Analisa Kuantitatif Produk Akhir Pasta Secara Kimiawi PT. Indofood Sukses Makmur tbk. Bogasari Flour Mills Division Jakarta - Unika Repository

  ANALISA KUANTITATIF PRODUK AKHIR PASTA SECARA KIMIAWI PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk. BOGASARI FLOUR MILLS DIVISION JAKARTA LAPORAN KERJA PRAKTEK

  Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

  Oleh: Verlencia Anggrian Khosasih NIM : 14.I1.0114 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2017

  

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISA KUANTITATIF PRODUK AKHIR PASTA SECARA

KIMIAWI PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk.

BOGASARI FLOUR MILLS DIVISION JAKARTA

  

Oleh:

Verlencia Anggrian Khosasih

NIM : 14.I1.0114

Program Studi : Teknologi Pangan

  

Laporan Kerja Praktek ini telah disetujui dan dipertahankan

di hadapan sidang penguji pada tanggal 29 Juni 2017:

  Semarang, 29 Juni 2017 Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata

   Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik Johardi, S.TP Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, MSc.

  

Dekan

Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, MSc.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul “Analisa Kuantitatif Produk Akhir Pasta Secara Kimiawi Pt. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Division Jakarta

  ”. Laporan ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Sepanjang penulis melaksanakan Kerja Praktek dan menulis laporan Kerja Praktek ini penulis mendapatkan pengetahuan, pengalaman, serta kemampuan terkait dengan pengawasan mutu di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Division Jakarta, mulai dari penanganan bahan baku hingga produk akhir. Selesainya laporan ini juga karena adanya peran dari berbagai pihak yang telah sabar membimbing dan memberi dukungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

  1. Ibu Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dan sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan banyak waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis.

  2. Bapak Albertus Adrian Sutanto ST., MT., MSc. selaku Koordinator Kerja Praktek Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah membantu proses pelaksanaan Kerja Praktek.

  3. Bapak Timotius Da Gomez selaku Public Relation di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Kerja Praktek.

  4. Bapak Menlu Winarko dan Ibu Rita Sahara selaku pembimbing lapangan selama penulis melaksanakan Kerja Praktek di Lab. Center PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta.

  5. Seluruh QC-team di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills

  Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu karena telah mau menerima dan banyak membantu dalam memberikan pengajaran dan informasi selama pelaksanaan Kerja Praktek.

  6. Orang tua dan keluarga yang telah banyak memberikan doa dan selalu memberikan semangat kepada penulis.

  7. Marcellina dan Jessica yang merupakan teman seperjuangan penulis dalam melaksanakan Kerja Praktek bersama pada Periode Agustus 2016.

  Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis meminta maaf apabila ada kesalahan, kekurangan, ataupun hal-hal yang kurang berkenan bagi para pembaca. Penulis menerima kritik dan saran atas laporan Kerja Praktek yang telah disusun ini. Penulis berharap laporan Kerja Praktek ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

  Semarang, 29 Juni 2017 Penulis

  

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR GAMBAR

  

  

  

DAFTAR TABEL

  

1. PENDAHULUAN

  1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

  PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Division Jakarta resmi didirikan secara notarial pada tanggal 19 Mei 1969 oleh Bapak Sudono Salim, Bapak Sudwikatmono, Bapak Djuhar Sutanto, dan Bapak Ibrahim Risjad. Tujuan pendirian dari PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Division adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan alternatif, guna meningkatkan nilai gizi, lifestyle, dan nilai ekonomis dalam masyarakat. Bogasari mulai beroperasi sebagai pabrik tepung terigu pada tanggal 29 November 1971, serta melucurkan tiga merk produk yaitu

  “Segitiga Biru”, “Cakra Kembar”, dan “Kunci Biru”. Untuk memperluas keragaman bisnisnya, pada tanggal 18 Desember 1991 Bogasari resmi mengoperasikan Pabrik Pasta y ang memproduksi produk dengan merk “La Fonte”, yang merupakan jenis makanan Italia seperti Vermicelli, Spaghetti, Fettucini, Spagettini, dan

  

Macaroni. Jenis makanan Italia tersebut berpeluang untuk dipasarkan ke pasar Eropa

  seperti Uni Soviet dan sekitarnya, sehingga dapat meningkatkan devisa Negara. Dalam perkembangannya dari tahun 1991-2000, divisi pasta mengalami jumlah permintaan pasar tertinggi terdapat pada tahun 1998. Namun, setelah terpecahnya Uni Soviet, terjadi penurunan permintaan pasar. Untuk mengatasinya, pemasaran dipusatkan pada pasar lokal yang pada awalnya mengalami kesulitan. Budaya masyarakat Indonesia yang tidak terbiasa mengonsumsi pasta menjadi kendala utama dalam pemasaran. Oleh karena itu, dilakukannya strategi marketing yang tajam melalui demo masak, iklan, dan lain- lain, untuk memperkenalkan pasta ke pasar lokal. Oleh karena itu, hingga sekarang produk pasta dapat ditemukan oleh konsumen di berbagai lokasi penjualan.

  1.2. Lokasi Dan Tata Letak Pabrik

  PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Division Jakarta berlokasi di Jalan Raya Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara dengan luas 33 hektar berdekatan dengan laut dan pelabuhan. Pemilihan lokasi yang dekat dengan laut dan memiliki dermaga sendiri didasarkan pada, kemudahan akses ekspor impor dan bongkar muat, sehingga dapat menghemat biaya transportasi dan tidak mengganggu kelancaran kegiatan umum lainnya.

  Selain itu, didasarkan pada faktor daerah Tanjung Priok yang memiliki kemudahan dalam sarana transportasi darat, tenaga kerja, akses jaringan listrik (dekat dengan gardu listrik PLN), dan air bersih (berdekatan dengan PDAM).

1.3. Struktur Organisasi

  SVP MANUFACTURING

VP TECHNICAL

  VP Q & PD SUPORT QA/MR PQC MANAGER R & D MANAGER

  MANAGER PQC ASS. MANAGER PQC SECTION QC LINE SECTION HEAD HEAD QC LINE PQC ANALYST

  INSPECTOR PQC OPERATOR Gambar 1. Struktur Organisasi PQC Department PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

  Bogasari Flour Mills Jakarta Struktur organisasi manufacturing dipimpin oleh satu Senior Vice President

  

Manufacturing , yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap proses produksi dan

  kualitas produk, beserta maintenance mesin dan sarana pendukung lainnya. Dalam pelaksanaannya, SVP dibantu oleh VP operating, VP Q & PD, dan VP technical support.

  

Vice President Quality & Product Development membawahi tiga departemen, yang setiap

  departemen dipimpin oleh QA/ MR Manager, PQC Manager, dan R&D Manager. Untuk menunjang kelancaran departemen PQC, manager dibantu oleh Assistant Manager.

  

Assistant manager membawahi dua kepala bagian yaitu, PQC Section Head dan QC Line

  

Section Head . Bagian PQC bertugas mengontrol kualitas produk akhir, sedangkan QC

Line bertanggungjawab dalam mengontrol kualitas produksi. PQC Section Head

  membawahi PQC analyst dan PQC operator, sedangkan QC Line Section Head membawahi QC Line Section Head dan QC Line Inspector. Shift pada departemen PQC, dibagi menjadi tiga shift yaitu a.

  Shift 1, pukul 8.00-16.00 WIB b.

  Shift 2, pukul 16.00-00.00 WIB c. Shift 3, pukul 00.00-08.00 WIB

1.4. Produk Pasta

  PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division memproduksi berbagai brand pasta yaitu, La Fonte, Sedani, Del Monte, Best Foods, Aro, Mix Glory, dan Bogasari. Namun, produk yang dipasarkan di dalam negeri, hanya La Fonte, Sedani, dan Bogasari, sementara untuk brand lainnya dipasarkan ke luar negeri. Secara umum pasta yang diproduksi, dibagi menjadi dua kategori, yaitu regular pasta dan seasoned pasta.

  Gambar 2. Berbagai Merk Pasta PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Jakarta

  Regular pasta, yang merupakan produk pasta kering, dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu short goods dan long goods. Pasta short goods memiliki ukuran yang kecil, terdiri atas berbagai macam pasta, yaitu fusilli, elbow, macaroni, knorr, conchiglie,

  

salad royal , dan lain-lain. Pasta short goods ini, dikemas dengan berbagai ukuran, 200

  gram, 350 gram, 400 gram, 1000 gram, 2500 gram, dan 3000 gram. Berbeda dengan pasta

  

short goods , produk pasta long goods memiliki bentuk yang lurus dan ukuran yang lebih

  panjang. Macam-macam pasta long goods adalah spaghetti, spaghettini, vermicelli, long dan lain- lain. Berdasarkan survey pola konsumsi konsumen

  macaroni, linguine, fettucini, dari tim marketing, pasta long goods dikemas dengan ukuran yang berbeda dengan short pasta yaitu, 250 gram, 400 gram, 500 gram, 750 gram, 800 gram, 1000 gram, dan 5000 gram. Seasoned pasta, merupakan hasil inovasi untuk memenuhi keinginan konsumen, akan produk pasta yang praktis, namun nikmat dikonsumsi. Oleh karena itu, dalam satu kemasan seasoned pasta terdiri dari regular pasta, bumbu, daging, dan sayuran. Produk- produk seasoned pasta adalah La Fonte Macaroni Instant, La Fonte Spaghetti Instant,

  dan La Fonte Pazto.

1.5. Distribusi Produk

  Distribusi produk pasta PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division ditujukan sekitar 20% untuk pasar dalam negri dan 80% diekspor ke luar negeri. Brand pasta, yang dipasarkan dalam negeri, adalah La Fonte, Sedani, dan Bogasari, sisanya diekspor ke beberapa negara. La fonte yang ditujukan untuk supermarket dan restoran, dipasarkan didalam negeri (terbuat dari blended semolina) dan diluar negeri (terbuat dari durum

  

semolina ). Sedani dan Bogasari yang ditujukan untuk pasar tradisional, menggunakan

  bahan baku wheat semolina. Perbedaan jenis bahan baku yang digunakan pada ketiga pasta tersebut, disesuaikan dengan sasaran konsumen yang dituju, sehingga konsumen dari kalangan bawah hingga atas dapat terjangkau. Produk pasta juga diekpor ke beberapa negara seperti Filipina, Cina, Vietnam, Malaysia, Jepang, Thailand, Korea, Bahrain, Australia, dan Singapura. Selain memasarkan produknya didalam dan diluar negeri, PT.

  ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division juga menerima permintaan toll ini

  

manufacturing (memproduksi pasta dengan merk perusahaan lain), seperti Del Monte,

  Best Food, Aro, Max Glory, dan lain –lain.

2. SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN PRODUK

2.1. Bahan Baku Pembuatan Pasta 2.1.1. Gandum

  Biji gandum atau wheat grain adalah salah satu dari kelompok biji-bijian yang telah menjadi bahan makanan pokok manusia selain padi, jagung, kentang, dan lain-lain selama berabad-abad. Gandum merupakan makanan pokok dibanyak negara seperti Eropa, Amerika Serikat, Uni Soviet, Kanada, dan Australia. Sementara itu, padi banyak digunakan di negara-negara Asia dan jagung di negara Amerika Latin dan sebagian Afrika.

  Gambar 3. Sturuktur Morfologi Gandum sumbe Morfologi biji gandum secara garis besar adalah endosperm, bran, dan germ. Endosperm

b erfungsi menyediakan makanan untuk tanaman baru (ketika embrio mulai tumbuh). Bagian endosperm ini yang merupakan sumber tepung. Bran (kandungan abu tinggi) berfungsi untuk untuk melindungi gandum. Germ (kandungan lemak tinggi) merupakan bakal tunas, tempat tumbuh untuk menghasilkan tanaman baru. Gandum termasuk dalam jenis tricutum dalam keluarga graminae. Penggolongan gandum secara umum adalah hard wheat, soft wheat, dan durum wheat. Hard wheat memiliki kandungan protein tinggi untuk roti tawar dan mie. Ciri- ciri hard wheat adalah kulit luar berwarna coklat atau merah, bijinya keras, dan daya serap airnya tinggi. Hard wheat dengan kandungan protein sedang hingga rendah untuk cookies dan produk yang crispy. Ciri-ciri hard wheat adalah kulit luar berwarna kuning atau putih, bijinya lunak, dan daya serap airnya rendah. Hard wheat memiliki kandungan protein berkisar 16-20%, untuk bahan baku pasta. Ciri-ciri hard wheat adalah endosperm berwarna kuning dan bijinya keras.

  Sebelum digunakan, bahan baku gandum yang digunakan untuk produksi pasta, diolah menjadi bentuk semolina. Bahan baku utama produk pasta berbentuk semolina, merupakan granula durum atau tepung durum. Semolina berbentuk granula yang dihasilkan dari penggilingan endosperm gandum durum dan mengandung kurang dari 3% tepung. Semolina memiliki ukuran partikel yang kecil, sehingga pembentukan adonan yang homogen lebih mudah terjadi. Jika partikel semolina tidak seragam, maka partikel yang ukurannya lebih kecil akan menyerap air lebih cepat dibandingkan partikel yang ukurannya lebih besar. Akibatnya, partikel besar tetap kering selama pencampuran adonan dan menyebabkan bintik putih pada produk. Semolina yang telah tersimpan lama, akan kehilangan warna kuningnya (karena oksidasi), kurang baik digunakan untuk membuat produk pasta.

2.1.2. Air

  Air berfungsi dalam pembentukan adonan pada pasta. Air yang digunakan dalam produk pasta seharusnya adalah air yang memenuhi syarat sebagai air minum (tidak ada penyimpangan citarasa dan murni). Pembuatan produk pasta tidak dipanaskan pada suhu tinggi, maka air yang digunakan sebaiknya memiliki kandungan mikroba yang rendah. Oleh karena itu, air yang digunakan pada produksi pasta, telah melewati klorinasi, demineralisasi, penyaringan dengan karbon aktif, dan pertukaran ion.

2.2. Pasta

  Produk pasta mempunyai bentuk yang sangat bervariasi, memanjang seperti mie, berbentuk seperti pipa dengan berbagai diameter, berbentuk ulir, kulit kerang, dan sebagainya. Tiga kategori pasta berdasarkan jenis gandum yang digunakan pada industri pasta bogasari adalah, a.

  Durum semolina (DS) Terbuat dari gandum Tritucum Durum yang tergolong dalam hard wheat.

  Karakteristik dari durum semolina yaitu memiliki warna kuning cerah, karena gandum durum mengandung pigmen xantofil dan karotenoid. Selain itu, durum

  semolina memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan semolina lainnya (Pataco et al., 2015).

  b.

  Wheat semolina (WS) Terbuat dari Tritucum aestivum atau gandum roti yang tergolong dalam hard wheat, memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dan protein yang lebih rendah dibandingkan gandum durum (Pataco et al., 2015). Wheat semolina dibagi menjadi dua kategori berdasarkan tingkat estraksi, yaitu WSA dan WSB. WSA adalah semolina dengan tingkat ekstraksi 68-70%, sedangkan WSB adalah semolina dengan tingkat ekstraksi >72%. Semakin tinggi tingkat ekstraksi, maka semakin tinggi kandungan kulit gandum, sehingga menyebabkan warna semolina menjadi semakin gelap. Oleh karena itu, semolina WSB memiliki warna yang lebih dibandingkan semolina WSA.

  c.

  Blended semolina (BS) Terbuat dari campuran hard wheat dan durum wheat. Kandungan protein dari semolina ini lebih rendah dibandingkan Durum Semolina. Namun, lebih tinggi dibandingkan wheat semolina.

3. PROSES PRODUKSI PASTA

  Inti dari pembuatan pasta adalah tahap pencampuran, ekstruksi, pengeringan, dan pengemasan.

  Pengeringan Hidrasi dan Ekstruksi/ dan Pengemasan Pencampuran Forming

  Pendinginan Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Pasta PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

  Bogasari Flour Mills Jakarta

  3.1. Hidrasi Semolina dan Pencampuran

  Pada tahap pencampuran, air ditambahkan pada semolina sehingga diperoleh adonan pasta dengan kadar air sekitar 31%. Sementara menurut Dick et al. (1996), kadar air akhir pada adonan adalah 33%. Perbedaan ini dikarenakan, kadar air pada adonan juga bergantung pada karakteristik bahan baku yang digunakan. Tidak seperti pencampuran pada produk bakery, pencampuran adonan pasta tidak membutuhkan pengembangan adonan (Matsuo et al., 1978). Pengadukan dilakukan agar didapatkan adonan yang homogen. Diusahakan selama pengadukan, tidak ada gelembung udara yang terperangkap dalam adonan, dengan cara menggunakan sistem vakum. Keberadaan gelembung udara dalam adonan, akan menyebakan adanya warna putih pada produk dan menurunkan kekuatan/integritas produk keringnya. Selain itu, sistem vakum berfungsi untuk meminimalisasi oksidasi pigmen yang dapat terjadi pada tahap pengadukan (Dick et al ., 1996).

  3.2. Ekstruksi/Forming

  Setelah semolina terhidrasi, lalu semolina memasuk mesin ekstruder. Tahap ekstruksi pada dasarnya adalah pencetakan. Pada tahap ini terjadi proses pengadukan, pencetakan/pemampatan, dan pemotongan adonan. Selama proses ektruksi dihasilkan panas yang berasal dari gesekan antara adonan dengan screw dan dinding silinder. Untuk menjaga suhu tersebut, maka diluar silinder terdapat system pendinginan dengan menggunakan sirkulasi air untuk mencegah pemanasan berlebihan (Dick et al., 1996).

  Suhu adonan dipertahankan 57°C selama proses ektruksi. Jika suhu adonan diatas 74°C, kualitas produk akhir yang dihasilkan akan kurang baik. Sementara menurut Dick et al. (1996), temperatur harus tidak melebihi 50°C, untuk menghindari terjadinya kerusakan protein gluten pada semolina. Vakum diterapkan pada proses in untuk mencegah oksidasi pigmen kuning, dan mengeliminasi gelembung udara yang dapat menurukan kualitas penampakkan dan pemasakkan produk akhir. Pencetakan/ pemampatan dilakukan dengan melewatkan adonan pada die (lubang cetakan). Pemotongan dilakukan dengan menggunakan pisau yang berputar. Bentuk die dan interval waktu antara ekstruksi dan pemotongan menentukan bentuk produk akhir (Dick et al., 1996).

3.3. Pengeringan dan Pendinginan Pengeringan merupakan tahap yang paling kritis dalam pembuatan produk pasta.

  Pengeringan bertujuan menurunkan kadar air adonan yang telah dicetak dari 31% menjadi 12,5 %. Faktor yang berperan penting dalam pengeringan ini adalah jenis alat pengering, suhu pengeringan, dan kelembaban relatif udara pengering. Pengeringan yang berlangsung lambat, akan menghasilkan produk pasta yang berjamur atau busuk selama pengeringan. Namun, pengeringan yang berlangsung terlalu cepat, produk akan retak selama pengeringan atau penyimpanan. Mesin pengeringan yang digunakan PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division, mengadaptasi sistem pengeringan menggunakan cabinet dryer. Cara kerjanya adalah mendistribusikan udara panas pada suhu 125°C (berasal dari pipa air panas) menggunakan kipas, ke produk yang ingin dikeringkan.

  Biasanya pengeringan produk pasta dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yaitu pengeringan pendahuluan dilakukan secara cepat, sehingga permukaan produk kering dan tidak lengket satu sama lain. Tahap selanjutnya yaitu pengeringan berikutnya dilakukan dengan cara mengeringkan sebagian besar air pada bagian tengah produk.

  Berikut adalah contoh cara pengeringan spageti panjang. Pengeringan pendahuluan pada suhu 65°C selama 1,5 jam dengan RH 65%, sehingga kadar air turun dari 31% menjadi 25%. Pengeringan berikutnya dilakukan dengan RH 83% selama 4 jam, dimana akan dihasilkan produk dengan kadar air 18%. Tahap terakhir pengeringan pada RH yang lebih suhu kamar. Pendinginan ini berfungsi untuk menghentikan proses pengeringan hingga mencapai suhu 28-32°C, dengan cara panas dari produk akan diserap oleh udara dingin yang berasal dari pipa air dingin (disirkulasikan menggunakan radiator). Pengeringan dan pendinginan yang baik, akan menghasilkan spaghetti kering yang keras, namun tetap lentur.

3.4. Pengemasan

  Pada kemasan, wajib dicantumkan identitas produk serta produsen, komposisi nilai gizi, label halal, nomor MD, dan tanggal kadarluasa produk. Pengemasan pasta pada industri bogasari menggunakan mesin otomatis dan adapun yang secara manual. Langkah kerja dari mesin adalah penimbangan, penyegelan, dan pendeteksian metal dan berat. Produk yang tidak sesuai dengan standar berat tertentu atapun mengandung logam, akan disingkirkan secara otomatis dari konveyor. Produk yang lolos dari penyortiran, lalu akan dikemas secara manual menggunakan kardus, yang kemudian disusun di atas palet.

4. PENGAWASAN KUANTITATIF MUTU PASTA

4.1. Analisa Kadar Air

  Kadar air pada pasta diukur dengan alat rapid moisture tester Buhler. Prinsipnya adalah pemanasan sampel pada suhu dan waktu tertentu, kehilangan berat yang terjadi selama pemanasan dihitung sebagai kadar air. Sebelum pasta diukur kadar airnya, pasta digiling terlebih dahulu menggunakan Grinder Buhler. Untuk mendapatkan hasil analisis yang akurat, moisture tester dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara penyetelan timbangan ke nol. Penyetelan dilakukan dengan cara pan yang kering dan bersih berserta batu timbang diletakkan pada lower pan support, kemudian jarum harus berada digaris 10g dengan cara knob diputar.

  

Gambar 5. Moisture Tester Buhler

  Sampel pasta yang akan diukur kadar airnya, mula-mula digiling terlebih dahulu dan diletakan pada pan/ piringan. Kemudian sampel ditimbang sebanyak 10 g, lalu ditempatkan di atas heating plate. Timer dipasang sesuai waktu yang diperlukan (untuk pasta 12 menit). Setelah waktu yang diinginkan tercapai, pan berisi sampel yang sudah kering dipindahkan ke upper pan support. Dengan knob diputar, pointer pada skala dipaskan hingga berada ditengah-tengah tanda. Kandungan moisture (dalam %) dapat dibaca langsung pada skala.

4.2. Analisa Kadar Protein

  Kadar protein diukur dengan alat Kjeltec Auto Unit 2300 yang menggunakan metode

  

kjeldahl . Prinsipnya adalah mengukur jumlah nitrogen yang terkandung, selanjutnya

  dikonversi menjadi kadar protein kasar (faktor konversi =5,7). Mula-mula sampel dan

  

reference ditimbang sebanyak 1 gram pada kertas bebas nitrogen (tissue), lalu

  dimasukkan ke dalam tabung kjeltec (tabung destruksi). Untuk blanko dimasukkan tissue ke dalam tabung kjeltec. Kalibrasi dilakukan, dengan menggunakan Amoniumeisen (II) sulfat hexahidrat, yang ditimbang sebanyak 0,5 g.

  Gambar 6. Digestor Block Gambar 7. Kjeltec Auto

  Unit 2300

  Pada setiap tabung kjeltec ditambahkan 2 buah kjeltab dan 15 ml asam sulfat. Tiga tahap dalam metode kjeldahl adalah destruksi, destilasi, dan titrasi. Protein akan didigesti dengan asam sulfat dan dibantu dengan katalis yaitu kjeltab. Tahap pertama, yaitu destruksi, dilakukan dengan selama 1-1,5 jam. Rak berisi tabung dimasukkan ke dalam

  

digestion block , dipasangkan exhaust head pada tabung dan exhaust system scrubber unit

2001 dinyalakan dengan menekan tombol. Hasil proses destruksi yang sempurna ditandai

  dengan larutan hasil destruksi yang berwana jenih kehijau-hijauan (apabila warna larutan terlihat abu-abu atau kehitaman, maka waktu destruksi perlu ditambah sampai mendapatkan hasil yang sempurna). Jika hasil proses destruksi sudah sempurna maka rak berisi tabung dipindahkan dari digestion block, ditempatkan pada stand yang tersedia selama 5 menit dengan exhaust head tetap berada pada posisi terpasang. Kemudian,

  

exhaust system dan power dimatikan (apabila terbentuk endapan garam, maka larutan

  harus dipanaskan kembali). Setelah tahap destruksi selesai, sampel ditunggu hingga dingin sebelum analisis dimulai.

  Tahap destilasi dan titrasi dilakukan hanya dengan menggunakan satu alat sekaligus yaitu

  

Tecator Kjeltec Auto Unit 2300 Digital Display Setting . Kalibrasi dilakukan dengan

  menganalisa Amoniumeisen (II) sulfat hexahidrat, dimana hasilnya harus berada dalam kisaran 6,786-7,500% nitrogen. Selain itu, kalibrasi juga dilakukan dengan menggunakan

  

control reference dengan hasil analisa harus masuk ke dalam kisaran yang diberikan.

  Apabila hasil diluar kisaran nilai yang diberikan, maka perlu dilakukan penimbangan ulang dan dilakukan analisa kembali hingga masuk kisaran nilai yang diberikan. Setelah prosedur kalibrasi telah sesuai, baru sampel diukur menggunakan Tecator Kjeltec Auto Unit 2300 Digital Display Setting, dengan hasil dalam % nitrogen.

4.3. Analisa Kadar Abu

  Kadar abu diukur dengan menggunakan alat muffle furnace. Prinsip pengukuran kadar abu adalah dengan mengabukan sampel pada suhu 600°C selama 6 jam, bahan organik akan terbakar, sedangkan bahan anorganik akan tersisa dan dihitung sebagai kadar abu (Harjadi, 1986). Langkah awal yang dilakukan adalah exhaust system untuk pembuangan gas dari analisa kadar abu dan muffle furnace dinyalakan. Krusibel (cawan) kosong dimasukkan ke dalam muffle furnace dengan temperatur ± 200°C, kemudian dinaikkan hingga mencapai 600°C, selama 1 jam. Krusibel dikeluarkan dari muffle furnace dan diletakkan diatas plate yang kering dan bersih selama 1-1,5 menit. Krusibel kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit (5 menit kran krusibel dibuka dan 10 menit kran ditutup). Desikator tidak boleh terlalu banyak diisi dengan krusibel. Cawan Krusibel dikeluarkan dari desikator dan ditimbang (4 angka dibelakang koma), yang dicatat sebagai berat krusibel kosong.

  Gambar 8. Muffle Furnace Krusibel kosong diletakkan pada timbangan, lalu ditera (0,0000 g), kemudian sampel ditimbang ke dalam krusibel sebanyak 3-4 g untuk pasta, hasil dicatat sebagai berat sampel. Krusibel yang berisi sampel diletakan diletakkan diatas hot plate selama 30 menit hingga tidak mengeluarkan asap. Setelah itu, krusibel dimasukkan ke dalam muffle

  

furnace dengan temperatur 600°C. Hasil abu yang sempurna akan menunjukkan warna

  abu-abu. Krusibel dikeluarkan dari muffle furnace dan diletakkan diatas plate bersih dan tahan panas selama 1-1,5 menit. Krusibel kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit (5 menit kran krusibel dibuka dan 10 menit kran ditutup). Setelah 5 menit, exhaust system dan muffle furnace dimatikan. Setelah mencapai suhu ruang, krusibel segera diambil dari desikator, ditimbang, dan dicatat sebagai berat krusibel+abu. Perhitungan:

  ( + )−( ) 100%

  % abu =

4.4. Analisa Kadar Pati

  Pengukuran kadar pati yang terkandung di dalam sampel diukur dengan menggunakan alat Automatic Polarimeter. Prinsip dari alat ini adalah dengan mengukur aktivitas optik senyawa organik maupun anorganik. Jumlah rotasi optikal ditentukan oleh struktur molekul dan konsentrasi molekul chiral pada senyawa tersebut (Rudolph Research Analytical, 2005). Pertama-tama autopol dihidupkan dengan menekan tombol power yang ada dibelakang alat, ditunggu beberapa detik hingga alat stabil. Sebelum digunakan, alat polarimeter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara menekan menu kalibrasi

  (kalibrasi berhasil apabila nilai yang diukur pada Quartz Control tidak melebihi nilai yang tertera disertifikat).

  Larutan yang digunakan pada pengujian ini adalah HCl, Carrez no. 1 (terbuat dari seng asetat dan asam asetat glasial), dan Carrez no. 2 (terbuat dari kalium ferosianida). Larutan HCl digunakan untuk memecah pati menjadi glukosa (Bao & Bergman, 2004), karena molekul glukosa termasuk dalam molekul kiral. Molekul kiral merupakan molekul yang dapat merespon dan memutar cahaya seperti lensa (Harjadi, 1986). Jumlah rotasi tersebutlah yang diukur oleh alat automatic polarimeter. Sementara, larutan Carrez digunakan untuk mengendapkan senyawa protein (Bao & Bergman, 2004).

  Gambar 9. Automatic Polarimeter Sampel yang akan diukur, ditimbang sebanyak 2,5 g (pasta yang sudah digiling) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml HCl 0,31 N melalui dinding labu, lalu dikocok. Labu ukur dimasukkan ke dalam waterbath yang berisi air mendidih (100°C), selama 15 menit dengan rincian 3 menit awal, waterbath dalam keadaan shaking dan 12 menit berikutnya dalam keadaan diam. Kemudian labu ukur diangkat dari waterbath, kemudian didinginkan dalam air es segera. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml larutan Carrez no. 1, dikocok selama 1 menit. Selanjutnya, ditambahkan larutan Carrez no. 2, dikocok kembali selama 1 menit. Akuades kemudian ditambahkan hingga tanda tera pada labu takar, lalu dikocok dengan kuat agar homogen. Larutan didalam labu takar disaring dengan kertas Whatman no. 42. Hasil saringan dimasukkan ke dalam tabung sampel 100mm (terbuat dari Stainless steel), dengan menggunakan syringe (suntikan) disalah satu sisi tabung sampel. Syringe dimasukkan pada tempat tabung sampel sehingga terpasang pada alat. Selang kemudian dipasang disalah satu sisi lain tabung, untuk membuang sisa sampel analisa. Tekan tanda mulai pada alat untuk memulai analisa, kadar pati dapat dilihat pada layar polarimeter.

4.5. Analisa Lemak Kasar

  Pengujian kadar crude fat digunakan Crude Fat

  • – Soxtec 8000. Sampel pasta ditimbang

  sebanyak 4 gram dan dibungkus dengan kertas saring Whatman No.2 dan dilipat sebaik mungkin, agar dapat diposisikan hingga dasar thimble. Kemudian thimble dipasangkan ke dalam Extraction Unit. Lalu disiapkan extracition cup yang telah dipanaskan didalam oven dengan suhu 110-120°C selama 10 menit, kemudian ditutup selama 10 menit sampai mencapai suhu ruang. Extraction cup tersebut ditimbang (A).

  Gambar 10. Soxtec 8000 Proses pada alat Soxtec 8000 terjadi dalam tiga tahap yaitu boiling, rinsing, dan recovery.

  Proses boiling adalah ketika sampel akan dicelupkan ke dalam pelarut (petroleum) yang mendidih selama 20 menit, agar semua lemak dapat terekstrak. Pada tahap rinsing, sampel akan diangkat dari pelarut dan akan dibilas dengan pelarut yang terkondensasi selama 25 menit. Tahap terakhir yaitu recovery selama 30 menit, dimana setelah proses ekstraksi pelarut akan dialirkan dengan ke dalam recovery flask dan yang tertinggal di dalam

  

extraction cup hanyalah lemak yang telah terekstrak. Extraction cup kemudian

  dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 110-120°C selama 15 menit, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit (5 menit kran krusibel dibuka dan 10 menit kran ditutup). Kemudian extraction cup ditimbang (B). Perhitungan:

  −

  % Lemak Kasar = %

4.6. Analisa Serat Kasar

  Pengujian kadar serat kasar menggunakan Fibertec 8400. Sampel pasta yang digunakan harus digiling terlebih dahulu, sehingga diperoleh hasil dengan ukuran partikel < 1mm. Reagen yang digunakan adalah H

2 SO 4 0,255 N dan KOH 0,23 N. Asam dan basa encer tersebut digunakan karena serat kasar tidak larut dalam asam/basa encer (Harjadi, 1986).

  Pengujian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pemanasan, hot extraction, dan cold

  

extraction. Setelah tiga tahap itu dilakukan, krusibel dimasukkan ke dalam oven dengan

suhu 130°C dan dipanaskan selama 2 jam (untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut.

  Krusibel didinginkan ke dalam desikator sampai mencapai temperatur ruang (W1). Kemudian untuk mendapatkan W2 sampel diabukan selama 30 menit (600 °C) dan ditimbang.

  Perhitungan:

  −

  % Serat Kasar= %

  Gambar 11. Fibertec 8400 4.7.

   Analisa Warna

  Karakteristik warna pasta diukur dengan menggunakan Color Hunter Lab. Sebelum digunakan, alat tersebut perlu dikalibrasi dengan menggunakan lempeng standar. Sampel pasta dimasukkan ke dalam specimen dish. Letakkan specimen dish pada alat. Hasil analisa dicatat meliputi L (lightness), a (redness), dan b (brightness). Alat ini berdasarkan prinsip warna L*, a*, dan b*, dimana L* adalah lightness yang berperan untuk mengukur terang-gelapnya suatu warna. Nilainya berkisar antara 0 yang berarti gelap (hitam) dan semakin menuju 100 warnanya menjadi semakin terang (putih). Nilai a* positif berwarna merah sedangkan nilai a* negatif berwarna hijau. Nilai b* positif memiliki warna kuning sedangkan nilai b* negatif berwarna biru (Bao et al., 2005).

  Gambar 12. Color Hunter Lab

5. PEMBAHASAN

  Dalam memproduksi bahan pangan sehingga menjadi produk jadi seperti pasta, perlunya dilakukan pengawasan mutu. Mutu adalah sekumpulan sifat yang menentukan tingkat penerimaan konsumen pada produk pangan. Tujuan dilakukannya pengawasan mutu adalah agar didapatkan produk pangan dengan kualitas yang sesuai standar dan konsisten. Pelaksanaan pengawasan mutu dari monitoring bahan baku, proses pengolahan, hingga produk akhir (Alli, 2004). Pada bab pembahasan ini akan dibahas peran quality control pada produk akhir. Kualitas produk akhir adalah standar dasar mutu bagi konsumen. Produk pangan pertama-tama haruslah aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, perlu memenuhi keinginan konsumen, dari segi sensori maupun nutrisional. Konsumen haruslah diyakinkan dengan sistem kontrol kualitas yang terjamin (Davidek, 2005).

  Tabel 1. Quality guide Pasta PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division Jakarta Pasta

  Parameter Durum Semolina Blended semolina Wheat semolina

  %Kadar Air max. 12,50 max. 12,5 max. 12,5 %Protein (d.b.) min. 11,50 min. 11,00 min. 11,00

  %Abu (d.b.) max. 0,86 max. 0,86 max. 0.86 %Lemak Kasar (d.b.) min. 1,30 min. 1,30 min. 1,30

  %Serat Kasar (d.b.) min. 0,85 min. 0,85 min. 0,85 Tabel 2. Hasil Analisis Kimia Pasta PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division Jakarta (Juli 2016)

  Pasta Parameter

  Durum Semolina

  Blended semolina Wheat semolina

  %Protein (d.b.) 15,30 12,86 12,01 %Lemak Kasar (d.b.) 0,19 0,32 0,38

  %Serat Kasar(d.b.) 0,32 0,29 0,27 % Pati 66,38 67,19 68,59

  Dari kedua tabel diatas dapat diketahui bahwa kualitas pasta PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division Jakarta (Juli 2016) sudah sesuai dengan quality guide yang telah ditetapkan. Pengolahan makanan merupakan pengubahan produk agrikultural menjadi produk pangan yang memiliki karakteristik organoleptik, nutrisional, dan segi higienis.

  Transformasi tersebut dapat dicapai dengan proses biologi maupun fisik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Oleh karena itu, kualitas produk pangan bergantung pada proses produksi yang diterapkan, serta karakteristik bahan baku atau agrikultural tersebut. Tentunya industri pasta, tidak terlepas dari quality control, dimana spesifikasi dan keamananan pada quality control produk akhir, haruslah dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Produk akhir yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka akan dilakukan pelacakan dari track record produk tersebut (Dick et al., 1996).

  5.1. Analisa Kadar Air

  Analisa kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Moisture Tester Buhler. Tujuan dari analisa ini, untuk mengetahui kadar air pada sampel pasta. Salah satu kriteria kualitas kunci pada pasta adalah kandungan air, dimana kadar air menjadi standarnya tercapainya kecukupan proses drying yang dillakukan. Pengurangan kadar air yang tidak mencapai pengurangan hingga 12,5% akan menyebabkan produk pasta mudah diserang mikroorganisme. Hal ini telah diterapkan dalam quality guide kadar air PT Bogasari yaitu maksimal 12,5% untuk semua jenis pasta. Standar tersebut didasarkan pada water activity produk. Kapang dapat bertahan pada aw 0,65, yang apabila disetarakan dengan kadar air pasta adalah 12,6%. Oleh karena itu, maksimum kandungan air yang ditetapkan pada pasta kering adalah 12,5% (Kill & Turnbull, 2007).

  5.2. Analisa Kadar Protein

  Kualitas pemasakkan pasta ditentukan dari kandungan protein pada pasta. Quality guide protein yang ditetapkan dari PT Bogasari adalah minimal 10 (pasta wheat semolina), minimal 11, 5 (pasta durum semolina), dan minimal 11 (pasta blended semolina). Hal ini dikarenakan hard wheat mengandung protein yang tinggi dibandingkan hard wheat (Pataco et al., 2015). Menurut studi Matsuo, et al.(1972), dikatakan bahwa kandungan protein pasta minimal adalah 11% untuk mencapa kualitas pemasakkan yang memadai.

  Semakin tinggi kadar protein, maka semakin kuat tekstur pasta dan berkurangnya peluruhan starch selama pemasakan (Kill & Turnbull, 2007). Kandungan protein penting dalam menjaga kelenturan pasta dan mempertahankan bentuknya selama pemasakan. Hal ini dikarenakan, protein pada pasta terhubung oleh ikatan disulfida, hidrogen, dan ikatan hidrofobik membentuk matriks yang menyebabkan sifat viskoelastis pada pasta matang. Kekuatan dari matriks protein tergantung dari sifat alami ikatan inter- dan intra- molekular. Selama pemasakkan terjadi disintegrasi matriks protein, dimana matriks protein yang lemah melepaskan eksudat yang keluar dari gelatinisasi granula pati. Eksudat membentuk permukaan pati yang menyebabkan pasta menjadi lengket. Bahkan, dalam dalam kasus yang ekstrem, disintegritasi rantai indivual menyebabkan produk tidak dapat diterima. Selain itu, jumlah solid yang hilang ke air rebusan menjadi tinggi (Dick et al., 1996).

  Laju disintegrasi protein, ditentukan dari karakteristik semolina yang digunakan serta proses produksi pasta. Matriks protein dapat rusak oleh stress mekanik pada pemampatan pasta, menyebabkan disintegrasi yang cepat saat pemasakkan pasta. Selain itu, kandungan protein yang tinggi pada bahan baku menyebabkan peningkatan ketahanan terhadap tekanan dari kneading pada proses ekstruksi dan pemanasan, sehingga pasta yang dihasilkan tidak mudah retak (Dick et al., 1996).

  5.3. Analisa Kadar Abu

  Abu adalah residu senyawa anorganik yang tersisa pada pembakaran sempurna bahan pangan. Oleh karena itu, abu menunjukkan total mineral yang ada dalam bahan pangan (Nielsen, 2010). Quality guide kadar abu yang ditetapkan dari PT Bogasari adalah maksimal 0,60 (pasta wheat semolina), maksimal 0,86 (pasta durum semolina), dan maksimal 0,95 (pasta blended semolina). Hal ini sesuai dengan Manthey & Iii ( 2007), bahwa kandungan mineral dalam semolina relatif rendah.

  Apabila kadar abu pada pasta melebihi quality guide tersebut, maka pasta yang dihasilkan berwarna gelap dan rasa yang lebih ‘wheaty’ (Kill & Turnbull, 2007). Hal ini dikarenakan reaksi maillard, dimana keberadaan ion Fe2+, I, Cu, dan Zn2+ dapat menstimulasi akumulasi senyawa melanoidin pada reaksi Maillard. Kadar abu yang tinggi disebabkan tinggiya kontaminasi bran (Ramonaityte, 2009).

  5.4. Analisa Kadar Pati

  Pati termasuk komponen mayor pasta, dimana tingkat kekerasan pada pasta matang dipengaruhi oleh sifat gelatinisasi pati. Frey cit. Matsuo et al., 1972, menambahkan bahwa pati berperan penting dalam konsistensi dan penyerapan air pada produk pasta, sehingga berperan penting dalam sifat reologi pasta. Kadar pati PT. ISM Tbk. Bogasari Flour Mills Pasta Division pada bulan Juli 2016 berturut-turut, pasta wheat semolina adalah 68,59%, untuk pasta durum semolina adalah 66,38%, dan untuk blended semolina adalah 67,19%. Hal ini didasarkan untuk menjaga tekstur pasta, sebab apabila kandungan pati semakin tinggi, maka pasta yang telah matang akan semakin keras (Dexter & Matsuo, 1979). Semakin keruh air rebusan pasta menunjukkan semakin banyak pati yang terlarut dari matriks protein, sehingga dapat menyebabkan pasta menjadi lebih lengket (Kill & Turnbull, 2007).

  5.5. Analisa Lemak kasar

Quality guide lemak kasar yang ditetapkan dari PT Bogasari adalah maksimal 1,3% untuk

  semua jenis pasta. Dari standar tersebut dapat diketahui, bahwa pasta adalah produk yang relatif rendah lemak (Kill & Turnbull, 2007). Lemak dapat mempengaruhi warna dan

  

cooking quality pada pasta. Monogliserida yang dapat larut air membentuk kompleks

  dengan amilosa, sehingga terjadi penurunan kelarutan amilosa bebas. Oleh karena itu, adanya monogliserida dapat menurunkan cooking loss dan menurunkan kelengketan pada pasta (Matsuo et al., 1986). Namun, komposisi lemak tidak berperan besar pada kualitas pemasakkan pasta (Dick et al.., 1996).

  5.6. Analisa Serat Kasar

  Serat kasar yaitu kandungan residu yang terdiri dari selulosa 50-80%, hemiselulosa 20%, dan lignin 10-50% yang tidak larut dalam H

  2 SO 4 dan KOH panas. Quality guide serat

  kasar kasar yang ditetapkan dari PT Bogasari adalah maksimal 0,85% untuk semua jenis pasta. Kandungan serat yang tinggi menyebabkan tingginya kontaminasi bran pada bahan baku, dikarenakan bran mengandung serat dan mineral. Adanya kontaminasi bran selama penggilingan semolina dapat menyebabkan brown specks pada pasta (Dick et al., 1996).

  5.7. Analisa Warna

  Warna pasta yang diinginkan adalah kuning, sedangkan warna coklat tidak diinginkan pada produk pasta. Warna kuning yang terdapat pada pasta berhubungan dengan keberadaan pigmen karotenid, beberapa lemak, dan aktivitas enzim lipoksigenase pada semolina. Semua komponen tersebut bergantung pada karakteristik intrinsik gandum durum, kondisi penggilingan, dan parameter produksi pasta (hidrasi, pencampuran, ekstruksi, dan pengeringan). Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan oksidasi dan kerusakan pada pigmen karotenoid, serta bleaching oleh lipoksigenase (Dick et al.., 1996).