BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 3cb4d42440 BAB VIBAB VI Aspek Teknis Per Sektor Final0

BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

6.1. Rencana Program Investasi Sektor Pengembangan Permukiman

  Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya adalah mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan. Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan material yang digunakan.

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan permukiman diantaranya adalah :

  1. Peran Kota dalam pengembangan wilayah.

  2. Rencana pembangunan Kota.

  3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kota bersangkutan seperti struktur dan morfologi tanah, topografi dan sebagainya.

  4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

  5. Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan) Pengembangan Permukiman.

  6. Logical Framework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi dalam pengembangan permukiman.

  7. Keterpaduan Pengembangan Permukiman dengan sektor lainnya dilaksanakan pada setiap tahapan penyelanggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik.

  8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia.

  9. Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efesiensi dalam Pengembangan Perkotaan pada kota bersangkutan.

  10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan.

  11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

  12. Kelembagaan dalam penyelenggaraan Pengembangan Permukiman.

  13. Investasi PS Air Minum dengan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal pemulihan biaya.

  14. Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam pembangunan dan/atau pengelolaan sarana dan prasarana dalam Pengembangan Permukiman, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut.

  15. Safeguard Sosial dan Lingkungan.

  16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis disertakan dalam bentuk lampiran.

  

Tabel 6.1

  Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkaitPengembangan Permukiman

  Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Lainnya No Amanat Jenis Produk

  Nomor & Tahun Perihal Pengatuaran

  

1. Peraturan Daerah 11 Tahun 2012 Rencana Tata Rencana pengembangan

Ruang Wilayah perumahan dan permukiman Kota Bontang 2012- berdasarkan tingkat 2032 kepadatan. Kepadatan tinggi ada di Kel. Bontang Kuala, Berbas Pantai, Loktuan. Kepadatan sedang berada di Kel. Gunung Elai, Bontang Baru, Api-Api, Berbas Tengah, Tanjung Laut, Tanjung Laut Indah, Satimpo, Kanaan, Telihan, Belimbing dan Guntung. Kepadatan rendah di Kel. Bontang Lestari.

6.1.1. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

  Beberapa isu yang dapat diidentifikasi dan mempengaruhi perkembangan permukiman di Kota Bontang adalah sebagai berikut : a. Keterbatasan lahan, sebagaimana diketahui bahwa wilayah daratan Kota Bontang hanya sekitar 29% dari luasan adiministarasi keseluruhan kota, atau sekitar 14.780

  Ha. Sisa lahan yang dapat dikembangkan hanya seluas 5.248 Ha, sudah termasuk areal terbangun seluas 1.950 Ha dan lahan pertanian seluas 3.075 Ha.

  b. Lahan di Kota Bontang, khususnya di wilayah pengembangan baru (daerah Bontang Selatan) merupakan lahan yang masih mentah, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit guna proses pematangannya. Apalagi dibeberapa lokasi, kondisi tanah kurang menunjang karena cenderung berlempung akibat rembesan drainase alami dari arah teluk/laut, serta masih banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak beraturan. c. Dinamika Penduduk Kota Bontang dan Ketergantungan Pertumbuhan Ekonomi Kota Terhadap Sektor Migas. Dengan kenyataan bahwa Kota Bontang banyak dibentuk oleh masyarakat pendatang, serta kehidupan perkotaan yang banyak didorong kegiatan industri besar Kota Bontang yang bertumpu pada sektor sumberdaya migas, maka dikuatirkan bahwa perkembangannya bisa sangat berbeda apabila sumberdaya alam tersebut mengalami penyurutan sehingga produksi industrinya berkurang, yang tentunya akan berpengaruh besar terhadap pertambangan ekonomi kota.

  d. Seiring perkembangan perekonomian kota, sektor produksi perikanan laut pun tengah digalakan oleh Pemerintah Kota Bontang. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman pesisir, khususnya perkampungan nelayan, mengalami degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan, bercampurnya kegiatan produksi hasil perikanan laut, serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

  e. Sebagimana dipahami dari RTRW Kota Bontang 2012, maka sebagian wilayah Sub BWK A4 dan A5 termasuk kedalam wilayah lindung Taman Nasional Kutai (TNK), khususnya di kawasan tumbuhnya mangroove/bakau di sepanjang pesisir wilayah.

  Namun pada kenyataannya, di wilayah tersebut telah tumbuh dan berkembang kawasan permukiman pesisir, sebagian bahkan berkembang ke arah pusat kota, menyatu dengan kawasan terbangun yang telah ada. Perubahan guna lahan ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup di kawasan lindung tersebut.

  f. Rencana pengembangan fisik Kota Bontang diarahkan ke bagian Selatan Kota, tepatnya ke arah BWK di Kecamatan Bontang Selatan. Namun dalam kenyataannya, dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah yang juga dikenal sebagai ”Kota Baru Bontang” ini.

  g. Perencanaan dan pengelolaan merupakan kegiatan yang memerlukan dukungan informasi/data yang akurat. Seiring dengan perkembangan kota, maka informasi/data mengenai perumahan dan permukiman akan semakin dinamis pula. Dalam kenyataannya, upaya-upaya pendataan terhadap perumahan dan permukiman di Kota Bontang dirasakan belum maksimal, mengingat berbagai kendala seperti kurangnya koordinasi/keterpaduan antar instansi, khususnya yang bertugas dan berwenang dalam pengelolaan perumahan dan permukiman Kota Bontang. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi basisdata perumahan dan permukiman, termasuk utnuk memperoleh kesamaan komponen/variabel dan satuan data yang seragam, sehingga memudahkan upaya analisa data, pemanfaatannya, maupun pemabaharuan data untuk keperluan perencanaan dan pemograman selanjutnya. Sasaran pencapaian target dalam pembangunan PSD Permukiman terdiri dari target nasional dan target daerah. Terkait dengan program rencana investasi jangka menengah diharapkan selama lima tahun kedepan target dalam pengembangan bidang perumahan dan permukiman terutama pemenuhan pembangunan dan pengembangan PSD dapat terpenuhi untuk standar minimal pelayanan Kota Bontang. Disamping itu diharapkan dapat disusun prioritasisasi berdasarkan kebutuhan mendesak yang kiranya harus segara diupayakan penyelesaian dalam pemenuhan kebutuhan pembangunan PSD permukiman. Adapun lebih lanjut mengenai pembahasan pencapaian target sasaana dalam bidang pengembangan PSD perumahan dan permukiman adalah sebagai berikut :

  

Tabel 6.2

  Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Kota Bontang berdasarkan sensus sebesar 143.683 jiwa atau sejumlah 35.738 kepala keluarga. Untuk idealnya dimana 1 rumah tangga menempati 1 rumah maka Kota Bontang membutuhkan sebanyak 35.738 unit rumah.

  Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bontang

  3. Jumlah Rumah (unit) Asumsi 1 KK 1 Rumah Dengan 4 Jiwa (Kondisi Ideal) 35.920 37.103 38.022 38.970 39.903

  2. Jumlah KK Asumsi 1 KK 4 Jiwa 35.920 37.103 38.022 38.970 39.903

  1. Jumlah Penduduk (Jiwa) 143.683 148.412 152.089 155.880 159.614

  No Keterangan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014

  Jumlah Penduduk, Jumlah KK dan Jumlah Rumah Kota Bontang Tahun 2010-2014

  Tabel 6.3

  B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman B.1. Gambaran Umum

  Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kota Bontang

  Infrastruktur dan sarana prasarana dasar yang belum merata di kawasan pengembangan kota baru di Kelurahan Bontang Lestari dan pulau-pulau kecil.

  5. Infrastruktur masih minim di kawasan pengembangan kota baru dan pulau-pulau kecil

  4. Perkembangan permukiman liar di kawasan lindung Perkembangan permukiman di kawasan lindung disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat dan terbatasnya lahan permukiman di Kota Bontang.

  3. Kondisi lahan yang masih mentah dan memerlukan biaya yang sangat mahal Kondisi tanah kurang menunjang karena cenderung berlempung akibat rembesan drainase alami dari arah teluk/laut, serta masih banyak dipenuhi alang-alang, rawa, dan topografi yang tidak beraturan.

  2. Keterbatasan lahan Terdapatnya kawasan lindung yang cukup luas di daratan Kota Bontang dan lahan milik perusahaan menjadikan lahan permukiman yang dapat dikelola oleh pemerintah terbatas.

   Berdasarkan studi Identifikasi Kawasan Kumuh Kota Bontang tahun 2011, teridentifikasi kawasan permukiman kumuh Kota Bontang seluas 126 ha yang tersebar di 15 Kelurahan.

  1. Kawasan padat kumuh di kawasan pesisir  Degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan, bercampurnya kegiatan produksi hasil perikanan laut, serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

  No Isu Strategis Keterangan

1. Kondisi Ketersediaan Perumahan

  Tabel 6.4

  Data Kondisi Rusunawa di Kota Bontang

  No Lokasi Rusunawa Tahun

  Pembangunan Pengelola Jumlah Penghuni

  Kondisi Prasarana CK yang Ada

  1. Kel. Api-Api 2013-Sekarang - - Masih dalam proses pembangunan

2. Tingkat Kepadatan Permukiman Kepadatan rata-rata bangunan rumah di Kota Bontang adalah 2 unit/Ha.

  Tabel 6.5

  1 C Kec. Bontang Barat 1.720 4.506

  3 Api-Api 459 2.208

  5

  4 Gunung Elai 179 2.070

  12

  5 Loktuan 358 3.286

  9

  6 Guntung 849 618

  3

  2 Bontang Baru 208 1.685

  1 Kanaan 650 523

  1

  2 Gunung Telihan 198 1.325

  7

  3 Belimbing 872 2.658

  3 Jumlah Total 14.780 25.406

  2 Sumber : RP4D Kota Bontang 2006

  8

  1

  Kepadatan Bangunan Perumahan Kota Bontang

  3 Berbas Pantai 70 1.375

  No Kelurahan Luas Wilayah Daratan (Ha) Jumlah Rumah

  (Unit) Kepadatan Bangunan (Unit/Ha)

  A Kec. Bontang Selatan 10.440 10.564

  1

  1 Bontang Lestari 8.092 552

  2 Satimpo 1.561 2.196

  1

  20

  1 Bontang Kuala 567 469

  4 Berbas Tengah 98 2.946

  30

  5 Tanjung Laut 135 1.818

  13

  6 Tanjung Laut Indah 484 1.677

  Kepadatan bangunan tertinggi dimiliki oleh kecamatan Bontang Utara, yaitu 4 unit/Ha, sedangkan kepadatan terendah dimiliki oleh Kecamatan Bontang Selatan dengan rata-rata hanya 1 unit/Ha. Sedangkan dalam skala kelurahan, kepadatan bangunan rumah tertinggi dimiliki oleh Kelurahan Berbas Tengah di Kecamatan Bontang Selatan, yaitu sebesar 30 unit/Ha.

  4

  3 B Kec. Bontang Utara 2.620 10.336 Kepadatan bangunan rumah terendah dimiliki oleh Kelurahan Bontang Lestari, dikarenakan luas Kelurahan Sekambing yang besar tidak diimbangi oleh jumlah unit rumah yang tersedia.

3. Kawasan Perumahan Yang Dikelola Oleh Swasta

  Kawasan perumahan teratur dan terencana merupakan kawasan yang sesuai dengan arahan rencana tata ruang yang berlaku, dengan difasilitasi pemberian ijinya, serta dieksekusi oleh pemerintah itu sendiri maupun oleh pengembang. Kawasan permukiman ini telah dilengkapi dengan fasilitas yang baik dan dirancang dengan arsitektur yang tertata baik, serta memiliki akses yang cukup mudah ke sarana dan prasarana yang ada.

  10 Korpri ll Swasta Kel. Bontang Lestari 300

  Kota Bontang memiliki beberapa spot kawasan permukiman yang tergolang kumuh. Kawasan perumahan ini dibangun atas swadaya masyarakat, dan identik dengan perumahan kumuh, seperti slums ataupun squatters. Berikut data yang menunjukan persebaran lokasi kawasan permukiman kumuh di Kota Bontang.

  16 Indominco Swasta Kel. Telihan - Sumber : RP4D Kota Bontang 2006

  15 KPR-BTN PKT Swasta Kel. Gn. Elai 750

  

14 Lembah Asri Swasta Kel. Belimbing 300 (85) 40%

  69

  13 STM Negeri Swasta Kel. Gn. Elai

  12 Polres Swasta Kel. Gn. Elai 105

  11 Rudal Swasta Kel. Gn. Elai 155

  9 Korpri l Swasta Kel. Bontang Lestari 1000 (240)

  Tabel 6.6

  

8 Disnaker Swasta Kel. Telihan 53/58 80%

  7 KCY (Kaltim Ciptayasa) Swasta Kel. Api-Api 249

  6 HOP PT. Badak (HOP Vl) Swasta Kel. Gn Elai 259

  5 HOP PT. Badak (HOP l,ll,lll) Swasta Kel. Satimpo 281

  

4 Pama Persada Swasta Kel. Bontang Lestari 224(172) 60%

  3 BSD KIE (Bukit Sekatup Damai) Swasta Kel. Gn Elai 310 75%

  

2 Pesona Bukit Sintuk Swasta Kel Belimbing 600 (120) 60%

  1 Perumahan Bontang Permai Swasta Kel. Api-api 100

  No Perumahan Pengelola Lokasi Jumlah Tingkat Hunian

  Kawasan Perumahan Teratur dan Terencana

4. Kawasan Kumuh di Kota Bontang

  3

  11 44.37 457 C Kec. Bontang Barat

  36

  3 Api-Api 125,829 10 1,98

  57

  4 Gunung Elai 354,5 6 5,50 203

  5 Loktuan 358

  10 14.99 705

  6 Guntung 849

  1 Kanaan 650

  

Tabel 6.7

  7

  1.38

  43

  2 Gunung Telihan 672

  3

  2.31

  52

  3 Belimbing 872

  1.17

  2 Bontang Baru 208

   Sumber : Identifikasi Kawasan Kumuh Kota Bontang 2011

  3 Berbas Pantai 105

  Persebaran Lokasi Permukiman Kumuh di Kota Bontang Tahun 2011

  No Lokasi Kawasan Kumuh Luas Kawasan (Ha)

  Jumlah Lokasi Luas Permukiman

  Kumuh Jumlah Rumah Kumuh

  A Kec. Bontang Selatan

  1 Bontang Lestari 8.192 11 15,81 267

  2 Satimpo 314,2 1 0,46

  19

  3

  6

  0.72

  82

  4 Berbas Tengah 4.452,4

  18 13.04 625

  5 Tanjung Laut 135

  8 11.86 407

  6 Tanjung Laut Indah 492 14 9,41 330 B Kec. Bontang Utara

  1 Bontang Kuala 627 1 0,37

  3 2.63 105 Jumlah Total 18.407 109 126 3.394

5. Pembangunan Kasiba di Kota Bontang

  Berbagai rencana pembangunan maupun upaya pengembangan fisik kawasan- kawasan fungsional di sekitar Kasiba menjadi salah satu faktor pengaruh bagi upaya pengembangan Kasiba selanjutnya. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:  Kegiatan Pengembangan :

  • Gedung DPRD dan kompleks pemerintahan kota (kawasan pusat pemerintahan baru Kota Bontang), ± 4 km di Utara Kasiba - Perumahan PT.PAMA (sebagian telah dihuni) ± 4,5 km di Utara Kasiba  Kegiatan Pembangunan :
  • Kawasan pendidikan STITEK, ±2,5 km di Utara Kasiba - Stadion Olahraga Bontang (untuk PON 2008), ±1 km di Timur Kasiba - Kawasan Perikanan Terpadu ± 4 km di Utara Kasiba - Sekolah Pelayaran Kota Bontang ± 5 km di Utara Kasiba - TPA Kota Bontang ± 5,5 km di Utara Kasiba Prasarana & Sarana di sekitar Kasiba belum berkembang, mengingat luasan dan sebaran kawasan terbangun di wilayah Kelurahan Bontang Lestari yang belum cukup banyak / besar luasannya. Jaringan pipa air bersih (PDAM) belum mencapai wilayah ini, sehingga penduduk di permukiman-permukiman yang ada lebih banyak mengandalkan sumur bor sendiri. Namun demikian, guna mengantisipasi perkembangan wilayah, khususnya berkaitan dengan upaya pembangunan Kawasan Pusat Pemerintahan
baru, Pemkot Bontang dibantu oleh Ditjen Cipta Karya - Departemen PU telah membuat sumur uji produksi dengan kedalaman ±250 m yang terletak di wilayah sekitar Kawasan Pusat Pemerintahan baru tersebut (±4 km di Utara Kasiba). Untuk kebutuhan listrik di kawasan-kawasan terbangun sekitar Kasiba Bontang Lestari, jaringan listrik kota (PLN) yang berasal dari pembangkit listrik Kota Bontang belum tersambung. Hal ini menyebabkan kawasan-kawasan terbangun, khususnya permukiman baru yang dikembangkan oleh Developer, mengandalkan Generator-Set sendiri yang bertenaga Solar dan didistribusikan ke rumah-rumah melalui jaringan listrik internal di dalam kompleks perumahan tersebut (contoh: Perum BPI

  • – PT.PAMA), sementara rumah-rumah penduduk yang tinggal di dusun sekitar Kelurahan Bontang Lestari umumnya belum terlayani oleh listrik. Adapun infrastruktur pendukung yaitu :

   Sistem Jaringan Jalan Eksisting Jaringan jalan yang telah ada di dalam Kasiba merupakan jalan poros utama Kasiba dengan ROW 22m. Selain jalan poros tersebut, yang telah dikembangkan adalah jalan utama didalam perumahan KORPRI

  • – Tahap I berupa jalan lingkungan dengan ROW 18m dan 12m.

   Infrastruktur & Utilitas Pendukung Kawasan Infrastruktur yang telah tersedia antara lain jaringan listrik di dalam perumahan KORPRI

  • – I, yang terhubung pada sekitar 200 rumah yang telah dibangun, dengan sumber pembangkit energi listrik berupa generator-set yang dikhususkan bagi kebutuhan perumahan KORPRI – I saja.

  Kawasan pengembangan baru / kota baru Bontang diperkirakan akan berkembang dalam 10 tahun, dengan masa pembangunan kawasan adalah 5 tahun, untuk kemudian dalam 5 tahun selanjutnya akan berkembang secara normal. Salah satu demand rumah yang akan dipenuhi oleh Kasiba, berdasarkan arahan pembangunan wilayah yang dijelaskan oleh Pemkot Bontang, adalah perumahan PNS Pemkot Bontang, terkait dengan rencana pemindahan pusat pemerintahan kota ke wilayah Pusat Pemerintahan Baru di Kelurahan Bontang Lestari.

  Proyeksi jumlah penduduk yang akan menghuni Kasiba adalah sekitar ± 12.000 jiwa (3.000 keluarga) yang berasal dari pegawai pemerintahan (PNS) yang diperkirakan pindah ke Kasiba ditambah dengan akibat berganda (multiplier effects) dengan asumsi 30% dari jumlah pegawai pemerintahan setelah Kasiba selesai dibangun (tahun ke-5). Kedua faktor penghuni Kasiba ini (pegawai pemerintahan dan multiplier effect- nya) kemudian diproyeksikan hingga tahun ke-10 dengan pertumbuhan penduduk 7% (sumber: RDTR Kota Bontang). Kebutuhan rumah yang akan ditimbulkan oleh keberadaan pusat pemerintahan dan perkembangan kawasan sekitarnya ini adalah sekitar 3.000 unit rumah (asumsi: 1 keluarga menempati 1 rumah) sebagai pembulatan dari 2.939.

6. Pembangunan Lisiba Kelurahan Bontang Lestari - Kota Bontang

  Pertimbangan penetapan Lingkungan Siap bangun atau Lisiba sebagaimana dirinci dalam Rencana Tapak/Blok Peruntukan RTR Kasiba Bontang Lestari didasarkan pada kesesuaian dengan rencana distribusi kepadatan penduduk yang pada akhirnya akan menunjukkan tipikal/jenis rumah yang akan dikembangkan dalam suatu lingkungan, serta terkait dengan pertimbangan keruangan dan faktor pentahapan pembangunan yang juga merupakan masukan dari Pemerintah Kota Bontang sendiri. Dengan alasan tersebut, terdapat 4 kelompok Lisiba yang dibedakan berdasarkan karakteristik berikut :  Lisiba 1

  • – disediakan bagi pengembangan rumah kecil / RSH dengan type 36/200 serta Rusunawa type 21, yang lebih banyak diperuntukkan bagi golongan masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, khususnya dari pegawai negeri sipil (PNS) Kota Bontang.

   Lisiba 2

  • – disediakan bagi pengembangan rumah menengah dengan type 72/400 yang merupakan tahapan lanjutan dari pengembangan Kasiba berdasarkan demand kebutuhan rumah di Kota Bontang  Lisiba 3
  • – merupakan pengembangan lanjut terhadap perumahan Korpri Bontang tahap pertama dengan jenis rumah kecil / RSH type 36/200.

   Lisiba 4

  • – disiapkan untuk pengembangan lebih jauh guna pemenuhan kebutuhan perumahan baru dalam skala rumah besar type 120/600.

  Selanjutnya, masing-masing Lisiba dikembangkan kedalam blok-blok peruntukan yang lebih detil sebagaimana telah dijelaskan dalam Dokumen RTR Kasiba Bontang Lestari. Dalam konteks pengembangan kawasan prioritas, maka setiap Lisiba dan blok peruntukan di dalamnya akan dibahas sesuai dengan tahapan pembangunannya.

  Penentuan kawasan priroitas didasarkan pada skala prioritas kepentingan pembangunan yang dijabarkan kedalam strategi pentahapan. Sesuai dengan jangka waktu perencanaan yang mencapai 5 tahun rencana, maka tahapan prioritas penanganan lingkungan dalam Kasiba Bontang Lestari akan dikembangkan kedalam 5 tahap pengembangan. Adapun untuk kebutuhan PSD di Kawasan Kasiba dan Lisiba di Kota Bontang secara umum adalah sebagai berikut :

  Tabel 6.8

  Kebutuhan PSD Kasiba dan Lisiba Bontang Lestari

  No Kebutuhan Komponen Keterangan

  1 Kebutuhan rumah Jumlah unit rumah Jumlah kebutuhan rumah diperkirakan yang dibutuhkan mencapai 3000 unit sampai dengan tahun proyeksi 2016 dengan pertumbuhan penduduk sekitar 7% Asusmsi kebutuhan rumah, bahwa 1 keluarga menempati 1 unit rumah

  

2 Pembangunan Jumlah kebutuhan Kebutuhan pengembangan jaringan jalan

jaringan jalan jaringan jalan yang di kawasan kasiba lisiba adalah kebutuhan harus disediakan pengembangan jaringan jalan kolektor sekunder, lokal sekunder dan lokal primer.

  3 Hidran Umum Kebutuhan pemenuhan Hidran ditempatkan pada lokasi yang hidran umum memiliki kepadatan yang tinggi, di pusat- pusat kegiatan, dengan jarak 100 - 200 m, untuk daerah lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Lokasi hidran dekat jalan besar atau persimpangan jalan yang mudah dicapai.

  4 Jaringan air Pengelolaan air limbah Diperlukan pengembangan IPAL skala limbah skala kota Kota 1 unit di Bontang Lestari

  5 Jaringan drainase Pengembangan Sistem pengembangan jaringan drainase jaringan drainase terbuka dan jaringan drainase tertutup

  6 Persampahan Pengembangan Di Bontang Lestari diperlukan pengelolaan sistem pengembangan Transfer Depo untuk 1 persampahan Kelurahan berjumlah 1 unit. pada kawasan ini juga sudah dikembangkan TPA Bontang

  Lestari dengan sistem sanitary landfill.

  7 Air bersih Pengembangan Pemanfaatan jaringan air bersih kota alternatif dalam memerlukan upaya penyediaan reservoir penyediaan air bersih serta pemipaan baru, mengingat sumber air baku kota yang paling dekat dengan lokasi Kasiba terletak 4-5 Km di Utara Kasiba, dengan debit 30 ltr/dtk. Integrasi dengan sistem jaringan air bersih kota akan menjadi tahapan lanjut setelah adanya pembangunan reservoir air di lokasi sumber air baku tersebut. Pembangunan dan pengembangan sistem jaringan air bersih internal kawasan, memanfaatkan 2 titik air di dalam Kasiba yang terletak sekitar 200 m dan 500 m dari bagian Timur Jalan Poros Utama Kasiba, dengan kedalaman masing-masing mencapai 70m dan debit 1 ltr/dtk. Untuk itu, diperlukan adanya pembangunan reservoir guna menampung dan mengontrol debit aliran air bersih ke fungsi- fungsi kegiatan di dalam Kasiba.

7. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman a.

  Jalan Lingkungan Untuk jalan lingkungan di kawasan permukiman yang ada di Kota Bontang hampir sebagian besar berupa jalan semen, aspal dan kayu ulin. Untuk jalan-jalan lingkungan pelaksanaan pembangunan melalui Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya dan melalui Program Prolita yang dilaksanakan oleh Kelurahan- Kelurahan. Untuk kegiatan pengembangan jaringan jalan adalah pembuatan jalan baru, semenisasi gang lingkungan dan pembuatan serta perbaikan jalan kayu ulin khususnya di kawasan permukiman pesisir.

  b.

  Saluran Air Hujan/ Drainase Sistem drainase di kawasan permukiman yang ada di kota Bontang saat ini masih banyak yang belum optimal bahkan cenderung berubah fungsi. Drainase jalan yang harusnya hanya berfungsi atau di desain untuk menampung dan mengalirkan limpasan air hujan yang jatuh ke badan jalan tetapi juga berfungsi untuk menampung air buangan selain dari air hujan. Akibatnya kapasitas saluran tersebut tidak cukup sehingga meluap.

  Dari segi fisik prasarana yang ada sebagian besar saluran drainase kota berupa saluran dari pasangan batu, namun kondisi saat ini tidak sedikit dari daluran tersebut yang mengalami kerusakan. Sedimentasi di saluran drainase cukup besar baik itu berasal dari material tanah/pasir dan sampah baik organik maupun non organik. Dari hasil pengamatan di lapangan beberapa faktor yang menghambat kurang lancarnya aliran air di sistem drainase Kota Bontang disebabkan oleh :  Kapasitas saluran dan gorong-gorong kurang memadai /besar.  Kemiringan dasar saluran yang terlalu landai.  Pendangkalan saluran akibat sedimen dan juga hambatan aliran oleh sampah.  Tingginya muka air di sungai utama dan anak-anak sungainya saat terjadi banjir, menyebabkan aliran dari outlet drainase tidak dapat masuk ke sungai.  Tertutupnya sebagian lubang-lubang drainase jalan akibat proses pengaspalan sehingga menghambat aliran yang akan masuk ke saluran.  Penutupan bagian atas saluran secara permanen dengan sedikit man hole menyulitkan dalam pemeliharaan saluran.

c. Prasarana Air Minum

  Sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air minum di kawasan permukiman Kota Bontang sebagian besar sudah menggunakan air perpipaan, baik dari PDAM maupun swasta. Namun masih ada juga masyarakat Kota Bontang menggunakan air bersih dengan mengambil dari air hujan dan air bawah tanah (sumur dangkal) yang mana air hujan atau air bawah tanah yang dikonsumsi untuk dijadikan air minum tidak dapat dijamin tingkat kesehatannya.

  Wilayah yang terdiri dari pulau-pulau terkecil dan keadaan topografinya, menjadikan penduduk sulit untuk mendapatkan air bersih, sehingga diperlukan instalasi penampungan air hujan (PAH) atau diperlukan terminal air yang disuplay melalui kapal air untuk wilayah pesisir dan mobil tangki untuk wilayah darat.

  Secara umum untuk prasarana air bersih di kawasan permukiman sudah sebagian besar dilayani oleh jaringan PDAM. Untuk jumlah pemakai SR sebanyak 129.600 jiwa atau 21.600 SR dengan pemakai persambungan adalah 6 jiwa dan jumlah pemakai HU sebanyak 5500 dengan jumlah HU terpasang 55 unit dengan pemakai per HU unit adalah 100 jiwa. Jumlah pemakaian air perhari perorang adalah 180 l/org/hari dengan asumsi satu sambungan untuk 6 orang maka jumlah pemakaian air persambungan adalah 1.080 l/samb/hari. Untuk pemakaian air domestik dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 159.614 maka jumlah pemakaian air domestik adalah sebesar 28.730.520 l/hari. Sumber air baku yang dimanfaatkan adalah sumur dalam (deep well). Kondisi deep well Kota Bontang pada tahun 2014 terdapat 18 unit dengan kondisi 12 unit aktif dan 6 unit tidak aktif yang tersebar dibeberapa lokasi. Jumlah kapasitas konstruksi deep well terpasang sebesar 465 l/dt dengan realisasi kapasitas deep well sebesar 302,02 l/dt.

  d.

  Prasarana Air Limbah Untuk kebutuhan sanitasi masyarakat Kota Bontang belum memiliki sanitasi terpusat, akan tetapi pada beberapa Kelurahan sudah memiliki IPAL Kawasan dan sanitasi komunal dengan sistem MCK Plus Biogester (SANIMAS). Jumlah IPAL Kawasan yang telah terbangun sebanyak 4 unit yaitu di Kelurahan Bontang Kuala, Berbas Pantai, Guntung dan Loktuan. Jumlah total pengguna SANIMAS Kelurahan Tanjung Laut adalah 231 jiwa termasuk orang dewasa dan anak-anak atau 56 KK. Sedangkan jumlah total pengguna SANIMAS di Indah adalah 436 jiwa termasuk orang dewasa dan anak-anak atau 108 KK. Sisanya menggunanan MCK atau langsung dibuang ke sungai serta di bibir pantai. Limbah cair industri (dari industri besar maupun kecil) masih sering dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan. Pelayanan pengurasan tanki septik atau cubluk biasanya dilakukan oleh oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan truk tinja atau secara manual. Biasanya lumpur dari tangki septik/cubluk rumah tangga (RT) baru disedot kalau fasilitasnya sudah buntu.

  Untuk prasarana penampungan air kotor/tinja, sebagian besar sudah ditunjang dengan tangki septik, baik individu maupun komunal, walaupun masih ada yang menggunakan sungai, dan lubang tanah, sesuai dengan ketersediaan sarana yang ada. Pengelolaan air limbah dapat dijabarkan kedalam jenis fasilitas pembuangan tinja serta prasarana penampungan akhir kotoran (tinja). Di Kota Bontang, sebagian besar rumah tangga telah memiliki fasilitas MCK individu (kloset leher angsa), walaupun masih ada yang belum terlayani fasilitas kloset sehingga pembuangan dilakukan melalui fasilitas milik bangunan non-perumahan (masjid, langgar, dll) maupun melalui drainase alami yang ada di sekitarnya (misal: sungai).

  Pada umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir untuk keperluan BAB-nya masih ada yang dilakukan dibibir-bibir pantai. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan kurangnya memperhatikan kesehatan. Kondisi ini juga dipengaruhi kurangnya dukungan PSD di kawasan permukiman khususnya di kawasan padat kumuh dan kawasan kumuh pesisir.

e. Prasarana Persampahan

  Pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah ke TPS dilaksanakan oleh penghasil sampah. Masyarakat penghasil sampah memindahkan sampah yang dihasilkannya ke suatu tempat yang berfungsi sebagai TPS, dapat berupa peralatan terbuka, bak sampah, atau kontainer. Untuk pola penanganan lainnya terkait persampahan di kawasan permukiman, pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah dilaksanakan oleh petugas kebersihan (petugas kantor Kebersihan) dan secara langsung dipindahkan ke dalam truk pengangkut sampah. Pola individu langsung ini dilaksanakan pada daerah-daerah permukiman teratur dan permukiman dipinggir jalan utama yang dilalui oleh truk pengangkut sampah.

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

  Rumusan pokok permasalahan dalam pembangunan perumahan dan permukiman di Kota Bontang terdapat tiga hal yakni permasalahan yang mendesak untuk ditangani, permasalahan yang perlu diantisipasi, dan permasalahan kelembagaan dan tata laksana pembangunan perumahan dan permukiman. Untuk penjabaran lebih lanjut adalah sebagai berikut :

  

Tabel 6.9

  Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kota Bontang

  No Permasalahan Pengembangan Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif solusi

1 Aspek Teknis

a) Kepemilikan lahan

  b) Pendataan perumahan masih belum optimal

a. Status kepemilikan lahan

dan bangunan di wilyah

pengembangan ‘Kota Baru”

di Bontang Selatan.

  

a. Perbedaan skala/satuan

proses pengumpulandan data antar instansi

  a. Perlunya upaya tegas secara normatif dengan pemberlakuan PERDA tata ruang; b. Relokasi kawasan permukiman dengan ganti untung pada penduduk; Permasalahan Pengembangan No Tantangan Pengembangan Alternatif solusi Permukiman

  c. Penyiapan lahan untuk relokasi kawasan permukiman.

  d. Pembebasan lahan pada kawasan pengembangan baru;

  e. Pendekatan persuasif kepada masyarakat seiring dengan adanya upaya pengembangan pembangunan kawasan;

  f. Standarisasi variabel dan unit/satuan data antar instansi

  g. Pengembangan sistem informasi basis data perumahan dan permukiman .

2 Aspek Kelembagaan

  a) Belum optimlnya

  

a. Kurang dimanfaatkannya

  a. Perlunya pembentukan kelembagaan dalam organisasi/kelembagaan Badan Pengelola (BP) pengembangan yang telah ada seperti Kasiba seiring dengan perumahan dan BP4D, Forum Kota, dan upaya pengembangan permukiman lain-lain. Kasiba Bontang Lestari yang sedang berjalan.

  b. Pengelolaan perumahan yang dikembangkan oleh swasta (resmi) kerap dilakukan oleh developer/pengembang kawasan tersebut. Namun demikian, ada beberapa lokasi yang badan pengelolanya tidak aktif lagi, terutama setelah rumah-rumah dalam kawasan tersebut laku terjual (habis) dan aktivitas di lingkungan permukimannya berjalan lancar, walaupun sesungguhnya developer selalu memiliki tanggung jawab untuk menjalankan pelayanan pengelolaan perumahan. Akibatnya di beberapa lokasi perumahan, pengelolaan dilakukan secara swadaya oleh warga masyarakat.

3 Aspek Pembiayaan

a. Keterbatasan dana APBD

  a. Mengoptimalkan

dalam pengembangan

penggalian dana dari permukiman Kota Bontang berbagai sumber baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi untuk membantu dalam pengembangan permukiman.

  b. Mengoptimalkan dukungan masyarakat dan peran swasta melalui CSR.

4 Aspek Lingkungan

a. Spot permukiman kumuh di

  a. Program-program Permukiman wilayah kota lama Bontang penataan kualitas

a) Lingkungan Kumuh (Kecamatan Bontang Utara) lingkungan dapat

  No Permasalahan Pengembangan Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif solusi b. Kurangnya ketersediaan prasarana permukiman yang memadai

  c. Berkembangnya Industri Rumah Tangga Polutif di Kawasan Perumahan Padat d. Intervensi Lahan Permukiman ke Kawasan

  Lindung

  e. Penurunan Kualitas Lingkungan Permukiman

  g. Kebutuhan prasarana dan sarana umum khususnya kelurahan pesisir memiliki kepadatan

penduduk yang tinggi.

  

b. Beberapa permukiman

kumuh warga ada yang

letaknya di belakang

bangunan besar.

  c. Pengolahan air limbah untuk kawasan permukiman diatas air wilayah pesisir.

  d. Industri rumah tangga yang keberadaanya tidak sesuai dengan fungsi perumahan.

f. Degradasi kawasan

  

e. Kurangnya mekanisme

kontrol memungkinkan

pengembangan lahan-lahan permukiman mengintervensi kawasan-kawasan dengan fungsi lindung.

  

f. Penertiban permukiman

pada Taman Nasional Kutai g. Penurunana kualitas

lingkungan di kawasan

permukiman nelayan

Bontang Kuala.

  

h. Perkembangan kawasan

permukiman di kawasan

pesisir dan sempadan

pantai sehingga perlu

adanya penertiban kawasan tersebut.

i. Keterbatasan lahan secara

kualitas pada kawasan

pengembangan yang belum dikembangkan, seperti pada Bontang Lestari.

j. Pembangunan sarana dan

prasarana yang dapat

menjangkau seluruh Kota

Bontang terutama pada

kawasan pengembangan baru diperkirakan

membutuhkan banyak

baiaya. diarahkan pada lokasi- lokasi prioritas tersebut b. Peningkatan kualitas hidup warga permukiman kumuh, khususnya yang terkait dengan peningkatan kondisi perekonomian secara berkelanjutan.

  c. Pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana umum (PSU), seperti air minum, jaringan jalan akses, pengelolaan limbah dan jaringan listrik serta jaringan komunikasi khususnya kawasan kumuh dan bontang Lestari.

  d. Merelokasi industri rumah tangga polutif menjadi salah satu solusi melalui upaya pengembangan kawasan perumahan berbasis industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan dan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri.

  e. Regulasi dan kontrol serta pengendalian yang ketat, dengan menegaskan bahwa kawasan lindung tidak boleh diintervensi dengan penggunaan lahan apapun termasuk permukiman.

  f. Relokasi maupun penyiapan lahan permukiman baru dan penyiapan perumahan baru.

6.1.2. Analisisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

A. Analisis Permasalahan

  Terjadi kecenderungan naiknya angka kebutuhan perumahan di Bontang, ini disebabkan oleh karena : a. Menurunnya kualitas perumahan akibat rendahnya tingkat perawatan sehingga banyak rumah yang tergolong tidak lagi layak huni, b. Naiknya kebutuhan perumahan di wilayah perkotaan Kota Bontang sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan penduduk karena faktor pengaruh migrasi disamping angka kelahiran yang cukup besar dan juga tidak terlepas dari keberadaan 2 (dua) buah perusahaan berskala nasional di Kota Bontang yaitu PT. Pupuk Kalimantan Timur Tbk. Dan PT. Badak NGL yang membuat terjadinya kecenderungan naiknya kebutuhan rumah sewa di Kota Bontang, dimana hal itu disebabkan oleh :

  1. Daya beli masyarakat yang kurang sanggup terhadap rumah yang berstatus hak milik,

  2. Naiknya jumlah pendatang sementara,

  3. Bagi masyarakat kelas atas, meningkatnya pertimbangan kepraktisan pengelolaan dan kemudahan akses. Kedepan penyediaan perumahan terbanyak tetap dilayani oleh developer. Penyediaan perumahan oleh pemerintah dalam bentuk publik/hearing bagi kelas paling bawah akan ada sebagai bentuk penyelamatan. Permasalahan lainnya adalah ketersediaan rumah terbatas backlog kebutuhan rumah 20%. Sedangkan tiap tahun kebutuhan akan rumah layak terus bertambahnya sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Permasalahan backlog kebutuhan rumah akan terus bertambah besar jika tidak pengembangan perumahan tidak dilakukan. Berdasarkan gap analisis berikut akan terlihat kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah akan semakin besar jika tidak melakukan pengembangan perumahan lima tahun ke depan. Gap analisis mengasumsikan pertumbuhan rumah sejalan dengan pertumbuhan KK (0,90%). Permasalahan pengembangan perumahan juga terkendala adanya keterbatasan lahan di Kota Bontang. Sebagaimana diketahui, bahwa wilayah daratan Kota Bontang hanya sekitar 29% dari luasan adiministarasi keseluruhan kota, atau sekitar 14.780 Ha. Dari jumlah lahan tersebut, terdapat 4 bagiam besar pemanfaatan lahan potensial, yaitu:

  1. Kawasan Hutan Lindung dan Taman nasional Kutai (TNK) seluas ± 5.950 Ha

  2. Area PT. Badak LNG seluas ± 1.572 Ha

  3. Area PT. Pupuk kaltim seluas ± 2.010 Ha 4. Sisa lahan yang dapat dikembangkan hanya seluas 5.248 ha. Terkait dengan adanya keterbatasan lahan, sebagai akibat perkembangan penduduk di Kota Bontang yang terus bertambah terutama penduduk migran maka tentunya kebutuhan perumahan pun terus bertambah. Sebagai akibatnya kurangnya dukungan sumberdaya ekonomi yang kuat masyarakat dalam membeli lahan, maka yang terjadi adalah intervensi area kawasan hutan lindung sebagai area permukiman ilegal.

  Sebagai arahan penanganan kedepan diharapkan ada zoning regulation pengembangan dalam pemanfaatan lahan permukiman. Berkembangnya kawasan perkotaan di wilayah Kota Bontang menuntut tersedianya lahan khususnya permukiman sebagai komponen guna lahan kota dengan proporsi terbesar. Kurangnya mekanisme kontrol memungkinkan pengembangan lahan-lahan permukiman mengintervensi kawasan-kawasan dengan fungsi lindung. Kondisi ini perlu diantisipasi melalui regulasi dan kontrol serta pengendalian yang ketat, dengan menegaskan bahwa kawasan lindung tidak boleh diintervensi dengan penggunaan lahan apapun termasuk permukiman. Seiring perkembangan perekonomian Kota Bontang, sektor produksi perikanan laut pun tengah digalakan oleh Pemerintah Kota Bontang. Bersamaan dengan itu, kondisi permukiman pesisir, khususnya perkampungan nelayan, mengalami degradasi lingkungan akibat semakin padatnya perumahan, bercampurnya kegiatan produksi hasil perikanan laut, serta buruknya pemahaman akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Banyak hal yang terkait dengan keberadaan kantong

  • – kantong kawasan kumuh di Kota Bontang. Pada dasarnya yang utama adalah kurangnya dukungan PSD Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman. Hal ini juga ditambah dengan tingkat perekonomian masyarakat yang tergolong lemah dan minimnya skill yang dimiliki
  • – sehingga berdampak sangat kompleks bagi penyebab berkembangnya kantong kantong kawasan kumuh di Kota Bontang. Dengan adanya kantong
  • –kantong kawasan kumuh maka permasalahan perumahan dan permukiman yang mendesak adalah keberadaan spot permukiman kumuh di wilayah kota lama Bontang (Kecamatan Bontang Utara) yang terdiri dari beberapa Kelurahan, khususnya di Kelurahan-Kelurahan pesisir yaitu:

  1. Kelurahan Berbas Pantai

  2. Kelurahan Berbas Tengah

  3. Kelurahan Loktuan

  4. Kelurahan Tanjung Laut Indah Wilayah-wilayah tersebut, khususnya Berbas Pantai, memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, begitu pula dengan jumlah spot permukiman kumuh yang berhasil diidentifikasi oleh Pemkot Bontang sendiri. Kekumuhan terkait dengan kehidupan warganya yang sebagian besar sebagai Nelayan, dimana akibat kenaikan harga BBM maka semakin banyak nelayan yang tidak dapat melaut, sehingga kesulitan ekonomi keluarga nelayan semakin besar, dan prioritas mereka lebih kepada bagaimana bertahan hidup ketimbang menjaga lingkungan permukiman mereka.

  Permasalahan permukiman kumuh juga diakibatkan sebagai dampak berkembangnya industri yang polutif terutama di kawasan padat permukiman dan kawasan pesisir. Pada beberapa kawasan padat di Kota Bontang, berdasarkan informasi dari Dinas koperasi dan Pengembangan Usaha Kecil, terdapat beberapa kegiatan industri rumah tangga polutif (misal industri tahu tempe) yang keberadaannya tidak sesuai dengan fungsi perumahan. Diperlukan upaya pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi perumahan dengan fungsi industri rumah tangga polutif. Upaya merelokasi industri rumah tangga polutif menjadi salah satu solusi melalui upaya pengembangan kawasan perumahan berbasis industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan dan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri. Selain itu, dibeberapa lokasi yang lebih kedalam ke arah pusat kota, khususnya di kawasan Berbas Tengah dan Tanjung Laut, terdapat permukiman kumuh warga yang letaknya ”tersembunyi” di belakang bangunan-bangunan besar perumahan maupun pertokoan, dan agak menjorok kedalam dalam suatu perkampungan tengah kota.

  Kondisi ini juga dikarenakan minimnya dukungan Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman terutama air bersih, sanitasi dan sumber daya ekonomi masyarakat yang masih rendah. Sebagai dampaknya perhatian terhadap keikutsertaan dalam berpartisipasi menjaga kesehatan lingkungan sangat kurang mendapat perhatian.

  Rencana pengembangan fisik Kota Bontang diarahkan ke bagian Selatan Kota, tepatnya ke arah BWK di Kecamatan Bontang Selatan. Namun dalam kenyataannya, dukungan infrastruktur di kawasan ini masih minim, termasuk belum lengkapnya masterplan jaringan, terutama jaringan listrik dan air bersih, yang diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan program pengembangan jaringan ke wilayah yang juga dikenal sebagai