekerja secara mandiri, bekerjasama dan mengahasilkan suatu produk nyata yang
dikomunikasikan dalam presentasi. Guo (2012: 53) dalam penelitiannya juga
menyebutkan keterampilan literasi teknologi informasi dan komunikasi, kapasitas
kepemimpinan dalam kelompok, kemampuan identifikasi dan penyelesaian
masalah meningkat dan berkembang.
Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) secara efektif dapat
meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan abad ke-21. Namun demikian,
berdasarkan hasil penelitian Aiedah (2012: 45), terdapat tantangan ketika
menerapkan model pembelajaran PjBL seperti adanya kesenjangan komitmen
diantara peserta didik dan menyita waktu yang cukup panjang dalam kelas. Tidak
adanya komitmen pada peserta didik bisa terjadi dikarenakan peserta didik
bingung akan melakukan atau memilih tema proyek yang akan dilaksanakan. Pada
model pembelajaran PjBL, peserta didik diberikan kebebasan dalam memilih
proyek sementara guru tidak hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi bertindak
sebagai fasilitator dan pembimbing (Guo, 2012: 43). Untuk peserta didik

Indonesia saat ini yang masih bergantung pada guru, pelaksanaan model
pembelajaran PjBL mungkin tidak akan berjalan sesuai harapan. Disamping itu,
muatan konten kurikulum di Indonesia masih sangat banyak, mengakibatkan
waktu yang diberikan untuk satu pokok bahasan menjadi sangat terbatas, tentu hal
ini akan menyulitkan guru dalam melakukan tahap eksplorasi pada PjBL. Oleh
karena itu, penting dikembangkan modifikasi model Preject Based Learning
(PjBL) untuk meningkatkan keterampilan abad 21.

PEMBAHASAN
A. Apa itu Project Based Learning?
Dalam dunia pendidikan dewasa ini, Project Based Learning (PjBL)
merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Project Based Learning (PjBL)
bermakna harfiah sebagai pembelajaran berbasis proyek. PjBL mengacu
pada

kegiatan

peserta


didik

dalam

merancang,

merencanakan

dan

melaksanakan sebuah proyek berkelanjutan yang menghasilkan sesuatu yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

350

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219


dapat dipamerkan seperti produk, publikasi dan atau presentasi (Patton, 2012:
13). Definisi serupa juga dipaparkan oleh Turgut (2008: 62) bahwa definisi
PjBL mengarah pada suatu proyek yang mengintegrasikan sains, teknologi,
kemasyarakatan, sejarah, matematik, politik dan bahkan seni yang memicu
peserta didik untuk berdiskusi secara produktif dan memberikan kebebasan
dalam pembelajaran dipandang sebagai jawaban untuk pertanyaan sebagai
strategi belajar. Pada dasarnya PjBL berhubungan dengan model pembelajaran
Inquiry Based Learning dan Problem Based Learning. Yang membedakan

PjBL dengan model pembelajaran lain adalah adanya output yang dipamerkan.
Project Based Leaning bukan suatu pendekatan pembelajaran yang

benar-benar baru, pada awal abad ke-20 PjBL sudah mulai dikenal di dunia
pendidikan sebagai pendekatan, bukan sebuah model pembelajaran. PjBL
mulai kembali dikenal pada abad ke-21 ini dikarenakan kemajuan ilmu
komunikasi dan teknologi yang menawarkan kecepatan dalam akses informasi.
Hal ini memberikan kesempatan baik bagi guru maupun peserta didik untuk
terlibat dalam pembelajaran yang berbasis proyek. Disamping itu, dengan
project based learning, guru dapat mendorong keterampilan peserta didik yang
dibutuhkan di universitas maupun dunia kerja seperti keterampilan menajemen

waktu, kolaborasi, dan pemecahan masalah (Patton, 2012: 13).
Menurut Lindsay (2006, dalam Boss & Krauss, 2007:20) Project Based
Learning memberikan keuntungan diluar yang diharapkan. Dengan PjBL

peserta didik mendapatkan pembelajaran tambahan berupa:
1. Peserta

didik

dapat

membangun

keterampilan

komunikasi

dan

menghilangkan batas-batas kultural serta memperoleh sebuah konsensus.
2. Peserta didik dapat membangun keterampilan inquiri dan menimbulkan
sikap rasa ingin tahu pada fenomena disekitar.
3. Peserta didik belajar untuk menyesuaikan pada waktu tugas yang didapat,
karena peserta didik tahu pekerjaannya berkaitan dengan teman
sekolompoknya pada batas tenggat waktu tertentu.
4. Peserta didik membangun pemahaman yang utuh bagaimana sesuatu itu
terjadi dan tidak hanya sebatas sekitar lingkungan peserta didik.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

351

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

5. Peserta didik akan memperoleh kesan dapat merubah dunia dengan cara
berkomunikasi yang baik dan memahami teman sekolompok lainnya.

Berdasarkan definisi dan lingkungan belajar yang akan diterapkan, maka dapat
dikatakan bahwa model Project Based Learning dikembangkan berdasarkan
faham filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran.

Konstruktivisme

mengandung faham bahwa pengetahuan dibangun dan pembelajaran terjadi
ketika peserta didik mengkreasi produk atau artefak, peserta didik akan lebih
menyukai untuk terlibat dalam pembelajaran ketika artefak yang dihasilkan
secara personal relevan dan bermakna (Wood, K. C., et.al., 2010: 37) .
Project

based

learning

merupakan model pembelajaran

yang

memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas
belajar, melaksanakan

proyek secara kolaboratif, dan pada

akhirnya

menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain.
Terdapat tujuh komponen kunci dalam Project Based Learning. Komponen ini
digunakan untuk mendeskripsikan, perencanaan dan penilaian proyek yang
akan dilakukan (Han, S., & Bhattacharya, K. 2010: 135 ). Ketujuh komponen
tersebut

adalah:

(1)

Berpusat

pada

peserta didik (Learner-centered

environment); (2) Kolaborasi (Collaboration ); (3) Konten

kurikulum

(Curricular content); (4) Tugas yang autentik (authentic tasks); (5) Cara
presentasi yang beragam (Multiple presentation modes); (6) Manajemen waktu
(Time management); dan (7) Assesmen yang inovatif (Innovative assessment).
Pada model Project Based Learning, pengajar berperan sebagai
fasilitator bagi peserta didik untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan
penuntun.

Sedangkan

pada

kelas

”konvensional”

pengajar

dianggap

sebagai seseorang yang paling menguasai materi dan karenanya semua
informasi diberikan secara langsung kepada peserta didik. Pada kelas
Project

Based Learning ,

kolaboratif,

peserta

didik

dibiasakan

bekerja

secara

penilaian dilakukan secara autentik, dan sumber belajar bisa

sangat berkembang. Hal ini berbeda dengan kelas ”konvensional” yang
terbiasa dengan situasi kelas individual, penilaian lebih dominan pada
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

352

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

aspek

hasil

daripada

ISSN: 2339-1219

proses,

dan sumber belajar cenderung stagnan.

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana
yang disebutkan dalam Patton (2012: 34-69) berikut ini.
1. Get an idea (mendapatkan sebuah ide proyek)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan
yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu
aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata
dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha
agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik. Selain itu,
pengajar harus tahu betul tujuan proyek dan apa yang akan dihasilkan.
Proyek dapat berupa produk (seperti mesin atau karya seni), pertunjukan
(teater atau debat) atau pertahanan hidup (untuk pembelajaran adik tingkat).
2. Design the Project (perencanaan proyek)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan
peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa
“memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main,
pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan
esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai mata pelajaran yang
mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat digunakan untuk
membantu penyelesaian proyek. Namun demikian, pengajar diharapkan
mencoba sendiri proyek yang akan dilakukan oleh peserta didik. Hal ini
berguna untuk menentukan proyek mana yang cocok untuk setiap kelompok
dan juga untuk memberi saran-saran ketika peserta didik berkonsultasi
dengan pengajar. Disamping itu, pengajar juga harus mulai mempersiapkan
assemen yang akan dipakai oleh pengajar dan peserta didik.
3. Tune the project (mempersiapkan proyek)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal
aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
(1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline
penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara
yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

353

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik
untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4. Do the project (melakukan proyek)

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik

selama

menyelesaikan

proyek.

Monitoring

dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses.
Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta
didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang
dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting. Penilaian dilakukan
untuk

membantu

pengajar

dalam

mengukur ketercapaian

standar,

berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai
peserta

didik,

membantu

pengajar

dalam

menyusun strategi

pembelajaran berikutnya. melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan.
Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.
Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru
(new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap
pertama pembelajaran

5. Exhibit the project (pameran proyek)

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik
melakukan pameran untuk menampilkan hasil karya dari peserta didik.
Pengajar harus sudah menentukan tempat dilangsungkannya pameran
tersebut. Pameran dapat dilakukan di lingkungan sekolah maupun luar
sekolah dengan mengundang teman yang berbeda kelas/sekolah, guru dan
bahkan orang tua. Pameran menjadi „perayaan‟ dari proyek yang dilakukan,
sebagai apresiasi terhadap pekerjaan peserta didik. Pada tahap ini, peserta
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

354

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

didik dilatih untuk menjadi team work yang baik, berlatih mengorganisasi
suatu

kegiatan,

berlatih

untuk

mepresentasikan

(keterampilan

berkomunikasi) hasil karya ke lingkungan luar.

B. Tantangan model Project Based Learning
Akar permasalahan yang diangkat dalam kajian ini adalah bagaimana
mengintegrasikan 21st Century Skill dalam pembelajaran sains melalui model
Project Based Learning dan tantangan yang mungkin dihadapi selama

pembelajaran serta ajuan modifikasi model Project Based Learning untuk
mengatasi tantangan yang terjadi.
Bagaimana Project Based Learning dapat membangun keterampilan
abad ke-21 telah dilaporkan oleh berbagai penelitian yang telah dilakukan.
Dalam Project Based Learning pesesrta didik menghabiskan waktu belajar
berpusat pada konsep penting melalui pengalaman belajar yang menekankan
pada berpikir kritis, kolaborasi, kratifitas dan komunikasi. Banyak peneliti
menyebutkan keuntungan Project Based Learning termasuk peningkatan
sikap dalam pembelajaran, kebiasaan dalam bekerja, kapasitas problemsolving, meningkatkan motivasi, minat siswa, komunikasi dan kolaborasi
yang merupakan keterampilan abad ke-21. (Guo, 2012; Boss & Krauss, 2007;
Turgut, 2008; Aiedah, 2012; Hung, C.-M., et.al., 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Aiedah (2012: 45) menyimpulkan bahwa
terdapat beberapa tantangan ketika menerapkan model Project Based
Learning seperti adanya kesenjangan komitmen diantara siswa dan menyita

waktu yang cukup panjang dalam kelas. Tidak adanya komitmen pada siswa
bisa terjadi dikarenakan siswa bingung akan melakukan atau memilih tema
proyek yang akan dilaksanakan, serta ketidaksiapan guru dalam hal
perencanaan, monitoring dan penilaian selama proses pembelajaran
berlangsung.
Pada model Project Based Learning, siswa diberikan kebebasan dalam
memilih proyek sementara guru tidak hanya sebagai sumber belajar, akan
tetapi bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing (Guo, 2012:43). Untuk
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

355

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

siswa Indonesia saat ini yang masih bergantung pada guru, pelaksanaan
model Project Based Learning mungkin tidak akan berjalan sesuai harapan.
Disamping itu, muatan konten kurikulum di Indonesia masih sangat banyak,
mengakibatkan waktu yang diberikan untuk satu pokok bahasan menjadi
sangat terbatas, tentu hal ini akan menyulitkan guru dalam melakukan tahap
eksplorasi pada Project Based Learning.
Proyek yang dilakukan dapat ditentukan oleh pengajar. Pengajar dan
peserta didik berkolaborasi sebagai tim melalui Project Based Learning.
Metode ini dikenal dengan istilah student-guided service learning project
yang melibatkan siswa dalam proses desain teknologi yang membangun dan
meningkatkan konten pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, sistem
berpikir, dan keterampilan komunikasi (Baker, Erica., et.al., 2011:1). Project
based learning yang dibimbing yang selanjutnya akan dikenal sebagai
Guided-Project Based Learning merupakan sebuah modifikasi yang akan

dikembangkan untuk menjembatani antara pembelajaran konvensional
dengan project based learning . Adapun kerangka pembelajaran yang diajukan
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

356

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

Tabel 1
Deskripsi pembelajaran Guided-Project Based Learning

No.
1.

Tahap
Pembelajaran
Get an idea

Deskripsi pembelajaran Guided-Project Based Learning
Pengajar sudah menentukan tema-tema proyek dan prosedur
sampai proyek tersebut jadi. Namun pengajar mendesain
seolah-olah peserta didik yang menemukan tema proyek
tersebut.

Pengajar

mengarahkan

dengan

pertanyaan-

pertanyaan esensial.
2.

Design the Project

Desain proyek intinya pada kolaborasi antara pengajar dan
peserta didik, serta sesama peserta didik. Pada tahap ini
peserta didik diberikan batasan alat dan bahan (sesuai tema
proyek)

dan

kemudian

diminta

mendesain

sebuah

percobaan/langkah kerja sesuai dengan alat dan bahan yang
disediakan

untuk

diajukan.

Pengumpulan

informasi

dilakukan melalui media digital. Peserta didik melakukan
revisi setelah berkonsultasi dengan pengajar.
3.

Tune the project

Setelah langkah kerja disetujui oleh pengajar, Pengajar dan
peserta didik

secara

kolaboratif

menyusun

jadwal

aktivitas dalam menyelesaikan proyek.
4.

Do the project

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor
terhadap aktivitas peserta didik

selama

menyelesaikan

proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi
peserta didik pada setiap proses.
5.

Exhibit the project

Produk

yang

dihasilkan

masing-masing

kelompok

dipresentasikan depan kelas untuk membangun pengetahuan
yang utuh seluruh peserta didik. Kemudian dibuat panitia
kecil untuk menyelenggarakan pameran di luar kelas untuk
memamerkan produk yang dihasilkan dan sebagai sarana
komunikasi dengan orang luar.

Model Guided Project Based Learning dapat didesain dengan cara
menyediakan modul yang membimbing peserta didik dalam melakukan
proyek. Modul yang dikembangkan harus memuat tahapan Project Based
Learning dan tidak mengurangi esensi pembelajaran berbasis proyek. Modul
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

357

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

digunakan sebagai sarana komunikasi peserta didik dan pengajar dalam
bentuk tertulis, sehingga memudahkan peserta didik dalam merekam
aktivitas dan bagi pengajar sebagai salah satu bahan penilaian.
Dengan dikembangkannya model Project Based Learning menjadi
Guided Project Based Learning diharapkan menjadi penghubung antara

pembelajaran konvensional dengan pembelajaran dengan Project Based
Learning yang sesungguhnya. Pengajar dapat memanfaatkan model

pembelajaran ini agar siswa mulai terbiasa dengan penugasan berbasis
proyek. Disamping itu, model pembelajaran Guided Project Based Learning
dapat menjadi model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan
abad ke-21.

I.

Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembahasan sebagaimana yang
telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Model project Based
Learning dapat membangun keterampilan abad ke-21 (Guo, 2012; Boss &

Krauss, 2007; Turgut, 2008; Aiedah, 2012; Hung, C.-M., et.al., 2012).
Namun demikian, terdapat tantangan yang dihadapi ketika penerapan model
project based learning dalam pembelajaran seperti komitmen siswa dan
memakan waktu yang cukup panjang (Aiedah, 2012: 45).
Guided Project Based Learning diajukan sebagai jawaban untuk

mengatasi permasalah yang terjadi, terutama di Indonesia yang muatan
kontennya masih terlalu padat dan terdapat kecenderungan mengalami proses
peralihan dari metode belajar konvensional yang berpusat pada guru (teacher
centered ) ke metode belajar yang berpusat pada siswa (stundent centered ).

Disamping itu, model pembelajaran Guided Project Based Learning dapat
menjadi model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan abad ke21.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

358

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

Daftar Pustaka
Aiedah A.K. & Audrey Lee K.C. 2012. Application of Project-Based Learning in
Students’ Engagement in Malaysian Studies and English Language.
Journal of Interdisciplinary Research in Education (JIRE), Vol. 2 (3746).
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad
XXI. Jakarta: BNSP
Baker, Erica., et.al. 2011. Project-based Learning Model, Relevant Learning for
the 21st Century. Washington D.C: Pacific Education Institute
Binkley, Marilyn et al. 2012. Defi ning Twenty-First Century Skills. Dalam
Grifin, P., Care, E., & McGaw, B (eds), Assessment and Teaching of 21st
Century Skills (pp.17-66). London: Springer
Boss, Suzie., & Krauss, Jane. 2007. Reinventing Proect-Based Learning: Your
Field Guide to Real-WorldProjects in Digital Age. Washington D.C.:
ISTE
Boyles, Trish. 2012. 21ST Century Knowledge, Skills, And Abilities And
Entrepreneurial Competencies: A Model For Undergraduate
Entrepreneurship Education. Journal of Entrepreneurship Education, 15,
(41-55).
Depdiknas.2003. Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Guo, S. & Yang, Y. 2012. Project-based learning: an effective approach to link
teacher professional development and students learning . Journal of
Educational Technology Development and Exchange, 5(2), 41-56.
Han, S., & Bhattacharya, K. 2010. Constructionism, Learning by Design, and
Project-Based Learning. Dalam Michael Orey (Eds.), Global Text:
Emerging Perspectives on Learning, Teaching, and Technology. Zurich:
Creative Commons Attribution 3.0 License.
Hung, C.-M., Hwang, G.-J., & Huang, I. 2012. A Project-based Digital
Storytelling Approach for Improving Students' Learning Motivation,
Problem-Solving Competence and Learning Achievement. Educational
Technology & Society, 15 (4), 368–379.
Martin, Michael O., et.al. 2011. TIMSS 2011 International Results in Science.
Boston: TIMSS & PIRLS International Study Center.
Patton, Alec. 2012. Work that matters: The teacher’s guide to project-based
learning. London: Paul Hamlyn Foundation
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

359

Vol. 1, No. 1, Tahun 2013

ISSN: 2339-1219

P21. 2009. P21 Framework Definitions. Diambil pada september 2013, dari
http://www.p21.org/storage/documents/P21_Framework_Definitions.p
df
Railsback, J. 2002. Project-based instruction: creating excitement for learning.
Portland, OR: Northwest Regional Educational Laboratory.
Turgut, Halil. 2008. Prospective Science Teachers’ Conceptualizations About
Project Based Learning . International Journal of Instruction, Vol. 1 (6178).
Wood, K. C., Smith, H, & Grossniklaus, D. 2010. Piaget's stages. Dalam Michael
Orey (Eds.), Global Text: Emerging Perspectives on Learning, Teaching,
and Technology. Zurich: Creative Commons Attribution 3.0 License..

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

360