BAB VI ASPEK - DOCRPIJM 1504702620Bab6 AspekTeknis Per Sektor

BAB VI
ASPEK
SEKTOR

TEKNIS

PER

Bab ini menjelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, analisis
kebutuhan pengembangan serta usula program dan kegiatan masing-masing sektor : Bangkim,
PBL, PKPAM, dan PPLP

6.1. PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
6.1.1. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Isu Internal, meliputi :
1. Pertambahan jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Kabupaten Tabanan % tahun,
terus membutuhkan lahan baru untuk pengembangan permukiman;
2. Terjadinya alihfungsi lahan permukiman menjadi kegiatan lain yang lebih produktif
seperti kegiatan perdagangan dan jasa di pusat kota dan sepanjang jalan-jalan
utama yang mengurangi kesediaan rumah (back log);

3. Terdapat beberapa titik-titik kumuh permukiman perkotaan;
4. Meningkatnya kemacetan lalu lintas terutama pada jalur jalan nasional;
5. Kondisi jalan-jalan lingkungan perumahan di kawasan perkotaan sebagian besar
telah mengalami kerusakan;
6. Banyak jalan jalan-jalan lingkungan perumahan di kawasan perkotaan belum
diperkeras;
7. Menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat pemakaian air tanah yang berlebihan,
masih rendahnya kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di beberapa
blok lokasi permukiman, masih terjadi pembuangan sampah sembarangan, dan
lainnya;
8. Belum optimalnya penyedian sarana prasarana baik secara kuantitas dan kualitas;
9. Lemahnya database perumahan permukiman yang ter-update dan akurat;
10. Tingginya kecenderungan pengembangan kapling perumahan yang tidak memenuhi
persyaratan minimal terutama dari segi penyediaan jaringan jalan dan jaringan
drainase;
11. Belum banyaknya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perumahan
permukiman seperti: teknologi, bahan, arsitektur, dan lainnya;

VI - 1


12. Kurangnya penyediaan lahan untuk pengembangan perumahan permukiman dengan
Land Consolidation, Kasiba, Lisiba, land banking, dan lainnya. yang sudah dilengkapi
dengan prasarana dan sarana yang memadai;
13. Makin menimgkatnya harga lahan di Kabupaten Tabanan menyebabkan sulitnya
pengembangan rumah terjangkau untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR);
14. Banyaknya tumbuh permukiman dalam skala kecil pada bentuk kantong-kantong
perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar;
15. Banyaknya pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan yang tidak
sesuai dengan peruntukannya;
16. Tingginya pengembangan perumahan dan permukiman pada lahan sewa yang
kondisinya tidak layak huni dan cenderung kumuh;
17. Belum optimalnya perencanaan dan pengendalian pengembangan
pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten Tabanan;

dan

18. Belum tegasnya penerapan mengenai standard, panduan dan manual (NSPM) di
bidang perumahan dan permukiman;
19. Pengembangan perumahan permukiman yang tidak mengikuti standard radius dan
aksesbilitas pelayanan fasilitas, sarana dan prasarana;

20. Belum meratanya penyediaan pelayanan jaringan air minum perpipaan di kawasan
permukiman perkotaan;
21. Beberapa kawasan-kawasan atau spot-spot lokasi mengalami genangan bila musim
hujan;
22. Hampir seluruh desa masih menyisakan jaringan-jaringan jalan ingkungan yang
belum diperkeras dan dalam kondisi rusak;
23. Beberapa desa/kelurahan kondisi permukiman berada pada kawasan yang hanya
dapat dilalui gang-gang sempit atau jaringan jalan dengan lebar minimal (kurang dari
3 meter)
Isu eksternal meliputi :
1. Kabupaten Tabanan menjadi tujuan urbanisasi dan migrasi karena dekatnya dengan
Kota denpasar dan badung sehingga meningkatan kebutuhan akan perumahan dan
fasilitasnya;
2. Masuknya budaya luar yang mengancam kelestarian jati diri Budaya Bali khususnya
di Kabupaten Tabanan;
3. Tantangan dalam mendukung kebijakan pembangunan Bali Clean and Green,
menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk Kabupaten Tabanan menuju clean, green
dan kreatif;
4. Tantangan dalam mendukung kebijakan mempertahankan ruang terbuka hijau
minimal 40% dari luas wilayah Kota sementara ketersediaan lahan terbatas untuk

pengembangan perumahan dan permukiman;
5. Kemampuan untuk mempertahankan dan meningkatkan cultural expression yang
mampu mendorong berkembangnya ekonomi kreatif yang menjadi daya saing kota;
6. Laju pertumbuhan penduduk dan migrasi tinggi, terus memerlukan tambahan lahan
permukiman;
7. Meningkatnya laju degradasi lingkungan hidup : pemanfaatan air tanah meningkat,
kepadatan bangunan meningkat, berkurangnya RTH;
VI - 2

8. Makin meningkatnya pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Tabanan;
9. Kebutuhan untuk mengadaptasi perubahan iklim dan meningkatnya potensi bencana
di kawasan permukiman.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Jumlah titik-titik kumuh permukiman berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi Bali di Kabupaten Tabanan pada hasil indentifikasi Permukiman Kumuh tahun
2004, didapatkan bahwa terdapat 11 titik permukiman kumuh di Kabupaten Tabanan.
Sebaran titik permukiman kumuh dan Karakter dan Tipologi Permukiman Kumuh di
Kabupaten Tabanan dapat dilihat pada table-tabel berikut.
Tabel 6.1 Sebaran Titik Permukiman Kumuh di Kabupaten Tabanan
Kecamatan

Kec. Tabanan

Kec. Pupuan
Kec. Selemadeg Timur
Kec. Selemadeg
Kec. Selemadeg Barat
Kec. Penebel
Kec. Kerambitan
Kec. Marga

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11

Sebaran Titik Kumuh
Desa Dauh Peken
Desa Delod Peken
Desa Abiantuwung
Desa Kediri
Desa Pupuan
Desa Megati
Desa Bajera
Desa Lalang Linggah
Desa Penebel
Desa Kerambitan
Desa Marga

Tipe Kumuh
Kumuh Perkotaan
Kumuh Perkotaan
Kumuh transisi
Kumuh Perkotaan

Kumuh transisi
Kumuh Perdesaan
Kumuh Pedesaan
Kumuh Pedesaan
Kumuh transisi
Kumuh transisi
Kumuh Perkotaan

Sumber : Identifikasi Permukiman Kumuh di Kab. Tabanan, 2004, DPU Bali (dalam SPPIP Kabupaten Tabanan)

Tabel 6.2 Karakter dan Tipologi Permukiman Kumuh di Kabupaten Tabanan
NO

URAIAN

I

KONDISI SOSIAL EKONOMI

II


TIPOLOGI KUMUH
PERDESAAN

PERKOTAAN

&

- Kepadatan Penduduk

1.734 Jiwa/Km2

- Mata Pencaharian Dominan

Pertanian 5,60 %, Peternakan 0,13 %,
Perdagangan 64,43 %, Industri 4,33 %,
Listrik
&
Air
Minum

0,36
%,
Pengangkutan & Komunikasi 0,59 %,
Perbankan & Lembaga Keuangan 0,66
%, Pemerintah/Jasa 24,15 %.

KONDISI PERUMAHAN
- Status Rumah

Milik sendiri 94,40 % dan Sewa 7,60 %

- Kepadatan Bangunan

108 Unit/Ha

- Tingkat Kelayakan Huni

Luas Lantai

Sumber : SPPIP Kabupaten Tabanan

C. Potensi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan
Potensi Internal
1. Masih eksisnya kelompok-kelompok permukiman tradisionil yang menjadi identitas
wajah permukiman kota khas dan berwawasan budaya
2. Kuatnya budaya kepemilikan rumah pribadi bagi orang Bali
3. Kemampuan daya beli rumah sebagian masyarakat tinggi
4. Kepemilikan lahan pribadi tinggi (80%)
5. Telah terciptanya branding dan area identity Kabupaten Tabanan sebagai Kota yang
berwawasan budaya

VI - 4

6. Tingginya solidaritas masyarakat dalam penyediaan sumber daya untuk
pembangunan dan pemeliharan fasilitas umum di kawasan perumahan dan
permukiman.
7. Kuatnya kepranataan sosial tradisional Bali (awig-awig desa adat) di Kabupaten
Tabanan dalam pengembangan dan pemeliharaan lingkungan perumahan dan
permukiman.
Potensi Eksternal
1. Tersedianya kredit pemilikan rumah (KPR) pembangunan rumah di Kabupaten

Tabanan.
2. Tingginya kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan
perumahan dan permukiman.
3. Berkembangnya inovasi teknologi dan bahan bangunan lokal dalam pembangunan
perumahan permukiman.
4. Kuatnya lembaga adat Bali di Kabupaten Tabanan dalam penertiban admistrasi
kependudukan di dalam kawasan perumahan dan permukiman.
5. Telah dibangunnya jaringan pengelolaan air limbah kota yang partisipatif baik melalui
jaringan perpipaan komunal setempat (Sanimas).
6. Telah tersepakatinya kerjasama Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) lintas
wilayah (Sarbagitaku) sebagai jaminan sediaan supply air baku untuk percepatan
pemerataan pelayanan jaringan ar minum perpipaan ke seluruh wilayah kota
D. Permasalahan Pengembangan Permukiman
Permasalahan permukiman di Kawasan Perkotaan Kabupaten Tabanan antara lain
adalah:
1. Backlog dan pertumbuhan permintaan rumah yang besar;
2. Terbatasnya lahan perumahan dengan harga terjangkau;
3. Terbatasnya akses Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan
rumah layak huni;
4. Meningkatnya kesenjangan perumahan MBR dengan entitas properti lainnya;
5. Lemahnya komitmen pemerintah dalam pengembangan kawasan perumahan dan
permukiman skala besar;
6. Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan.
7. Belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan
sistem jaringan prasana perkotaan;
8. Lemahnya pengawasan dan pengendalian proses alih fungsi lahan;
9. Meningkatnya luasan kawasan kumuh
10. Meluasnya lahan-lahan sewa untuk permukiman temporer
11. Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan
terjadinya salah sasaran.
12. Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan.
13. Terjadinya kesenjangan (mismatch) dalam pembiayaan perumahan.
14. Jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah semakin meningkat.

VI - 5

15. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan
permukiman.
Permasalahan Infrastruktur Perkotaan di Kawasan Perkotaan Kabupaten Tabanan
antara lain adalah:
1. Banyak terdapat blok-blok perumahan yang tidak memiliki jaringan jalan yang
terintegrasi dengan kawasan sekitar;
2. Jalan-jalan lingkungan perumahan yang telah diperkeras banyak kondisinya yang
rusak;
3. Jalan-jalan lingkungan perumahan banyak yang belum di perkeras atau tidak
terpelihara secara baik;
4. Banyak jalan-jalan lingkungan permukiman tidak memiliki sistem drainase ;
5. Masih banyak terda[at kawasan-kawasan yang tergenang bila musim hujan;
6. Belum terintegrasinya sistem drainase, antara sistem drainase primer, sekunder dan
tersier;
7. Belum seluruh kawasan permukiman memiliki atau terintegrasi dengan sistem
pengelolaan persampahan perkotaan;
8. Keterbatasan kapasitas pelayanan jaringan air limbah perpipaan komunal yang telah
ada;
9. Masih terdapat pembuangan air limbah secara sembarangan;
10. Terbatasnya pelayanan air minum baik pada kawasan permukiman yang telah
berkembang maupun terutama pada pengembangan permukiman baru;
E. Tantangan Pengembangan Permukiman
1. Kawasan perkotaan Tabanan mendapatkan pengaruh pertumbuhan permukiman
yang sangat pesat akibat berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung dan
dekat dengan Kota Denpasar sebagai Inti dari Kawasan perkotaan Sarbagita;
2. Tantangan untuk tetap dapat menjaga kawasan permukiman yang berjatidiri budaya
Bali dari pesatnya pertumbuhan permukiman perkotaan;
3. Tantangan pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat
berpenghasilan rendah;
4. Tantangan untuk mewujudkan kebersihan lingkungan permukiman kota sesuai tujuan
Bali Clean and Green;
5. Adaptasi terhadap perubahan iklim mikro dalam pengembangan perumahan dan
permukiman yang ramah lingkungan.
6.1.2. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan
didasarkan pada analisis perumusan strategi. Dengan demikian didapatkan empat
kelompok kebutuhan strategis, yaitu :
1. Kebutuhan Strategis untuk Penguatan Jati Diri Kota, yaitu :
a. Meningkatkan branding Kawasan Perkotaan di Kabupaten Tabanan sebagai kota
pusat pelayanan dan pusat agropilitan
b. Merevitalisasi lingkungan permukiman tradisionil yang menjadi identitas wajah
permukiman Kota

VI - 6

c. Memperkuat kepranataan sosial tradisional Bali (awig-awig adat) di Kabupaten
Tabanan dalam pengembangan dan pemeliharaan lingkungan perumahan dan
permukiman.
d. Peningkatan pelaksanaan administrasi kependudukan
e. Melestarikan budaya Bali tentang kepemilikan rumah pribadi bagi orang Bali
f.

Mengembangkan kawasan permukiman baru yang mendukung jatidiri kota yang
berwawasan budaya

g. Penguatan kemampuan untuk mengadaptasi dan filterisasi budaya luar yang
mengancam kelestarian jati diri Budaya Bali khususnya di Kawasan Perkotaan
Kabupaten Tabanan.
h. Meningkatkan pengembangan inovasi teknologi dan bahan bangunan lokal dalam
pembangunan perumahan permukiman.
i.

Meningkatkan penerapan perlaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui
peningkatan partisipatif masyarakat, desa pekraman, kelompok lainnya dalam
memelihara Denpasar bersih (clean)

j.

Pengembangan ruang terbuka hijau dan perluasan bidang peresapan dalam
kapling maupun skala lingkungan permukiman untuk mengadaptasi perubahan
iklim dan mendukung pemenuhan target RTHK minimal 35% menuju Denpasar
Hijau (Green)

2. Kebutuhan Strategis untuk Meningkatkan Daya Beli Masyarakat akan Perumahan,
terdiri dari :
a. Meningkatkan kapasitas penyediaan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk
meningkatkan daya beli rumah bagi masyarakat Kabupaten Tabanan, terutama
masyarakat berpenghasilan rendah
b. Meningkatkan kemitraan pemerintah, swasta
pengembangan perumahan dan permukiman.

dan

masyarakat

dalam

c. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sumber daya dalam
pembangunan dan pemeliharan lingkungan perumahan dan permukiman.
3. Kebutuhan Strategis untuk
Permukiman, terdiri dari :

Meningkatkan

Kualitas

Pengelolaan

Kawasan

a. Meningkatkan pengembangan inovasi teknologi dan bahan bangunan lokal dalam
pembangunan perumahan permukiman.
b. Memperkuat database perumahan permukiman yang ter-update dan akurat.
c. Meningkatkan administrasi kependudukan
d. Meningkatkan kelengkapan pengaturan tata ruang kawasan dan peraturan
bangunan setempat
e. Mengembangkan pendanaan untuk meningkatkan pelayanan infrastruktur
perkotaan
4. Kebutuhan Strategis untuk Meningkatkan Kualitas Tata Bangunan dan Lingkungan
Kawasan Permukiman, terdiri dari :
a. Mengembangkan perluasan lahan peruntukan permukiman untuk mengantisipasi
pertambahan jumlah penduduk sesuai arahan RTRWK Tabanan dan RDTR
Kawasan yang dilengkapi peraturan zonasi

VI - 7

b. Meningkatkan penyediaan lahan permukiman dengan LC, Kasiba, Lisiba, atau
land banking
c. Penerapan perijinan yang ketat pada pengembangan lingkungan perumahan
dilengkapi pengaturan persyaratan intensitas pemanfatan rtuang (KDB, KLB,
KDH), minimal kapling bangunan, lebar jalan, ketersediaan drainase dan air
lmbah dll
d. Menanggulangi titik-titik kumuh permukiman perkotaan.
e. Meningkatkan keterpaduan kantong-kantong perumahan yang tidak terintegrasi
dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar.
f.

Mengendalikan pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan
yang tidak sesuai dengan peruntukan.

g. Perbaikan lingkungan lingkungan perumahan dan permukiman pada lahan sewa
yang sesuai peruntukan.
h. Menyusun standard, panduan dan manual (NSPM) di bidang perumahan dan
permukiman.
i.

Pengembangan titik-titik dan jalur evakuasi pada kawasan permukiman

6.1.3. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :
 Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
 Infrastruktur permukiman RSH
 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :
 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
 (Agropolitan/Minapolitan)
 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
 Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
 Infrastruktur perdesaan PPIP
 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa
kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana
diperlukan.
6.1.4. Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Sektor Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari
kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
Kriteria Umum
 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
VI - 8

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).
 Sudah tersedia DED.
 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan
Masterplan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

(RP2KP,

RTBL

KSK,

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk
pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
 Ada unit pelaksana kegiatan.
 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
Kriteria Khusus
Rusunawa
 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD
lainnya
 Ada calon penghuni
RIS PNPM
 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
 Tingkat kemiskinan desa >25%.
 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan
 BOP minimal 5% dari BLM.
PPIP
 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program
Cipta Karya lainnya.
 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
 Tingkat kemiskinan desa >25%.
PISEW
 Berbasis pengembangan wilayah
 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii)
produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)
pendidikan, serta (vi) kesehatan
 Mendukung komoditas unggulan kawasan
Berdasarkan kriteria umum yang ditetapkan sebagai kriteria kesiapan sebagian besar
telah dipenuhi oleh Kabupaten Tabanan, sedangkan kriteria khusus yang dapat dipenuhi
adalah readiness criteria khusus PPIP.
6.1.5. Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman adalah untuk memenuhi
kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan.
Usulan program dan kegiatan tersebut terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan
VI - 9

sesuai dengan kewenangannya yaitu pendanaan melalui APBN, APBD Provinsi dan
APBD kabupaten. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM
dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Tabanan
yang dibiayai dari sumber dana APBN dan APBD sebagaimana terlihat pada tabel
berikut
:

VI - 10

Tabel 6.3 Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Tabanan Tahun 2015 – 2019

VI - 11

Lanjutan Tabel 6.3

VI - 12

Lanjutan Tabel 6.3

VI - 13

Lanjutan Tabel 6.3

VI - 14

Lanjutan Tabel 6.3

VI - 15

Lanjutan Tabel 6.3

VI - 16

6.2. PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan
sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk
mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya
wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan
peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan
amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang
telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta
dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan
administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c.

Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL
yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan
gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan.
Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan,
kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan
bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan
pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran
masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan
fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan
bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah
daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai
acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung
dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan
VI - 17

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen
RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut,
dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun
perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun,
kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenisjenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui
peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan
dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan ruang yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut
dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan
Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok
Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan,
penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang
penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan
rumah negara.
Selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan
bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana
kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam
penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f.

Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor
PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan
bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam
penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar sebagai berikut:

VI - 18

Gambar : 6.1 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi
peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
 Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman
kumuh dan nelayan;
 Pembangunan
tradisional.

prasarana

dan

sarana

penataan

lingkungan

pemukiman

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
 Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
 Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
 Paket dan Replikasi.

VI - 19

6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan PBL
A. Isu Strategis
Isu strategis secara nasional, antara lain :
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di
perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi
lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f.

Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan
bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan
gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal
dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah
Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau
sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash
sesuai MoU PAKET;
c.

Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan

Beberapa isu strategis pembangunan daerah Bali yang terkait penataan bangunan dan
lingkungan yaitu :
1. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, pencemaran lingkungan,
konservasi dan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
2. Meningkatkan potensi keselarasan tatanan kehidupan modern, pelesterian
panorama, nuansa ruang dan lingkungan alam, mengembangkan sistem budaya
yang berorientasi pada tatanan lngkungan hidup serta pengelolaan dan rehabilitasi
ekosistem pesisir dan laut.
3. Meningkatkan kapasitas pemerataan pembangunan melalui penyediaan infrastruktur
sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.
4. Konservasi dan perlindungan sumber daya alam.
VI - 20

5. Peningkatan pembinaan dan pengendalian tata ruang yang kompeten, proposional
dan profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang
ramah lingkungan.
Beberapa isu strategis pada Pemerintah Kabupaten Tabanan yang terkait penataan
bangunan dan lingkungan yaitu :
1. Sinkronisasi penataan ruang serta daya dukung lingkungan dan ekosistem wilayah
dalam upaya mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup,
perusakan sumber daya alam, kualitas lingkungan hidup dan keseimbangan
pemanfaatan ruang, pengendalian tingginya alih fungsi lahan pertanian, dan
meningkatkan ketaatan terhadap rancana tata ruang.
2. Kurang bersinerginya pariwisata dengan sektor lainnya, belum berkembangnya
obyek wisata, promosi pariwisata belum optimal, akses penghubung ke obyek-obyek
wisata belum memadai.
3. Penyediaan rumah layak huni bagi keluraga miskin, sanitasi perumahan dan
pengendalian perumahan kumuh perkotaan.
4. Kurangnya ruang terbuka hijau dan ratio hutan terhadap wilayah, tingkat pencemaran
air permukaan cenderung meningkat (sungai dan danau), bertambahnya jumlah
penduduk
dan meningkatkan aktivitas pembangunan membawa konskuensi
terhadap meningkatknya volume sampah yang dihasilkan, diperlukan peningkatan
kapasitas kelembagaan, sarana dan prasarana dalam pengelolaan persampahan
dari hulu sampai hilir.
5. Perhatian terhadap kebudayaan masih rendah, masih banyaknya peninggalan
budaya yang belum terpelihara dengan baik.
Isu strategis penggunaan lahan wilayah yang terkait penataan bangunan dan lingkungan
adalah :
1. Alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan permukiman atau kawasan faslitas
penunjang pariwisata
2. Alih fungsi lahan perkebunan dan kawasan hutan dengan sistem perakaran yang
kuat menjadi kawasan pertanian hortikultura dan tanaman pangan
3. Pelanggaran sempadan pantai dan sempadan sungai,
4. Perambahan kawasan hutan
5. Menurunnya kualitas lingkungan permukiman perkotaan maupun permukiman
perdesaan
6. Berkembangnya kawasan perdagangan dan jasa di jalan-jalan utama wilayah
7. Kepastian hukum tentang pemanfaatan ruang.
Isu strategis pemanfaatan ruang dan pengendalian peanfaatan ruang terkait penataan
bangunan dan lingkungan adalah :
1. Tekad untuk mempertahankan lahan sawah 90% dari luas yang ada dalam jangka
panjang.
2. Memperluas tutupan lahan hutan dan minimal 30% tutupan lahan DAS.
3. Minimal 40% RTHK untuk kawasan perkotaan.
4. Pengembangan kawasan perkotaan dengan konsep kota kompak yang mengikuti
ketentuan peraturan zonasi untuk mempertahankan ruang terbuka dan
megefisienkan pelayanan fasilitas dan prasarana.
VI - 21

5. Pemantapan pelestarian kawasan lindung dengan melibatkan peran masyarakat
6. Pemantapan kawasan suci dan radius kesucian pura perlu dipertegas jaraknya
7. Pelestarian lansekap dan arsitektur berjatidiri budaya Bali diharapkan tetap dapat
menjaga komposisi ruang antara ruang terbangun dan ruang terbuka tetap ideal.
8. Keterlibatan desa pakraman dalam menjaga kelestarian lingkungan termasuk dalam
memberikan rekomendasi dalam perijinan dalam memanfaatkan ruang.
B. Kondisi Eksisting
Sampai dengan tahun 2014 Kabupaten Tabanan telah memiliki Perda No. 9 Tahun 2013
tentang Perda Bangunan Gedung. Telah tersusun 3 (tiga) Materi Teknis RTBL yakni
RTBL Kawasan Alit Saputra, RTBL Kawasa Kota Tabanan, dan RTBL Kawasan Pusat
Kota Tabanan.
Disamping software seperti tersebut diatas pembangunan terkait dengan PBL juga
dilakukan penataan kawasan, yakni kawasan sekitar Gedung Mario di Kota Tabanan dan
penataan Warisan Budaya Jatiluwih dengan memberikan dukungan prasarana
lingkungan sesuai fungsi kawasan.
C. Permasalahan dan Tantangan
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam Penataan Bangunan dan
Lingkungan antara lain:
Aspek Penataan Lingkungan Permukiman :
 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih
melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna
pengembangan lingkungan permukiman;
 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama
kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
 Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman
yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk
peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM;
 Lemahnya penegakan hukum dalam penyelenggaraan pengaturan pengembangan
lingkungan permukiman.
Aspek Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan
Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang
mendapat perhatian;
 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
 Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

VI - 22

Aspek Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka
hijau, sarana olah raga;
 Masih minimnya bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan
pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di
daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Berdasarkan isu-isu strategis, kondisi existing, permasalahan dan tantangan sektor PBL
dan Lingkungan dilakukan analisa kebutuhan sektor PBL antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
 Diperlukan RTBL di beberapa kawasan-kawasan : perkotaan yang berkembang
pesat, permukiman yang mengalami degradasi, dan kawasan/bangunan yang perlu
dilinungi, kawasan gabungan atau campuran, kawasan rawan bencana, serta perlu
dilegalisasi sebagai landasan hukum;
 Dibutuhkan perlindungan terhadap kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
 Diperlukan dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman dan
peningkatan alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam
rangka pemenuhan SPM;
 Perlu penegakan hukum dalam dalam penyelenggaraan penataan lingkungan
permukiman.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
 Dibutuhkan kelengkapan sarana sistem proteksi kebakaran;
 Dibutuhkan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
 Diperlukan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung
termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
 Peningkatan sarana dan prasarana dan sarana hidran kebakaran;
 Penegakan persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada Bangunan
Gedung Negara;
 Penertiban penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
 Penertiban administrasi aset Negara.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
 Masih dibutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sebagai sarana
rekreasi dan olah raga;
 Diperlukan bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
VI - 23

 Diperlukan kesadaran aparatur dan SDM pelaksana
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

dalam

pembinaan

 Diperlukan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan
otonomi dan desentralisasi;
 Masih diperlukan peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di
daerah.
6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan

dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang
mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan
lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani
pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Secara lebih rinci atau kriteria khusus dalam penyelenggaraan program-program sektor
PBL,antara lain :
Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
 Adanya kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
 Adanya kawasan yang dilestarikan/heritage;
 Adanya kawasan rawan bencana;
 Adanya kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi
sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra
niaga(central business district);
 Merupakan kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
 Adanya komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintahdaerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
 Adanya RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws
perencanaan > 5 Ha) atau;
 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas
perencanaan < 5 Ha);
 Adanya Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah
daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
VI - 24

Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
 Ada kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
 Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
 Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
 Ada Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman
(RTH Publik);
 Ada Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007
tentang Tata ruang);
 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas
wilayah kota;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
 Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
 Ada Perda Bangunan Gedung
 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
 Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata
Ruang;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/
Gedung Bersejarah:
 Mempunyai
Bersejarah;

dokumen

Rencana

Tindak

PRK/RTH/Permukiman

Tradisional-

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
 Ada DDUB;
 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
 Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan
pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat
yang menyentuh unsur tradisionalnya;
VI - 25

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal
SK/peraturan bupati/walikota);
 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
 Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
 Ada lahan yg disediakan Pemda;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:
 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan,
terminal, stasiun, bandara);
 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat
(taman, alun-alun);
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
6.2.5. Usulan Program dan Kegiatan PBL
Berdasarkan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, programprogram dan readiness criteria maka usulan program dan kegiatan sektor Penataan
Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Tabanan sebagaimana disajikan pada tabel
berikut:

VI - 26

Tabel 6.4 Usulan program dan kegiatan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Tabanan Tahun 2015 – 2019

VI - 27

Lanjutan Tabel 6.4

VI - 28

Lanjutan Tabel 6.4

VI - 29

Lanjutan Tabel 6.4

VI - 30

Lanjutan Tabel 6.4

VI - 31

Lanjutan Tabel 6.4

VI - 32

6.3. SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)
6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan
konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi
sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan
SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD),
koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan
SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa
pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi
dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem
penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang
(RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih
rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan,
manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan
yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan
pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,
keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas.
4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan
Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/
penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk
membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam
kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui
Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan.
SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit
distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan
VI - 33

perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan
airhujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan
perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam
mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi
kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan
perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi
di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain
mencakup:
 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air
minum;
 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem
penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan
sosial;
 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan
dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
6.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis
Aspek Teknis :
1. Pemanfaatan teknologi dalam pemanfaatan sumber air masih belum maksimal
mengingat keterbatasan pendanaan yang dialami oleh masing-masing kelembagaan.
2. Masih tingginya tingkat kebocoran akibat tingginya pencurian air dan masih
digunakannya jaringan yang berumur tua.
3. Jangkauan pelayanan air bersih masih belum maksimal karena terbatasnya
pemanfaatan sumber air yang ada dan tersebarnya area permukiman sehingga
membutuhkan investasi yang besar dalam perluasan jangkauan pelayanan.
4. Lemahnya perlindungan terhadap sumber air merupakan salah satu hal penting
mengingat beberapa titik sumber air masih belum terlindungi dengan baik dari segala
bentuk pencemaran.
Aspek Non Teknis
1. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki instansi terkait mengindikasikan perlunya
peningkatan kerjasama dan alih teknologi dengan pihak swasta.
2. Pelayanan air bersih juga masih terkendala karena kurang profesionalnya SDM
pengelola air bersih.
3. Tarif air minum dirasa belum seimbang jika dibandingkan biaya dasar produksi
sehingga sangat mempengaruhi pengembangan pelayanan.
4. Lembaga pengelola air bersih masih lemah dari segi managemen sehingga
menggangu pelayanan secara umum.
5. Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air bersih.

VI - 34

6. Terjadinya penurunan debit air akibat perubahan iklim mulai terasa di Kabupaten
Tabanan. Sumber air yang dimanfaatkan sebagai air baku mengalami penurunan
debit sehingga mengganggu penyediaan air bersih ke masyarakat.
B. Kondisi Eksisting
Aspek Teknis
Gambaran umum sistem penyediaan air bersih eksisting PDAM Kabupaten Tabanan
adalah sebagai berikut :
 Unit Kota Tabanan dan Kecamatan Kediri
Untuk pelayanan kota kecamatan Tabanan sumber air baku yang digunakan dari
sumber Mata Air Gembrong, Mata Air Gangsang dan Riang Gede. Sumber air baku
untuk pelayanan kota kecamatan Kediri dari Sumber Mata Air Dedari, Gangsang dan
IPA Nyanyi.
 Unit Selemadeg
Unit Selemadeg meliputi : Desa Bajera, Desa Wanagiri, Desa Belimbing, Desa
Lalanglinggah, IKK Pupuan dan Mundeh. Sumber mata yang dimanfaatkan : Mata air
Arca, Kikihan, Makori, Pujungan, Dukuh.
 Unit Kerambitan
Pada unit Kerambitan meliputi : Desa Batuaji, Desa Tanguntiti, Desa Megati, Desa
Gadungan, Desa Gunung Salak, IKK Kerambitan. Sumber air baku yang
dimanfaatkan pada sistem ini ; Mata air Beji Panes, Mata air Kelepud, Mata air Tista,
Mata air Riang Gede, Mata air Kerotok dan IPA Selemadeg.
 Unit Penebel
Yang termasuk unit Penebel : IKK Penebel, IKK Marga, Desa Penatahan dan Desa
Apuan. Sumber air baku untuk IKK Penebel dan Desa Penatah