PERSPEKTIF YURIDIS TANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP RAHASIA MEDIS PASIEN HIVAIDS (Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas)
424
PERSPEKTIF YURIDIS TANGGUNG JAWAB DOKTER
TERHADAP RAHASIA MEDIS PASIEN HIV/ AIDS
(Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas)
Muhammad Taufiq
Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman
Abst r act
Exami nat i on of HIV/ AIDS pat ient wit h do volunt ar y and conf i dent i al pr i nci pl e. Pat i ent
conf i dent i al i t y must be mai nt ai ned wit h t he best . St at us and t he pr esence of HIV/ AIDS pat i ent s ar e
kept secr et and so r aises di l emma f or physi ci ans nor pat i ent t hemselves. Jur i di cal per spect ive of
physi ci an r esponsi bi l i t y i n openi ng t he medi cal secr et of pat i ent s wit h HIV/ AIDS i s a view or
under st andi ng of legal l i abi l i t y physi ci ans i n openi ng t he medi cal secr et of HIV/ AIDS pat ient s. Thi ngs
must be secr et mai nt ai ned in t he f or m of of i dent it y, di agnosi s, di sease hi st or y, i nspect ion hi st or y
and t r eat ment hi st or y. Per spect ive j ur i di cal physi cian’ s r esponsi bi l i t y i n RSUD Banyumas gener al l y
show ver y much agr ees on openi ng medi cal conf i dent i al HIV/ AIDS pat i ent s wi t h pat ient consent .
Impl ement at i on of medi cal conf i dent ial i t y l aws agai nst HIV/ AIDS pat ient s i n RSUD Banyumas
i mpl ement ed pr oper l y.Key wor ds : conf i dent i al medi cal , l egal per spect i ves physi ci ans, l aw enf or cement
Abst rak
Pemeriksaan pasien HIV/ AIDS dilakuan dengan azas sukarela dan rahasia. Kerahasiaan penderit a harus dij aga dengan sebaik-baiknya. St at us dan keberadaan pasien HIV/ AIDS yang dirahasiakan menimbulkan dilema baik pada dokt er yang merawat maupun pasien it u sendiri. Perspekt if yuridis t anggung j awab dokt er dalam membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS merupakan pandangan at au pemahaman dokt er t erhadap t anggung j awab hukum dalam membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS. Hal yang harus dij aga berupa ident it as, diagnosis, riwayat penyakit , riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobat an. Perspekt if yuridis t anggung j awab dokt er di RSUD Banyumas secara umum menunj ukkan sangat set uj u dalam membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS dengan seizin pasien. Implement asi hukum t erhadap kerahasiaan medis pasien HIV/ AIDS di RSUD Banyumas dilaksanakan dengan baik.
Kat a kunci : rahasia medis, perspekt if yuridis dokt er, implement asi hukum
Pendahuluan
Visi Indonesia Sehat 2010 menet apkan se- Berkenaan dengan pencegahan dan pe- gala pembangunan harus berwawasan kesehat - ngendalian penyakit menular sepert i HIV/ AIDS an. Aj akan unt uk memikirkan bagaimana cara- perlu memperhat ikan hak-hak dan kewaj iban nya agar semua rakyat bisa hidup sehat , baha- pasien penyakit menular khususnya HIV/ AIDS gia dan produkt if . Program-program kesehat an t ersebut di t engah-t engah keluarga dan masya- harus diut amakan memelihara dan meningkat - rakat . Kewaj iban ut ama dari prof esional ma- kan st at us kesehat an bukan hanya memberikan syarakat ilmu kesehat an maupun t enaga kese- pengobat an kepada orang sakit sepert i yang se- hat an adalah melindungi hak-hak pasien dengan lama ini dilakukan. Sehingga pelayanan kese- menj aga kerahasiaan rekam medis pasien HIV/ hat an t idak hanya bersif at kurat if saj a t et api AIDS. Kaidah t urunan moral bagi t enaga keseha- meliput i prevent if , promot if dan rehabilit at if . t an adalah pr ivacy (berart i menghormat i hak
pr i vacy pasien), convi dent i al it y (berart i kewa-
Art ikel ini merupakan art ikel hasil penel i t i an t esis pada
j iban menyimpan inf ormasi kesehat an sebagai
Program Magist er Il mu Hukum Konsent rasi Hukum
Kesehat an t ahun 2011. rahasia), f i del it y (berart i keset iaan) dan ver a-
Perspekt if Yuridis Tanggung Jaw ab Dokt er Terhadap Rahasia M edis Pasien HIV/ AIDS … 425 ci t y (berart i menj unj ung t inggi kebenaran dan kej uj uran).
1 Era inf ormasi sekarang ini, set iap orang
3 Unt uk
No. 22, 1981, hl m. 36. Li hat pul a J. Guwandi, 2007 , Hukum Medi s, Jakart a: FKUI, hl m. 18, ; Hargiant i Dini Iswandar i, “ Aspek Hukum Penyel enggar aan Pr akt ek Ke- dokt eran: Suat u Ti nj auan Ber dasarkan Undang-Undang No. 9/ 2004 Tent ang Prakt ek Kedokt er an” , Jur nal Mana- j emen Pel ayanan Kesehat an, Vol . 09, No. 02, Juni 2006, hl m 54. 3 John R. Wil l i ams , Medi cal Et i cs Manual , Terj emahan ol eh Ti m Penerj emah PSKI FK UMY, edit or Sagiran,
“ Hubungan Ant ar a Karakt eri st ik Perawat dengan Mot i vasi Per awat Pel aksana dal am Mener apkan Komunikasi Ter apeut ik Pada Fase Kerj a Di Rumah Saki t Isl am Sul t an Agung Semar ang” , Nur se Medi a Jour nal of
Pasal 48 UU No. 29 Tahun 2004 t ent ang Prakt ik Kedokt eran dan Pasal 57 UU No. 36 Ta- hun 2009 t ent ang Kesehat an mengundang dile- ma, di sat u sisi dokt er at au t enaga kesehat an harus menyimpan rahasia medis pasien, disisi lain harus membuka rahasia pasien, sement ara prinsip yang dianut secara universal pada saat ini dan diadopsi oleh Pemerint ah Indonesia bah-
Kasus-kasus t ert ent u, seorang dokt er at au t enaga kesehat an bisa berada dalam ke- adaan dilema j ika penyakit yang diderit a pasien it u j uga membahayakan masyarakat sekit arnya sepert i HIV/ AIDS, sement ara pasien t idak mem- berikan perset uj uan unt uk diungkapkan raha- sianya. Kecuali sudah diwaj ibkan oleh undang- undang at au perat uran yang lebih t inggi t ing- kat nya, maka dokt er waj ib melaporkan.
Hak at as rahasia medis adalah hak pasien yang merupakan hak pasien unt uk memint a bahwa rahasia yang dicerit erakan kepada dok- t ernya t idak diungkapkan lebih lanj ut . Namun pasien j uga bisa mengizinkan sang dokt er unt uk mengungkapkan kepada pihak yang berkepen- t ingan. Pasien pun bisa melepaskan haknya un- t uk memperoleh inf ormasi sehingga memut us- kan unt uk t idak diberit ahukan apa yang dideri- t anya.
menerima perawat an medis, seorang pasien ha- rus membuka rahasia kepada dokt er mengenai inf ormasi yang mungkin t idak ingin diket ahui orang lain. Mereka memiliki alasan yang kuat mempercayai dan mempercayakan dirinya pada dokt er, hal ini t erj adi karena dokt er t elah di- nyat akan sebagai seorang prof esional. Keper- cayaan ini mengandalkan kompet ensi dan ke- sediaan dokt er unt uk mempedulikan pasien, sehingga seorang pasien harus bisa dengan pe- rasaan lega dan aman sert a t idak khawat ir me- naruh kepercayaan kepada dokt ernya, bahwa rahasia yang dicerit erakan kepada dokt er t idak akan diungkapkan lebih lanj ut olehnya. Dengan demikian ia bebas dan sej uj urnya mau menceri- t erakan segala sesuat u yang dirasakan kepada
2000, Pusat St udi Kedokt er an Isl am, UMY, hl m. 4, ; Endang Kusuma Ast ut i, ” Hubungan Hukum Ant ar a Dokt er dan Pasien Dal am Upaya Pel ayanan Medi s” ,
2 Oet ama dan Fr ed Amel n, “ Hukum Kedokt er an dan Be- berapa Hak Pasien” , Jour nal Cer mi n Duni a Kedokt er an
harus dan berhak at as inf ormasi yang menyang- kut diri pribadinya. Sebagai akibat hak at as inf ormasi dari pasien ( t he r i ght t o inf or mat i on) t erdapat pula kewaj iban dokt er unt uk membe- rikan inf ormasi kepada pasiennya. Pasien ber- hak unt uk memut uskan sendiri, unt uk memper- gunakan haknya at au t idak. Pemegang haklah yang berwenang unt uk menent ukan sebagai manif est asi dari hak ot onomi ( t he r i ght t o sel f -
Lachman, “ Pr act ical Use of t he Nursi ng Code of Et hics: Part I” , MEDSURG Nur si ng, Januar y/ February 2009, Vol .
ngan Il mu Kedokt er an, Et i ka Medi s, dan Bi oet i ka, CV Sagung Set o beker j asama dengan Universi t as Taruma- negara, Jakart a, hl m. 75-76, ; John Adam RGN “ Pres- cri bing; The Et hical Dimension” , Nur se Pr escr i ber , 1(7), 2004, hl m. 1-3 ; Jeryl S. Cohen, Jeanne M. Eri ckson, “ Et hi cal Dil emmas and Moral Di st ress in Oncol ogy Nursi ng Pract i ce” , Cl i ni cal Jour nal of Oncol ogy Nur si ng, Vol ume 10, Number 6/ December 2006, hl m 775-780, ; John W. Seymour, dan Lawrence Rubi n, “ Princi pl es, princi pal s, and process (P³ ): A model f or pl ay t her apy et hi cs probl em sol vi ng” , Int er nat i onal Jour nal of Pl ay Ther apy, Vol 15(2), 2006, hl m. 101-123, ; Vicki D.
1 Samsi Jacobal i s, 2005 , Pengant ar Tent ang Per kemba-
saksi t er apeut i k. Bagian pent ing dalam hubu- ngan dokt er pasien adalah kepercayaan.
budaya yang menyert ai perkembangan masya- rakat t elah membawa perubahan t erhadap st a- t us manusia sebagai obyek ilmu kedokt eran menj adi subyek yang berkedudukan sederaj at . Peningkat an st at us pasien sebagai subj ek yang sederaj at ini oleh Hipokrat es dit uangkan dalam suat u hubungan yang disebabkan sebagai t r an-
2
r i ght t o heal t h car e) yang merupakan hak asasi individu ( indi vi dual human r i ght ).
t olak dari hak at as perawat an kesehat an ( t he
det er mi nat ion). Kedua hak dasar t ersebut ber-
18/ No. 1, hl m. 56-57.
426 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011
ber kul osi s sebagai pemeriksaaan rut in, peme-
Republ ik Indonesi a, 2010 , Skr i ni ng HIV di Rumah Saki t Dal am Upaya Pencegahan Penyebar an HIV (Hasil Kaj ian Tahun 2009), hl m. 23-29. 7 HM. Subuh, 2010, Achi eve Uni ver sal To HIV Pr event i on,
rit a HIV/ AIDS yang berada di Jat eng yang ber- t empat t inggal di Banyumas ada yang berobat ke VCT Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas 6 Dirj en Bina Pel ayanan Medi s Kement rian Kesehat an
7 Dari sebagian pende-
Menurut Direkt ur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Dirj en P2MPLP Kement rian Kesehat an est imasi ODHA (orang dengan HIV/ AIDS) di Indonesia pada 2009 mencapai 186. 000 orang dimana urut an pert ama DKI 42. 880 orang disusul Jat im 27. 063 orang, Papua 23. 439 orang, Jabar 23. 423 orang dan Jat eng 10. 816 orang di urut an ke lima.
Penderit a Dengan Gej ala AIDS. Ket ent uan t er- sebut hanya dit uj ukan kepada pet ugas kesehat - an dan sarana pelayanan kesehat an saj a. Tin- dakan yang diambil pada saat dit emuinya sese- orang dengan gej ala AIDS hanyalah pelaporan kepada Dirj en P2MPLP (Pemberant asan Penya- kit Menular dan Penyehat an Lingkungan Pemu- kiman) saj a dengan memperhat ikan kerahasia- an pribadi pasien sement ara lingkungan t idak diberit ahu kalau ada pasien penderit a HIV/ AIDS dengan alasan HAM dan kemungkinan besar bisa menular berart i akan menimbulkan masalah HAM di masyarakat .
6 Kes/ Inst / 1988 t ent ang Kewaj iban Melaporkan
cuali pemeriksaan HIV waj ib yang dibut uhkan sebelum dilakukannya prosedur-prosedur yang berkait an dengan pemindahan cairan at au j ari- ngan t ubuh, j ika hasilnya posit if t erkena HIV maka ident it as pemberi donor t et ap harus di- rahasiakan.
l i ng/ PITC) harus ada i nf or med consent nya. Ke-
riksaan HIV dengan inisiat if dari t enaga kese- hat an (Pr ovi der -Ini t i at ed Test i ng and Counsel -
kan pada pasien dengan t anda dan gej ala yang sej alan dengan penyakit -penyakit yang t erkait HIV/ AIDS, t ermasuk pemeriksaan t erhadap t u-
wa pemeriksaan HIV/ AIDS pada set iap orang de- ngan azas sukarela dan rahasia (Keput usan Ment eri Koordinat or Bidang Kesej aht araan Rak- yat No. 9/ / KEP/ MENKO/ KESRA/ VI/ 1994 t ent ang St rat egi Nasional Penanggulangan HIV/ AIDS di Indonesia), art inya t idak dapat diwaj ibkan ka- rena bert ent angan dengan HAM sehingga perlu ada i nf or med consent nya t erlebih dahulu baik pemeriksaannya maupun membuka unt uk dibe- rit ahukan kepada orang lain.
VCT), pemeriksaan HIV diagnost ik, diindikasi-
f eksi HIV) baik melalui pemeriksaan dan konse- ling HIV (Vol unt ar y Counsel l i ng and Test i ng/
Unt uk Pender i t a HIV & AIDS dal am Nasronudi n & Mar - garit a M. Maramis (edit or), Konsel i ng, Dukungan, Per a- wat an & Pengobat an ODHA, Airl angga Uni versit y Press, Surabaya, hl m. 7; Hargi ant i Di ni Isw andari , op. ci t , hl m 55. 5 Suriadi Gunawan, “ Perkembangan Masal ah AIDS” , Jour - nal Cer mi n Duni a Kedokt er an, No. 75, 1992, Jakart a, hl m. 1. Lihat pul a St einbrook, M. D. , “ The AIDS Epidemic in 2004 ” , The New Engl and Jour nal of
Langkah-langkah klasik yang umum di- ambil unt uk menanggulangi penyakit menular hanya penemuan penderit a, pelaporan dan pencat at an penderit a dan isolasi sert a peng- obat an penderit a unt uk menaggulangi AIDS. Si- f at pelaporan dengan t et ap merahasiakan iden- t it as penderit a. Maka dalam melakukan peme- riksaan HIV pada suat u populasi (orang-orang dengan gej ala dan t anda konsist en dengan in- 4 Margar it a M. Mar ami s, 2007, Konsel i ng dan Tes Sukar el a
t isasi, prasangka dan diskriminasi yang t imbul akibat AIDS. Epidemi yang ket iga ini menim- bulkan berbagai dilema dalam masyarakat yang mempersulit penanggulangan AIDS secara rasio- nal.
ga, epidemi yang bersif at sosial, yakni st igma-
annya t erj adi melalui hubungan seksual ( homo dan het er oseksual ), dari Ibu ke bayi dan mela- lui darah yang t ercemar (t ransf usi, produk da- Epidemi ini berlangsung secara diam-diam dan mungkin sekali t elah dimulai t ahun 1950-an. Darah t ert ua yang t ercemar HIV berasal dari Zaire dalam t ahun 1959. Jumlah orang yang t erinf eksi kini t elah mencapai sepuluh j ut a orang. Kedua, berj angkit nya AIDS yang mulai dikenal sej ak t ahun 1981 dan kini sudah men- capai lebih dari set engah j ut a penderit a. Ket i -
5 Per t ama, penyebaran HIV (Human Immunodef i ci ency Vir us) yang penular-
4 Menurut Jonat han Mann, AIDS meliput i t i- ga macam epidemi.
Tr eat ment , Car e and Suppor t , Di sampaikan pada Pert emuan Il mi ah Tahunan (PIT 1) MHKI, Jakar t a, 21
Perspekt if Yuridis Tanggung Jaw ab Dokt er Terhadap Rahasia M edis Pasien HIV/ AIDS … 427
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penyebar an HIV-AIDS, Jakart a, hl m. 17. Lihat pul a Nas- ronudi n dan Margar it a M. Mar amis, op. ci t , hl m. 192, ; Ade Kusmi adi, Pengint egrasian pendi dikan pencegahan HIB AIDS dal am sat uan program pendi dikan nonf ormal dan inf or mal , Jur nal Il mi ah VISI PTK-PNF, Vol . 3 No. 2, 2008, hl m 150. Lihat pul a Farah Nurbani, “ Dukungan Sosial Pada ODHA ” , Jur nal Yayasan Spi r i t i a Univer si t as Gunadarma, 2006 , hl m. 36, ; Ade Kusmiadi, “ Pengint e- grasi an pendi dikan pencegahan HIB AIDS dal am sat uan program pendi dikan nonf ormal dan inf ormal ” , Jur nal
Vi r us), yait u virus yang dapat merusak syst em 9 . Kement ri an Negara Pemberdayaan Perempuan RI. , 2008 , Pember dayaan Per empuan dal am Pencegahan
( Human Immunodef eciency
9
j ala) yang menyebabkan t urunnya/ hilangnya sist em kekebalan t ubuh manusia. AIDS adalah t ahap akhir dari inf eksi virus HIV ket ika sist em kekebalan t ubuh sangat rusak, sehingga t idak dapat melawan inf eksi ringan sekalipun dan pa- da akhirnya menyebabkan kemat ian. AIDS dise- babkan oleh HIV
Syndr ome adalah suat u sindrom (kumpulan ge-
AIDS at au Aqqui ir ed Immune Def i ciency
Penelit ian ini merupakan penelit ian kuan- t it at if dan kualit at if dengan pendekat an yuridis sosiologis. Subj ek penelit ian ini adalah 30 (t iga puluh) dokt er yang dipilih dengan met ode pe- ngambilan sampel simple random sampling. Lo- diperlukan dalam penelit ian ini adalah dat a primer dan dat a sekunder. Pengumpulan dat a primer dilakukan melalui angket dan wawanca- ra, sedangkan dat a sekunder dikumpulkan me- lalui met ode st udi kepust akaan. Dat a dianalisis dengan menggunakan met ode kuant it at if dan kualit at if . Analisis kuant it aif dengan model analisis st at ist ik sederhana, sedangkan analisis kualit at if dengan model cont ent analysi s.
sej umlah 180 orang. Terdiri dari 109 orang laki- laki dengan dist ribusi usia 1-14 t ahun ada t iga orang, usia 20-24 t ahun ada 13 orang, usia 25- 49 t ahun ada 87 orang dan 50 t ahun keat as ada 6 orang. Sedangkan perempuan t erdiri dari 71 orang dengan dis-t ribusi usia 1-14 t ahun ada 2 orang, usia 15-19 t ahun ada 4 orang, usia 20-24 t ahun ada 17 orang, usia 25-49 t ahun ada 46 orang dan usia 50 t ahun ke at as ada 2 orang. Mereka t er-t ular melalui t r ansmi si (Inj ect ion
Met ode Penelitian
kerahasiaan medis pasien HIV/ AIDS dalam pe- layanan kesehat an di Rumah Sakit Umum Dae- rah Banyumas.
dua, mengenai implement asi hukum t erhadap
Ada dua permasalahan yang akan dibahas dalam art ikel ini. Per t ama, mengenai perspek- t if yuridis t anggung j awab dokt er dalam mem- buka rahasia medis pasien HIV/ AIDS; dan ke-
Permasalahan
yang dirahasiakan dan lingkungan t idak diberi- t ahu menimbulkan dilema dalam menghadapi pasien HIV/ AIDS baik pasien it u sendiri maupun dokt er yang merawat . Apabila penderit a mem- berit ahukan kepada orang lain t erut ama kepa- da pasangannya, maka orang t ersebut kemung- kinan akan dicap sebagai orang yang t idak ber- moral dan akan memperoleh hukuman sosial. Apabila penderit a t idak memberit ahukan kepa- da orang lain, t erut ama kepada pasangan hubu- ngan seks, maka berart i ia ikut menyebarkan penyakit t ersebut kepada orang lain. Apabila dokt er memberit ahukan kepada orang lain ber- art i melanggar hak pasien dan j uga melanggar kode et ik. Sebab dokt er waj ib menyimpan ra- hasia pasien t ermasuk penyakit nya. Apabila dokt er t idak memberit ahukan penyakit pende- rit a kepada orang lain, t erut ama kepada ke- luarga penderit a, maka berart i melanggar hak orang lain unt uk dilindungi dari t ert ularnya pe- nyakit dari orang lain. Dengan diberit ahukan, maka mat a rant ai penyebaran akan bisa di- put uskan sehingga t idak menambah j umlah penderit a HIV/ AIDS. Namun karena masalah ini menyangkut rahasia medis, maka t anpa izin pa- sien, dokt er t idak bisa berbuat apa-apa. 8 Kl inik VCT RSUD Banyumas (Dat a bul an Januari Tahun
homoseks 7 orang, WPS (wanit a pekerj a seks) 4 orang, per i nat al 6 orang dan lain-lain 9 orang. Mereka ada yang bekerj a sebagai TKI/ TKW 1 orang, pelaj ar/ mahasiswa 7 orang, swast a 51 orang, wiraswast a 21 orang, WTS 10 orang, bu- lain 4 orang dan yang t idak bekerj a 55 orang.
Dr ug User / IDU) 22 orang, het eroseks 133 orang,
8 St at us dan keberadaan pasien HIV/ AIDS
428 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011
kekebalan t ubuh manusia. HIV dit emukan pada cairan-cairan t ubuh t erut ama semen, cairan vagina dan darah. HIV hanya dapat berkembang biak pada sel hidup. Penularan penyakit HIV melalui kont ak dengan cairan t ubuh yang me- ngandung sel t erinf eksi at au part ikel virus. HIV dit ularkan melalui
10
hubungan seksual dengan penderit a, dimana selaput lendir mulut vagina at au rekt rum berhubungan langsung dengan cairan t ubuh yang t erkont aminasi; sunt ikan at au inf us darah yang t erkont aminasi, sepert i yang t erj adi pada t ransf usi darah, pemakaian j arum bersama-sama at au t idak sengaj a t ergores oleh j arum yang t erkont aminasi virus HIV; pemindahan virus dari ibu yang t erinf eksi kepada anaknya sebelum at au selama proses
Cara-cara pencegahan penyebaran HIV/ AIDS ant ara lain:
11
unt uk orang sehat adalah abst inens (t idak melakukan hubungan seksual) dan seks aman (t erlindung); unt uk penderit a HIV posit if ant ara lain abst inens, seks aman, t idak mendonorkan darah at au organ, men- cegah kehamilan, dan memberit ahu mit ra sek- sualnya sebelum dan sesudah diket ahui t erin- f eksi; unt uk penyalahguna obat -obat an adalah menghent ikan penggunaan sunt ikan bekas at au bersama-sama dan mengikut i program rehabili- t asi; unt uk prof essional kesehat an adalah me- nggunakan sarung t angan lat eks pada set iap kont ak dengan cairan t ubuh dan menggunakan j arum sekali pakai.
Berdasarkan penelit ian mengenai pers- pekt if yuridis t anggung j awab dokt er dalam membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS di RSUD Banyumas diperoleh suat u gambaran dari responden yang berj umlah 30 orang menunj uk- kan j awaban sangat set uj u sebanyak 24 orang (80%), menunj ukkan j awaban set uj u sebanyak 6 orang (20%), sedangkan j awaban kurang se- t uj u, t idak set uj u dan sangat t idak set uj u t idak ada. Dari hasil wawancara diperoleh gambaran 10 Sarj aini Jamal , “ Penget ahuan Masyarakat Tent ang HIV/
AIDS” , Jur nal Kedokt er an YARSI, 13 (2) 2005, hl m. 218 – 226 . 11 Rat na Mahdiana , Ibi d, hl m. 207-208. Lihat pul a Dir. Jen. P2MPLP, 1997, AIDS Pet unj uk Unt uk Pet ugas Kesehat an, Dep. Kes. R. I. Jakart a, hl m. 120. Seoki dj o Not oat modj o, 2010, Et i ka & Hukum Kesehat an, Rineka
bahwa perspekt if yuridis t anggung j awab dok- t er dalam membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS di RSUD Banyumas menunj ukkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dengan demikian dapat dikat akan bahwa secara umum gambaran t ent ang perspekt if yuridis dokt er dalam membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS adalah sangat set uj u dan sesuai dengan perat u- ran perundang-undangan yang berlaku. Berart i dokt er sebagai pemegang peran memiliki pers- pekt if yuridis dalam membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS memahami hak pasien yang sekaligus merupakan kewaj iban dokt er.
Cara pandang at au pola pikir dokt er t en- t ang pasien HIV/ AIDS memiliki hak at as rahasia medis. Dari hasil wawancara diperoleh inf orma-
“ . . . kami t erbiasa mendapat kan sosia- lisasi perat uran yang berkait an dengan t ugas kami, sehigga kami memberikan pe- layanan secara prof esional sesuai regulasi yang berlaku dan t idak akan membe- dakan pasien HIV/ AIDS at au bukan, hasil t est HIV/ AIDS selalu kami j aga dan t idak dibocorkan kecuali kepada pasien yang bersangkut an, apabila kami membuka ha- rus izin pasien, kami t idak berani mem- buka rahasia medis t anpa seizin pasien. Kami harus menj aga pr ivacy dan kera- hasiaan penyakit yang diderit a pasien t ermasuk dat a medisnya. ” Dokt er sebagai pemegang peran dalam pelayanan kesehat an waj ib merahasiakan se- gala sesuat u yang dilihat , didengar, dimengert i at au dij abarkannya mengenai pasiennya (Pasal 51 huruf e). Hak at as rahasia pada hakekat nya milik pasien. Dokt er harus menghormat i privacy pasien. Isi rekam medis hakekat di dalamnya t erdapat rahasia medis adalah hak pasien (Pasal 52 huruf e UU No. 29 Tahun 2004). Dok- t er t idak memiliki hak at as rahasia medis me- lainkan mem-punyai kewaj iban, yakni unt uk berdiam diri bila ia dipanggil selaku saksi di pengadilan. Di depan hakim ia mempunyai hak unt uk berdiam diri mengenai apa yang ia harus rahasiakan. Hal ini yang disebut hak mengun- durkan diri. Menurut Talcot Parsons sebagai- Perspekt if Yuridis Tanggung Jaw ab Dokt er Terhadap Rahasia M edis Pasien HIV/ AIDS … 429
mana dikut ip oleh Agus Set iaman
12
perspekt if st rukt ural f ungsional memiliki ciri pokok yakni gagasan t ent ang kebut uhan masyarakat (soci e-
t al needs). Masyarakat sangat serupa dengan
organisme biologis, karena mempunyai kebu- t uhan-kebut uhan dasar yang harus dipenuhi agar masyarakat dapat melangsungkan kebera- daannya at au set idaknya berf ungsi dengan baik. Ciri dasar kehidupan sosial st rukt ur sosial muncul unt uk memenuhi kebut uhan-kebut uhan masyarakat dan me-respon t erhadap permint a- an masyarakat sebagai sist em sosial. Asumsinya adalah ciri-ciri sosial yang ada memberi kont ri- busi yang pent ing dalam mempert ahankan hi- dup dan kesej aht eraan seluruh masyarakat at au subsist em ut ama dari masyarakat t ersebut . Ma- t erkait dan t ergant ung sat u sama lain. Set iap lembaga dalam masyarakat melaksanakan t ugas t ert ent u unt uk st abilit as dan pert umbuhan ma- syarakat t ersebut . Konsep keseimbangan t er- hadap permint aan masyarakat unt uk t erj aga dari t ert ularnya HIV/ AIDS, sehingga memint a dokt er unt uk memberit ahu lingkungan dengan cara membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS dan penderit a HIV/ AIDS harus dij aga keraha- siannya agar t idak diberit ahukan ke lingkungan adalah menimbulkan keadaan “ cognit i ve di sso- nance” .
Hasil wawancara lain menyebut kan bah- wa “ . . . kami bingung harus menj aga rahasia medis pasien HIV/ AIDS sement ara kami harus membuka baik karena permint aan penegak hukum at au at as perint ah un- dang-undang. Namun akhirnya kami me- ngambil keput usan unt uk mengundurkan diri j ika menj adi saksi, kami lebih baik menj aga kepercayaan yang diberikan oleh pasien kepada kami. Perset uj uan pasien sebagai dasar kami bert indak. ”
com/ 2008/ 11/ 25/ di akses t anggal 29 Desember 2010, ; Bint ang Hanggoro Put ra, Fungsi dan Makna Kesenian Barongsai Bagi Masyarakat Et ni s Ci na Semarang, Har moni a, Vol ume 9. No. 1 (2009), hl m 26, ; Ema Khot i mah, “ Anal i si s Kri t i s Teori Pembangunan dan Ke- dudukan Perempuan dal am Per spekt if Ekof eminisme” ,
Menurut t eori disonansi kognit if Fest inger sebagaimana dikut ip oleh Mar’ at
13
bahwa unsur kognit if adalah set iap pandangan/ perspekt if , penget ahuan, opini at au kepercayaan mengenai diri sendiri at au mengenai perilakunya. Sedang- kan disonansi menggambarkan inkonsist ensi ant ara dua at au lebih unsur kognit if . Hubungan ant ara unsur kognit if dapat berupa hubungan relevan at au berupa hubungan t idak relevan.
Ket ika manusia bergerak maj u dari ber- pikir mengenai bersikap dengan suat u cara t er- t ent u, membent uk int ensi perilaku, menet ap- kan t uj uan perilaku dan menindaklanj ut i secara akt ual perilaku t ersebut . Awalnya manusia be- laj ar dengan mengamat i perilaku orang lain, pemandangan belaj ar it u direpresent asikan ke j udkan dalam perilaku yang sama. Represent asi kognit if adalah j embat an mut lak ant ara obser- vasi yang dilakukan individu dengan t indakan- t indakan mereka. Sikap seseorang konsist en dan orang it u berbuat sesuat u sesuai dengan pandangan/ perspekt if dan sikapnya. Oleh kare- na it u seseorang cenderung unt uk t idak akan mengambil pandangan/ perspekt if dan sikap yang bert ent angan sat u sama lain dan cende- rung unt uk menghindari t indakan yang t idak sesuai dengan pandangan/ perspekt if dan sikap- nya. Disonansi kognit if t erj adi ket idaksesuaian di ant ara pandangan/ perspekt if dan sikap de- ngan perbuat an at au kenyat aan.
Ket idakseimbangan yang menyebabkan disonansi kognisi yakni adanya dua elemen kog- nisi yang saling t idak sesuai yang dimiliki dokt er bahwa dokt er harus menj aga rahasia medis dalam rangka melindungi pasien HIV/ AIDS dan sekaligus harus membuka rahasia medis pasien HIV/ AIDS unt uk melindungi masyarakat dari t er- t ularnya HIV/ AIDS se-bagaimana diat ur Pasal 48 UU No. 29 Tahun 2004 j o. Pasal 57 UU No. 36 Tahun 2009. Agar dokt er seimbang lagi kognisi perspekt if yuridis t anggung j awabnya maka 13 Mar’ at , 1981, Si kap Manusi a Per ubahan Ser t a Pengukur -
12 Agus Set iaman, per spekt i f sosi ol ogi s, ht t p: / / wordpress
annya, Bandung: Ghal ia Indonesia, hl m. 45; Edwin Japa- riant o, “ Anal isis Pembent ukan Di sonansi Kognit if Konsu- men Pemil ik Mobil Toyot a Avanza” , Jur nal Manaj emen Pemasar an, Vol . 1, No. 2, Okt ober 2006, hl m 83, ; Hen- dra Poerw ant o, “ Mengeval uasi Kual i t as Layanan Jasa dengan Menggunakan Model 4D” , Jur nal Manaj emen &
430 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011
dokt er dapat mengundurkan diri apabila men- j adi saksi sehingga dokt er t idak membuka raha- sia medis yang harus ia j aga sement ara sang dokt er t idak bersalah sesuai hukum yang ada sebagaimana diat ur dalam Pasal 170 KUHAP. Hak ingkar yang dimiliki dokt er pada hakekat - nya merupakan penegasan kewaj iban menyim- pan rahasia medis yang harus dij aga. Pengat ur- an kewaj iban menyimpan rahasia bert uj uan bu- kan hanya melindungi kerahasiaan orang seo- rang secara pribadi akan t et api j uga menj aga kepent ingan umum dan berlangsungnya prof esi kepercayaan t ersebut . Sekalipun pasien dalam memberikan perset uj uannya t anpa banyak per- t imbangan bukan berart i bahwa yang waj ib me- nyimpan rahasia seenaknya saj a dapat mene- yang punya kerahasiaan it u dan oleh karena it u dapat j uga melepaskan haknya, akan t et api pa- sien sama sekali t idak mempunyai kewenangan perihal kewaj iban menyimpan rahasia. Sebalik- nya kewenangan ini j ust ru ada pada dokt er se- laku penyandang prof esi. Hanya dokt er yang dapat menent ukan sej auh mana perset uj uan pasien dapat dimanf aat kan.
Berkait an dengan rekam medis pasien HIV/ AIDS, diperoleh inf ormasi dari inf orman sebagai berikut :
“ . . . kami selalu mencat at hal-hal yang berkait an dengan pasien HIV/ AIDS, baik hal ikhwal gej ala-gej ala sakit dan penya- kit nya yang dirasakannya sert a t indakan yang perlu kami ambil. Kami membuat rekam medis secara lengkap dan j elas sert a berkesinambungan. Rekam medis harus kami isi cat at an dan dokumen me- ngenai ident it as pasien, pemeriksaan, pengobat an, t indakan dan pelayanan lain yang t elah diberikan kepada pasien. Re- kam medis milik sarana pelayanan kese- hat an sedangkan isinya milik pasien. ” Pemikiran dokt er t ent ang hak pasien HIV/
AIDS at as inf ormasi adalah hak unt uk menda- pat inf ormasi mengenai penyakit nya dan t en- t ang at uran-at uran yang berlaku di rumah sakit t empat ia berobat , dan nama dan keahlian dok- t er lain yang dapat mengobat inya. Seorang pa- sien j uga mempunyai hak at as j awaban t erha- dap pert anyaan yang ia aj ukan kepada dokt er.
Hanya inf ormasi t ert ent u yang dapat dirahasia- kan dokt er hal it u demi kepent ingan pasien. Dapat j uga t erj adi dokt er t idak memberikan ket erangan at au merahasiakan t ent ang penya- kit pasien karena ia t idak past i diagnosisnya. Di samping pasien mempunyai hak at as inf ormasi baik yang dimint a maupun yang t idak, j uga mempunyai hak unt uk mendapat ket erangan yang benar. Dengan demikian dokt er sebagai pemegang peran dalam pelayanan kesehat an t idak saj a harus memberikan inf ormasi at as pert anyaan pasien, ia j uga harus memberikan ket erangan yang benar. Apabila dokt er t idak memberikan ket erangan yang benar maka ia waj ib memper-t anggungj awab kannya. Dalam hubungan ini yang menj adi pert imbangan bah- f ormasi yang benar at aupun sama sekali t idak memberikan at au merahasiakan inf ormasi, j ika hal it u didasarkan at as suat u t erapi at au j ika hal it u akan merugikan pasien.
Berkait an dengan pemikiran dokt er t en- t ang pasien HIV/ AIDS mempunyai kebebasan dan ot onomi unt uk menent ukan kehendaknya sebagai dasar hak pasien dalam pelayanan ke- sehat an, dari hasil wawancara diperoleh inf ormasi sebagai berikut :
“ . . . kami membebaskan pasien HIV/ AIDS unt uk berhubungan dengan keluarga mau pun unt uk beribadah. Kami membebas- kan pasien unt uk mint a pendapat dokt er lain di rumah sakit ini. Kami memahami bahwa pasien HIV/ AIDS mempunyai hak unt uk menolak pengobat an sehingga ka- mi sebelum mengobat i mint a perset uj uan pasien t erlebih dahulu. Sebelum t est dila- kukan kami t erlebih dahulu mint a perse- t uj uan pasien. Hasil t est selalu kami j aga dan t idak dibocorkan kecuali kepada pa- sien yang bersangkut an, apabila kami membuka harus izin pasien. Kami t idak berani membuka rahasia medis t anpa seizin pasien. ” Dokt er sebagai pemegang peran dalam pelayanan kesehat an waj ib menghormat i ke- bebasan pasien HIV/ AIDS unt uk menent ukan ke- hendak. Perset uj uan yang diberikan oleh pasien merupakan t it ik t olak unt uk membicarakan ke- t erangan-ket erangan yang merupakan rahasia medis dengan pihak lain semat a-mat a dilaku- Perspekt if Yuridis Tanggung Jaw ab Dokt er Terhadap Rahasia M edis Pasien HIV/ AIDS … 431 kannya karena bermanf aat bagi diri pasien.
14 Kepent ingan pasien t ersebut harus dij adikan
pedoman kerj a bagi dokt er dalam pembahasan- pembahasan, akan t et api hanya menyangkut hal-hal yang sungguh-sungguh perlu unt uk di- ungkap kan dan t ent unya hanya kepada mereka yang berkepent ingan dalam bidang pelayanan kesehat an t ermasuk konsult asi dan penunj ang pelayanan.
Pasien harus dengan rasa bebas dapat mengemukakan hal ikhwal gej ala-gej ala sakit dan penyakit nya yang dirasakannya dengan j e- las dan dalam bahasa yang dapat dimengert i demi kepent ingan pasien sendiri. Sebaliknya dokt er set elah mencerna inf ormasi riil t erse- but , dokt er waj ib menyampaikan kepada pasien masikan pasien mengenai rencana pengobat an dan perawat an, berapa lama pengobat an dan perawat an it u akan ber-langsung dan ef ek-ef ek yang perlu diant isipasi, sepert i ket idaknyaman- an yang akan dialami, dan sebagainya yang me- rupakan hak pasien (Pasal 52 huruf (a) UU No.
29 Tahun 2004). Inf ormasi yang t elah dit erima oleh kedua belah pihak - pasien at au dokt er – selanj ut nya dij adikan dasar keput usan yang da- pat dipert anggungj awabkan dan dit uangkan da- lam bent uk i nf or med consent . Maka ket ika dok- t er akan mengambil t indakan medis yang berisi- ko t inggi memerlukan perset uj uan t ert ulis dan dit andat angi oleh yang berhak memberikan perset uj uan (Pasal 3 ayat 1 Permenkes 585/ 1989 t ent ang Perset uj uan Tindakan Medis).
Implement asi Hukum t erhadap Kerahasia- an Medis Pasien HIV/ AIDS dalam Pelayanan Ke- sehat an di RSUD Banyumas diperoleh suat u gambaran dari responden yang berj umlah 30 orang menunj ukkan j awaban sebanyak 24 orang (80%) sangat baik, menunj ukkan j awaban baik se-banyak 6 orang (20%), sedangkan cukup baik, t idak baik dan sangat t idak baik t idak ada. Dari hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa 14 Freddy Tengker, 2007 , Hak Pasi en, Bandung: Mandar
Maj u, hl m. 53; Set i at i Wi di hast ut i, ” Kaj ian Perl in- dungan Hak Pasien Sebagai Pencegahan Mal pr akt ek Medik” , Jur nal Penel i t i an Humani or a, Vol ume. 13, No. 2, Okt ober 2008, hl m 60; Harvensica Gunnara, “ Perl in- dungan hak pasien di RS Kanker Dhar mais Jakart a” , Jur nal Kesehat an Masyar akat Nasi onal , Vol . 02, No. 03,
implement asi hukum t erhadap kerahasiaan me- dis pasien HIV/ AIDS di RSUD Banyumas menun- j ukkan sesuai dengan undang-undang yang ber- laku. Hal ini dapat dilihat dari inf ormasi yang berkait an pelayanan kesehat an yang diberikan dengan selalu adanya perset uj uan t indakan me- dis, rekam medis dan rahasia medis sert a sanksi bagi dokt er yang t idak sesuai dengan perat uran yang berlaku. Dengan demikian dapat dikat akan bahwa secara umum gambaran t ent ang imple- ment asi hukum t erhadap kerahasiaan medis pasien HIV/ AIDS dalam pelayanan kesehat an di RSUD Banyumas dapat dikat akan sangat baik dan sesuai dengan perat uran perundang-un- dangan yang berlaku.
Set iap anggot a masyarakat sebagai peme- la peranan yang diharapkan daripadanya baik oleh norma-norma hukum maupun oleh kekuat - an-kekuat an di luar hukum.
15 Demikian j uga
dokt er sebagai pemegang peran, memiliki ke- waj iban unt uk menj aga rahasia medis pasien HIV/ AIDS merupakan at uran yang di-buat dan dit erapkan oleh pemerint ah kepada dokt er, se- hingga t idak ada alasan apriori mengapa hukum t idak dapat beradapt asi dengan segera t erha- dap perubahan-perubahan lingkungannya. Se- dangkan peranan dari kekuat an sosial, yang t i- dak hanya berpengalaman t erhadap dokt er se- bagai sasaran yang diat ur oleh hukum, melain- kan t erhadap lembaga-lembaga hukum, dalam kekuat an sosial ini t ermasuk kompleks suat u t at anan lainnya. Hasil akhir dari implement asi hukum t erhadap kerahasiaan medis pasien HIV/ AIDS t idak hanya dimonopoli oleh hukum. Art i- nya, t ingkah laku dokt er t idak hanya dit ent u- kan oleh hukum, melainkan dit ent ukan oleh ke- kuat an sosial lainnya, sepert i perspekt if yuridis t anggung j awab dokt er, kepent ingan lingkungan dan lain sebagainya.
Menurut azas menghormat i ot onomi pa- sien (Pr i nci pl es of Pr imacy of Pat iens’ s Aut ono- 15 Adi Sul ist yono et . al l . , “ Hukum dan Kebij akan Kemis-
kinan” , Jur nal Jur i spr udence, Vol ume 2. No. 1 Maret 2005, hl m. 8; Khudzaif ah Di myat i, “ Hukum dan Kebij a- kan Kemiski nan: St udi Tent ang Produk Legisl at if Daerah Sebagai Sarana Penanggul angan Kemi skinan” , Jur nal
432 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011 my).
16 Bahwa pasien adalah bebas unt uk me-
nent ukan nasibnya sendiri (sel f det er mi nat i on), dalam art i dia oleh hukum dianggap memiliki kapasit as unt uk menent ukan pilihannya sendiri secara rasional, karena it u dokt er waj ib meng- hormat i kehendak pasiennya. Tent u saj a prinsip ini hanya berlaku j ika pasien t ersebut dalam keadaan normal dan mempunyai kapasit as se- bagai subyek hukum yang cakap berbuat . Ke- inginan pasien harus dihormat i oleh dokt er meskipun mungkin pendapat pasien nyat a-nya- t a salah, t ent u dengan kewaj iban dokt er men- j elaskan apa yang benar menurut penget ahuan, prof esionalisme, dan keyakinan dari dokt er t er- sebut . Dokt er harus j uj ur t erhadap pasiennya, memberdayakan pasien unt uk membuat kepu- perawat an dan pengobat annya. Keput usan pa- sien t ent ang perawat annya merupakan hal yang paling ut ama, selama kepat ut an t ersebut t idak melanggar et ik dan t idak mengarah pada per- mint aan yang t idak semest inya. Pada akhirnya pendapat pasien yang harus dit urut i, sej auh t i- dak bert ent angan dengan ket ert iban umum. Ji- ka pasien t idak mengij inkan sang dokt er unt uk menget ahui lebih j auh t ent ang st at us posisit if HIV pasien melalui t est maka dokt er t idak bisa memaksa. Sekalipun kehendak pasien didasari at as alasan yang nyat a-nyat a salah dan bahkan mungkin dapat menyebab kan kemat ian pasiennya.
Menurut azas konf idensialit as,
17
kewaj ib- an dokt er unt uk menj aga rahasia medis pasien HIV/ AIDS bukan hanya sekedar didasarkan pada sumpah saj a unt uk merahasiakan penyakit pa- sien sehingga merupakan kewaj iban moral dan unt uk memat uhinya sangat t ergant ung pada pribadi masing-masing dokt er. Tidak adanya sanksi yang bersif at memaksa yang dapat dit e- rapkan bagi dokt er yang melanggarnya selain sanksi pengucilan oleh masyarakat kedokt eran. Timbul pemikiran unt uk menj adikan kewaj iban 16 Munir Fuady , 2005, Sumpah Hi ppocr at es (Aspek Hukum
Mal pr akt i k Dokt er ), Bandung: PT. Ci t ra Adit ya, hl m. 6, ; Endang Kusuma Ast ut i , op. ci t , hl m 3, Hargi ant i Dini Iswandar i, op. ci t , hl m 54. 17 Sunny Ummul Firdaus, 2008 , Rekam Medi k Dal am Sor o- t an Hukum dan Et i ka, Surakart a: Sebel as Maret Unive-
menyimpan rahasia kedokt eran t idak hanya se- kedar kewaj iban moral t et api j uga kewaj iban hukum. Maka masalah konf i densial i t as perlu di- kuat kan dengan perat uran perundang-undangan dan menj adi kewaj iban hukum sehingga ada sanksi yang bersif at paksaan dan dapat dit e- rapkan t erhadap dokt er yang melanggar norma t ersebut , karena sanksi hukum merupakan sua- t u cara penerapan norma at au perat uran.
18 Jadi
sanksi hukum sebagai sanksi-sanksi yang digaris- kan at au diot orisasi oleh hukum. Set iap pera- t uran hukum mengandung st at emen konsekuen- si-konsekuensi hukum yang berupa sanksi agar dapat dibedakan ant ara yang pat uh dengan yang melanggar perat uran hukum.
Perlu disadari bahwa t erwuj udnya kese- orang dengan perasaan bebas dapat pergi ke dokt er dan mencerit erakan dengan hat i t er- buka segala keluhannya. Semuanya ini dimung- kinkan j ika set iap orang yang menaruh keper- cayaan kepada dokt er bahwa penyakit nya t idak akan diungkapkan kepada orang lain. Jika ke- percayaan t idak ada must ahil orang menj adi segan berobat sehingga penyakit yang ada di masyarakat t idak dapat diket ahui dan dikon- t rol. Pemikiran yang berorient asi pada azas ot onomi dan azas konf i densi al it as t ersebut di at as maka pada wakt u akan melakukan t est ing unt uk diagnosa HIV selalu harus secara sukare- la, hasilnya dirahasiakan dan disert ai dengan konseling sebelum dan sesudah t est ing ( Vol un-
t ar y Counsel l i ng and Test i ng). Konseling meme-
gang peranan yang sangat pent ing unt uk mem- bant u mereka yang t akut (baik beralasan mau- pun t idak), mereka yang sudah t erinf eksi (HIV posit if ), ist ri/ suami/ pasangannya, dan bila per- lu keluarga dan lingkungan pergaulannya yang t erdekat sebagaimana yang dij elaskan dalam Lampiran Keput usan Menko Kesra No. 9/ KEP/ MENKO/ KESRA/ VI/ 1994 t ent ang St rat egi Nasio- nal Penanggulangan HIV/ AIDS di Indonesia.
Berbeda dengan di negara lain sepert i di Amerika Cent r al f or Disease Cont r ol and Pr e-
vent ion (CDC) menet apkan bahwa set iap orang 18 Lawrence, M. Fiedman, (al i h bahasa M Khozi m), 2009, Si st em Hukum Per spekt i f Il mu Sosi al , Bandung:
Perspekt if Yuridis Tanggung Jaw ab Dokt er Terhadap Rahasia M edis Pasien HIV/ AIDS … 433
Hal yang berkait dengan penyimpangan bahwa rahasia medis pasien HIV/ AIDS dapat di buka j ika memenuhi beberapa syarat .
256. Lihat pul a Endang Kusuma Ast ut i, “ Hubungan Hukum Ant ara Dokt er Dengan Pasien Dal am Upaya Pel ayanan Medis” , Jur nal Daedal us, 2008. 22 Lihat mengenai pembagian overmacht ini pada Ibi d.