Nilai Gotong Royong Dalam Istiadat Ritual Khitanan Pada Masyrakat Melayu Langkat Di Desa Secanggang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Karya sastra lisan atau disebut juga sastra tradisi yang wujudnya sebagai bagian dari

istiadat dari suatu masyarakat etnik, seperti dalam istiadat masyarakat etnik Melayu. Dalam hal
ini terkemas dalam genre puisi tradisional, seperti pantun, gurindam, mantera, dan seloka. Oleh
karena, ia bagian dari istiadat masyarakat Melayu, maka karya-karya sastra tradisi baik bentuk,
isi, pesan, dan penyajiannya tidak terlepas dari tujuan dan harapan dari masyarakat yang
mempunyai dan melakasanakan istiadat tersebut.
Pada umumnya, karya-karya tradisi atau sastra lisan mengungkapkan nilai dan normanorma yang membangun budi pekerti, pranata sosial, dan keharmonisan masyarakat ke masa
depan. Para cendikia budaya kerap berpandangan bahwa karya-karya tradisi merupakan tuangan
dan takungan pemikiran masyarakatnya pada masa tertentu sehingga ia sekaligus merupakan jati
diri dari suatu masyarkat.
Sumarjo (2000) menyatakan kajian-kajian atau pembicaraan serta analisis karya-karya
sastra lisan atau tradisi harus bertitik tolak dari cara pandang dimana dan kapan karya itu berada
dan dilahirkan dalam masyarakatnya. Pemahaman hal demikian penting agar segala aspek atau
peristiwa serta norma yang ada di dalam suatu karya tertentu agar dapat lebih bermanfaat kepada

penikmat dan khalayaknya. Apabila terjadi sebaliknya, maka karya dan nilai-nilai yang
terkandung di dalam isi teksnya akan jauh dan terpinggir dari masyarakat atau khalayaknya.
Oleh karena, ia adalah hasil kreativitas kebudayaan dan tuangan harapan serta impian
masyarakatnya dengan kualitas imajinatif melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan.

1

Universitas Sumatera Utara

Memahami keadaannya tersebut sastra lisan dapat dinyatakan berfungsi untuk
melegitimasi1 berbagai aspek kultural yang dihasilkan melalui interaksi manusia. Interaksi yang
dimaksudkan menjadi tiga bentuk dalam nilai, yaitu : interaksi antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia, dan interaksi manusia dengan alam sekitarnya.2
Ritual khitanan adalah salah satu istiadat masyarakat Melayu, khususnya pada masyarakat
Melayu Langkat di Desa Secanggang Kabupaten Langkat. Istiadat ritual khitanan ini belum
diketahui awal dan mulanya dilaksanakan. Namun, menurut beberapa anggota masyarakat di
Secanggang, diantaranya Syaiful dan Sulaiman Juhdi, ritual istiadat awalnya pelaksanaannya dan
adanya bersamaan dengan kepercayaan masyarakat terhadap kekuasaan Allah SWT karena
masyarakat pun menyakini istiadat ritual khitanan lahir karena ajaran Islam. Salah seorang
anggota masyarakat di Secanggang bernama Samad juga menyatakan bahwa ritual khitanan

adalah wujud dari “ adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah’. Oleh karena itu,
masyarakat menyakini bahwa istiadat ritual khitanan dapat membangun keharmonisan sesama
anggota masyarakat di wilayah Kedatukan Secanggang sejak berabad-abad yang silam.
Menurut Sulaiman (2014) istiadat ritual khitanan dapat juga diartikan bahwa sastra tradisi
merupakan manifestasi pemahaman pikiran masyarakat terhadap budayanya. Manifestasi ini
dapat dikatakan sebagai penyaring kepada pengaruh budaya modern agar tidak mendominasi
dalam pembentukan keperibadian dan jati diri masyarakat. Oleh karena itu, istiadat ritual
khitanan merupakan pengejawantahan sastra menjadi ’cermin’ keadaan sosial masyarakat tempat

1

Dalam kamus bahasa Indonesia difinisi legitimasi adalah keterangan yang mengesahkan dan betul- betul orang
yang di maksud
2
Nyoman kutha Ratna, 2011 . Antropologi Satra Peranan unsur- unsur kebudayaan dalam proses kreatif: penerbit
Pustaka Pelajar hal.190
2

Universitas Sumatera Utara


karya sastra itu lahir dan hidup. Sekaligus, ia merupakan karya sastra lisan atau tradisi Melayu
yang sebenarnya nilai dan norma-normanya sebagai impian masyarakat.3
Dalam buku berjudul Menjulang Tradisi Etnik (2014) dinyatakan bahwa nilai adalah ide,
gagasan yang menjadi sumber perilaku terhadap sesuatu hal yang baik, buruk, benar salah, patut
tidak patut, hina mulia, maupun penting, tidak penting. Horton dan Hunt (2010) juga menyatakan
bahwa nilai adalah gagasan tentang apakah pengalaman itu berarti atau tidak. Maknanya, nilai
pada hakikatnya mengarahkan prilaku dan pertimbangan seseorang, apakah sebuah prilaku
tertentu salah atau benar. Nilai juga merupakan bagian penting dari kebudayaan.4
Pemahaman dan pembahasan tentang kebudayaan menjadi semangat bagi

hidup

bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ada yang namanya sistem sosial. Sistem sosial
merupakan hubungan saling terkait antar bagian satu dengan bagian lainnya yang berfungsi
melakukan makanisme kerja untuk mencapai tujuan tertentu.Seperti halnya dalam hidup
bermasyarakat adanya gotong royong.5
Gotong- royong merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama- sama secara
tolong- menolong dengan suka rela tanpa adanya pamrih. Gotong- royong ini dengan sederhana
dapat diartikan ialah dilakukan agar pekerjaan yang di kerjakan terasa ringan karena dilakukan
dengan bersama- sama. Contoh kegitaan yang dilakukan secara bekerja sama ini adalah termasuk

pelaksanaan istiadat ritual khitanan.
Berdasarkan pengamatan awal penulis yang dilaksanakan pada 1 sehinga 6 April 2015
budaya dan adat istiadat ritual khitanan pada masyarakat Melayu Secanggang sangat
terapresiasikan oleh masyarakatnya. Sebab, dengan adanya kegiatan tolong- menolong antara
keluarga, kerabat, dan tetangga mampu melaksanakan tata cara adat, dengan demikian acara
3

Wan Syaifuddin, 2014, Menjulang Trasisi Etnik, Medan USU Press,21-23
Elly M Setiadi, Usman, 2011. Pengantar Sosiologi, Jakarta hal 118
5
Ibid

4

3

Universitas Sumatera Utara

istiadat ritual khitanan dapat selesai dengan baik. Artinya dalam hidup bermasyarakat nilai kerja
sama atau saling membantu sangatlah penting. Manusia tidaklah mampu hidup sendiri tanpa

bantuan dan motivasi dari orang lain. Nilai gotong- royong pada ritual khitanan sangat berperan
penting dalam upacara berlangsungnya istiadat tersebut. Gotong royong juga sering dikatakan
dengan kerja sama yang memiliki nilai budaya yang sangat bernilai pada kehidupan masyarakat
Melayu.6
Memahami dan menyimak tentang keberadaan istiadat ritual khitanan dan nilai gotongroyong di atas, maka penulis melaksanakan penelitian tentang Nilai Kegotong royongan Dalam
Istiadat Ritual Khitanan Pada Masyarakat Melayu Langkat Di Secanggang.
1.2

Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah persepsi masyarakat Melayu Langkat di Secanggang secara umum tentang
istiadat ritual khitanan?
2. Bagaimana tahap-tahap pelaksanaan istiadat ritual khitanan di masyarakat Secanggang?
3. Apakah nilai- nilai kegotong royongan dalam teks dan konteks istiadat ritual khitanan?
1.3

Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan nilai kegotong royongan dalam pelaksanaan ritual Khitanan masyarakat

Melayu Desa Hilir Secanggang
2. Mengetahui bagaiamana tata cara budaya dan adat istiadat yang terkandung pada ritual
khitanan masyarakat Melayu Desa Hilir Secanggang
3. Menambah wawasan tentang nilai budaya masyarakat Melayu Desa Hilir Secanggang,
khususnya tentang gotong royong.

6

Ibrahim, Wawancara, di rumahnya- Secanggang, Jum’at, 30, Januari, pukul 16: 30 wib
4

Universitas Sumatera Utara

1.4

Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan serta wawasan dalam mempelajari bidang sastra
dan budaya dengan melalui antropologi sastra.

2. Memberikan pemahaman mengenai nilai budaya dalam interaksi sosial yang berperan
melalui gotong- royong dan kerja sama dalam pelaksanaan ritual khitanan.
3. Memberikan saran dan masukan dalam nilai kegotong royongan dalam pelaksanaan ritual
khitanan dalam pengembangan yang berkaitan dengan ilmu budaya.

5

Universitas Sumatera Utara